BAB I PENDAHULUAN. mengkhawatirkan dengan dampak buruk ekonomi dan sosial yang semakin besar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dipaparkan kesimpulan mengenai hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan permasalahan sosial merupakan tanggung jawab semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

Dwi Gita Arianti Panti Rehabilitasi Narkoba di Samarinda BAB I PENDAHULUAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Dalam bagian ini penulis akan mengemukakan metode penelitian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Arnisyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri

BAB I PENDAHULUAN. jika masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

Gedung Rehabilitasi Narkoba Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu, tetapi persepsi itu kini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pemakaian obat yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dewasa ini sedang menghadapi sejumlah tantangan yang sangat

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iwan Sholahudin, 2014

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kesejahteraan sosial tinggi. Kesejahteraan sosial merupakan hak setiap

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. juga sebuah kinerja terus menerus serta sebuah usaha pembaharuan yang

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia.

2015 PERSEPSI ALUMNI TERHADAP PELATIHAN MANAJEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI BBPPKS BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengembangkan diri berdasarkan potensi yang dimiliki. Penigkatan

BUPATI BANYUWANGI SALINAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. Dinas koperasi, industri, dan perdagangan di Provinsi Jawa Timur. Dinas ini

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Perkembangan Dinas Sosial Provinsi Riau

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitasnya secara terus menerus dan berkelanjutan (continuous

BAB I PENDAHULUAN. karyawan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari lagi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. implementasi strategi Lembaga Advokasi Perempuan (DAMAR) dalam

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB II PERENCANAAN KINERJA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 56 / HUK / 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kementerian Sosial RI

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin mengkhawatirkan dengan dampak buruk ekonomi dan sosial yang semakin besar pula. Kerugian ekonomi dan sosial penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun 2004 diperkirakan Rp.23,6 triliun, dan jumlah penyalahguna narkoba diperkirakan 2,9 juta sampai 3,6 juta orang atau setara 1,5% penduduk Indonesia (BNN & Puslitkes UI, 2005). Berbagai laporan dan pengamatan menunjukkan semakin meluasnya masalah narkoba. Dalam lima tahun terakhir, jumlah tangkapan kasus narkoba termasuk barang bukti berbagai jenis narkotika sitaan cenderung meningkat (Dit IV-Bareskrim Polri, September 2005). Sejalan dengan meningkatnya penangkapan dan penyitaan narkoba ini, semakin banyak pula korban penyalahguna yang dapat kita dengar dan lihat di sekitar kita. Dalam peningkatan kasus penyalahgunaan NAPZA, korban penyalahgunaan NAPZA sangat heterogen, yang mana menurut survei BNN- Pranata UI (2003), memperkirakan mereka yang pernah pakai narkoba di kelompok pelajar dan mahasiswa sekitar 5,8%, sedangkan yang pernah pakai dalam setahun terakhir sebesar 3,9% di tahun 2003. Hasil survei rumah tangga (BNN-Puslitkes UI, 2005) menunjukan prevalensi penyalahguna narkoba semasa hidup sebesar 2,4%. Prevalensi pada laki-laki (4,6%) jauh lebih tinggi daripada perempuan (0,4%). Prevalensi penyalahgunaan narkoba lebih tinggi pada

pendidikan SLTA ke atas dibandingkan pendidikan yang lebih rendah. Dengan demikian diperlukan berbagai pihak untuk ikut serta dalam penanganan masalah penyalahgunaan NAPZA. Dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan NAPZA, pemerintah membangun beberapa panti rehabilitasi milik pemerintah, akan tetapi jumlah Panti Rehabilitasi Sosial milik Pemerintah Jawa Barat hanya ada 3, yaitu Khusnul Khotimah (Pemda Tanggerang), Panti Rehabilitasi Sosial Ketergantungan NAPZA Galih Pakuan (Pemda Bogor) dan Panti Rehabilitasi Sosial Ketergantungan NAPZA Binangkit (Pemda Bandung). Sehingga dibutuhkan panti-panti sosial swasta, yayasan, LSM, orsos lain yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA untuk ikut serta membantu upaya pemerintah dalam menangani permasalahan NAPZA khususnya di Provinsi Jawa Barat. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan, program-program dan kegiatan pemerintah, khususnya Departemen Sosial CQ. Dit. Pelayanan dan Rehabilitasi Korban NAPZA dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA dengan berlandaskan pada visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program dan strategi antara lain sebagai berikut. Dalam hal ini, penjabarannya adalah bahwasanya salah satu misi Departemen Sosial yaitu meningkatkan kemampuan dan kompetensi pekerja sosial. Hal ini dapat diwujudkan melalui bimbingan teknis, pelatihan, pendidikan, kursus, dan lain sebagainya. Selain itu, salah satu sasaran Departemen Sosial yaitu meningkatkan kualitas pelayanan dan rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA untuk petugas atau pekerja sosial yang menangani korban penyalahguna NAPZA, perlu diadakan bimbingan teknis, pelatihan,

pendidikan, kursus, dan lain sebagainya. Adapun salah satu sasaran Balai Pelatihan Pekerja Sosial adalah meningkatkan dan memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA, terutama yang berbasis masyarakat serta mengembangkan dan memantapkan peran serta masyarakat/ panti sosial swasta/ yayasan/ LSM/ organisasi sosial dalam kegiatan pencegahan, pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA. Penjabaran kebijakan juga dilaksanakan dalam bentuk strategi dan program, salah satu strategi Departemen Sosial yaitu pemberdayaan dengan meningkatkan profesionalisme dan kinerja pelaku rehabilitasi sosial di Pusat dan Daerah untuk menanggulangi masalah NAPZA melalui penguatan antara lain dengan pendidikan dan pelatihan, studi banding dan lain sebagainya. Program Departemen Sosial, yaitu Pelayanan dan Rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA, memerlukan adanya tenaga pekerja sosial yang terlatih, terdidik dan profesional. Penyelenggaraan pelatihan akan secara optimal dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dapat menjawab permasalahan tuntutan pekerjaan serta perkembangan program pembangunan kesejahteraan sosial yang semakin kompleks dalam melayani kebutuhan para pegawai, organisasi dan masyarakat apabila dapat dikelola dengan baik. Akan tetapi dalam penyelenggaraannya, terdapat beberapa kekurangan, yaitu belum melibatkan Training Need Assessment yang objektif dan reliable. TNA lebih sering didasari oleh ITNA (Individual Training Need Analysis) dan TNA for Training atau Analisis Kebutuhan Pelatihan untuk Pelatihan bukannya untuk merespon kebutuhan real peningkatan

kompetensi SDM kesejahteraan sosial. Selain itu, kurikulum dan metode pelatihan lebih banyak berorientasi pada peningkatan aspek pengetahuan dalam ranah kognitif. Aspek skills dan values yang merupakan atribut penting pekerjaan sosial belum dapat artikulasikan dalam proses pelatihan secara memadai. Kemudian adanya Error of Targetting dalam menentukan kualifikasi peserta diklat. Lemahnya brand-image pembangunan kesejahteraan sosial dan terseraknya stakeholders capacity mapping secara bersamaan menyebabkan diklat kesos mengalami error of inclusion (peserta yang tidak memenuhi syarat malah menjadi peserta) dan error of exclusion (peserta yang layak tidak menjadi peserta). Selain itu, para pelatih atau fasilitator masih berasal dari kalangan terbatas, seperti kalangan akademis saja atau praktisi saja. Dan kekurangan yang masih dapat dilihat pada saat ini adalah evaluasi yang masih didasarkan pada Goal Attainment Model yang direduksi kedalam kuesioner yang melacak persepsi peserta terhadap menu-menu pelatihan, kinerja para pelatih dan cara-cara mereka menyampaikan materi pelatihan. (Suharto, 2006:4) Hal-hal tersebut menyebabkan berbagai permasalahan yang mungkin timbul ketika dalam pelaksanaan dan setelah penyelenggaraan pelatihan, karena dapat menimbulkan ketidaktepatan sasaran, materi, media dan berbagai komponen pelatihan lainnya sehingga dibutuhkan desain pelatihan pekerja sosial dan implementasinya yang baik di lapangan. Dengan demikian desain pelatihan menjadi penting artinya agar tujuan, sasaran, isi dan jenis kegiatan, proses kegiatan, waktu, fasilitas, alat, biaya dan

organisasi penyelenggara dalam kegiatan pelatihan benar-benar didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya. Hal ini mengerucut pada perlu adanya penelitian mengenai implementasi atau penerapan desain pelatihan dengan bingkai model lain, sehingga dapat diperoleh informasi mengenai hambatan dan kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar di BPPS Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. B. Identifikasi Masalah Pekerja sosial merupakan salah satu tenaga di lingkungan Badan Narkotika yang berada di daerah adalah ujung tombak pelaksana teknis yang diberi tugas secara profesional dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada perorangan, kelompok dan masyarakat penyandang masalah sosial. Banyaknya kebijakan, program dan kegiatan pemerintah dalam menangani korban penyalahgunaan NAPZA memerlukan implementasi kebijakan, program dan kegiatan yang efektif dan efisien serta memerlukan sumber daya manusia dari berbagai lapisan masyarakat yang profesional. Masalah yang mungkin timbul dari korban penyalahgunaan NAPZA yang heterogen adalah perlunya pekerja sosial yang berasal dari berbagai latar belakang lingkungan dan riwayat pendidikan, serta permasalahan desain pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga pelatihan bagi pekerja sosial perlu mendapatkan perhatian yang serius agar dapat menghasilkan tenaga pekerja sosial yang profesional. Untuk mewujudkan keadaan tersebut, maka pekerja sosial

perlu mendapatkan pelatihan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan didalam melaksanakan tugasnya di lapangan. Akan tetapi, dalam penyelenggaraannya, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, yaitu belum dilibatkannnya Training Need Assessment yang objektif dan reliable, kurikulum dan metode pelatihan lebih banyak berorientasi pada peningkatan aspek pengetahuan dalam ranah kognitif, Error of Targetting dalam menentukan kualifikasi peserta diklat, para pelatih atau fasilitator masih berasal dari kalangan terbatas, seperti kalangan akademis saja atau praktisi saja dan evaluasi yang masih didasarkan pada Goal Attainment Model yang direduksi kedalam kuesioner yang melacak persepsi peserta terhadap menu-menu pelatihan, kinerja para pelatih dan cara-cara mereka menyampaikan materi pelatihan. C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul dari latar belakang masalah dan agar penelitian ini tidak terlalu meluas, maka akan dibatasi pada masalah umum penelitian, yaitu mengenai implementasi atau penerapan desain pelatihan pekerja sosial tingkat dasar. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana implementasi desain pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat?

D. Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas mengenai desain pelatihan pekerja sosial untuk orsos NAPZA yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan mendeskripsikan: 1. Analisis kebutuhan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 2. Perancangan pendekatan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 3. Pengembangan materi pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 4. Pelaksanaan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.

5. Evaluasi dan pemutakhiran pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk kepentingan teori khususnya tentang desain pelatihan pekerja sosial sebagai salah satu unsur yang mempengaruhi dalam peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia. 2. Secara Praktis a. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam penyempurnaan hasil pelatihan sehingga dapat menunjang keberhasilan Pelatihan Pekerja Sosial di Balai Pelatihan Pekerja Sosial, Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. b. Sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. c. Sebagai dorongan untuk melakukan studi lebih lanjut tentang desain atau perancangan program pelatihan.

F. Pertanyaan Penelitian Kompleksitas permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah analisis kebutuhan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat? 2. Bagaimanakah perancangan pendekatan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat? 3. Bagaimanakah pengembangan materi pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat? 4. Bagaimanakah pelaksanaan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat? 5. Bagaimanakah evaluasi dan pemutakhiran pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA Se-Jawa Barat yang diselenggarakan di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat?

G. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai istilah-istilah dalam penelitian ini, maka penulis memaparkan definisi dari istilah yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu: 1. Implementasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, im ple men ta si /impleméntasi/ n pelaksanaan; penerapan. Sehingga dapat diartikan bahwa implementasi menurut kamus adalah pelaksanaan atau penerapan. 2. Desain menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai kata kerja, memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan desain adalah rencana proses untuk menyelenggarakan pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 3. Pelatihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pe la tih an n 1 proses, cara, perbuatan melatih; kegiatan atau pekerjaan melatih; 2 tempat melatih. Yang berarti, pelatihan sebagai kata benda berarti proses, cara, perbuatan melatih; kegiatan atau pekerjaan melatih dan juga dapat diartikan sebagai tempat melatih. Yang dimaksud dengan pelatihan dalam penelitian ini adalah pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi panti sosial

swasta/yayasan/lsm/orsos yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA di Balai Pelatihan Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 4. Pekerja Sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perwakilan pengurus panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos kabupaten/kota yang bergerak di bidang penanganan korban penyalahgunaan NAPZA. 5. Pelatihan Pekerja Sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan yang diperuntukkan bagi perwakilan pekerja sosial dari pelatihan pekerja sosial tingkat dasar bagi panti sosial swasta/yayasan/lsm/orsos kabupaten/kota yang bergerak di bidang penanganan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA atau narkoba) di wilayah Provinsi Jawa Barat. 6. NAPZA atau narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. H. Anggapan Dasar Anggapan dasar adalah suatu titik tolak pemikiran yang menjadi landasan dari suatu penelitian suatu masalah. Seperti yang telah diungkapkan oleh Surachmad (1989:197) bahwa Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Berdasarkan pernyataan di atas, maka penyusun mengemukakan anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pelatihan adalah prosedur formal yang difasilitasi dengan pembelajaran guna terciptanya perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan peningkatan tujuan

perusahaan atau organisasi. Dan pelatihan merupakan proses pembelajaran untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan. (Mc. Gahee, dalam buku The Complete book of Training, dalam Sudirman (2001:21)). 2. Masyarakat sebagai peserta pelatihan adalah tergolong orang dewasa, oleh sebab itu prinsip-prinsip yang diterapkan dalam proses pelatihannya harus mengacu kepada prinsip pembelajaran orang dewasa. Dalam pembelajaran orang dewasa (andragogy) Knowles (1980:41) menjelaskan tentang konsep andragogi dengan the art and science of helping adults learn, yaitu seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar. (Sudirman, dalam www.damandiri.or.id/file/sudirmanupibab2.pdf) 3. Pekerja sosial merupakan profesi bidang kemanusiaan yang digerakan oleh ilmu, teknologi, dan etika. Ia mempunyai kemampuan untuk ikut berperan sebagai konselor, fasilitator, pemberdayaan, dan mediator dalam perencanaan maupun penanganan masalah sosial, (Maslina, dalam http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=&id=267750&kat _id=105&kat_id1=151 4. Untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan baik, Pekerja Sosial harus selalu meningkatkan wawasan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesionalnya. Upaya peningkatan tersebut, sebaiknya tidak dibebaskan semaunya Pekerja Sosial, tetapi harus dirancang secara sistematis oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang terakreditasi baik. (Dwi Heru Sukoco, dalam http://www.mirror.depsos.go.id/modules.php?name=news&file=article&sid= 356 5. Penyusunan desain pelatihan pada dasarnya merupakan upaya untuk mengidentifikasi hal-hal yang seharusnya tercakup dalam suatu program pelatihan. (Agus Dharma, 1998:18) I. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yang berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (Case Study). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain data dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber (Nawawi, 2003). 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang, yang terdiri dari 1 (satu) orang penyelenggara, yaitu Kepala Seksi Penyelenggara di BPPS, 2 (dua) orang fasilitator yaitu 1 (satu) orang Tenaga Ahli Fungsional dari BBPPKS dan 1 (satu) orang praktisi pelatihan dari BPPS dan 2 (dua) orang Peserta Pelatihan yaitu petugas honorer dari Badan Narkotika Kota Cimahi. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan teknik wawancara dan studi dokumentasi dan catatan. J. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan selanjutnya, maka penyusun memberikan gambaran umum tentang isi dan materi yang akan dibahas, yakni sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN, berisikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar, pertanyaan penelitian, definisi operasional, metode dan teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. Bab II TINJAUAN PUSTAKA, merupakan landasan teori dan gambaran umum mengenai dasar penelitian atau teori yang melandasi penelitian. Bab III PROSEDUR PENELITIAN yang berisi metode dan pendekatan penelitian, subyek penelitian, instrumen atau alat penelitian, teknik pengumpulan data, pelaksanaan pengumpulan data, prosedur pengolahan data. Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, yang berisi penyajian data hasil penelitian dan pembahasan dari pengolahan hasil penelitian. Bab V KESIMPULAN DAN SARAN, yang berisi beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa saran yang diberikan.