BANJIR DAN KEKERINGAN. Pertemuan 4

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN I-1

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

KEBERADAAN, POTENSI DAN GAGASAN PEMANFAATAN SUNGAI MATI DI SEPANJANG SUNGAI CITARUM DAERAH BANDUNG

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 ANALISA PENYEBAB BANJIR DAN NORMALISASI SUNGAI UNUS KOTA MATARAM

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Resiko Banjir Kabupaten Gresik Berdasarkan Citra Satelit (Wiweka)

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya manusia dalam menggunakan sumber. daya alam dan lingkungan untuk meningkatkan taraf hidup.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN I - 1

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI SEBAGAI PENDEKATAN TERPADU MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

14/06/2013. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor utama penyebab banjir Membuat Model Pengendalian Banjir Terpadu

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kolam Retensi (Retarding Basin) Sebagai Alternatif Pengendali Banjir Dan Rob.

19 Oktober Ema Umilia

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Solusi Aspiratif Penanganan Masalah Sungai Mati (Kasus: Desa Andir Kecamatan Bale Endah Kabupaten Bandung)

Transkripsi:

BANJIR DAN KEKERINGAN Pertemuan 4

BANJIR Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air surut. Banjir adalah hal yang rutin. Setiap tahun pasti datang. Banjir, sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah temasuk dalam urutan bencana besar, karena meminta korban besar.

Banjir di kota Bojonegoro

Banjir di Lamongan th 2007/2008

Bentukan banjir Berdasarkan fenomena geomorfologi, setiap bentuk lahan bentukan banjir dapat memberikan informasi tentang tingkat kerawanan banjir beserta karakterisriknya (frekuensi, luas dan lama genangan bahkan mungkin sumber penyebabnya). Maka dapat dikatakan bahwa, survei geomorfologi pada dataran aluvial, dataran banjir dan dataran rendah lainnya dapat digunakan untuk memperkirakan sejarah perkembangan daerah tersebut sebagai akibat terjadinya banjir

Citra untuk identifikasi banjir Citra penginderaan jauh yang berupa citra Landsat atau citra Spot dapat menyajikan informasi fisik suatu daerah, sehingga dapat diidentikasi dan dianalisis untuk parameter kajian banjir, serta analisis fenomena alam yang terjadi. Daerah rawan banjir adalah daerah yang mudah atau mempunyai kecenderungan untuk terlanda banjir. Daerah tersebut dapat diidentikasi dengan menggunakan pendekatan geomorfologi khususnya aspek morfogenesa, karena kenampakan seperti teras sungai, tanggul alam, dataran banjir, rawa belakang, kipas aluvial, dan delta yang merupakan bentukan banjir yang berulang-ulang (Masahiko Oya, 1976 dalam Suprapto 1984) yang merupakan bentuklahan detil yang mempunyai topogra datar.

Faktor penyebab banjir Faktor internal - Curah hujan lokal - Bentuk lahan (geomorfologi) - Kondisi sungai - Kondisi tanah Faktor eksternal - Topografi daerah hulu - Curah hujan di daerah hulu - Penggunaan lahan daerah hulu - Tata ruang wilayah - Perilaku masyarakat

Karakteristik banjir Tinggi genangan Luas genangan Lama genangan Daya rusak

DAMPAK BANJIR Rusaknya areal pemukiman penduduk, Sulitnya mendapatkan air bersih, dan Rusaknya sarana dan prasarana penduduk. Rusaknya areal pertanian Timbulnya penyakit-penyakit Menghambat transportasi darat

Upaya Pengendalian Banjir dengan Pendekatan Eko-Hidraulik dan Peningkatan Peran Serta Masyarakat

Pendekatan PTSDA Prinsip 1 : Perlunya pengembangan dan manajemen terpadu sumber daya air secara holistik atau ekologis, ekosistim sungai sebagai focus dan perlunya keterkaitan antar sektor. Prinsip 2 : Pendekatan Partisipatif dengan cara melibatkan kesadaran bersama para pelaku, menggalang kemitraan dan mengefektifka pengambilan keputusan maupun perencanaan pada tingkat lokal bahkan diusahakan pada tingkat paling bawah (grassroot level) Prinsip 3 : Pentingnya peran perempuan yang seringkali memiliki peran sentral berurusan dengan kebutuhan air terutama di tingkat rumah tangga. Prinsip 4 : Berkaitan dengan nilai ekonomis air yang perlu dilihat sebagai barang yang memiliki nilai sehingga perlu dihemat agar dapat terjangkau oleh masyarakat dan dikelola agar lestari berkelanjutan, oleh karena itu dalam pengembangan SDA diperlukan manajemen yang tepat guna.

Pendekatan Baru Pengendalian Banjir yang Berkelanjutan Eko-Hidraulik merupakan salah satu upaya perpaduan yang melibatkan sejumlah disiplin ilmu yang mengkaji dan menjawab sejumlah persoalan terutama yang berkaitan dengan air. Pendekatan Integralistik Ekologi dan Hidraulik, harmonis antara perilaku alamiah dan pembangunan dan kesatuan antara konservasi dan pembangunan Integralistik Ekologi dan Hidraulik Harmonis antara Karakteristik Alamiah dan Pembangunan Kesatuan antara konservasi dan pembangunan

Penanganan banjir dengan konsep Eko-hidraulik DAS bagian hulu dengan reboisasi atau konservasi hutan untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di hulu. Selanjutnya reboisasi juga mengarah ke DAS bagian tengah dan hilir. Secara selektif membangun atau mengaktifkan situ atau embung alamiah di DAS yang bersangkutan. Penataan tataguna lahan yang meminimalisir limpasan langsung dan mempertinggi retensi dan konservasi air di DAS.

Komponen retensi alamiah di wilayah sungai disepanjang sempadan sungai dan badan sungai justru ditingkatkan,dengan cara menanami atau merenaturalisasi kembali sempadan sungai yang telah rusak. Erosi tebing-tebing sungai harus ditangani dengan teknologi Eco-Engineering dengan menggunakan vegetasi setempat. Di sepanjang wilayah sungai serta sempadan sungai, tidak perlu diadakan pelurusan dan sudetan atau pembuatan tanggul. Karena caracara ini bertentangan dengan kunci utama retensi banjir. Sungai yang bermeander justru dipertahankan sehingga dapat menyumbang retensi, mengurangi erosi dan meningkatkan konservasi.

Di sepanjang wilayah sungai serta sempadan sungai, tidak perlu diadakan pelurusan dansudetan atau pembuatan tanggul. Karena caracaraini bertentangan dengan kunci utamaretensi banjir. Sungai yang bermeander justru dipertahankan sehingga dapat menyumbang retensi,mengurangi erosi dan meningkatkan konservasi.proyek Pelurusan sungai Kushiro Mire 1960-an dan restorasi (remeandering) 2002, Jepang

Memfungsikan daerah genangan atau polder alamiah disepanjang sempadan sungai dari hulu sampai hilir untuk menampung air. Mencari berbagai alternative untuk mengembangkan kolam konservasi alamiah di sepanjang sungai, di lokasi yang memungkinkan, di perkotaan-hunian atau di luar perkotaan, sebagai genangan alamiah yg berfungsi meretensi banjir tanpa menyebabkan banjir local karena banjir di bagi di DAS dan di sepanjang wilayah sungai.

Konsep drainasi konvensional yang mengalirkan air buangan secepatnya ke hilir perlu direvisi dengan mengalirkan secara alamiah (lambat) kehilir, sehingga tidak menimbulkan banjir di hilir. Disamping solusi eko-hidroteknis tersebut sangat diperlukan juga pendekatan sosiohidraulik sebagai bagian dari eko-hidraulik dengan meningkatkan kesadaran masyarakat secara terus menerus akanperan mereka dalam mengatasi banjir

Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam rangka meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut berperan serta menjaga kelestarian Sumber Daya Air dan lingkungan, telah di upayakan beberapa kegiatan dengan nama Kampanye Peduli Air (KPA). Tujuan dari kegiatan ini adalah : Membangun perilaku masyarakat agar sadar akan nilai dan kegunaan air Berupaya untuk memperbaiki perilaku masyarakat agar dapat lebih ramah hidup bersama air,

KEKERINGAN

Pengertian Kekeringan ( drought ) secara umum bisa didefinisikan sebagai pengurangan pesediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus. Kekeringan dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan dimana terjadi kekurangan air, dalam hal ini biasanya dikonotasikan dengan kekurangan air hujan. Pengertian lain adalah kekurangan dari sejumlah air yang diperlukan, dimana keperluan air ini ditentukan oleh kegiatan ekonomi masyarakat maupun tingkat sosial ekonominya.

Dengan demikian kekeringan adalah interaksi antara dua fenomena yaitu kondisi sosial ekonomi dan kondisi alam. Karena kekeringan terjadi hampir di semua daerah dunia dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, definisi yang berlaku harus secara regional bersifat khusus dan memfokuskan pada dampak-dampaknya. Dampak dari kekeringan muncul sebagai akibat dari kurangnya air, atau perbedaan-perbedaan antara permintaan dan persediaan akan air Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.

Lahan sawah yang mengalami kekeringan

Pada dasarnya kekeringan adalah kondisi kekurangan air pada daerah yang biasanya tidak mengalami kekurangan air, sedangkan daerah yang kering adalah daerah yang memang memiliki curah hujan yang kecil atau bulan keringnya dalam setahun lebih besar atau sama dengan delapan bulan, seperti halnya di NTT. Sebenarnya kekeringan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu : kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian.

Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan

DAMPAK KEKERINGAN Kesehatan manusia : kekurangan air Pertanian : gagal panen/produksi menurun Peternakan : gangguan kesehatan hewan Tanah : kerusakan sifat fisik/kimia tanah Kebakaran hutan