BAB 1 PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Usia dini adalah usia yang sangat penting bagi perkembangan anak,

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANAK USIA PRA-SEKOLAH PADA SEKOLAH YANG MENGGUNAKAN METODE SEMI MONTESSORI DAN SEKOLAH REGULAR

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara. konservatif. Meskipun banyak rintangan, Montessori adalah wanita

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, pendidikan. sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan melalui pendidikan. Banyak sekarang kita lihat bahwa anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh. yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terjadwal, dan dalam suatu interaksi edukatif di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age)

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang mandiri. Begitu pentingnya pendidikan bagi diri sendiri, dan teknologi agar bangsa semakin maju dan berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu upaya untuk merangsang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD. Oleh: Fitta Ummaya Santi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak. Upaya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Taman Kanak-kanak berada pada jalur pendidikan formal yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki kharakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Atiasih, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. (Abdulhak, 2007 : 52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. yang di selenggarakan di lingkungan keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sehingga nantinya akan

I. PENDAHULUAN. anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek gerakan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI TARI KREASI DI TAMAN KANAK-KANAK MELATI KABUPATEN SOLOK SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan

BAB I. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses. karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 : 14).

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya Meningkatkan Nilai-Nilai Keagamaan Anak Usia D ini Melalui Metode Bernyanyi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosioal-emosional, bahasa dan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

KTSP TK Dra. Masitoh, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai makhluk individu yang unik dan memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. apabila ingin memenuhi kebutuhan anak dan memenuhi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya,

BAB I PENDAHULUAN. mandiri ilmu yang dipelajarinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Utamanya untuk Pendidikan anak Usia Dini. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG UPI Kampus Serang Nova Sri Wahyuni, 2016

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi sosial yang diakselerasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah proses pembinaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang aktif dan sangat imajinatif serta

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN TIPE KANCING GEMERINCING

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak terlahir dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa sehingga membutuhkan orang dewasa dalam membantu mengembangkan kemampuannya. Seiring berjalan waktu masa kanak-kanak merupakan periode yang demikian khas dan merupakan periode penting bagi anak menurut Clark (dalam Semiawan, 2002) dan terjadi sesuai dengan tahapan- tahapan usianya. Periode ini juga merupakan masa-masa pra-sekolah dimana anak belajar semakin mandiri, menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan keterampilan dalam persiapan sekolah, dan meluangkan waktu berjam-jam bermain dengan teman-teman sebaya. Menurut Yamin dan Jamilah (2010), masa usia dini adalah masa yang sangat menentukan untuk perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnya karena merupakan masa peka dan masa emas dalam kehidupan anak. Hal ini menandakan bahwa semua pihak perlu memahami akan pentingnya masa usia dini untuk optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosio-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai agama. Pada usia ini anak juga mencoba untuk menjadi lebih mandiri secara fisik dikarenakan anak sudah mampu untuk berjalan dan berlari tanpa dibantu orang dewasa lagi. Masalah yang dapat terjadi pada usia ini menurut Erikson (1968, dalam Yamin, 2010), adalah anak akan merasa malu kepada

lingkungannya ketika dia merasa tidak mampu melakukan segala sesuatunya sendiri. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam masa usia dini anak mulai membentuk dirinya untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri. Pribadi yang mandiri adalah kemampuan hidup yang utama dan salah satu kebutuhan setiap manusia pada usia awal. Meski masih dalam usia yang sangat muda seorang anak harus memiliki pribadi yang mandiri karena pribadi yang mandiri akan dibutuhkan ketika seorang anak sudah bergabung dengan lingkungan di luar rumah yang mengharuskannya untuk tidak bergantung lagi pada orang tuanya. Kemandirian merupakan kondisi dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain dan cenderung tidak bergantung sehingga mampu bersosialisasi dan melakukan aktivitas sendiri serta mampu membuat keputusan sendiri. Kemandirian juga mengacu pada mengarahkan diri sendiri atau memerintah diri sendiri untuk bertindak. Menurut Havigurst (1972, dalam Yamin &Jamilah, 2010) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari empat aspek, yaitu: 1) emosi, 2) ekonomi, 3) intelektual, dan 4) sosial. Masa kritis bagi perkembangan kemandirian berlangsung pada usia dua sampai tiga tahun. Pada usia ini tugas utama perkembangan anak adalah untuk mengembangkan kemandiriannya. Kebutuhan untuk mengembangkan kemandirian yang tidak terpenuhi pada usia dua sampai tiga tahun akan menimbulkan terhambatnya perkembangan mandiri yang maksimal berdasarkan teori Erikson (Yamin&Jamilah,2010). Kemandirian anak ditandai dengan adanya kemampuan untuk melakukan aktivitas sederhana sehari-hari, seperti makan tanpa disuapi, menggunakan pakaian sendiri, mampu memakai kaos kaki dan sepatunya sendiri.

Dari hasil penelitian Ruhidawan (2005) mengenai pola pengasuhan berpengaruh terhadap kemandirian anak dan didukung oleh Karma (2002) yang menyatakan bahwa perbedaan dalam pengasuhan dapat mempengaruhi pembentukan kemandirian anak. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan non-formal dapat berpengaruh terhadap kemandirian. Selain itu, dalam mengembangkan kemandirian anak dapat melalui pendidikan formal yang lebih dikenal sebagai pendidikan anak usia dini (PAUD). Sebagaimana telah diatur dalam UU RI Nomor. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Menurut Hasan (2009) pendidikan anak juga merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang mengarah pada pertumbuhan, perkembangan fisik dan kecerdasan, daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa atau komunikasi, dan sosial. Selain itu, salah satu alasan orang tua menyekolah anak pada usia dini di harapkan kemandirian anak meningkat baik di rumah maupun di sekolah dan anak lebih siap menghadapi pendidikan lebih lanjut. Bertolak belakang dengan penjelasan sebelumnya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malau (2012) mengenai faktor eksternal yang mempengaruhi kemandirian anak kelas satu sekolah dasar negeri 1 Pondok

Cina kota Depok bahwa tahapan kemandirian anak kelas satu sekolah dasar diantaranya yaitu bisa berpakaian sendiri, bisa mengatur perlengkapan sekolah dengan sendiri. Namun sekitar 50% anak masih banyak yang kurang mandiri di rumah terutama dalam hal berpakaian dan menyiapkan alat-alat perlengkapan sekolah. Hal ini dikarenakan sekitar 10% anak masih berusia kurang dari 6 tahun sehingga masih dibantu oleh orang tua. Selain itu, sekitar 12% dipengaruhi faktor anak tunggal sehingga peran orang tua sangat banyak dalam membantu anak mengerjakan tugas sehari-hari. Lebih lanjut dalam penelitian tersebut beliau menyarankan bahwa guru perlu meningkatkan cara pengembangan kemandirian anak dengan cara membiasakan melakukan tugas di sekolah dengan sendiri. Selain itu, mengingatkan anak secara berulang bahwa tugas di sekolah harus dikerjakan dengan sendiri agar anak membiasakan diri untuk mengerjakan tugas sendiri. Hal ini terkait dengan salah satu metode belajar yang saat ini tengah berkembang di Indonesia, yaitu metode Montessori. Metode Montessori dicetuskan oleh Maria Montessori pada tahun 1907 melalui Casa dei Bambini atau Children House yang berkeyakinan bahwa pendidikan dimulai sejak lahir, pikiran anak sebagai absorbent mind atau pikiran dapat mudah menyerap karena kemampuannya yang besar dalam belajar dan berasimilasi secara terus menerus dari dunianya. Pada dasarnya, sistem ini hampir serupa dengan sistem regular, karena masih melibatkan peran murid dan guru. Menurut Setyanti (2011) menjelaskan bahwa biasanya metode Montessori pada pendidikan pre-school sampai sekolah dasar, namun ada juga yang menggunakan sistem ini di sekolah menengah. Penggunaan

metode Montessori sendiri tidak selalu di aplikasikan secara keseluruhan karena di Jakarta ada juga sekolah yang menggunakan metode tersebut dan dipadukan dengan kurikulum pemerintah atau bisa juga disebut sekolah semi Montessori. Sekolah yang menggunakan metode semi Montessori ini memiliki penilaian dan tujuan yang sama dengan sekolah lain yang menggunakan metode Montessori secara keseluruhan, namun sekolah ini juga melakukan penilain yang sesuai dengan kurikulum atau metode yang memang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Sekolah yang menggunakan metode semi Montessori mampu menyesuaikan pengajarannya sesuai dengan tujuan dari metode yang dicetuskan oleh Maria Montessori. Para guru yang menggunakan metode semi Montessori ini juga harus memberikan arahan yang tepat kepada para siswa, karena ciri dari metode Montessori adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru yang berfungsi sebagai fasilitator atau pendamping. Menurut Montessori (1964, dalam Frick, 2010) pendidikan Montessori menggunakan filosofi untuk membantu setiap anak menjadi individu yang lebih disiplin, menguasai dirinya dan karena itu dapat mengatur perilakunya sendiri ketika dibutuhkan untuk mengikuti beberapa aturan hidup. Dasar dalam pendidikan dengan metode Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu pendidikan sendiri, masa peka, dan kebebasan. Metode dan media pembelajaran dibagi menjadi tiga bagian, yaitu motorik, sensorik, dan bahasa. Penekanan utama ditujukan pada perkembangan alat-alat indera. Media yang digunakan pada sekolah semi Montessori juga memiliki kesamaan dengan sekolah metode Montessori tetapi memiliki perbedaan karena sekolah dengan

metode semi Montessori tetap menerapkan sistem per kelas, dimana siswa tetap belajar di dalam kelas sesuai dengan usianya. Metode dan media yang digunakan sekaligus sebagai materi belajar sekolah Montessori akan mengizinkan anak untuk bergerak, menyentuh, manipulasi, dan bereksplorasi secara bebas dalam rancangan kegiatan belajar yang disediakan guru, hal ini akan memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada intervensi dari orang dewasa. Menurut Lillard (2005, dalam Frick, 2010) menjelaskan bahwa kebebasan siswa merupakan prinsip utama dalam penggunaan metode Montessori, karena anak bertanggung jawab dengan pilihannya dalam lingkungan pembelajaran yang telah di siapkan. Peneliti juga melihat kemandirian beberapa anak ketika melakukan kegiatan praktek magang di salah satu sekolah yang menggunakan metode semi Montessori sebagai salah satu metode pembelajaran mengenai kemampuan anak akan kehidupan sehari-harinya. Kemandirian anak-anak terlihat seperti anak sudah mampu melepas dan menggunakan kembali pakaiannya tanpa bantuan guru. Anak-anak terbiasa untuk makan sendiri (menggunakan sendok dan garpu dengan benar) dan anak usia 2-3 tahun sudah mampu mencuci tangannya sendiri dan membuang sampah pada tempatnya setelah makan. Anak usia 4-5 tahun sudah mampu melipat pakaiannya sendiri dan meletakan ke dalam loker tanpa bantuan guru. Hal ini terjadi karena guru membiasakan anak untuk melakukan kegiatan tersebut dengan usahanya sendiri, Sesuai dengan dasar pemikiran Montessori (dalam Seldin, 2007) bahwa anak harus dihormati dan diberi kesempatan untuk melakukan hal-hal sendiri tanpa bantuan orang lain. Dari hal tersebut maka sekolah yang

menggunakan metode Montessori lebih banyak melibatkan peran anak sendiri dalam kegiatan belajar. Metode lain dalam pendidikan anak usia dini adalah metode yang umum digunakan, yaitu metode bermain. Metode bermain banyak digunakan dalam pendidikan anak usia dini karena bermain sendiri tidak dapat dilepaskan bagi anak usia dini. Menurut Semiawan (2002) pendidikan bagi anak usia dini adalah belajar sambil bermain. Dengan bermain secara bebas dan berekspresi serta bereksplorasi dapat mengembangkan potensi fisik maupun mental. Hal tersebut sejalan pendapat Santrock (2007) yaitu dalam memberikan pembelajaran pada anak harus berdasarkan dengan minat dan gaya mereka sehingga anak tidak bosan dalam belajar. Bermain adalah salah satu kegiatan yang paling dekat dengan kebiasaan hidup seorang anak adalah melalui bermain. Melalui bermain anak dapat bereksplorasi dengan dunia luar. Metode bermain yang berdasarkan dengan teori Mueller (dalam Kusuma, 2013), anak diberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dan mengembangkan pengetahuannya tentang benda-benda di sekitar melalui kegiatan bermain. Perkembangan kemandirian anak dengan metode bermain juga dapat terlihat ketika anak aktif dalam memilih permainannya sendiri. Pada metode bermain pengajaran yang dapat diterapkan adalah dengan brainstorming activity yaitu guru mengarahkan siswa untuk berfikir dan merefleksikan sesuatu di sekitar mereka menjadi bahan belajar. Langkah selanjutnya, introducing activity yaitu memperkenalkan sesuatu yang konkret pada siswa dan memulai aktivitas yang sesuai dengan topik yang akan diajarkan. Langkah ketiga, play and do activity yaitu siswa belajar diselingi bermain yang bersifat mendidik dan adanya

media gambar yang disesuaikan dengan lingkungan anak. Langkah terakhir, share and show yaitu anak melaporkan hasil bermain dan menunjukkan sesuatu yang mereka temukan ketika bermain (dalam Kusuma, 2013). Lebih lanjut Lillard (2005, dalam Frick, 2010) menjelaskan bahwa guru Montessori memberikan dukungan penuh pada kemandirian anak melalui observasi dan intervensi dengan membiarkan anak sendiri saat dia tertarik dan konsentrasi dengan tugasnya dan guru akan membantu mereka dalam menentukan pilihan yang baik saat mereka mulai melemah dan tidak tertarik lagi akan pekerjaannya. Dalam metode bermain guru juga memberikan arahan ketika anak mulai tertarik dalam sebuah permainan dan guru juga memberikan pengajaran melalui sebuah permainan yang menarik sehingga anak terus terpacu untuk lebih unggul lagi (dalam Kusuma, 2013) Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa kemandirian dapat berkembang dengan pendidikan yang di dapat oleh seorang anak. Perkembangan metode Montessori dalam dunia pendidikan di Indonesia mengajarkan agar anak dapat menumbuhkan sikap mandiri dan menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dalam bertindak dan metode bermain juga memberikan kesempatan pada anak untuk lebih bereksplorasi terhadap lingkungannya. Lebih lanjut peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada perbedaan kemandirian anak usia pra-sekolah pada sekolah yang menggunakan metode semi Montessori dan sekolah regular.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan Uraian di atas rumusan masalahnya sebagai berikut Adakah perbedaan kemandirian anak usia pra-sekolah pada sekolah yang menggunakan metode semi Montessori dan sekolah regular. 1.3. Tujuan Dalam Penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak usia pra-sekolah pada sekolah yang menggunakan metode semi Montessori dan sekolah regular.