BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Prososial pada Guru di Sekolah Dasar Negeri Putraco Indah Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal penting bagi suatu Negara untuk menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya menuju dewasa. Remaja cenderung memiliki peer group yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

c. Pengalaman dan suasana hati.

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

TINGKAH LAKU PROSOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

pada saat ini muncullah paradigma baru pendidikan, dimana anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

Hayyan Ahmad Ulul Albab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

semua individu dapat bekerja dalam tim. Penilaian yang diberikan kepada Perilaku sosial dalam organisasi atau Organizational Citizenship Behaviour

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Penghayatan hidup tak bermakna yang menyertai pengalaman derita di

BAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

SIKAP GURU SLB TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF. Nia Sutisna dan Indri Retnayu. Jurusan PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

Qana ah dan Tasamuh. Aspek Akhlak

BAB I PENDAHULUAN. peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia, untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sistem hukum yang tidak tebang pilih, pengayoman dan perlindungan keamanan, dan hak

BAB I PENDAHULUAN. satunya di Indonesia. Di Indonesia sekarang ini masih banyak orang-orang yang hidup

BAB IV ANALISIS. Yang Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus Di SDN Banua Anyar 4 dan SDN. 1. Efikasi Diri Guru yang Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal di mata dunia karena keanekaragaman tradisi dan

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh ( Anak_

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning Theory (Bandura). Perilaku Prososial yang merupakan salah satu bidang kajian dalam Psikologi Sosial. Teori ini digunakan karena adanya kesesuaian dengan fenomena yang didapatkan, tujuannya untuk menjawab permasalahan penelitian mengenai gambaran Perilaku Prososial Guru Sekolah Dasar Inklusi Putraco Bandung. 2.2 Dasar Teori Perilaku Prososial 2.2.1 Definisi Perilaku Prososial 25 Sejumlah definisi perilaku prososial yang dikemukakan para ahli psikologi mengungkapkan berbagai pengertian yang beragam dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Misalnya Baron & Byrne (2003) mengemukakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melalkukan tindakan tersebut dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Sears (1992) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah segala tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif

26 motif si penolong. Hollander (1981) mendefinisikan Prosocial behavior refers to action design other peoples. Definisi perilaku prososial tersebut memiliki arti luas, yaitu mengarha pada tindakan menolong orang lain. Dari definisi tersebut tersirat bahwa perilaku prososial mencakup semua tindakan yang ditujukan untuk memberikan pertolongan kepada orang lain. Berikut pendapat para ahli yang semakin memperkaya definisi tingkah laku prososial, yaitu : 1. Menurut Wispe (Wrightsman dan Deaux, 1981), Prosocial behavior as behavior that as positive social consecuences that contributes to the physical or psychological well being of another persons. 2. Menurut Piliavin dkk (Schroeder dkk, 1995), Prosocial behavior is the label for abroad category of action that are defined by society as generally beneficial to other people. Pengertian yang terkandung dalam kedua definisi di atas pada dasarnya menekankan bahwa perilaku prososial merupakan tingkah laku yang membawa konsekuensi atau akibat positif berupa kesejahteraan, baik fisik maupun psikologis terhadap orang yang dikenai pertolongan. Prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif bagi orang lain. Sosial positif ini didasarkan atas nilai-nilai positif yang ada di masyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, 1978). Dalam hal ini

27 berarti, baik semua tindakan maupun perkataan, pikiran dan perasaan seseorang secara sosial mempunyai nilai positif. Misalnya, saat seseorang melihat orang lain dalam keadaan sedih, tidak bahagia, atau depresi maka orang tersebut ingin memberikan respon secara sensitif, simpatik dan ingin membantu. Prososial selalu dihubungkan dengan perilaku atau tindakan, yaitu perilaku prososial. Yang dimaksud dengan perilaku prososial dalam penelitian ini adalah perilaku sosial positif yang dilakukan oleh para guru di SDN Putraco Indah Bandung untuk mengurangi kesulitan atau menguntungkan siswa berkebutuhan khusus maupun orangtuanya. Dalam konsep Islam kita dianjurkan untuk selalu melakukan amal sholeh ataupun perbuatan terpuji. Perbuatan terpuji akan menambah pahala kita dan kita akan menjadi makhluk yang akhlakul karimah. Islam juga menganjurkan untuk selalu tolong menolong dalam kebaikan. Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat sisksa-nya (QS. Al-Maidah: 2) Dari ayat tersebut diatas kita dapat mengambil hikmah bahwa Islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan perilaku yang terpuji. Karena perilaku tersebut bukan hanya akan menolong kita diakhirat namun juga menjadi suatu hal yang baik sekali bila dikerjakan didunia. Dalam hadist Rasulullah juga bersabda

28 bahwa: Hamba yang paling dicintai Allah adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain dan amal yang paling baik adalah memasukkan rasa bahagian kepada mukmin, menutupi rasa lapar, mebebaskan kesulitan atau membayarkan utang. (HR. Muslim) Dari ayat dan hadist di atas menjelaskan bahwa perilaku prososial sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan untuk saling bergantung antara satu dengan yang lain. Kepedulian terhadap orang lain tidak hanya berbentuk materi. Bahkan akan lebih member penghargaan jika kepedulian tersebut member efek non-materi. Hadist lain menjelaskan bahwa antara satu muslim dengan muslin yang lain bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh yang sakut, maka tubuh yang lain luka atau sakit maka tubuh yang lain juga akan merasa sakit. Staub (1978) menyatakan bahwa prosocial behavior is simply as behavior that benefits to other people, definisi tersebut mengandung arti bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang memberikan keuntungan bagi orang lain. Perilaku prososial memiliki konsekuensi positif bagi si penerima dalam bentuk materi, fisik maupun secara psikologis, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pihak yang memberikan karena tindakan tersebut dilakukan secara sukarela dan menguntungkan orang lain.

29 2.2.2 Aspek-Aspek Perilaku Prososial Terdapat empat aspek dari tingkah laku prososial menurut Staub (1978) : 1. Aspek kerjasama, maksudnya adalah suatu tindakan berbagi tugas dengan individu lainnya maupun tidak walaupun orang tersebut tidak mendapat keuntungan. 2. Aspek menolong maksudnya adalah memberi bantuan kepada orang lain baik diminta maupun tidak untuk mencapai tujuan yang diharapkan orang yang ditolong tanpa mengharapkan imbalan. 3. Aspek berbagi maksudnya adalah suatu bentuk perhatian seseorang dalam berbagi rasa dengan orang lain. 4. Aspek menyumbang maksudnya adalah tindakan seseorang dalam memberikan kontribusi yang biasanya berupa amal terhadap orang lain. Staub mengemukakan sebagaimana yang dikuti Netty Hartati (1997), perilaku prososial diklasifikasikan berdasarkan derajat pengorbanan penolong dan derajat keuntungan yang dihasilkan dari perilaku tersebut. Derajat pengorbanan yang relatif tinggi terdapat pada tindakan menolong, berbagi dan menyumbang.

30 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial Menurut Staub (1978) faktor-faktor yang menyebabkan individu berperilaku prososial, antara lain yaitu: 1. Keuntungan Pribadi Salah satu alasan bagi individu untuk berperilaku prososial yaitu adanya harapan pribadi untuk memperoleh keuntungan atau menghindari kerugian. Seringkali tindakan tersebut merupakan hasil persetujuan dan tekanan eksternal. Norma sosial merupakan salah satu jenis pengaruh eksternal yang penting. Norma merupakan harapan-harapan bagi individu yang akan berperilaku dengan caracara tertentu. Mereka pada umumnya berpegang pada peraturan yang menuntut seseorang berperilaku sesuai yang diharapkan dalam segala situasi, berdasarkan pada persetujuan atau consensus diantara anggota kelompok. Individu nampaknya begitu patuh pada norma-norma sosial supaya dianggap sebagai bagian dari anggota kelompok yang dianggap baik, untuk memperoleh pujian dan pengakuan positif, dan untuk menghindari celaan, pengasingan dan terhindar dari konsekuensi negatif lainnya. Dasar pertimbangan lainnya tidak hanya karena patuh pada nilai dan norma sosial, melainkan juga terhadap keuntungan orang lain dengan harapan memperoleh penghargaan. Ini merupakan penggabungan antara karakteristik dasar manusia dan norma sosial. Pertama, saat individu memberikan keuntungan

31 pada orang lain, biasanya dalam diri individu muncul perasan yang positif, bahwa orang akan menyukai perilakunya dan akan memberikan keuntungan balik padanya. Kedua, ada norma sosial yang begitu kuat yang menentukan timbal balik dalam berperilaku, sehingga individu juga akan memberikan keuntungan balik karena mereka diharpkan untuk melakukannya. 2. Nilai dan Norma Pribadi Nilai dan norma itu mengarahkan perilaku seseorang. Norma pribadi adalah harapan pribadi bahwa ia akan melakukan berbagai perilaku tertentu yag diperoleh dari nilai dan keyakinan pribadi. Kepatuhan terhadap norma subjektif dimotivasi oleh adanya reaksi dalam diri, yaitu evaluasi diri yang positif yang diperoleh dari gambaran diri yang positif dan bentuk-bentuk penghargaan diri lainnya serta menciptakan emosi positif sebagai akhir dari perilaku yang sesuai dengan norma; sedangkan evaluasi diri yang negatif, hukuman terhadap diri sendiri, dan emosi yang negatif, seperti rasa bersalah, akanmenyimpang dari norma. 3. Empati dan Identifikasi terhadap Orang Lain Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan orang lain. Baik mengalami atau mengetahui kesulitan orang lain dapat mendorong perilaku yang bertujuan mengurangi kesulitan tersebut. Menciptakan emosi positif bagi orang lain dapat mengarahkan pada perilaku yang akan meningktakan kesejahteraan

32 orang lain. Mengambil peran dianggap mempunyai kesamaan dengan empati. Pengambilan peran afektif mengarah pada kemampuan dalam memahami perasaan orang lain. Bila seseorang mampu mengambil peran orang lain dan mampu memahami perasaan orang lain, maka orang tersebut akan mengalami perasaan tersebut secara bersamaan. Mengambil peran mungkin merupakan kondisi awal tetapi belum tentu mengalami empati atau tindakan yang sesuai nilai-nilai atau tujuan prososial. Ada beberapa level dalam mengambil peran. Dengan cara memasuki perasaannya, seseorang mungkin mengerti bahwa orang lain sedang mengalami kesulitan, kemudian menyadari perasaan orang lain dengan cara memahami secara terperinci dari pikiran dan perasaan yang terlibat. 2.3 Peran Guru Dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, mencakup : 1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems). 2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana.

33 3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya. 2.4 Sekolah Inklusi 2.4.1 Pengertian Inklusi dari kata bahasa Inggris, yaitu inclusion, yang mendiskripsikan sesuatu yang positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak yang sebayanya di sekolah regular normal dan pada akhirnyamereka menjadi bagian dari masyarakat tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. (http://nurratnajuwita.blog.uns.ac.id) Dijelaskan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 mengenai persamaan hak dalam memperoleh pendidikan bagi seluruh warga negara, pendidikan inklusi hadir diharapkan dapat memfasilitasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk belajar dan berinteraksi dengan anak-anak normal lainnya disekolah reguler yang telah dikondisikan melalui program pendidikan inklusi yang diterapkan di beberapa sekolah inklusif di Indonesia.

34 Beberapa landasan hukum yang kemudian dapat menjadi alasan perlunya pendidikan inklusi di Indonesia adalah : 1) Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989 2) Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990 3) Kesepakatan Salamanca tentang Pendidikan inklusi tahun 1994 4) UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997 5) UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003 6) PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004. Permendiknas mengesahkan UU no. 70 tahun 2009 tanggal 5 oktober 2009 (dalam Karimaberkarya, 2010) tentang pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / bakat istimewa. Dengan di sahkannya UU mengenai pendidikan Inklusif tersebut, maka setiap penyandang cacat memiliki kekuatan hukum agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak. 2.4.2 Tujuan dan Manfaat Sekolah Inklusi Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun

35 sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Manfaat pendidikan inklusif adalah : a. Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif. b. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah. c. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran. d. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak. 2.5 Kerangka Pikir SDN Putraco Indah Bandung adalah salah satu institusi sekolah dasar inklusi yaitu sekolah yang mengadakan adanya gabungan antara siswa regular dengan siswa berkebutuhan khusus atau yang sering disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sumber daya manusia yang dimiliki SDN Putraco Indah Bandung sangatlah minim, yaitu terdapat 11 guru yang mengajar. Tidak ada guru pendamping maupun helper. Rata-rata latar belakang para guru adalah sarjana pendidikan dan tidak memiliki kompetensi khusus dan keahlian dalam mengajar siswa berkebutuhan

36 khusus. Akan tetapi, tuntutan peran ganda yaitu sebagai guru formal dan guru pendamping harus mereka jalani sebagai salah satu resiko pekerjaan. Tugas para guru di SDN Putraco Indah Bandung adalah dapat membimbing dan mengarahkan siswa agar meningkat kemampuan akademik, kemandirian, kedisiplinan, hubungan sosial dan komunikasi, khususnya siswa berkebutuhan khusus yang harus memiliki kemajuan setiap tahunnya. Para guru saling bekerja sama menyusun program belajar mengajar secara bersamaan baik untuk siswa regular maupun siswa berkebutuhan khusus. Institusi sekolah menerima persentase yang besar pada anak berkebutuhan khusus yaitu dari jumlah keseluruhan siswa 60% dibandingkan siswa regular yaitu 40%. Dengan segala tugas, hambatan dan tuntutan yang dialami, para guru tidak berhenti untuk menolong dan membantu para siswa dan orangtua dalam perkembangan dan kemajuan siswa di pembelajaran kurikulum sekolah. Mereka menerima dengan baik jumlah yang banyak pada siswa berkebutuhan khusus, hal ini membuat para guru tergugah dengan keterbatasan yang siswa miliki maka mereka melakukan tindakan untuk membantu dan melakukan pendekatan agar siswa dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam situasi yang formal. Walaupun resiko seperti siswa mengamuk, memukul, meludah dan lain sebagainya akan diperoleh oleh guru. Para guru melakukan dengan perasaan senang, tersenyum bahkan ikhlas dan

37 menganggap bahwa pekerjaannya ini adalah suatu ibadah yang dapat menjadikan pribadi lebih sabar dan lebih baik. Jika melihat para guru melakukan perilaku yang memberikan keuntungan bagi orang lain tanpa mengharapkan imbalan, hal ini sejalan dengan teori dari Staub yang disebut dengan perilaku prososial. Staub (1978) menyatakan bahwa, prosocial behavior is simply defined as behavior that benefits to other people, definisi tersebut mengandung arti bahwa perilaku prososial memberikan keuntungan bagi orang lain. Aspek-aspek prososial menurut Staub (1978) yaitu bekerja sama, menolong, berbagi dan menyumbang sudah ada dalam diri para guru di SDN Putraco Indah Bandung. Aspek kerjasama adalah suat tindakan yang menggambarkan kesediaan guru SDN Putraco Indah Bandung untuk berbagi tugas dengan guru lainnya walaupun guru tersebut tidak mendapatkan keuntungan. Aspek menolong adalah memberi bantuan kepada siswa berkebutuhan khusus dan orangtua dalam hal dunia pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan siswa berkebutuhan yang ditolong tanpa mengharapkan imbalan. Aspek berbagi adalah bentuk perhatian guru dalam berbagi rasa dengan orang lain, baik itu dengan dengan rekan sesama guru maupun dengan para siswa dan orangtua. Aspek menyumbang adalah tindakan seorang guru dalam memberikan kontribusi yang biasanya berupa amal dalam bentuk non-materi yaitu waktu, pikiran dan tenaga terhadap institusi sekolah.

38 Berdasarkan uraian diatas, maka perilaku prososial pada guru SDN Putraco Indah Bandung dapat digambarkan dengan skema dibawah ini :

39 2.5.1 Skema berpikir: SDN Putraco Indah Bandung Tugas dan tanggung jawab Guru SDN Putraco Indah Bandung 1. Membimbing siswa dalam mengatasi hambatan yang dimiliki. 2. Mengarahkan siswa saat belajar dalam situasi yang formal, yaitu di kelas. 3. Mengarahkan dan membimbing siswa berkebutuhan khusus jika masih memilki kesulitan dalam kemandirian, komunikasi atau bersosialisasi. 4. Membuat dan menyusun program pembelajaran yang sesuai bagi para siswa baik regular maupun berkebutuhan khusus. 5. Menerapkan kedisiplinan pada aturan yang berlaku di sekolah. 6. Membuat laporan perkembangan siswa. Hambatan, Tuntutan dan Harapan Guru SDN Putraco Indah Bandung 1. Tidak adanya guru pendamping atau helper dan psikolog. 2. Tidaknya ruang sumber bagi siswa berkebutuhan khusus. 3. Kondisi emosi siswa yang tidak stabil. 4. Orangtua yang menuntut untuk meminta perhatian lebih terhadap anak. 5. Latar belakang pendidikan yang tidak berbasis pendidikan luar biasa. 6. Kurangnya kompetensi khusus dalam menangani siswa berkebutuhan khusus. 7. Laporan terhadap institusi tentang perkembangan siswa. Perilaku Prososial Prososial Tinggi Aspek Kerjasama 1. Peka dengan kesulitan sesama guru. 2. Adanya upaya saling berkoordinasi dengan sesama guru. 3. Bekerjasama untuk membuat kompetensi materi bagi siswa. Aspek Menolong 1. Bersedia menggantikan tugas guru yang lain saat guru tersebut absen. 2. Membantu siswa karena adanya rasa butuh untuk saling menolong ortu. Aspek Berbagi 1. Sering melakukan pendekatan baik ke orangtua atau siswa guna mengetahui karakteristik siswa dan cara menanganinya. 2. Mendengarkan keluh kesah ortu dan sesama guru. 3. Menjadi ortu pengganti dgn sungguh-sungguh saat di sekolah. Aspek Menyumbang 1. Menyisihkan waktu, tenaga, materi dan pikiran untuk siswa berkebutuhan khusus. 2. Tak enggan untuk diminta bantuan. Prososial Rendah Aspek Kerjasama 1. Acuh dengan kesulitan yang dialami siswa atau guru lain. 2. Sering meninggalkan sekolah saat jam pelajaran berlangsung. 3. Tidak dapat mengendalikan kondisi kelas saat KBM berlangsung. Aspek Berbagi 1. Jarang berkomunikasi dengan siswa atau orangtua secara spontan. 2. Jarang melakukan pendekatan terhadap siswa. 3. Sering tidak masuk sekolah.