V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lampiran 11. Hasil Perhitungan Uji t dengan menggunakan Uji 2 Arah

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

Analisis skalogram merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan. hierarki wilayah terhadap jenis dan jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Selain merupakan

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20 -

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

Analisis Isu-Isu Strategis

X. ANALISIS KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I. PENDAHULUAN. masyarakat yang bermukim di pedesaan, sehingga mereka termotivasi untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB 7. ASPEK EKONOMI & SOSIAL

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keragaan Umum Pola Penyebaran Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Wilayah penelitian merupakan wilayah perkotaan yang menurut UU No. 22 tahun 1999 adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan dan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan, dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dinas Tata Kota Bandar Lampung (2001), konsep penyusunan tata ruang di wilayah penelitian adalah kota ramah lingkungan yang berkelanjutan (sustainable ecocity) dan pembangunan yang berbasis masyarakat (Community Based Development). Melalui konsep ecocity diharapkan akan diperoleh sebuah kota yang tertata baik, nyaman, aman, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga dapat memberikan PAD yang besar bagi daerah, namun tetap memberikan nuansa ramah, sehat, indah dan baik sebagai tempat bekerja dan berusaha maupun sebagai tempat tinggal. Sedangkan proses pembangunan yang berbasis masyarakat diharapkan mampu mengakomodir kepentingan semua stakeholder. Keragaan umum pola penyebaran desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung berdasarkan data sekunder dari Bakosurtanal (1996) dan BPS (2000) dapat ditinjau dari beberapa kriteria, antara lain: kepadatan penduduk, jumlah keluarga prasejahtera, dan penyebaran lokasi industri. Jika ditinjau dari kepadatan

penduduk, desa pesisir Bandar Lampung dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu desadesa yang memiliki kepadatan penduduk rendah, sedang, dan padat sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 17 (proses perhitungan dalam pengelompokan desa-desa pesisir berdasarkan kepadatan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7). Tabel 17. Kepadatan Penduduk Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung No. Nama Desa Kepadatan (jiwa/km) Kelas Kepadatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Sukamaju Keteguhan Kota Karang Pesawahan Kangkung Bumi Waras Sukaraja Srengsem Panjang Selatan Panjang Utara Way Lunik Ketapang Sumber : BPS (2000) 530 1.507 23.930 21.627 40.023 19.721 12.035 1.122 9.695 10.728 4.659 2.072 Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Berdasarkan data Tabel 17 dapat ditentukan bahwa desa-desa pesisir yang memiliki tingkat kepadatan rendah adalah : Kelurahan Sukamaju, Keteguhan, Sukaraja, Ketapang, Way Lunik, Panjang Utara, Panjang Selatan, dan Srengsem. Sedangkan desa-desa pesisir yang memiliki kepadatan sedang adalah: Kelurahan Kota Karang, Pesawahan, dan Bumi Waras. Desa pesisir yang memiliki kepadatan penduduk tinggi hanya Kelurahan Kangkung. Peta penyebaran desa-desa pesisir Bandar Lampung berdasarkan kepadatan penduduknya disetiap desa disajikan pada Gambar 8. 68

69

Gambar 8 menunjukkan suatu pola penyebaran, dalam hal ini desa-desa pesisir yang memiliki kepadatan penduduk sedang dan tinggi penyebarannya/keberadaannya cenderung berada di tengah. Sedangkan desa-desa pesisir yang memiliki kepadatan penduduk rendah relatif memiliki pola penyebaran cenderung ke arah sebelah barat dan timur dari daerah kepadatan sedang dan tinggi, tepatnya semakin menjauhi pusat kota. Desa-desa pesisir yang termasuk tingkat kepadatan penduduk sedang dan tinggi memiliki aksesibilitas cukup baik, dalam arti mempunyai jarak ke pusat kota lebih dekat dari pada desa-desa yang memiliki kepadatan penduduk rendah. Dengan memiliki aksesibitas cukup baik, berarti memudahkan masyarakat desa dalam melakukan aktivitas dan menjangkau pusat-pusat pelayanan. Untuk melihat pola penyebaran desa-desa pesisir ditinjau dari jumlah keluarga prasejahtera, dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu desa-desa yang memiliki keluarga prasejahtera rendah, sedang, dan tinggi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Data Tabel 18 menunjukkan bahwa desa-desa pesisir yang memiliki jumlah keluarga prasejahtera rendah adalah: Kelurahan Sukamaju, Keteguhan, Kota Karang, Kangkung, Bumi Waras, Sukaraja, dan Ketapang. Sedangkan desadesa pesisir yang memiliki jumlah keluarga prasejahtera sedang adalah: Kelurahan Srengsem dan Way Lunik. Untuk desa-desa pesisir yang memiliki jumlah keluarga prasejahtera tinggi adalah : Kelurahan Kangkung, Panjang Selatan, dan Panjang Utara. 70

Tabel 18. Jumlah Keluarga Prasejahtera di Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung No. Nama Desa Jumlah Keluarga Prasejahtera (KK) 1. Sukamaju 691 2. Keteguhan 824 3. Kota Karang 856 4. Pesawahan 1.783 5. Kangkung 636 6. Bumi Waras 280 7. Sukaraja 638 8. Srengsem 1.124 9. Panjang Selatan 2.218 10. Panjang Utara 2.000 11. Way Lunik 1.053 12. Ketapang 757 Sumber : BPS (2000) Kelas Prasejahtera Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi Tinggi Sedang Rendah Berdasarkan jumlah keluarga prasejahtera, ternyata tidak terlihat adanya pola pengelompokkan dari desa-desa pesisir dapat di Kota Bandar Lampung, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 9. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh jumlah keluarga prasejahtera yang relatif menyebar merata hampir di setiap desa. Jumlah keluarga prasejahtera yang banyak ditemui adalah di Kelurahan Panjang Selatan (2218 KK), Panjang Utara (2000 KK), dan Pesawahan (1783 KK). Proses pengelompokkan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. 71

Gambar 9. Penyebaran Desa-desa Pesisir Berdasarkan Jumlah Keluarga PS 72

Pola penyebaran desa-desa pesisir jika ditinjau dari lokasi industri (Gambar 10), terlihat bahwa lokasi industri sebagian besar terkonsentrasi di hampir sepanjang Kecamatan Panjang dan sedikit di KecamatanTeluk Betung Selatan. Menurut Wiryawan, et al. (1999), industri-industri pesisir yang berkembang di wilayah penelitian adalah industri: oksigen, besi, plastik, kayu, pakan ternak, gaplek dan pelet, minyak, sabun, kopi, semen, marmer, dan industri maritim. Keberadaan industri tersebut umumnya berada pada daerah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah dan jumlah keluarga prasejahtera relatif tinggi. Daerah konsentrasi industri yang memiliki tingkat kepadatan penduduk rendah adalah: Sukaraja, Ketapang, Way Lunik, Panjang Utara, Panjang Selatan, dan Srengsem. Sedangkan daerah konsentrasi industri yang memiliki jumlah keluarga prasejahtera sedang-tinggi adalah : Panjang Selatan, Panjang Utara, Way Lunik, dan Srengsem. 73

Gambar 10. Penyebaran Industri 74

Beberapa variabel penjelas dalam penelitian ini mampu memberikan perbedaan antara desa pesisir dan desa non pesisir. Untuk itu diakukan uji beda nilai tengah (uji t) 2 arah yang berguna untuk melihat apakah beberapa variabel penjelas yang dimiliki desa pesisir berbeda nyata dengan variabel penjelas yang dimiliki desa non pesisir. Variabel-variabel dan hasil perhitungan uji t selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9, 10, dan 11. Adapun hasil dari uji t dapat dilihat pada Tabel 19. Hipotesis yang digunakan adalah: Ho : µ 1 = µ 2 atau µ 1 - µ 2 = 0 µ 1 = nilai tengah desa pesisir H1 : µ 1 µ 2 atau µ 1 - µ 2 0 µ 2 = nilai tengah desa non pesisir á = 0,05 derajat bebas = n 1 + n 2 2 = 82 Karena memakai uji 2 arah maka (½á,db) = (0.025, 82) Wilayah kritik : t < -1,960 atau t > 1,960. Tabel 19. Hasil Uji Beda Nilai Tengah Desa Pesisir dan Desa Non Pesisir No. Variabel t hitung Kesimpulan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kepadatan penduduk (jiwa/km 2 ) Jumlah rumah tangga Jumlah keluarga prasejahtera Luas pemukiman kumuh Jumlah keluarga yang menyekolahkan anak ke perguruan tinggi Surat Keterangan Miskin (SKM) yang dikeluarkan kantor desa Jumlah rumah tangga memiliki mobil Jumlah rumah tangga memiliki telepon Jumlah rumah tangga memiliki televisi 4,056* 4,043* 9,546* 18,141* -1,685 0,223-5,395* -1,088 1,394 Tolak Ho Tolak Ho Tolak Ho Tolak Ho Terima Ho Terima Ho Tolak Ho Terima Ho Terima Ho Keterangan : * = berbeda nyata 75

Hasil uji beda nilai tengah pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa variabel kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga, jumlah keluarga prasejahtera, luas pemukiman kumuh, dan jumlah rumah tangga memiliki mobil antara desa pesisir dan desa non pesisir adalah berbeda nyata. Adapun untuk lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut: Kepadatan penduduk di desa pesisir lebih tinggi dari desa non pesisir Jumlah rumah tangga di desa pesisir lebih tinggi dari desa non pesisir Jumlah keluarga prasejahtera di desa pesisir lebih tinggi dari desa non pesisir Luas pemukiman kumuh di desa pesisir lebih tinggi dari desa non pesisir Jumlah rumah tangga yang memiliki mobil di desa pesisir lebih sedikit dari desa non pesisir Sedangkan variabel-variabel: jumlah keluarga yang menyekolahkan anak ke perguruan tinggi, banyaknya Surat Keterangan Miskin (SKM) yang dikeluarkan kantor desa, jumlah rumah tangga memiliki telepon, dan jumlah rumah tangga memiliki televisi antara desa pesisir dan non pesisir tidak berbeda nyata (pada taraf nyata 5%). 5.2 Persepsi Para Stakeholder Mengenai Pengelolaan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Berdasarkan Proses Hierarki Analitik Dalam penelitian ini digunakan metode AHP, yang diharapkan mampu menangkap persepsi atau pandangan para stakeholder tentang daerah penelitian. Persepsi atau pandangan stakeholder tersebut ditangkap melalui pengisian 76

kuisioner untuk masing-masing responden, melalui nilai-nilai hasil perbandingan sesuai dengan skala nilai yang telah ditetapkan oleh Saaty (1993) yaitu 1-9, seperti disajikan Tabel 1 terdahulu (halaman 20). Prinsip penilaian AHP adalah membandingkan tingkat kepentingan prioritas antara satu elemen dengan elemen lain yang berada pada tingkatan atau level yang sama berdasarkan pertimbangan tertentu. Dalam analisis ini ada lima bagian terdiri atas tujuan dan empat level, yaitu: (1) tujuan; (2) level 1 adalah aspek; (3) level 2 adalah kriteria; (4) level 3 adalah stakeholder; dan (5) level 4 adalah prioritas pemanfaatan. Untuk memecahkan konflik yang terjadi dan mencari solusi yang diinginkan, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dalam mengambil suatu kebijakan. Adapun faktor-faktor dari ketiga aspek tersebut disajikan pada Tabel 20. Ada tiga faktor yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu: Aspek ekonomi yang terdiri dari kriteria lapangan kerja, pendapatan masyarakat dan optimasi pemanfaatan. Aspek lingkungan, terdiri dari kriteria degradasi lingkungan, dan tujuan konservasi. Aspek sosial, terdiri dari kriteria pemerataan, tujuan budaya, dan aktivitas sosial. 77

Aspek Ekonomi Aspek ekonomi mempengaruhi keputusan dalam pemilihan/penentuan prioritas arahan pengembangan desa pesisir. Kriteria dari aspek ini dapat dijabarkan menjadi tiga faktor yang mungkin terjadi, yaitu sebagai berikut: a. Meningkatkan Lapangan Kerja Kegiatan perikanan, pemukiman, industri, pariwisata, dan perhubungan akan menumbuhkan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. b. Pendapatan (Income) Kegiatan perikanan, pemukiman, industri, pariwisata, dan perhubungan akan menghasilkan pendapatan (income) bagi masyarakat setempat dan penanaman investasi merupakan aset yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah daerah. c. Optimasi pemanfaatan sumberdaya pesisir Kegiatan perikanan, industri, pemukiman, perhubungan, dan pariwisata diharapkan dapat menggali potensi daerah dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada secara optimal dan efisien agar tercapai pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable). Optimasi dalam hal ini diartikan sebagai pemanfaaatan sumberdaya pesisir untuk seluruh kegiatan produktif termasuk pemanfaatan bagi sektor informal. Kegiatan perikanan, pemukiman, industri, pariwisata, dan perhubungan di suatu daerah akan menumbuhkan sektor informal yang menunjang sektor formal, seperti usaha di bidang 78

perdagangan, jasa, dan transportasi yang sangat menunjang perekonomian penduduk setempat. Tabel 20. Kriteria yang menjadi bahan pertimbangan dalam rangka memutuskan prioritas pemanfaatan desa pesisir Kota Bandar Lampung. ASPEK EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL PEMANFAATAN PERIKANAN PEMUKIMAN INDUSTRI PARIWISATA PERHUBUNGAN 1. Menumbuhkan lapangan kerja 2. Meningkatkan pendapatan 3. Optimasi pemanfaatan sumberdaya pesisir 1. Menumbuhkan lapangan kerja 2. Meningkatkan pendapatan 3. Optimasi pemanfaatan sumberdaya pesisir 1. Menumbuhkan lapangan kerja 2. Meningkatkan pendapatan 3. Optimasi pemanfaatan sumberdaya pesisir 1. Menumbuhkan lapangan kerja 2. Meningkatkan pendapatan 3. Optimasi pemanfaatan sumberdaya pesisir 1. Menumbuhkan lapangan kerja 2. Meningkatkan pendapatan 3. Optimasi pemanfaatan sumberdaya pesisir 1. Degradasi lingkungan 2. Tujuan konservasi 1. Degradasi lingkungan 2. Tujuan konservasi 1. Degradasi lingkungan 2. Tujuan konservasi 1. Degradasi lingkungan 2. Tujuan konservasi 1. Degradasi lingkungan 2. Tujuan konservasi 1. Pemerataan 2. Tujuan Budaya 3. Aktivitas sosial 1. Pemerataan 2. Tujuan Budaya 3. Aktivitas sosial 1. Pemerataan 2. Tujuan Budaya 3. Aktivitas sosial 1. Pemerataan 2. Tujuan Budaya 3. Aktivitas sosial 1. Pemerataan 2. Tujuan Budaya 3. Aktivitas sosial 79

Aspek Lingkungan Pertimbangan aspek lingkungan dalam menentukan prioritas kegiatan akan menunjang pemanfaatan sumberdaya yang optimal dan berkelanjutan. Adapun kriteria dari aspek lingkungan dapat dijabarkan menjadi tiga faktor sebagai berikut: a. Degradasi Lingkungan Kegiatan perikanan, pemukiman, industri, pariwisata, dan perhubungan dapat menyebabkan degradasi lingkungan. Misalnya, konversi hutan mangrove menjadi daerah industri, pariwisata, dan pelabuhan tanpa memperhatikan aspekaspek lingkungan. Aspek pencemaran juga turut serta menyebabkan degradasi habitat. Kegiatan perikanan pada prinsipnya tidak menimbulkan pencemaran, kecuali jika kegiatan tersebut dilakukan melalui cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Saat ini banyak nelayan di Kota Bandar Lampung melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bom atau racun ikan yang akan menyebabkan pencemaran di daerah sekitarnya. Kegiatan di pemukiman pun akan menyebabkan pencemaran, yaitu menyumbangkan limbah rumah tangga ke dalam perairan pesisir. Proses produksi dalam kegiatan industri menghasilkan limbah industri yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, apabila tidak dilakukan pengelolaan limbah secara benar. Begitupun dengan kegiatan pariwisata juga menimbulkan dampak pencemaran, baik bagi perairan maupun bagi daratan 80

pantainya. Kegiatan perhubungan dalam hal ini kegiatan pelabuhan, air ballast dan pembuangan oli atau tumpahan minyak dari kapal akan menyebabkan pencemaran bagi perairan pesisir. Reklamasi pantai juga memberikan kontribusi yang besar terhadap penurunan degradasi lingkungan di Pesisir Kota Bandar Lampung. Sebagian besar wilayah pesisir Kota Bandar Lampung telah mengalami reklamasi pantai dengan tujuan industri dan pariwisata. Kegiatan reklamasi tersebut kurang memperhatikan aspek teknis dan pelestarian lingkungan. Akibatnya terjadi pendangkalan, kekeruhan, abrasi, serta penyusutan produksi ikan secara berangsur-angsur karena degradasi habitat. Disamping itu kegiatan reklamasi pantai juga menimbulkan dampak berupa konflik sosial, ekonomi, dan budaya antara warga desa pesisir dan pengusaha yang melakukan reklamasi. b. Tujuan Konservasi Kegiatan perikanan, pariwisata, industri, perhubungan, dan pemukiman yang dilakukan secara terus-menerus tanpa mengindahkan aspek-aspek lingkungan akan menyebabkan dampak terhadap keanekaragaman hayati. Hal ini akan berakibat terancam punahnya suatu jenis spesies tertentu. Aspek Sosial Pertimbangan aspek sosial dalam menentukan arah pengembangan desa pesisir tidak kalah pentingnya dari kedua aspek diatas. Hasil analisis yang diharapkan nanti bersifat bottom up, sehingga akan berdampak positif dan dapat diterima serta mendapat respons dari masyarakat apabila masyarakat ikut serta 81

menikmati dan merasa memiliki hasil suatu kebijakan. Kriteria dari aspek sosial dapat dijabarkan menjadi tiga faktor sebagai berikut: a. Pemerataan Penyerapan tenaga kerja yang besar pada berbagai kegiatan diatas akan berimplikasi pada pemanfaatan sumberdaya manusia setempat, sehingga secara ekonomi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pemerataan disini mencakup pemerataan pembangunan, pemerataan akses untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan, serta pemerataan pendapatan. b. Budaya Mengidentifikasi budaya yang ada di daerah pesisir, baik seni, adat istiadat dan lain sebagainya. Kegiatan pemukiman dan pariwisata terutama sangat menentukan kelangsungan kebudayaan pesisir. c. Aktivitas sosial Kegiatan pemukiman sangat mempengaruhi aktivitas sosial di wilayah pesisir, misalnya pengadaan bantuan, pertemuan masyarakat untuk berdiskusi dan dengar pendapat. Cara seperti ini sangat sesuai karena komposisi penduduk di daerah pemukiman desa pesisir berdasarkan etnik sangat heterogen. Disamping penduduk asli, desa pesisir ini juga dihuni oleh suku Bugis, Banten, dan Jawa. Keberagaman etnik ini merupakan salah satu faktor potensi konflik di pesisir Kota Bandar Lampung. 82

Pendapat setiap responden dianalisis dengan bantuan software Expert Choice versi 9.5. Analisis yang dilakukan mencakup analisis pendapat perorangan dan analisis pendapat gabungan. Hasil analisis pendapat gabungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Hasil pendapat gabungan tersebut memiliki nilai Inconsistency Ratio (IC) = 0,03. Nilai ini merupakan nilai gabungan dari 36 responden yang terdiri atas kalangan pemerintah, masyarakat, swasta, perbankan dan LSM, dimana masing-masing individu sebelumnya telah memiliki IC 0,1. Artinya, para responden termasuk konsisten dalam memberikan nilai pembobotan dengan tingkat penyimpangan kecil. Berikut ini akan dibahas secara terperinci hasil analisis ini. 5.2.1 Pandangan Para Stakeholder terhadap Prioritas Pemanfaatan Berdasarkan Level Kriteria Hasil analisis pendapat gabungan respoden mengenai Pandangan Para Stakeholder Terhadap Prioritas Pemanfaatan Berdasarkan Level Kriteria dalam rangka pengelolaan dan pengembangan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung dijelaskan sebagai berikut: a. Pandangan Para Stakeholder Pemerintah terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Pandangan para stakeholder pemerintah terhadap prioritas pemanfaatan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung berdasarkan level kriteria dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan 83

tabel tersebut dapat dikatakan bahwa jika didasarkan atas kriteria: 1) mencapai optimasi pemanfaatan kawasan pesisir; 2) meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir; 3) mencegah degradasi lingkungan pesisir; 4) mencapai tujuan konservasi; 5) mencapai pemerataan disegala segi; 6) mencapai tujuan budaya masyarakat pesisir; dan 7) meningkatkan aktivitas sosial kemasyarakatan di kawasan pesisir maka pandangan pemerintah terhadap prioritas pemanfaatan adalah sektor industri. Sedangkan jika didasarkan atas kriteria peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat pesisir, lebih menitikberatkan kepada sektor perikanan dan industri sebagai prioritas utama. karena keduanya memiliki bobot sama besar yaitu 0,010. Tabel 21. Pandangan Para Stakeholder Pemerintah terhadap Prioritas Pemanfaatan No. Kriteria Prioritas Pemanfaatan Utama 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Peningkatan Lapangan Kerja Optimasi Pemanfataan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pencegahan Degradasi Lingkungan Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan Pemerataan Segala Aspek Aktivitas Sosial Tujuan Budaya Sumber : Hasil olahan data primer Perikanan (0,010), Industri (0,010) Industri (0,012) Industri (0,009) Industri (0,033) Industri (0,013) Industri (0,021) Industri (0,011) Industri (0,011) Pandangan ini dapat dikatakan sejalan dengan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam membuat arahan pengembangan tata ruang wilayah kota yang didasarkan atas pendekatan pembangunan spasial (pewilayahan pembangunan). Dalam arahan tata ruang tersebut, wilayah Kota Bandar Lampung dibagi atas enam Wilayah Kawasan Pembangunan (KWP), yaitu: KWP Tanjung 84

Karang, KWP Teluk Betung, KWP Panjang, KWP Gedong Meneng, KWP Langkapura, dan KWP Sukarame. Dua diantara KWP tersebut, yakni KWP Panjang dan KWP Teluk Betung merupakan wilayah pesisir yang diarahkan bagi pengembangan industri manufaktur, pusat pelabuhan Samudera, serta industri jasa dan perdagangan (Pemerintah Kota Bandar Lampung, 2002). Kawasan penelitian termasuk dalam KWP Panjang (Kelurahan Panjang Selatan, Kelurahan Panjang Utara, dan Kelurahan Srengsem) dan KWP Teluk Betung (Kelurahan Pesawahan, Kangkung, Bumi Waras, Sukaraja, Ketapang, Way Lunik, Suka Maju, Keteguhan, dan Kota Karang). Data dari BPS Propinsi Lampung (2001a) seperti tersaji pada Tabel 14 menunjukkan bahwa sektor perikanan cukup banyak menyerap tenaga kerja, yaitu sebesar 4.379 orang. Disamping itu, industri yang berdiri di sebagian wilayah penelitian, cukup banyak pula menyerap tenaga kerja. Hal ini juga sejalan dengan dipilihnya sektor perikanan dan industri sebagai prioritas utama dalam rangka meningkatkan lapangan kerja. b. Pandangan Para Stakeholder Swasta terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Pandangan para stakeholder swasta terhadap data prioritas pemanfaatan utama desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk semua kriteria, swasta mengutamakan sektor 85

industri sebagai prioritas pemanfaatan untuk mengembangkan desa-desa pesisir di Bandar Lampung. Tabel 22. Pandangan Para Stakeholder Swasta terhadap Prioritas Pemanfaatan No. Kriteria Prioritas Pemanfaatan Utama 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Peningkatan Lapangan Kerja Optimasi Pemanfataan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pencegahan Degradasi Lingkungan Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan Pemerataan Segala Aspek Aktivitas Sosial Tujuan Budaya Sumber : Hasil olahan data primer Industri (0,021) Industri (0,009) Industri (0,011) Industri (0,014) Industri (0,005) Industri (0,009) Industri (0,006) Industri (0,004) Data PDRB Kota Bandar Lampung tahun 2000, seperti disajikan pada Tabel 23, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan tanpa migas; perdagangan, hotel dan restoran; serta jasa memberikan kontribusi sebesar 56,3% terhadap PDRB Kota Bandar Lampung. Selebihnya berasal dari sektor lain yang terdiri atas: 1) pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan; 2) pertambangan dan penggalian; 3) listrik dan air bersih; 4) bangunan; 5) pengangkutan dan komunikasi; 6) keuangan dan jasa persewaan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri beserta multiplier effect nya yang digerakkan oleh swasta memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kota Bandar Lampung. Namun sektor industri pun diharapkan dapat secara proaktif menjaga kelestarian lingkungan pesisir, karena lingkungan pesisir sangat rentan terhadap dampak negatif yang dapat timbul dari aktivitas industri. 86

Tabel 23. PDRB Kota Bandar Lampung Tahun 2000 Berdasarkan Harga Konstan 1993 No. Sektor Tahun 2000 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Berdasarkan Harga Konstan 1993 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan tanpa Migas Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Juta Rupiah 55.209 (3,26) 8.427 (0,50) 316.010 (18,69) 33.971 (2,01) 166.532 (9,85) 393.150 (23,25) 342.008 (20,23) 132.856 (7,86) 242.814 (14,36) PDRB Harga Konstan 1993 1.690.977 Pertumbuhan (%) 3,02 Keterangan : angka dalam kurung menunjukan pangsa sektor (%) terhadap PDRB Sumber : BPS Kota Bandar Lampung (2001) Ditinjau dari segi sosial, keberadaan industri di daerah pesisir akan banyak menyerap tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Namun hal yang perlu diwaspadai adalah terkadang pertumbuhan lapangan kerja tidak diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat disebabkan tenaga kerja yang digunakan berasal dari luar daerah. Hal ini dapat terjadi karena kualitas sumberdaya manusia di desa-desa pesisir yang termasuk kawasan penelitian masih rendah. Penelitian yang telah dilakukan oleh Dinas Tata Kota Bandar Lampung (2001) menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat pesisir Kota Bandar Lampung memiliki tingkat pendidikan tamat sekolah dasar. Apabila hal ini terjadi, maka akan mengakibatkan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui kegiatan industri menjadi bias. 87

c. Pandangan Para Stakeholder Masyarakat terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Pandangan para stakeholder masyarakat terhadap prioritas pemanfaatan utama desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 24 memperlihatkan bahwa untuk seluruh kriteria, masyarakat memandang bahwa prioritas pemanfaatan yang diutamakan adalah perhubungan, kecuali untuk peningkatan lapangan kerja, masyarakat lebih memprioritaskan perikanan. Selama ini kegiatan perhubungan memberikan kontribusi cukup baik kepada masyarakat dalam hal mendapatkan tambahan penghasilan disamping pekerjaan utama sebagai nelayan, misalnya menjadi buruh atau pedagang. Tabel 24. Pandangan Para Stakeholder Masyarakat terhadap Prioritas Pemanfaatan No. Kriteria Prioritas Pemanfaatan Utama 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Peningkatan Lapangan Kerja Optimasi Pemanfataan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pencegahan Degradasi Lingkungan Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan Pemerataan Segala Aspek Aktivitas Sosial Tujuan Budaya Sumber : Hasil olahan data primer Perikanan (0,021) Perhubungan (0,008) Perhubungan (0,008) Perhubungan (0,025) Perhubungan (0,009) Perhubungan (0,009) Perhubungan (0,011) Perhubungan (0,009) d. Pandangan Para Stakeholder LSM terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Tabel 25 memperlihatkan bahwa untuk selain kriteria peningkatan lapangan kerja, pandangan LSM lebih memprioritaskan industri sebagai prioritas 88

pemanfaatan utama guna mengembangkan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung. Dalam konteks ini LSM diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat siap untuk terlibat pada sektor industri yang dirasa cukup mampu menjadi faktor pendorong (trigger factor) menuju terciptanya kesejahteraan masyarakat desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung. Sedangkan untuk kriteria peningkatan lapangan kerja, LSM memprioritaskan perikanan. Dalam hal ini kiprah LSM diperlukan untuk mendukung sektor perikanan sehingga mampu menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat pesisir. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan LSM antara lain: memberikan asistensi kepada masyarakat nelayan, turut membantu dalam memberikan bimbingan teknis untuk meningkatkan keterampilan nelayan dalam manajemen usaha perikanan, dan lain-lain. Tabel 25. Pandangan Para Stakeholder LSM terhadap Prioritas Pemanfaatan No. Kriteria Prioritas pemanfaatan utama 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Peningkatan Lapangan Kerja Optimasi Pemanfataan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pencegahan Degradasi Lingkungan Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan Pemerataan Segala Aspek Aktivitas Sosial Tujuan Budaya Sumber : Hasil olahan data primer Perikanan (0,004) Industri (0,004) Industri (0,003) Industri (0,016) Industri (0,006) Industri (0,005) Industri (0,005) Industri (0,004) 89

e. Pandangan Para Stakeholder Perbankan terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Perbankan berpandangan sebaiknya memprioritaskan industri sebagai prioritas utama pengembangan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung guna mendukung sektor tersebut dari sisi permodalan. Dalam konteks ini, peranan perbankan diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi dalam mendukung permodalan bagi kalangan industri, baik industri berskala kecil, menengah dan besar, agar industri tersebut mampu mengembangkan lagi kapasitas usahanya. Jika hal ini berhasil tentunya akan meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, juga secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas sosial dan budaya masyarakat, menciptakan pemerataan, serta mencapai optimasi pemanfaatan (Tabel 26). Tabel 26. Pandangan Para Stakeholder Perbankan terhadap Prioritas Pemanfaatan No. Kriteria Prioritas Pemanfaatan Utama 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Peningkatan Lapangan Kerja Optimasi Pemanfataan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pencegahan Degradasi Lingkungan Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan Pemerataan Segala Aspek Aktivitas Sosial Tujuan Budaya Sumber : Hasil olahan data primer Industri (0,012) Industri (0,008) Industri (0,006) Industri (0,012) Industri (0,005) Industri (0,007) Industri (0,004) Industri (0,003) 90

5.2.2 Analisis Prioritas Pemanfaatan Utama Berdasarkan Level Kriteria a. Peningkatan Lapangan Kerja Hasil analisis pendapat gabungan responden tentang prioritas pemanfaatan yang harus diutamakan pada kriteria peningkatan lapangan kerja dalam rangka mengelola dan mengembangkan desa-desa pesisir di Kota Bandar Lampung, disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dikatakan bahwa industri merupakan prioritas pemanfaatan yang harus diutamakan dalam rangka meningkatkan lapangan kerja (bobot 0,313). Prioritas selanjutnya dalam rangka meningkatkan lapangan kerja berturut-turut adalah: Perikanan (0,199), Pemukiman (0,174), Perhubungan (0,167), dan Pariwisata (0,148). Perikanan 0.199 Pariwisata Pemukiman Perhubungan 0.148 0.174 0.167 Industri 0.313 Gambar 11. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama untuk Meningkatkan Lapangan Kerja b. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Hasil analisis pendapat gabungan responden dalam menentukan prioritas pemanfaatan guna meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan bahwa industri dan perhubungan menempati prioritas utama dalam rangka meningkatkan pendapatan 91

masyarakat dengan bobot 0,317 dan 0,309. Prioritas selanjutnya dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat berturut-turut adalah: Pemukiman (0,149), Pariwisata (0,138), dan Perikanan (0,086). Perikanan 0.086 Pariwisata Pemukiman 0.138 0.149 Perhubungan Industri 0.309 0.317 Gambar 12. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama untuk Meningkatan Pendapatan Masyarakat c. Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Hasil analisis pendapat gabungan responden dalam menentukan prioritas pemanfaatan guna mencapai optimasi pemanfaatan sumberdaya pesisir di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 13. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa industri menempati prioritas utama dalam rangka meningkatkan optimasi pemanfaatan dengan bobot 0,333. Prioritas selanjutnya dalam rangka optimasi pemanfaatan berturut-turut adalah: Perhubungan (0,300), Pemukiman (0,153), Pariwisata (0,116), dan Perikanan (0,098). 92

Perikanan 0.098 Pariw isata 0.116 Pemukiman 0.153 Perhubungan 0.300 Industri 0.333 Gambar 13. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama untuk Mencapai Optimasi Pemanfaatan d. Pencegahan Degradasi Lingkungan Hasil analisis pendapat gabungan responden mengenai prioritas pemanfaatan utama di wilayah penelitian dalam rangka mencegah degradasi lingkungan, disajikan pada Gambar 14. Gambar tersebut menunjukkan bahwa perhubungan dan industri menempati prioritas utama dalam rangka mencegah degradasi lingkungan dengan bobot 0,324 dan 0,320. Prioritas selanjutnya dalam rangka pencegahan degradasi lingkungan berturut-turut adalah: Pemukiman (0,143), Pariwisata (0,114), dan Perikanan (0,099). Perikanan Pariwisata Pemukiman 0.099 0.114 0.143 Perhubungan Industri 0.324 0.32 Gambar 14. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama dalam Rangka Pencegahan Degradasi Lingkungan 93

e. Konservasi Hasil analisis pendapat gabungan responden mengenai prioritas pemanfataan utama di wilayah penelitian dalam rangka mencapai tujuan konservasi disajikan pada Gambar 15. Gambar tersebut menunjukkan bahwa perhubungan dan industri menempati prioritas utama jika ingin mencapai tujuan konservasi, dengan bobot sebesar 0,325 dan 0,322. Prioritas selanjutnya dalam rangka tujuan konservasi berturut-turut adalah : Pemukiman (0,142), Pariwisata (0,112), dan Perikanan (0,098). Perikanan Pariwisata Pemukiman 0.098 0.112 0.142 Perhubungan Industri 0.325 0.322 Gambar 15. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama untuk Mencapai Tujuan Konservasi f. Pemerataan di Segala Bidang Hasil analisis pendapat gabungan responden mengenai prioritas pemanfaataan utama di wilayah penelitian dalam rangka mencapai pemerataan di segala bidang dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa industri menempati prioritas utama dalam rangka mencapai pemerataan dengan bobot 0,337. Prioritas selanjutnya dalam rangka mencapai pemerataan berturut-turut: Perhubungan (0,318), Pemukiman (0,146), Pariwisata (0,112), dan Perikanan (0,087). 94

Perikanan Pariwisata Pemukiman 0.087 0.112 0.146 Perhubungan Industri 0.318 0.337 Gambar 16. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama dalam Rangka Mencapai Pemerataan di segala Bidang g. Budaya Hasil analisis pendapat gabungan responden mengenai prioritas pemanfaatan utama untuk mencapai tujuan budaya di desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung, disajikan pada Gambar 17. Gambar tersebut menunjukkan bahwa perhubungan menempati prioritas utama dalam rangka tujuan budaya dengan bobot 0,332. Prioritas selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan budaya berturut-turut adalah: Industri (0,310), Pemukiman (0,140), Pariwisata (0,115), dan Perikanan (0,104). Perikanan Pariwisata Pemukiman 0.104 0.115 0.14 Perhubungan Industri 0.31 0.332 Gambar 17. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama dalam Rangka Mencapai Tujuan Budaya 95

h. Aktivitas Sosial Hasil analisis pendapat gabungan responden mengenai prioritas pemanfaatan Utama dalam rangka meningkatkan aktivitas sosial di desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung, disajikan pada Gambar 18. Gambar tersebut menunjukkan bahwa perhubungan menempati prioritas utama dalam rangka meningkatkan aktivitas sosial dengan bobot 0,322. Prioritas selanjutnya dalam rangka meningkatkan aktivitas sosial berturut-turut adalah: Industri (0,295), Pemukiman (0,141), Pariwisata (0,129), dan Perikanan (0,114). Perikanan Pariwisata Pemukiman 0.114 0.129 0.141 Perhubungan Industri 0.295 0.322 Gambar 18. Nilai Bobot Prioritas Pemanfaatan Utama dalam Rangka Meningkatkan Aktivitas Sosial di Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Hasil analisis pendapat gabungan responden dalam menentukan prioritas pemanfaatan di wilayah penelitian dapat disimpulkan bahwa bobot sektor perikanan, pariwisata dan pemukiman tertinggi ada pada kriteria peningkatan lapangan kerja, yaitu 0,199, 0,148 dan 0,174. Untuk bobot sektor perhubungan tertinggi ada pada kriteria tujuan budaya, yaitu 0,332. Sedangkan untuk bobot sektor industri tertinggi ada pada kriteria pemerataan di segala bidang, yaitu 0,337. 96

5.2.3 Struktur Hierarki Level 1 (Aspek) terhadap Level 4 (Prioritas Pemanfaatan) a. Aspek Ekonomi terhadap Prioritas Pemanfaatan Hasil analisis pendapat gabungan mengenai prioritas pemanfaatan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pengembangan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung berdasarkan aspek ekonomi, disajikan pada Gambar 19. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa jika aspek ekonomi merupakan penekanan dalam pengelolaan dan pengembangan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung, maka industri menempati prioritas utama dengan nilai bobot sebesar 0,319. Prioritas selanjutnya berturut-turut adalah: Perhubungan (0,241), Pemukiman (0,162), Perikanan (0,141), dan Pariwisata (0,136). Perikanan Pariw is ata Pem ukim an 0.136 0.141 0.162 Perhubungan 0.241 Industri 0.319 Gambar 19. Aspek Ekonomi terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Mengelola dan Mengembangkan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung b. Aspek Lingkungan terhadap Prioritas Pemanfaatan Hasil analisis pendapat gabungan mengenai prioritas pemanfaatan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pengembangan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung berdasarkan aspek lingkungan, disajikan pada Gambar 20. Berdasarkan 97

gambar tersebut dapat dikatakan bahwa jika penekanan aspek lingkungan yang menjadi perhatian utama dalam mengembangkan desa-desa pesisir Bandar Lampung maka perhubungan menempati prioritas utama dengan bobot 0,324. Prioritas selanjutnya berturut-turut adalah: Industri (0,321), Pemukiman (0,143), Pariwisata (0,113), dan Perikanan (0,099). P e rika n a n P a riw is a ta P e m u kim a n 0.0 9 9 0.1 1 3 0.1 4 3 P e rh u b u n g a n In d u s tri 0.3 2 4 0.3 2 1 Gambar 20. Aspek Lingkungan terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Mengelola dan Mengembangkan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung. c. Aspek Sosial terhadap Prioritas Pemanfaatan Hasil analisis pendapat gabungan mengenai prioritas pemanfaatan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pengembangan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung berdasarkan aspek sosial, disajikan pada Gambar 21. Berdasarkan gambar tersebut dapat dikatakan bahwa jika aspek sosial yang lebih ditekankan dalam mengelola dan mengembangkan desa-desa pesisir Bandar Lampung, maka perhubungan menempati prioritas utama dengan bobot 0,323. Prioritas selanjutnya berturut-turut adalah: Industri (0,317), Pemukiman (0,143), Pariwisata (0,118), dan Perikanan (0,099). 98

Perikanan Pariwisata Pemukiman 0.099 0.118 0.143 Perhubungan Industri 0.323 0.317 Gambar 21. Aspek Sosial terhadap Prioritas Pemanfaatan dalam Rangka Mengelola dan Mengembangkan Desa-desa Pesisir Kota Bandar Lampung Hasil analisis pendapat gabungan responden dalam menentukan prioritas pemanfaatan di wilayah penelitian dapat disimpulkan bahwa bobot sektor perikanan, pariwisata dan pemukiman tertinggi ada pada aspek ekonomi, yaitu 0,136, 0,141 dan 0,162. Sedangkan untuk bobot sektor perhubungan dan industri tertinggi ada pada aspek lingkungan, yaitu 0,332 dan 0,321. 5.2.4 Hasil Analisis Gabungan secara Keseluruhan Hasil analisis pendapat gabungan untuk semua level disajikan pada Gambar 22 dan struktur hierarki AHP beserta setiap nilai bobotnya disajikan pada Gambar 23. Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan, maka secara umum dapat dikatakan bahwa untuk mengelola dan mengembangkan desa-desa pesisir Kota Bandar Lampung, industri merupakan prioritas pemanfaatan utama dengan bobot 0,319. 99

Perikanan Pariwisata Pemukiman 0.115 0.123 0.150 Perhubungan Industri 0.293 0.319 Gambar 22. Hasil Analisis Proses Hierarki Gabungan untuk Semua Level Keputusan ini sangat kuat dipengaruhi oleh pertimbangan aspek ekonomi dengan bobot 0,368. Dalam aspek ekonomi sendiri, kriteria peningkatan lapangan kerja yang memiliki bobot 0,168 merupakan hal yang paling kuat mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Saat melaksanakan wawancara, terlihat bahwa sebagian besar stakeholder khususnya masyarakat beranggapan bahwa aspek ekonomi sangat menentukan keberlanjutan pengelolaan pesisir karena pembangunan ekonomi dianggap mampu menumbuhkan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat maupun pemerintah melalui optimasi pemanfataan sumberdaya yang terarah. Prioritas kedua dan seterusnya dalam pemanfaatan wilayah pesisir Kota Bandar Lampung untuk mengembangkan desa-desa pesisir Bandar Lampung berturut-turut adalah: perhubungan dengan bobot 0,293 ; pemukiman dengan bobot 0,150 ; pariwisata 0,123 ; dan perikanan dengan bobot 0,115. 100

Gambar 23. Struktur Hierarki AHP Beserta Nilai Bobotnya Berdasarkan Hasil Analisis Pendapat Gabungan 101

a. Prioritas Pemanfaatan Pertama: Industri Struktur perekonomian Kota Bandar Lampung bertumpu pada sektor sekunder dan tersier yang didominasi oleh industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran, termasuk didalamnya struktur perekonomian wilayah pesisirnya yang juga bertumpu pada sektor sekunder dan tersier, yang didominasi oleh sektor industri pengolahan serta perdagangan barang dan jasa. Selain industri barang dan jasa yang banyak terdapat di sepanjang pesisir Kota Bandar Lampung, juga dijumpai industri pengolahan ikan asin yang juga merupakan potensi yang cukup menjanjikan. Industri yang berbasiskan perikanan di desa pesisir hendaknya merupakan salah satu industri yang semestinya dikembangkan. Salah satu industri pengolahan perikanan berpusat di suatu pulau kecil di Kecamatan Teluk Betung Barat, yakni Pulau Pasaran. Ilustrasi kegiatan pengolahan ikan di Pulau Pasaran dapat dilihat dari Gambar 24. Gambar 24. Pulau Pasaran Tampak dari Atas (Sumber : Dinas Tata Kota Bandar Lampung, 2001) 102

Industri perikanan yang ada umumnya masih dalam skala kecil dan dikerjakan dengan cara tradisional. Meskipun demikian hasil produksi pengolahan ikan di pulau ini telah mencapai minimal 372 ton per bulan (Dinas Perikanan Kota Bandar Lampung, 2001). Bila sarana, prasarana, dan manajemen dikembangkan secara optimal, kemungkinan industri pengolahan ikan menjadi aset yang sangat besar. b. Prioritas Pemanfaatan Kedua: Perhubungan Perhubungan disini lebih dititik beratkan pada pelabuhan Panjang yang merupakan pelabuhan pusat lalulintas ekspor dan impor serta perdagangan antar pulau. Keberadaan pelabuhan ini mampu menyerap tenaga kerja dan memberikan peluang berusaha, khususnya bagi masyarakat setempat. Selain pelabuhan, sektor transportasi juga termasuk dalam sektor perhubungan. Potensi transportasi yang dimiliki kawasan penelitian meliputi transportasi darat dan laut. Transportasi darat dimungkinkan dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian, perdagangan, dan industri di kawasan ini. Sedangkan transportasi perairan dapat dikembangkan dengan membuat dan mengoperasikan pelabuhan baik pelabuhan barang maupun penumpang mengingat jarak pelayaran antara Teluk Lampung dengan daerah tujuan pelayaran seperti Pulau Jawa relatif dekat. c. Prioritas Pemanfaatan Ketiga: Pemukiman Sebagai pusat pemerintahan kota sekaligus ibukota propinsi, Bandar Lampung merupakan daerah yang mempunyai keadaan yang relatif lebih maju 103

dibanding daerah-daerah lain di Propinsi Lampung. Hal ini mendorong kaum urban untuk datang dan menetap di daerah ini dan semakin meningkatkan aktivitas sosial ekonomi di Bandar Lampung. Tingginya aktivitas sosial ekonomi jika tidak disertai dengan manajemen yang baik akan dapat membentuk daerahdaerah kumuh yang tidak layak huni, yang ditunjukkan dengan buruknya keadaan lingkungan dan kurangnya fasilitas sarana dan prasarana. Pemukiman di wilayah penelitian khususnya pemukiman nelayan memiliki kondisi yang sangat memprihatinkan. Pada wilayah tersebut, banyak dijumpai pemukiman kumuh antara lain di Kelurahan Panjang Selatan dan Kelurahan Kota Karang. Hal ini memerlukan penanganan serius agar dapat mengatasi masalah pemukiman kumuh ini. Disamping itu, di sepanjang pesisir wilayah penelitian, banyak dijumpai pemukiman diatas air yang sangat padat dan tidak teratur, seperti dapat dilihat pada Gambar 25. (a) (b) Gambar 25. a). Pemukiman diatas Air; b) Pemukiman Padat di Wilayah Penelitian Sumber : Dinas Tata Kota Bandar Lampung, 2001 104

d. Prioritas Pemanfaatan Keempat: Pariwisata Pariwisata bahari merupakan salah satu potensi yang dimiliki kawasan penelitian., mengingat kawasan ini relatif dekat dengan pusat kota. Potensi pariwisata seperti pemancingan di laut dangkal maupun laut dalam, festival layang-layang, perkemahan bahari, dan menyelam merupakan contoh-contoh yang masih dapat dikembangkan. e. Prioritas Pemanfaatan Kelima: Perikanan Penduduk di kawasan penelitian banyak yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Namun kenyataan ini tidak membuat sektor perikanan menjadi primadona. Hasil studi lapangan menunjukkan bahwa perikanan memiliki prospek yang kurang bagus. Perikanan di pesisir Bandar Lampung ini hanya perikanan skala kecil (nelayan pancing dan nelayan perahu dayung, serta sedikit perahu motor). Hasil ikan yang didaratkan di TPI Lempasing sebagian besar berasal dari luar pesisir Bandar Lampung. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap nelayan, didapat keterangan bahwa jumlah ikan di daerah ini sangat sedikit sehingga untuk mendapatkan hasil yang memadai, para nelayan harus berlayar sampai ke Selat Sunda bahkan tidak jarang sampai ke Laut Jawa. Permasalahan di sektor perikanan cukup kompleks, mencakup minimnya sarana penangkapan dan pengolahan ikan, prasarana pendaratan dan permasalahan pemasaran. Permasalahan ini sangat mempengaruhi kegiatan perikanan secara umum sehingga kelancaran kegiatan masih banyak mengalami hambatan. 105

Kesimpulan yang diperoleh dalam studi AHP sebagai berikut: Industri yang telah banyak berdiri di sepanjang pesisir Bandar Lampung merupakan prioritas yang paling diutamakan untuk terus didukung pengembangannya karena diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dan mampu memenuhi komitmen dengan pihak pemerintah kota untuk dapat menjaga lingkungan pesisir dengan baik sehingga mampu mewujudkan community based development dan konsep ecocity. 5.2.5 Analisis Sensitivitas pada AHP Untuk melihat tingkat sensitivitas perubahan skala prioritas pemanfataan dilakukan uji sensitivitas. Analisis sensitivitas ini dimaksudkan untuk melihat kecenderungan perubahan suatu prioritas terhadap faktor lain yang mempengaruhinya. Adapun hasil dari analisis sensitivitas selengkapnya diuraikan dibawah ini. So s ial 29.7 Perikanan 11.5 Pariwis ata 12.3 Lingkungan 33.5 Pem u kim a n 15.0 Perhu bungan 29.3 Ekonomi 36.8 Industri 31.9 Gambar 26. Diagram Batang Analisis Sensitivitas (Awal) 106

Kondisi awal pendapat para stakeholder (Gambar 26) menunjukkan bahwa skala prioritas pemanfaatan kawasan pesisir Bandar Lampung secara berturut-turut dari yang prioritas utama hingga prioritas terakhir adalah industri (0,319); perhubungan (0,293); pemukiman (0,150); pariwisata (0,123); dan perikanan (0,115). Penetapan skala prioritas tersebut terutama didasarkan atas pertimbangan aspek ekonomi sebagai prioritas utama (0,368), disusul dengan pertimbangan aspek lingkungan sebagai skala prioritas kedua (0,335), dan pertimbangan aspek sosial sebagai skala prioritas terakhir (0,297). Seandainya preferensi para stakeholder terhadap pertimbangan lingkungan meningkat, misalnya akibat adanya perubahan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung ataupun ada dorongan kuat dari masyarakat dan/atau perbankan dan/atau sektor swasta dan/atau LSM di Bandar Lampung, sehingga aspek lingkungan mencapai skala prioritas utama (50%), maka urutan prioritas pemanfaatan masih tetap. Selengkapnya urutan prioritas mulai dari prioritas utama hingga terakhir sebagai berikut: industri (32,0%); perhubungan (30,1%); pemukiman (14,8%); pariwisata (12,1%); dan perikanan (11,1%). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 27. So s ial 22.4 Pe rikanan 11.1 Pa riw is a ta 12.1 L ingkungan 50.0 Pe m u kim a n 14.8 Pe rhubungan 30.1 Ekonomi 27.6 Industri 32.0 Gambar 27. Preferensi terhadap Aspek Lingkungan Ditingkatkan 50% 107

Selanjutnya jika preferensi terhadap aspek lingkungan terus meningkat secara ekstrim hingga mencapai nilai bobot 90,9% seperti telihat pada Gambar 28, maka urutan skala prioritas pemanfaatan akan berubah. Prioritas industri akan sama dengan perhubungan dengan nilai bobot sebesar 32,0%. Sedangkan urutan prioritas lainnya tetap sama seperti kondisi awal. Jika terjadi peningkatan preferensi aspek lingkungan hingga sebesar 90,9%, maka terjadi penurunan preferensi pada aspek ekonomi hingga menjadi 5%, dan aspek sosial hingga menjadi 4,1% (Gambar 28). So s ia l 4.1 Pe rikanan 10.1 Pa riw is a ta 11.5 L ing kungan 90.9 Pe m u kim an 14.4 Pe rhubungan 32.0 Eko no m i 5.0 Indus tri 32.0 Gambar 28. Preferensi terhadap Aspek Lingkungan Ditingkatkan 90,9% Demikian pula jika preferensi para stakeholder terhadap pertimbangan sosial meningkat, misalnya akibat adanya perubahan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung ataupun ada dorongan kuat dari masyarakat dan/atau perbankan dan/atau sektor swasta dan/atau LSM di Bandar Lampung, sehingga aspek sosial mencapai skala prioritas utama (50%), maka urutan prioritas pemanfaatan masih tetap. Hal ini dapat diamati pada Gambar 29. Selengkapnya urutan prioritas mulai dari prioritas utama hingga terakhir sebagai berikut: industri (31,9%); perhubungan (32,1%); pemukiman (14,4%); pariwisata (11,6%); dan perikanan (10%). 108

So s ial 5 0.0 Pe rikanan 1 0.0 Pa riw is a ta 1 1.6 L in gkungan 4 7.4 Pe m u kim a n 1 4.4 Pe rhubungan 3 2.1 Eko no m i 2.6 Indus tri 3 1.9 Gambar 29. Preferensi terhadap Aspek Sosial Ditingkatkan 50% Namun urutan skala prioritas pemanfaatan akan berubah jika preferensi terhadap aspek sosial meningkat secara ekstrim (92,5%), maka prioritas industri akan sama dengan perhubungan dengan nilai bobot sebesar 0,317 atau 31,7%. Sedangkan urutan prioritas lainnya tetap sama seperti kondisi awal (Gambar 30). Jika terjadi peningkatan preferensi aspek sosial hingga sebesar 92,5%, maka terjadi penurunan preferensi pada aspek ekonomi menjadi sebesar 7,4%, dan aspek lingkungan menjadi 0,1% (Gambar 30). S o s ia l 92.5 P e rika nan 10.2 P a riw is a ta 11.9 L ingkungan 0.1 P e m u kim an 14.4 P e rhubungan 31.7 E konom i 7.4 Industri 31.7 Gambar 30. Preferensi terhadap Aspek Sosial Ditingkatkan 92,5% Kondisi ini merupakan kondisi ekstrim yang peluang kejadiannya sangat kecil karena kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak hanya mementingkan aspek lingkungan (pencegahan degradasi dan konservasi 109

sumberdaya alam) atau sosial (pemerataan, tujuan budaya, aktivitas sosial) saja sehingga relatif mengabaikan aspek ekonomi (tenaga kerja, pendapatan masyarakat, optimasi pemanfaatan). Hal ini dapat dilihat dari visi misi Kota Bandar Lampung yang antara lain berisi: menyediakan dan memperluas lapangan kerja, mengusahakan dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan semua pihak dalam mendorong pembangunan, mendukung pengembangan perekonomian, serta menyediakan prasarana dan sarana perkotaan yang berkualitas sesuai dengan tata ruang. Selain itu dalam Propeda Bandar Lampung juga telah digariskan bahwa arah kebijakan utama adalah sektor ekonomi dan sosial. Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir harus terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir Kota Bandar Lampung yang berkelanjutan. Konteks keterpaduan ini mencakup keterpaduan sektoral, keterpaduan bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Oleh karena itu pengelolaan pesisir secara terpadu menghendaki kesamaan visi antar pelaku. Dapat disimpulkan dari hasil analisis sensitivitas bahwa keputusan untuk menetapkan prioritas pemanfaatan utama desa-desa pesisir Bandar Lampung sebagai daerah industri relatif tidak sensitif terhadap perubahan preferensi stakeholder karena dapat mengakomodasi berbagai kepentingan. Dengan kata lain industri tetap merupakan skala prioritas pemanfaatan pesisir kota Bandar Lampung yang merupakan pilihan dari para stakeholder untuk mengembangkan pesisir Kota Bandar Lampung. 110