II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

BAB II LANDASAN TEORI

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Transkripsi:

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seorang terdakwa dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang terjadi atau tidak, apabila ternyata tindakannya bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab maka orang tersebut dapat dipidana. Menurut Roeslan Saleh, dipidana atau tidaknya seseorang yang melakukan perbuatan tergantung apakah pada saat melakukan perbuatan ada kesalahan atau tidak, apakah seseorang yang melakukan perbuatan pidana itu memang punya kesalahan maka tentu ia dapat dikenakan sanksi pidana, akan tetapi bila ia telah melakukan perbuatan pidana yang terlarang dan tercela tetapi tidak mempunyai kesalahan ia tentu tidak dipidana. 13 Pasal-pasal yang termuat dalam KUHP maupun undang-undang diluar KUHP tidak ditemukan satu pun pengertian mengenai tindak pidana, padahal pengertian tindak pidana itu sangat penting untuk dipahami agar dapat diketahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tindak pidana tersebut merupakan 13 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana dua pengertian dasar dalam hukum pidana, 1983, Aksara Baru, Jakarta, hlm 75

19 tolok ukur dalam memutuskan apakah perbuatan seseorang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana atau tidak, apabila perbuatan seseorang telah memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana tentu orang tersebut dapat dipidana, demikian pula sebaliknya, jika unsur itu tidak dipenuhi orang tersebut tidak dapat dikenakan pidana. Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf yang diterjemahkan dengan pidana dan hukum, baar yang diterjemahkan dengan dapat atau boleh, dan feit yang diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Terkait dengan masalah pengertian tindak pidana, Moeljatno mengemukaka tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : a. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diacam pidana. b. Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan orang, sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. c. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam dengan pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkannya. 14 Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif yaitu melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh undang- 14 Moljatno, Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hlm. 34

20 undang, dan perbuatan yang bersifat pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum. 15 Beberapa sarjana mengemukakan pendapat yang berbeda dalam mengartikan intilah strafbaar feit, sebagai berikut : Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, larangan ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. 16 Simons mengartikan perbuatan pidana sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. 17 Van Hamel menguraikan perbuatan pidana sebagai perbuatan manusia yang dirumuskan oleh undang-undang, melawan hukum (patut atau bernilai untuk dipidana) dan dapat dicela karena kesalahan. 18 15 Teguh Prasetyo, Op.Cit hlm 48. 16 Moljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 54 17 Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Deik) Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, Hlm. 4. 18 Sudarto, Hukum Pidana I Cetakan kedua, Universitas Diponegoro, Semarang1990, hlm. 41.

21 Pompe menjelaskan pengertian tindak pidana menjadi dua definisi, yaitu : a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. 19 1. Tindak Pidana Pencurian Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur dalam bab XXII buku II KUHP, Pasal 362 KUHP menyebutkan Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP terdiri dari unsur subjektif yaitu, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum dan unsur objektif yakni, barang siapa mengambil sesuatu benda dan sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. 20 19 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1995,hlm. 225. 20 Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm 2

22 Menurut KUHP pencurian itu dapat dikategorikan kedalam lima macam, yaitu sebagai berikut : a. Tindak Pidana Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHPidana); b. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHPidana); c. Tindak Pidana Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHPidana); d. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHPidana); e. Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHPidana). Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat dalam rumusan Pasal 362 KUHP. Unsur-unsur pencurian adalah sebagai berikut : a. Cara mengambilnya dengan sembunyi-sembunyi, yang dimaksud dengan mengambil secara sembunyi-sembunyi adalah mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaannya, seperti mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya sedang bepergian. b. Barang yang dicuri adalah berupa harta, dalam hal ini barang yang di syaratkan adalah berupa harta yang bergerak, berharga menurut pemiliknya, disimpan ditempat yang layak. c. Barang yang dicuri adalah murni milik orang lain dan si pencuri tidak mempunyai hak apapun pada barang tersebut.

23 d. Adanya unsur kesengajaan melakukan perbuatan pidana. e. Adanya niat untuk memiliki barang secara melawan hukum. 21 2. Tindak Pidana Ringan KUHP mengenal dua bentuk peristiwa pidana yaitu kejahatan dan pelanggaran, terhadap kejahatan terbagi menjadi dua bentuk yaitu kejahatan biasa dan kejahatan ringan atau yang lebih dikenal dengan istilah tindak pidana ringan. Definisi mengenai tindak pidana ringan akan sulit untuk ditemukan dalam KUHP, namun difinisi tersebut dapat dipahami dalam rumusan Pasal 205 Ayat (1) KUHAP yang menyebutkan yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentuakan dalam paragraf 2 bagian ini. Dalam KUHP terdapat sembilan Pasal yang mengatur mengenai tindak pidana ringan diantaranya yaitu Pasal 302 Ayat (1) KUHP mengenai penganiayaan ringan terhadap hewan, Pasal 352 Ayat (1) KUHP mengenai penganiayaan ringan, Pasal 364 KUHP mengenai pencurian ringan, Pasal 373 KUHP mengenai penggelapan ringan, Pasal 379 KUHP mengenai penipuan ringan, Pasal 384 KUHP mengenai penipuan dalam penjualan, Pasal 407 Ayat (1) KUHP mengenai perusakan barang, Pasal 482 KUHP mengenai penadahan ringan, dan Pasal 315 KUHP mengenai penghinaan ringan. 21 http://www.google.co.id/=unsur+unsur+tindak+pidana+pencurian&ie=utf-8&oe=t&rls=org.mozilla:en- US: diakses pada tanggal 17 Februari 2014

24 Pasal 205 Ayat (2) KUHAP menentukan bahwa dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyidik atas kuasa penuntut umum dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke pengadilan. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dalam pemeriksaan cepat prosedur pelimpahan dan pemeriksaan perkara dilakukan sendiri oleh penyidik tanpa melibatkan penuntut umum. Terhadap penanganan perkara tindak pidana ringan dalam kententutan KUHP dan KUHAP, Mahkamah Agung telah menerbitkan PERMA Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur lebih lanjut mengenai proses pemeriksaan perkara tindak pidana ringan dengan memberi batasan-batasan tertentu mengenai tindak pidana ringan yang termuat dalam beberapa pasal, diantaranya adalah : Pasal 1 : Kata-kata"dua ratus lima puluh rupiah "dalam pasal 354, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Pasal 2 : 1. Dalam menerima pelimpahan perkara Pencurian, Penipuan, Penggelapan, Penadahan dari Penuntut Umum, Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi obyek perkara dan memperhatikan Pasal 1 di atas.

25 2. Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. 3. Apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan. B. Unsur-unsur Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang dibagi menjadi 2 macam unsur, yakni unsur-unsur subyektif dan unsur-unsur obyektif. Lamintang menjelaskan mengenai unsur-unsur subjektif dan objektif dalam suatu tindak pidana, yaitu : Unsur-unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subyektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah : 1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa). 2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 Ayat 1 KUHP. 3) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedache raad, misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP. 4) Perasaan takut atau vress, antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana Pasal 308 KUHP. Unsur-unsur obyektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

26 Unsur-unsur obyektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah : 1) Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid. 2) Kualitas dari si pelaku. 3) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu sebagai kenyataan. 22 C. Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dalam Pemeriksaan Peradilan Pidana Pada dasarnya Mahkamah Agung bukan merupakan badan atau cabang kekuasaan negara yang diberi kekuasaan dan kewenangan membuat peraturan perundangundangan, karena kekuasaan dan kewenangannya sebagai kekuasaan kehakiman (judicial power) menurut Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (to enforce the law and justice). 23 Kedudukan PERMA sebagai produk hukum Mahkamah Agung pada dasarnya mengikat internal lembaga pengadilan dibawahnya, sedangkan dalam sebuah sistem peradilan pidana pihak yang terlibat sebagai subsistem dibawahnya adalah kepolisian, kejaksaan, pengdilan, dan lembaga pemasyarakatan, dengan demikian maka keberadaan suatu PERMA hanya berlaku dan bersifat mengikat bagi lembaga pengadilan. Secara langsung tidak ada wewenang Mahkamah Agung terhadap penyidik dan penuntut umum sehingga Peraturan Mahkamah Agung yang diterbitkannya tidak mempunyai sifat mengikat terhadap penyidik dan penuntut umum, akan tetapi dengan himbauan dari Mahkamah Agung kepada seluruh pengadilan agar mensosialisasikan penyesuaian sesuai isi Peraturan 22 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1997,hlm 194. 23 M. Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 165.

27 Mahkamah Agung tersebut kepada kejaksaan, maka akan mempunyai pengaruh terhadap proses penuntutan bahkan penyidikan. Adanya keterkaitan yang erat antar fungsi dan wewenang aparat penegak hukum (penyidik, penuntut umum, pengadilan) sebagaimana dimaksud dalam sistem peradilan pidana terpadu, maka dapat dijadikan dasar diberlakukannya ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 oleh penyidik dan penuntut umum. Menurut Bagir Manan, bahwa dalam sistem peradilan terpadu adalah keterpaduan antara penegak hukum. Keterpaduan dimaksudkan agar proses peradilan dapat dijalankan secara efektif, efisien, saling menunjang dalam menemukan hukum yang tepat untuk menjamin keputusan yang memuaskan baik bagi pencari keadilan maupun menurut pandangan kesadaran, atau kenyataan hukum yang hidup dalam masyarakat pada umumnya. 24 Menurut Muladi, model sistem peradilan pidana yang cocok bagi Indonesia adalah model yang mengacu pada daad-dader srafrecht yang disebut dengan Model Keseimbangan Kepentingan. Model ini adalah model yang realistik yaitu memperhatikan berbagai kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum pidana yaitu, kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, dan kepentingan korban kejahatan. 25 Tidak adanya sifat mengikat dari PERMA terhadap penyidik dan penuntut umum, maka ketentuan yang dimaksud dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 24 Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa, FH UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 93. 25 Muladi, Op.Cit, hlm 13

28 Tahun 2012 mulai diberlakukan setelah perkara-perkara pidana masuk pada pengadilan dengan mengacu pada kententuan Pasal 2 tersebut yaitu : 1. Dalam menerima pelimpahan perkara pencurian, penggelapan, penipuan, penadahan dari penuntut umum ketua pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara dan memperhatikan Pasal 1 diatas; 2. Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) ketua pengadilan segera menetapkan hakim tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP; 3. Apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, ketua pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan. D. Putusan Hakim Putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili oleh hakim tersebut, proses penjatuhan putusan yang dilakukan oleh seorang hakim merupakan suatu proses yang komplek dan sulit, sehingga memerlukan pelatihan, pengalaman, dan kebijaksanaan. Pasal 1 butir 11 KUHAP disebutkan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

29 Setelah menerima dan memeriksa suatu perkara, selanjutnya hakim akan menjatuhkan keputusan yang dinamakan dengan putusan hakim, yang diucapkan dalam sidang pengadilan yang terbukan untuk umum yang bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara. Proses penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana menurut Moelyatno dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu : a. Tahap menganalisis perbuatan pidana ; b. Tahap menganalisis tanggung jawab pidana ; c. Tahap penentuan pemidanaan. 26 Isi putusan pengadilan diatur dalam Pasal 50 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: (1) Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. (2) Tiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang. Pasal 197 Ayat (1) KUHAP menjelaskan tentang adanya formalitas yang harus dipenuhi dalam pembuatan surat putusan pemidanaan, yang jika tidak terpenuhi maka keputusan tersebut dapat mengakibatkan batal demi hukum, ketentuan tersebut adalah sebagai berikut : 26 Ahmad Rifai, Op. Cit, hlm 96

30 a. Kepala putusan berbunyi : DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ; b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan terdakwa; c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; d. Pertimbangan yang disususn secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktiana yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan ; f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan; g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal; h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan delik disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; i. Ketentuan kepada barang siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

31 k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan; l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus, dan nama panitera. Sesudah putusan pemidanan diucapkan, hakim ketua sidang wajib memberitahu kepada terdakwa tentang apa yang menjadi haknya, yaitu : 1. Hak segera menerima atau segera menolak putusan (Pasal 196 ayat (3) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). 2. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang telah ditentukan yaitu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (Pasal 196 ayat (3) huruf b jo. Pasal 233 ayat (2) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana). 3. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mangajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan (Pasal 196 ayat (3) huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). 4. Hak minta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,Pasal 196 ayat (3) jo. Pasal 233 ayat (2) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana.

32 5. Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir a (menolak putusan) dalam waktu seperti ditentukan dalam Pasal 235 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi (Pasal 196 ayat (3) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana).