DEMONSTRASI TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOGAS DI KABUPATEN SINJAI. Novia Qomariyah, S.Pt, dkk

dokumen-dokumen yang mirip
BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

BIOGAS. KP4 UGM Th. 2012

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REKAYASA TEKNOLOGI INSTALASI BIOGAS SIAP PAKAI DAN PEMANFAATANNYA PADA USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **)

Edisi Juni 2013 No.3511 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU

PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUJIAN ALAT PEMURNIAN BIOGAS DARI PENGOTOR H2O DENGAN METODE PENGEMBUNAN (KONDENSASI)

PENCAPAIAN INDICATOR KINERJA PROGRAM P3TIP/FEATI BPTP SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

Macam macam mikroba pada biogas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

SNTMUT ISBN:

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

Chrisnanda Anggradiar NRP

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

Program Bio Energi Perdesaan (B E P)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) di Lahan Sawah Tadah Hujan untuk Antisipasi Perubahan Iklim

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. molekul komplek yang memiliki bentuk rigid dan struktur berkayu dari tanaman dimana bakteri

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

Oleh: ANA KUSUMAWATI

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak dunia. Meskipun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

DEMONSTRASI TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOGAS DI KABUPATEN SINJAI Novia Qomariyah, S.Pt, dkk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dengan ekspansi bidang industri menyebabkan peningkatan permintaan energi dan penurunan kualitas lingkungan. Mesipun Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak dan gas, namun krisis ekonomi, berkurangnya cadangan cadangan minyak dan turunnya kualitas lingkungan menyebabkan Indonesia mulai memanfaatkan sumber-sumber energi alternatif. Kurtubi (2008) mengungkapkan bahwa jika tidak dilakukan lagi penambangan sumber bahan bakar baru dalam jumlah yang besar, maka produksi dan cadangan bahan bakar yang ada sekarang ini hanya cukup digunakan oleh manusia sampai dengan 50 tahun yang akan datang. Selain itu, penggunaan bahan bakar dari fosil terbukti memberikan kontribusi yang besar bagi pencemaran udara dan kerusakan lapisan ozon sehingga terjadilah pemanasan global yang semakin meningkat (Thabrew et al, 2009). Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan upaya-upaya untuk menemukan sumber bahan bakar alternatif yang baru sehingga ketergantungan terhadap bahan bakar dari fosil dapat diminimalisir. Demikian pula, teknologi tersebut harus dapat meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan serta menghindari terjadinya pemanasan global dan perusakan lapisan ozon. Salah satunya adalah melalui penerapan teknologi pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak dari fosil. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya : kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Secara umum biogas mengandung gas metan (CH 4 ) 65,7%; karbondioksida (CO 2 ) 27%; nitrogen (N 2 ) 2,3%; karbonmonoksida (CO) 0,0%; oksigen (O 2 ) 0,1%; propen (C 3 H 8 ) 0,7%; hydrogen sulfide (H 2 S) tidak terukur dan nilai kalor 6513. Prinsip Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 1

pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik baik berupa kotoran ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian, kemudian memproses limbah tersebut dan mengambil gasnya untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi serta menampung sisa hasil pemrosesan yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik. Dengan mengembangan biogas, akan diperoleh manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dirasakan adalah mendapatkan sumber energi alternatif berupa gas bio yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan sebagai bahan bakar mesin disel. Selain itu, manfaat lain yang secara langsung dapat dinikmati dari pengembangan biogas adalah menyediakan pupuk organik siap pakai. Oleh karena produk utama dari pengembangan biogas ini adalah gas bio dan pupuk organik, maka secara tidak langsung akan berpengaruh positif terhadap lingkungan, diantaranya membantu program pelestarian hutan, tanah dan air, mengurangi polusi udara, meningkatkan sanitasi lingkungan dan mendukung kebijakan pemerintah dalam menurunkan subsidi BBM. Disamping itu pengembangan biogas secara tidak langsung mendukung program internasional yaitu mengurangi dampak negatif dari efek gas rumah kaca. Kabupaten Sinjai terletak di bagian pantai timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km dari kota Makassar terdiri dari 9 (Sembilan) kecamatan dengan 80 desa dan kelurahan. Kabupaten Sinjai memiliki potensi peternakan yang sangat menjanjikan karena didukung dengan ketersediaan bahan pakan lokal yang cukup banyak seperti dedak padi, tepung ikan, dan limbah-limbah pertanian lainnya. Adapun populasi ternak besar dan kecil pada tahun 2009 sebagai berikut : sapi perah 397 ekor, sapi potong 48.396 ekor, kerbau 1.301 ekor, kuda 1.960 ekor dan kambing 11.830 ekor (BPS, 2009). Potensi ternak yang besar akan diikuti dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan seperti feses dan urine. Menurut Setiawan (2005) bahwa penggunaan kotoran ternak sebagai bahan biogas merupakan pilihan yang tepat. Dengan teknologi sederhana ini limbah kotoran ternak yang semula mencemari lingkungan dapat menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sembiring (2005) dan Muryanto (2006) melaporkan bahwa setiap ekor sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10 30 kg, berpotensi menghasilkan 0,36 m 3 biogas, atau setara dengan 0,75 liter minyak tanah. Bila total produksi kotoran Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 2

sapi di Kabupaten Sinjai diproses melalui fermentasi biogas,maka akan berpotensi menghasilkan gas bio sebanyak 108.203 m 3, atau bila gas bio yang diproduksi dimanfaatkan sebagai sumber energi, maka dapat disetarakan dengan minyak tanah sebanyak 81.152 liter per hari. Jika harga minyak tanah subsidi Rp. 4.000/liter maka dengan pemanfaatan biogas dapat menghemat devisa Negara sebesar Rp. 324.608.000,-. Pada Tahun 2011 jumlah proposal FMA yang diusulkan 75% adalah mengenai penggemukan sapi, tentunya limbah yang dihasilkan berupa kotoran sapi sangatlah besar. Dengan demikian guna mendukung kegiatan FMA tersebut perlu dilakukan suatu uji coba/demonstrasi teknologi pembuatan biogas guna memanfaatkan potensi limbah peternakan menjadi suatu produk energi alternatif yang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta mengurangi penggunaan minyak tanah dan gas LPG. 1.2 Perumusan Masalah Populasi ternak besar dan kecil pada tahun 2009 di Kabupaten Sinjai sebagai berikut : sapi perah 397 ekor, sapi potong 48.396 ekor, kerbau 1.301 ekor, kuda 1.960 ekor dan kambing 11.830 ekor (BPS, 2009). Potensi ternak yang besar akan diikuti dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan seperti feses dan urine. Menurut Setiawan (2005) bahwa penggunaan kotoran ternak sebagai bahan biogas merupakan pilihan yang tepat. Dengan teknologi sederhana ini limbah kotoran ternak yang semula mencemari lingkungan dapat menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sembiring (2005) dan Muryanto (2006) melaporkan bahwa setiap ekor sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10 30 kg, berpotensi menghasilkan 0,36 m 3 biogas, atau setara dengan 0,75 liter minyak tanah. Bila total produksi kotoran sapi di Kabupaten Sinjai diproses melalui fermentasi biogas,maka akan berpotensi menghasilkan gas bio sebanyak 108.203 m 3, atau bila gas bio yang diproduksi dimanfaatkan sebagai sumber energi, maka dapat disetarakan dengan minyak tanah sebanyak 81.152 liter per hari. Jika harga minyak tanah subsidi Rp. 4.000/liter maka dengan pemanfaatan biogas dapat menghemat devisa Negara sebesar Rp. 324.608.000,- Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 3

1.3 Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk : 1. Mendemonstrasikan pemanfaatan limbah kotoran sapi untuk dijadikan energi alternatif melalui pembuatan biogas 2. Menjaring umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi pemanfaatan kotoran sapi menjadi engeri alternatif melalui pembuatan biogas 1.4 Keluaran yang Diharapkan Dipahaminya pembuatan biogas oleh petani pengelola FEATI Diperolehnya umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi pembuatan biogas 1.5 Hasil yang Diharapkan Tersedianya energi alternatif sebagai bahan bakar pengganti gas LPG dari limbah kotoran ternak yang diproses melalui teknologi biogas. 1.6 Perkiraan Manfaat dan Dampak a. Manfaat Petani tahu dan terampil membuat biogas b. Dampak Meluasnya inovasi teknologi spesifik lokasi tentang penggunaan limbah kotoran sapi sebagai bahan baku biogas yang aplikatif, mudah dan murah serta mampu mengurangi penggunaan minyak tanah dan gas LPG Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Di Indonesia, program pengembangan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970. Pengembangan tersebut bertujuan untuk memanfaatkan limbah dan biomassa lainnya dalam rangka mencari sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah (Suriawiria, 2005). Program tersebut tidak berkembang meluas di masyarakat, hal ini disebabkan karena masyarakat pada waktu itu masih mampu membeli minyak tanah dan gas, adanya kebijakan subsidi dari pemerintah, disamping itu sumber energi lain seperti kayu bakar masih banyak tersedia di lapangan. Pengembangan biogas mulai mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM sampai 100%, bahkan untuk minyak tanah sampai 125 % per 1 Oktober 2005. Pada tahun ini pengembangan biogas semakin penting disebabkan karena minyak tanah menjadi langka dan mahal (Rp. 4.000/ltr), BBM dan LPG mahal (Rp. 81.000/12 kg), Biogas atau sering pula disebut gas bio merupakan gas yang timbul jika bahan-bahan seperti kotoran hewan, kotoran manusia, ataupun sampah, direndam di dalam air dan disimpan di tempat tertutup atau anaerob (tanpa oksigen dari udara). Proses kimia terbentuknya gas cukup rumit, tetapi cara menghasilkannya tidak sesulit proses pembentukannya. Hanya dengan teknologi sederhana gas ini dapat dihasilkan dengan baik. 2.2. Pengolahan Kotoran Ternak menjadi Biogas Pengolahan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas yang ramah lingkungan merupakan cara yang sangat menguntungkan, karena mampu memanfaatkan alam tanpa merusaknya sihingga siklus ekologi tetap terjaga. Manfaat lain mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas adalah Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 5

dihasilkannya pupuk organik untuk tanaman, sehingga keuntungan yang dapat diperoleh adalah: 1. Meningkatnya pendapatan dengan pengurangan biaya kebutuhan pupuk dan pestisida. 2. Menghemat energi, pengurangan biaya energi untuk memasak dan pengurangan konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM. 3. Mampu melakukan pertanian yang berkelanjutan, penggunaan pupuk dan pestisida organik mampu menjaga kemampuan tanah dan keseimbangan ekosistem untuk menjamin kegiatan pertanian berkelanjutan Biogas diproduksi oleh bakteri dari bahan organik di dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobic process). Proses ini berlangsung selama pengolahan atau fermentasi. Gas yang dihasilkan sebagian besar terdiri atas CH 4 dan CO 2. Jika kandungan gas CH 4 lebih dari 50%, maka campuran gas ini mudah terbakar, kandungan gas CH 4 dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi kurang lebih 60%. Temperatur ideal proses fermentasi untuk pembentukan biogas berkisar 30 o C (Sasse, L., 1992, Junaedi, 2002). Produksi biogas dari kotoran sapi berkisar 600 liter s.d. 1000 liter biogas per hari, kebutuhan energi untuk memasak satu keluaraga rata-rata 2000 liter per hari. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan energi memasak rumah tangga dapat dipenuhi dari kotoran 3 ekor sapi. Selain biogas pengolahan kotoran sapi juga menghasilkan pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk dari kotoran sapi yang telah diambil biogasnya memiliki kadar pencemar BOD dan COD berkurang sampai 90%, dengan kondisi ini pupuk dari kotoran sapi sudah tidak berbau. Permasalahan yang dihadapi peternak sapi mengenai tumpukan kotoran sapi yang menimbulkan bau tidak enak dan mengganggu kehidupan penduduk di sekitar kandang dapat diatasi. Menurut Junaedi (2002) jenis konstruksi unit pengolah (digester) biogas yang dapat dibangun di daerah tropis dapat dibagi menjadi 3 model yaitu: 1. Digester permanen (fixed dome digester) 2. Digester dengan tampungan gas mengapung (floating dome digester) 3. Digester dengan tutup plastik. Prinsip pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik baik berupa kotoran ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian, Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 6

kemudian memproses limbah tersebut dan mengambil gasnya untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi serta menampung sisa hasil pemrosesan yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik. 2.3 Proses Terbentuknya Gas Bio didalam Digester Secara umum terbentuknya biogas adalah melalui proses degradasi limbah baik dari limbah pertanian, kotoran hewan, dan kotoran manusia atau campurannya yang dicampur dengan air dan ditempatkan dalam tempat yang tertutup atau dalam kondisi anaerob/kedap udara (Hadi dkk., 1982). Keadaan anaerob ini dapat terjadi secara buatan yaitu dengan membuat digester sebagai tempat terjadinya proses degradasi limbah organik (Fry dan Mevil, 1973). Kondisi anaerob dalam bak pencerna inilah yang kemudian berkembang dengan bermaca-macam bentuk dan bahan yang digunakan. Gas bio (methan) sebagai produk utama dari instalasi biogas merupakan campuran dari berbagai jenis gas dan gas methan merupakan kandungan yang paling besar. Nilai kalor gas metana murni (100%) adalah 8.900 kkal/m3. Pembuatan gas bio dengan bahan baku kotoran sapi, nilai kalor yang diperoleh antara 4800 6700 kkal/m3 yang akan mengahasilkan biogas dengan komposisi 54-70% metana, 27-45% karbondioksida, 0,5-3,0% nitrogen, 0,1% karbonmonoksida, 0,1% oksigen, dan sedikit sekali hidrogen sulfida, amoniak dan nitrogen oksida (Karsini, 1981 dan Harahap dan Ginting. 1984). Bahan baku limbah organik, berfungsi sebagai sumber unsur karbon dan nitrogen, yang selanjutnya digunakan untuk aktivitas reaksi kimia dan pertumbuhan mikroorganisme melalui tiga tahap reaksi kimia (proses dekomposisi anaerob) (Noegroho Hadi, 1980, Saubolle, 1978 dan Anonymous, 1977), hingga terbentuk gas bio yaitu : 1. Tahap pelarutan bahan-bahan organik, pada tahap ini bahan padat yang mudah larut atau yang sukar larut akan berubah menjadi senyawa organik yang larut. 2. Tahap asidifikasi atau pengasaman, merupakan tahap terbentuknya asamasam organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri. 3. Tahap metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan gas metan. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 7

Bahan organik yang dimasukkan ke dalam digester kedap udara akan dicerna/diproses oleh bakteri anaerob menghasilkan gas yang kemudian disebut biogas. Biogas merupakan gabungan antara gas metan (CH 4 ) dengan CO 2 atau gas karbondioksida dengan perbandingan 65 : 35. Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya. Agar proses terbentuknya biogas berjalan sesuai yang diharapkan, artinya dapat menghasilkan gas methan, maka diperlukan persyaratanpersyaratan tertentu (Anonymous, 2003; Suriawiria, 2005; Kadarwati, 2003; Saubolle, 1978) diantaranya : 1. C/N Rasio, kandungan unsur C (karbon) dan N (nitrogen) yang dikenal dengan C/N Rasio antara 20 25. 2. Kandungan air, bahan baku yang paling baik untuk menghasilkan biogas adalah bahan yang mengandung 7 9 % bahan kering (BK) atau kandungan airnya 93 99 % air. 3. Jasad renik/mikro organisma, Bakteri pembentuk asam antara lain: Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya asam-asam lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas methan oleh bakteri methan antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina,dan Methanococcus (Sahidu dan Sirajuddin, 1983). 4. Udara (oksigen), persyaratan yang penting dalam proses pembuatan biogas, adalah tidak diperlukannya udara sama sekali (anaerob). 5. Temperatur, proses fermentasi anaerobik dapat berlangsung pada kisaran 5 0 C sampai 55 0 C, sedangkan temperatur optimumnya 35 0 C. 6. Derajat Keasaman (ph), kondisi ph paling optimal untuk aktivitas bakteri ini berkisar antara 6,8 sampai 8. 7. Pengadukan, maksud pengadukan adalah agar bahan baku menjadi homogen sehingga dapat diproses dengan cepat. Baku yang sukar dicerna,seperti lignin akan membentuk lapisan kerak pada permukaan cairan, lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk. 8. Bahan penghambat, bahan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme antara lain, logam berat seperti tembaga, cadmium, dan kromium. Selain itu desinfektan, deterjen dan antibiotik. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 8

III. METODA PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Desember Tahun 2012 di Kelompok Tani Sicirinnae 2, yang tergabung dalam FMA Lamatti Jaya, Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulopoddo, Kabupaten Sinjai. 3.1.2 Bahan dan Peralatan yang digunakan Tipe alat pembangkit biogas atau digester yang digunakan dalam kegiatan demonstrasi teknologi berdasarkan bahan baku pembuatannya adalah digester fiber glass. Digester ini terbuat dari bahan fiber glass sehingga lebih efisien dalam penanganannya dan mudah dipindahkan. Adapun bahan dan alat yang diperlukan untuk membuat instalasi biogas sebagai berikut : roving, mat, racing, katalis, pigmen blue, kompor gas, selang, pasir bata merah, semen, seng, paku, palu, cangkul, gunting. Gambaran konstruksi dan alat-alat yang diperlukan dalam pembuatan digester biogas: 1. Bak masukan dan pencampuran. Bak ini diperuntukkan mencampur limbah padat (sampah dan kotoran sapi) dengan air sehingga menjadi bercampur 2. Bio digester : sebagai penampung bahan baku dan air dari bak pemasukan sekaligus untuk menampung gas yang dihasilkan 3. Bak pelimpah : sebagai tempat menampung slury limpahan dari bio digester Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 9

3.2 Metode 3.2.1 Pelaksanaan Tahap Persiapan Konsultasi dengan Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai Pembentukan Tim Pemilihan dan Pemantapan lokasi Tahap Pelaksanaan Membuat papan nama kegiatan Pengadaan sarana dan prasarana kegiatan Pelaksanaan kegiatan Sosialisasi dan Temu lapang Pengamatan dan pengumpulan data Analisa data Pelaporan Seminar hasil 3.2.2 Rancangan Pengkajian Pendekatan : on farm research dan pendekatan pedesaan secara partisipatif yaitu melibatkan petani anggota kelompok tani Sicirinnae 2 yang tergabung dalam FMA Lamatti Jaya. 3.2.3 Komponen Teknologi Pengumpulan kotoran sapi, pembuatan instalasi biogas serta pemanfaatan energi biogas yang dihasilkan untuk keperluan memasak. 3.2.4 Prosedur Pembuatan Instalasi Biogas Kinerja instalasi biogas diperoleh dari pengujian menggunakan bahan baku kotoran sapi dengan prosedur sebagai berikut : 1. Tahapan penampungan, pengenceran dan pengadukan dan pemasukkan bahan baku Bahan baku kotoran ternak dimasukkan ke dalam tabung penampung, kemudian diencerkan dengan menambah air hingga perbandingan antara Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 10

bahan padat dan cair 1 : 1, selanjutnya dilakukan pengadukan sampai merata. Bahan bahan yang tidak berguna dan diperkirakan mengganggu proses pembuatan biogas (seperti kayu, batu dan bahan-bahan yang keras) diambil. Kemudian bahan tersebut dimasukkan kedalam tabung digester. 2. Tahapan Pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas Tahap ini berlangsung pada tabung pencerna/pemroses atau Digester. Bahan baku yang sudah diencerkan dan sudah dibersihkan dari bahanbahan yang diperkirakan mengganggu proses terjadinya biogas, dimasukkan kedalam tabung Digester. Untuk pertama kali memasukkan bahan baku kedalam digester sampai penuh. Gas yang pertama diproduksi membutuhkan waktu antara 4 sampai 15 hari. 3. Tahapan pengambilan sisa limbah setelah diambil gasnya. Sisa limbah diperoleh dari meluapnya kotoran yang bercampur air dari tabung penampung sisa limbah. Sisa bahan yang diambil merupakan sisa dari limbah yang telah diambil gasnya oleh bakteri methan atau bakteri biogas,bentuknya seperti lumpur atau disebut slurry. Sisa bahan ini masih mempunyai kandungan N tinggi, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahan pembuat biogas misalnya kotoran ternak merupakan bahan organik yang mempuyai kandungan nitrogen (N) tinggi disamping C, H dan O. Kemudian selama berlangsungnya proses pembuatan biogas, unsur-unsur yang digunakan adalah unsur-unsur C, H, dan 0 dalam bentuk CH 4 dan CO 2, sedangkan unsur nitrogennya tetap bertahan dalam sisa bahan. 3.2.5 Data yang dikumpulkan serta Analisisnya Data yang dikumpulkan melalui quisioner yang dibagikan pada saat sosialisasi dan temu lapang meliputi : Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 11

1. Data karakteristik masyarakat (petani pelaksana) meliputi: umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepemilikan ternak. 2. Kesesuaian model biogas dengan karakteristik peternak meliputi : ketersediaan feses dalam operasional digester biogas, karakteristik teknologi biogas berdasarkan sumber pendanaan, status adopsi teknologi biogas, faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi biogas 3. Potensi dan pemanfaatan feses sebagai bahan baku biogas di Kabupaten Sinjai 4. Kajian pemanfaatan biogas untuk kompor pengganti minyak tanah dan gas LPG Analisis Data meliputi : - Analisis dampak (respon petani dan umpan balik) - Analisis tingkat partisipasi petani anggota kelompok - Analisis tingkat kepuasan petani anggota kelompok - Analisis resiko untuk memperhitungkan kemungkinan resiko yang mungkin timbul akibat penerapan teknologi serta jalan pemecahannya Daftar Resiko No Resiko Penyebab Dampak 1. Biogas tidak berfungsi Digester bocor Tidak dikeluarkannya gas Daftar Penanganan Resiko No Resiko Penyebab Penanganan Resiko 1. Biogas tidak berfungsi Digester bocor Pada saat pembuatan digester betul-betul harus teliti supaya menghindari kebocoran akibatnya tidak keluar gas Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Potensi Wilayah Desa Lamatti Riaja Desa Lamatti Riaja terletak di Kecamatan Bulopoddo, Kabupaten Sinjai berada pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Memiliki jumlah penduduk sebesar 2.595 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 1.234 jiwa dan perempuan 1.361 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 568 KK. Jarak Desa Lamatti Riaja dari Kecamatan Bulopoddo sekitar 11 km, jarak dari ibukota Kabupaten Sinjai sekitar 12 km. Luas wilayah Desa Lamatti Riaja 1.230,63 ha dengan hamparan tanah sawah sebesar 475 ha, tanah kering 38,85 ha, tanah basah 25 ha, tanah perkebunan 324,88 ha, tanah fasilitas umum 266,9 ha dan tanah hutan 100 ha. Adapun batas wilayah Desa Lamatti Riaja sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bone Sebelah Selatan berbatasan dengan Sinjai Tengah Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lamatti Riattang Sebelah Timur berbatasan dengan Sinjai Utara Jumlah bulan hujan 6 8 bulan, sedangkan keadaan suhu rata-rata 26-31 0 C. Pemilikan lahan pertanian tanaman pangan : jumlah rumah tangga memiliki tanah pertanian (258 RTP), tidak memiliki (50 RTP), memiliki kurang 0,5 ha (60 RTP), memiliki 0,5 1 ha (125 RTP), memiliki lebih dari 1,0 ha (75). Adapun populasi ternak Desa Lamatti Riaja : kuda (9 ekor), sapi (905 ekor), kerbau (146 ekor), kambing (114 ekor), dan ayam (6.056 ekor) Hal ini didukung dengan ketersediaan hijauan makanan ternak seperti rumput gajah sebesar 15 ha (Profil Desa Lamatti Riaja, 2010). 4.1.1 Karakteristik Petani Karakteristik petani digambarkan oleh umur, tingkat pendidkan formal, jumlah kepemilikan ternak, jenis mata pencaharian, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman berusahatani. Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil quisioner yang dibagikan pada saat sosialisasi tampak bahwa petani yang terlibat dalam kegiatan ini memiliki tingkat pendidikan formal yang beragam. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 13

Tabel 1. Karakteristik Tingkat Pendidikan Formal Petani No. Tingkat Pendidikan Persentase (%) 1. Tidak tamat SD 2,9 2. SD 17,7 3. SMP 26,5 4. SMA 47,1 5. Diploma/Sarjana 5,8 Sumber : Data Primer yang diolah (2012) Dari gambaran ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani mengenyam pendidikan SMA dengan persentasi sebesar 47,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka kemampuan dalam berpikir semakin rasional dan maju sehingga kemampuan dalam mengakses suatu teknologi lebih baik. Tingkat Umur Tabel 2. Karakteristik Umur No. Umur (Tahun) Persentase (%) 1. 15 20 3 2. 21 25 6,1 3. 26 30 18 4. 31 35 18 5. 36 40 24 6. 41 45 15 7. 46 50 6,1 8. 51 55 3 9. >55 6,1 Sumber : Data Primer yang diolah (2012) Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa sebagian besar petani berada pada kisaran umur 36-40 tahun dimana usia ini tergolong usia produktif artinya petani memiliki kemampuan sangat baik dalam melakukan aktivitas berusahatani utamanya dalam memelihara ternak sapi. Selain itu juga dilihat dari segi kematangan mental maka diusia produktif tersebut memiliki kemampuan tinggi Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 14

dalam menerima teknologi dan mencobanya dalam kegiatan usahataninya. Sehingga dapat diandalkan untuk dapat mengembangkan usaha pengolahan kotoram ternak sapi maupun usahtani lainnya dengan baik, karena rataan umur tersebut dibawah rataan umur tenaga kerja yang mendominasi sektor pertanian yang mencapai lebih dari 50 tahun (Suharyanto, 2001). Pengalaman Berusaha Tani dan Jenis Usahatani Tabel 3. Karakteristik Pengalaman Berusaha Tani dan Jenis Usaha Tani yang Diusahakan Petani No. Indikator Persentase (%) Tingkat Pengalaman Berusaha Tani : 1. < 10 tahun 62,5 2. 10 30 28,1 3. >30 9,4 Jenis Usaha Tani : 1. Padi dan palawija (jagung) 35,3 2. Ternak sapi 47,1 3. Lainnya (lada, coklat) 17,6 Sumber : Data Primer yang diolah (2012) Pengalaman berusahatani merupakan gambaran penting tingkat ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa rata-rata tingkat pengalaman berusahatani petani pelaksana < 10 tahun (62,5%). Jenis usaha tani yang lebih dominan diusahakan adalah usaha ternak sapi yaitu sebesar 47,1%. Berdasarkan hal ini tampak bahwa dengan lama pengalaman berusahatani < 10 tahun namun kebanyakan dari petani belum memiliki pengetahuan dalam pemanfaatan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas. Sehingga peluang melalui kegiatan demonstrasi ini petani akan memiliki pengetahuan tambahan mengenai bagaimana pengelolaan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas sekaligus mengurangi ketergantungan rumah tangga petani akan bahan bakar minyak seperti minyak tanah, kayu bakar dan LPG. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 15

Kepemilikan Ternak Tabel 4. Distribusi Petani menurut Kepemilikan Ternak No. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi (ekor) Persentasi (%) 1. < 5 85,3 2. 5 10 14,7 3. >10 - Sumber : Data Primer yang diolah (2012) Secara umum petani memiliki ternak sapi < 5 ekor yaitu rata-rata 1-2 ekor ternak Sapi per rumah tangga tani. Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa kepemilikan sapi tergolong rendah. Meskipun apabila disandingkan dengan data yang dihimpun pada Tabel 3 bahwa sapi merupakan jenis usaha tani yang paling banyak diusahakan oleh petani di Desa Lamatti Riaja. Tampak jelas bahwa pengelolaan sapi sebagai usaha pokok belum optimal, sehingga sentuhan teknologi sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan sekaligus peningkatan pendapatan petani. Jenis Pekerjaan, Tingkat Pendapatan Petani dan Jumlah Tanggungan Keluarga Tabel 5. Distribusi Jenis Pekerjaan, Tingkat Pendapatan Petani dan Jumlah Tanggungan Keluarga No. Indikator Persentasi (%) Jenis Pekerjaan : 1. Petani 76,7 2. Penyuluh 6,7 3. Lainnya 16,6 Tingkat Pendapatan Petani (Rp/bulan) : 1. Rp. 100.000 Rp. 500.000 65,6 2. Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000 34,4 3. > Rp. 1.000.000 - Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) : 1. 1 5 81,3 2. > 5 18,7 Sumber : Data Primer yang diolah (2012) Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 16

Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa 76,7% mata pencaharian utama di Desa Lamatti Riaja adalah sebagai petani, dengan rata-rata tingkat pendapatan petani dalam satu bulan sebesar Rp. 100.000 Rp. 500.000 (65,6% petani), dengan jumlah tanggungan keluarga rata-rata antara 1-5 orang (81,3%) dalam setiap rumah tangga petani. Tampak bahwa tingkat pendapatan petani apabila dibandingkan dengan jumlah tanggungan keluarga sangat rendah. Hal ini mengisyaratkan bahwa belum optimalnya pengelolaan usahatani didesa tersebut, sehingga sentuhan teknologi sangatlah diperlukan guna meningkatkan pengalaman sekaligus pengetahuan dalam berusahatani yang berdampak pada peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. 4.2 Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas Kegiatan demonstrasi teknologi pembuatan biogas diawali dengan kegiatan sosialisasi dan setiap tahapan mengaplikasikan teknologi dilakukan temu lapang. Adapun paket teknologi yang diberikan meliputi teknologi pengumpulan kotoran sapi,pembuatan instalasi biogas serta pemanfaatan energi biogas yang dihasilkan untuk keperluan memasak. Pada saat sosialisasi kegiatan dibagikan quisioner untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan awal petani terhadap teknologi biogas. Tabel 6. Pengetahuan Awal Petani Terhadap Teknologi Biogas Uraian Persentase (%) Ya Tidak Teknologi biogas 47,00 53,00 Asal Informasi tentang biogas: - TV - Radio - Majalah/Koran - Tetangga - PPL - BPTP 5,88 - - 2,94 61,76 29,42 - - - - - - Manfaat Biogas 73,53 26,47 Minat mengembangkan biogas 88,24 11,76 Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Berdasarkan quisioner yang dibagikan tampak bahwa 53% petani belum mengetahui teknologi biogas, sisanya 47% petani yang mengetahui teknologi ini. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 17

Adapun informasi awal mengenai biogas : 5,88% petani peroleh dari televisi, 2,94% informasi dari tetangga, dari BPTP sebesar 29,41% dan informasi terbanyak mengenai biogas berasal dari penyuluh pertanian yaitu sebesar 61,76%. Adapun manfaat dari biogas hampir 73,53% petani mengetahui manfaat nyata dari pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, sisanya sebesar 26,47% mereka tidak mengetahuinya. Melihat minat petani untuk memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas 88,24% petani berminat, sedangkan petani yang tidak berminat hanya 11,76%. Selain itu juga, dihimpun data mengenai kepemilikan ternak dan peruntukkannya serta kebutuhan minyak tanah/lpg setiap rumah tangga petani yang terlibat dalam kegiatan ini, disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kepemilikan ternak dan Peruntukkannya serta Kebutuhan Akan Bahan Bakar Minyak per rumah tangga petani Uraian Nilai Kepemilikan ternak Ya : 100% Tidak : - Jumlah Ternak yang dimiliki < 5 ekor : 85,29% 5 10 ekor : 14,71% > 10 ekor : - Pemanfataan kotoran ternak selama ini Ya : 58,82% Tidak :41,18% Peruntukan kotoran ternak Pupuk kompos :76,47% Biogas : 23,53% Rata-rata Kebutuhan akan bahan Minyak tanah : 2 5 liter bakar minyak per bulan per rumah tangga Gas LPG @ 3 kg : 1-4 tabung Gas LPG @ 12 kg : ½ - 1 tabung Kayu Bakar : setara dengan Rp. 50.000 Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa 100% petani pelaksana demonstrasi teknologi memiliki ternak sapi dengan jumlah kepemilikan <10 ekor. Rata-rata kepemilikan sapi berkisar < 5 ekor (85,29%) dan antara 5-10 ekor (14,71%). Pemanfaatan kotoran sapi selama ini hampir 58,82% petani sudah memanfaatkannya yaitu sebagai kompos (76,47%) dan biogas (23,53%). Namun demikian masih sekitar 41,18% petani belum memanfaatkan kotoran sapinya, biasanya kotoran sapi tersebut menumpuk disekitar kandang bahkan dibakar begitu saja. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 18

Petani sekitar 23,53% yang memanfaatan kotoran sapi sebagai energi alternatif biogas. Hal ini tampak dari masih tingginya ketergantungan akan bahan bakar minyak seperti minyak tanah, gas LPG bahkan kayu bakar. Rata-rata pemakaian minyak tanah 2 5 liter; gas LPG kemasan tabung 3 kg sebesar 1-4 tabung/bulan/rumah tangga petani; gas LPG kemasan tabung 12 kg sebesar ½ - 1 tabung/bulan/rumah tangga petani, sedangkan pemakaian kayu bakar berdasarkan quisioner yang dibagikan setara dengan Rp. 50.000,- selama 1 bulan, itupun penggunaanya masih dikombinasikan dengan gas LPG kemasan 3 kg. Biasanya kayu bakar mereka peroleh dari hutan/kebun disekitar rumah mereka, tak jarang mereka juga menebang pohon-pohon dihutan yang masih produktif jika persediaan akan kayu bakar mulai menipis. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 19

4.3 Analisis Data 4.3.1 Analisis Partisipasi/Wujud Keterlibatan Petani dalam Setiap Tahapan Pembuatan Biogas Adapun analisis partisipasi/wujud keterlibatan petani dalam setiap tahapan pelaksanaan demonstrasi teknologi pembuatan biogas disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis Partisipasi/Wujud Keterlibatan Petani dalam Tahapan Pembuatan Biogas No. Uraian Persentase (%) Ya Tidak 1. Hadir dalam pertemuan 98 2 2. Memberikan ide/gagasan 95 5 3. Merencanakan 94 6 4. Memutuskan 90 10 5. Memberikan tanggapan/pertanyaan 86 14 6. Memberikan umpan balik/saran 83 17 7. Kesediaan untuk menindaklanjuti 95 5 8. Menyediakan tempat/lahan 10 90 9. Menyediakan ternak sapi 90 10 10. Terlibat dalam Membuat sarana demonstrasi 96 4 11. Terlibat dalam perbaikan kandang 85 15 12. Terlibat dalam pengumpulan kotoran sapi 90 10 13. Terlibat pada saat pembuatan instalasi biogas 90 10 14. Terlibat pada waktu pengisian digester biogas 85 15 15. Terlibat pada saat fermentasi kotoran sapi 90 10 16. Terlibat pada saat pengamatan hasil biogas 90 10 yang dibuat 17. Hadir pada saat demo pembuatan Mol sabut kelapa 90 10 Rata-rata (%) 85,7 14,3 Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Berdasarkan hasil pengukuran indikator Kinerja 1 bahwa paling sedikit 60% anggota poktan/gapoktan berperan dalam kegiatan demonstrasi teknologi secara partisipatif. Tampak pada Tabel 8 bahwa rata-rata tingkat partisipasi petani dalam kegiatan demplot 85,7%. Adapun tanggapan petani anggota kelompok terhadap teknologi yang didemonstrasikan dapat dilihat pada Tabel 9. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 20

Tabel 9. Tanggapan Petani Anggota Kelompok terhadap Teknologi yang Didemonstrasikan Materi Demonstrasi Teknologi/Kelompok Tani/Lokasi Pembuatan Biogas KT : Siciriniae 2 Desa : Lamatti Riaja; Kec. Bulopoddo Kab. Sinjai Komponen Teknologi - Pengumpulan Kotoran sapi - Pembuatan instalasi biogas - Pengisian Digester Biogas Tanggapan Petani/Anggota Kelompok Menerima (%) Ragu-Ragu (%) Menolak (%) 97 3-85 15-95 10 - - Pemanfaatan energi biogas 95 5 - Berdasarkan Tabel 9 dan kaitannya dengan penilaian indikator 2 (bahwa paling sedikit 80% diantara anggota poktan/gapoktan yang menerapkan teknologi hasil kajian BPTP meningkat produktifitasnya) dan penilaian indikator 3 (paling sedikit 60% paket teknologi BPTP diterapkan oleh poktan/gapoktan dalam kegiatan penyuluhan yang dikelola petani) terlihat bahwa sekitar 85-97% petani yang terlibat dalam kegiatan demonstrasi teknologi pembuatan biogas ini menerima komponen teknologi yang telah disuluhkan. Sekitar 15% petani raguragu dalam menerapkan teknologi pembuatan biogas, hal ini dikarenakan pembuatan biogas dirasa membutuhkan biaya besar, padahal hal ini bisa diatasi dengan jalan pembuatan instalasi biogas secara berkelompok sehingga biaya yang dikeluarkan relative lebih murah. Sekitar 3% petani yang masih ragu-ragu dalam menerapkan teknologi ini karena masalah ada sebagian petani yang tidak mengandangkan sapinya sehingga kotorannya sulit dikumpulkan. Pada teknologi pengisian digester biogas dan pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sebesar 10% petani masih ragu-ragu dalam menerapkan teknologi ini dikarenakan adanya kekhawatiran proses pengisian digester tidak sempurna sehingga proses fermentasi tidak berjalan sebagaimana mestinya akibatnya biogas tidak menyala. Hal ini bisa diantisipasi pada saat pembuatan instalasi biogas dengan jalan mencegah kebocoran digester sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 21

Setiap tahapan mengaplikasikan teknologi dilakukan temu lapang, berikut matrik ringkasan pelaksanaan sosialisasi dan temu lapang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Matrik Ringkasan Pelaksanaan Sosialisasi dan Temu Lapang No Uraian Materi yang Disampaikan Pemateri Peserta (orang) 1. Sosialisasi 1. Pembukaan Kepala Badan Penyuluhan diwakili PPK FEATI (Bapak Darwis) 2. Penjelasan mengenai Novia Q. 40 orang kegiatan Pembuatan biogas 3. Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif Ir. Matheus Sariubang, MS 2. Temu Lapang 1 3. Temu Lapang 2 1. Sambutan sekaligus membuka acara 2. Pemaparan dari peneliti BPTP mengenai Teknik Pembuatan Biogas 1. Sambutan Sekaligus Pembukaan 2. Sambutan dari Kepala Badan Penyuluhan Pertanian 3. Penjelasan mengenai Teknologi Pemanfaatan limbah Slury biogas sebagai bahan pembuatan MOL/decomposer pupuk organik Kepala Bapeluh Kab. Sinjai diwakili oleh Kabid Program dan Pengembangan SDM (Bapak Abd. Wahid) Ir. Matheus Sariubang, MS Kepala BPP Bulopoddo Kepala Badan Penyuluhan diwakili Sekretaris Badan Ir. Matheus Sariubang, MS dan Novia Q 40 orang 40 orang Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 22

4.3.2 Analisis Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kinerja BPTP Selama Pelaksanaan Kegiatan Adapun Analisis Tingkat Kepuasan Petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas No. Uraian Tingkat Kepuasan (%) Tidak Puas Puas Sangat Puas 1. Persiapan meliputi: - 7,3 92,7 Keterlibatan tim BPTP Kerjasama petani dan BPTP Sarana dan Prasarana (Bahan dan Alat) 2. Komponen Teknologi meliputi: - 25 75 Pengumpulan kotoran sapi Pembuatan instalasi biogas Fermentasi Pemanfataan energy alternatif biogas 3. Sosialisasi meliputi: - 70 30 Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Petunjuk Teknis/Leaflet Alat tulis (notes dan bolpoin) Konsumsi (Snack dan Makan Siang) 4. Temu Lapang 1 meliputi: - 72,5 27,5 Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Petunjuk Teknis/Leaflet Konsumsi (Snack dan Makan Siang) 5. Temu Lapang 2 meliputi: 75 25 Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Petunjuk Teknis/Leaflet Konsumsi (Snack dan Makan Siang) Energi alternatif Biogas yang dihasilkan Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 23

Berdasarkan Tabel 11 dan kaitannya dengan penilaian Indikator 5 bahwa paling sedikit 70% anggota poktan/gapoktan puas terhadap jasa penelitian dan pengembangan serta pengkajian teknologi pertanian tampak bahwa rata-rata 50,1% petani sangat puas dan 49,9% petani mengatakan puas terhadap kinerja BPTP sebagai lumbung teknologi dalam kegiatan transfer teknologi ke tangan pengguna. 4.3.3 Analisis Tingkat Persepsi/Dampak Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas Pada dasarnya kegiatan demonstrasi teknologi yang dilaksanakan ditingkat petani dengan melibatkan petani sebagai pelaksana dari materi teknologi yang didemonstrasikan dikatakan sangat efektif sebab dalam pelaksanaannya terjadi interaksi yang sangat terbuka karena petani kooperator sebagai pelaksana dapat memberikan informasi kepada petani lain yang tidak terlibat secara lebih terinci dan lebih baik bahkan para praktisi yang lain juga mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan. Adapun tingkat persepsi/dampak dari pelaksanaan demonstrasi teknologi pembuatan biogas disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Tingkat Persepsi/Dampak Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas No Uraian Tingkat Persepsi / Dampak *) Kurang setuju Tidak setuju Setuju Sangat setuju 1 Kotoran sapi bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan energi biogas, dimana energinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan gas LPG 2 Gas yang dihasilkan dari pembuatan biogas bisa menghemat penggunaan kayu bakar, minyak tanah dan LPG - - 52.5 47.5 - - 45 55 Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 24

3 Limbah yang dihasilkan baik dalam bentuk padat maupun cair adalah sumber pupuk organik yang menyuburkan tanaman 4 Dengan teknologi pembuatan pupuk organik baik padat maupun cair dari limbah slury biogas petani dapat memanfaatkannya sebagai sumber pupuk bagi tanamannya 5 Pemanfaatan pupuk organik cair dari limbah slury cair biogas dapat mengurangi/menghemat biaya penggunaan pestisida 6 Pemanfaatan pupuk organik baik padat maupun cair dari limbah slury cair biogas mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan kimia baik pupuk maupun pestisida kimia - - 60 16 - - 62.5 37.5 - - 77.5 22.5 - - 72.5 27.5 Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa 61,7% petani setuju dan sisanya sebesar 38,35% petani sangat setuju setuju bahwa Kotoran sapi bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan energi biogas, dimana energinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan gas LPG sehingga dapat menghemat pengeluaran rumah tangga petani akan BBM; limbah by product biogas merupakan sumber bahan organik yang kaya akan unsur hara dapat digunakan sebagai pupuk organik melalui teknik fermentasi dengan menggunakan MOL (mikroorganisme lokal), dengan demikian ketergantungan petani akan bahan-bahan kimia dapat diatasi sekaligus menciptakan pertanian yang organic. Untuk mengukur dampak dari kegiatan ini dapat terlihat dari hasil wawancara dengan petani pelaksana kegiatan ini bahwa mereka telah memiliki pengetahuan tambahan mengenai teknologi biogas dan akan menerapkan dalam kegiatan usahataninya. Respon positif juga disampaikan Kepala Badan bahwa pemanfataan kotoran sapi sebagai energi alternatif biogas banyak dilakukan di Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 25

Kabupaten Sinjai namun pemanfaatannya kurang optimal karena biogas yang dibuat tidak dapat menyala dengan baik. Berdasarkan hasil quisioner yang dibagikan pada saat Temu Lapang 2 guna menghimpun pengetahuan akhir setelah petani mendapatkan proses pembelajaran disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Pengetahuan Akhir Petani setelah mendapatkan proses pembelajaran mengenai Teknologi Biogas Uraian Persentase (%) Ya Tidak Teknologi biogas 56,8 43,2 Asal Informasi tentang biogas: - TV - Radio - Majalah/Koran - Tetangga - PPL - BPTP 6,1 - - - 63,6 30,3 - - - - - - Manfaat Biogas 75,7 24,3 Minat mengembangkan biogas 100 - Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Tampak jelas bahwa terjadi peningkatan pengetahuan petani pada awal pembelajaran sebesar 47% setelah pembelajaran menjadi 56,8% begitu pula minat mengembangkan biogas pada awal pembelajaran 88,24% setelah proses pembelajaran menjadi 100% petani berminat mengembangkan biogas sebagai energi alternatif masa depan. Menurut Tjitropranoto (2005) banyak petani menerapkan teknologi yang dianjurkan melalui suatu proyek, tetapi begitu proyek selesai, mereka kembali ke teknologi tradisionalnya. Umumnya kekurangan yang dapat dilihat bahwa penyediaan teknologi kurang memperhatikan umpan balik dan kebutuhan & peluang petani untuk menerapkan teknologi. Ketiga hal tersebut saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya (Gambar 1), teknologi pertanian yang didesiminasikan harus sesuai dengan umpan balik dan identifikasi peluang dan kebutuhan, demikian pula umpan balik tergantung dari kebutuhan peluang, dan teknologi yang di desiminasikan, demikian pula kebutuhan dan peluang penerapan teknologi dipengaruhi oleh teknologi pertanian yang didesiminasikan dan umpan balik yang telah disampaikan. Karena diseminasi teknologi pertanian yang baik akan menghasilkan umpan balik terhadap teknologi yang di Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 26

desiminasikan dan penumbuhan kebutuhan lebih lanjut tentang teknologi pertanian. Selain untuk keperluan diseminasi, pendekatan tersebut diatas juga bermanfaat untuk memperoleh umpan balik dan identifikasi masalah dan kebutuhan petani akan teknologi pertanian. Diseminasi Teknologi Pertanian Umpan Balik Identifikasi i. Kebutuhan, ii. Peluang Gambar 1. Keterkaitan Diseminasi, Umpan Balik dan Identifikasi Kebutuhan & Peluang Manwa dan Oka (1992) menyampaikan, bahwa ada 4 faktor utama yang harus tersedia dalam menujang keberhasilan penyampaian teknologi agar dapat diadopsi petani antara lain: (1) teknologi yang sudah matang sesuai dengan kondisi wilayah, (2) dukungan pemerintah daerah dalam bentuk program dan penyuluhan, (3) ketersediaan sarana produksi dan iklim pemasaran yang kondusif, (4) partisipasi petani dalam menerima teknologi yang disampaikan. Sedangkan motivasi petani merupakan gambaran respon maupun sikap dari keuletan, percaya diri, bersaing minat konsentrasi serta keinginan (Sadirman, 2001). Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi dan sistem usahatani yang dianjurkan, dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya sehingga pendapatan meningkat. Senada dengan uraian di atas, menurut Sritua (1993) sedikitnya ada empat faktor yang mempengaruhi pengadopsian teknologi oleh petani yaitu: (1) teknologi tersebut mampu memecahkan masalah yang dihadapi petani, (2) prasarana dan sarana produksi yang diperlukan petani untuk penerapan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 27

teknologi tersebut mudah didapat, (3) teknologi tersebut mempunyai efisiensi ekonomi yang lebih tinggi dari pada teknologi sebelumnya dan (4) produksi yang dihasilkan dari teknologi tersebut mempunyai prospek pasar yang baik. Maka secara umum keberhasilan dalam proses adopsi teknologi ditetukan oleh 3 faktor penentu yaitu (1) keuntungan relatif suatu inovasi, (2) kecocokan inovasi dengan norma kebudayaan setempat, lingkungan yang ada dan (3) kondisi ekonomi petani, tersedianya penunjang inovasi serta konsekuensi jika inovasi diterima. Dalam konteks adopsi inovasi rancangan percepatan adopsi berhubungan dengan waktu, berjalannya proses adopsi yang diukur dari mulai mendengar adanya inovasi hingga menerapkan inovasi itu atau dengan kata lain percepatan adopsi ditunjukkan oleh adoption lag yang digambarkan secara grafik akan berbentuk sigmoid (Stanley Wood, et al., 2001) seperti berikut : Inovasi Level Adopsi Waktu Gambar 2. Grafik proses berjalannya adopsi (Lag Adoption) Pada grafik tersebut, percepatan adopsi ditunjukkan oleh slope garis level adopsi. Slope landai mencerminkan proses yang lambat, sedangkan slope curam menunjukkan proses yang cepat. Model percepatan diarahkan untuk mendorong slope yang landai menjadi slope adopsi yang curam. Proses adopsi dikatakan cepat manakala memenuhi dua kondisi. Pertama, terjadinya adopsi oleh adopter dalam kurun waktu yang lebih cepat dari kondisi umum. Kedua, adopter mengadopsi teknologi yang lebih banyak dari adopter lainnya dalam kurun waktu yang sama. Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan adopsi (adaption lag) yaitu gap antara kesadaran adanya sampai diterapkannya teknologi (Kenneth, 2009). Karena itu adopsi suatu inovasi Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 28

teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka percepatan adopsi akan berhubungan dengan proses menarik perhatian (attention), setelah itu akan menumbuhkan minat (interest) dan selanjutnya akan membangkitkan hasrat (desire) untuk mencoba dan akhirnya memutuskan untuk menerapkan atau mengadopsi inovasi. Namun bisa saja adopsi tidak selalu dimulai dari tahap awal, akan tetapi bisa saja tergantung dari kondisi adopter ketika menerima inovasi dan dimulai dari tengah (tahap desire), karena sebelumnya mungkin sudah tahu ataupun tertarik. Dampak hasil kegiatan dan umpan balik dari hasi kegiatan Pembuatan Biogas mendukung kegiatan P3TIP/FEATI adalah : 1. Optimalisasi pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi energi alternatif biogas 2. Demonstrasi teknologi merupakan media penyuluhan dan sumber materi penyuluhan bagi penyuluh pertanian di lapangan utamanya di wilayah Kecamatan Bulopoddo 3. Meningkatnya pengetahuan petani akan teknologi pemanfataan kotoran ternak menjadi energi biogas sebagai energi alternatif pengganti minyak tanah dan LPG bagi rumah tangga petani Umpan balik dari hasil kegiatan Pembuatan Biogas mendukung kegiatan P3TIP/FEATI adalah akan ditindaklanjuti kegiatan ini oleh petani dengan tentunya aplikasinya dilapangan serta pemanfaatan slury biogas menjadi pupuk organik. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 29

4.3.4 Analisa Usaha Tani Pembuatan Biogas Hasil analisa usaha tani pembuatan biogas dapat dilihat pada Tabel 14 sebagai berikut: Tabel 14. Hasil Analisa Usaha Tani Pembuatan Biogas No Uraian Volume Harga satuan Jumlah 1 Biaya-biaya kapasitas 5m3 Instalasi biogas : Pasir 3 m3 200,000 600,000 Bata merah 500 buah 1,000 500,000 Semen kemasan @50kg 5 sak 75,000 375,000 Roving 2 rol 1,500,000 3,000,000 Mat 40 kg 50,000 2,000,000 Racing 70 kg 60,000 4,200,000 Kompor gas 1 unit 350,000 350,000 Selang 1 rol 750,000 750,000 Biaya Tenaga Kerja 60 HOK 22,995 1,379,700 Penyusutan 1 Thn 2,827,350 2,827,350 Jumlah biaya 15,982,050 Biaya per m3 3,196,410 2 Pendapatan Produksi BBM (5m3=10.4 liter) 3,120 liter 8,000 24,960,000 Pupuk organik padat 1,080 kg 1,000 1,080,000 Pupuk organik cair 1,800 liter 10,000 18,000,000 Total Pendapatan 44,040,000 Keuntungan 44,040,000 R/C Ratio 2.76 Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 30

Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa usaha pemanfaatan kotoran sapi menjadi energy alternative biogas sangat menjanjikan keuntungan yang cukup besar yaitu Rp. 44.040.000,-. Keuntungan yang diperoleh tidak hanya dari energy yang dihasilkan namun limbah slury biogas yang dihasilkan dapat menghasilkan rupiah melalui pengolahan pupuk organik baik padat maupun cair. Berdasarkan analisa R/C ratio diperoleh angka 2,76 artinya usaha ini layak untuk diusahakan oleh petani. Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id Page 31