BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

HAPUSNYA HAK PENUNTUNAN DALAM HUKUM PIDANA. BERLIN NAINGGOLAN, SH Fakultas Hukum Jurusan Pidana Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016. EKSEPSI DALAM KUHAP DAN PRAKTEK PERADILAN 1 Oleh : Sorongan Terry Tommy 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

Hilangnya Sifat Tindak Pidana dan Kewenangan Menuntut Pidana. Faiq Tobroni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL?

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

ALUR PERADILAN PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB III. hukum khususnya dalam penyelesaian perkara-perkara di tingkat peradilan.

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

A. Latar Belakang Masalah

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

PEMERIKSAAN DALAM SIDANG PENGADILAN. Welin Kusuma

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB IV ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PEMERIKSAAN TERSANGKA PENGIDAP GANGGUAN JIWA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

Transkripsi:

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA 3.1 Dasar Filosofis Asas Ne Bis In Idem Hak penuntut umum untuk melakukan penuntuttan terhadap setiap orang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana dijabarkan dalam pasal 137 KUHAP yang berbunyi: Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili Pelimpahan berkas perkara dari penuntut umum ke pengadilan yang berwenang mengadili harus lengkap dan memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan. Penuntutan perkara tindak pidana merupakan tahapan yang saling berhubungan dengan tahapan-tahapan yang lain di dalam proses hukum acara pidana. Tahapan penuntutan (vervolging) pada umunya merupakan tahapan kedua setelah tahapan penyidikan (opsporing) dari penyidik kepolisian. Di dalam hukum acara pidana secara garis besarnya dibagi dalam lima tahapan sebagai berikut: 1. Tahap penyidikan (opsporing); 2. Tahap penuntutan (vervolging); 3. Tahap mengadili (rechtspraak); 4. Tahap melaksanakan putusan hakim (execuse); 32

33 5. Tahap pengawasan dan pengamatan putusan pengadilan. Akan tetapi, tidak terhadap semua perkara tindak pidana dapat dilakukan penuntutan oleh penuntut umum. Di dalam hukum pidana terdapat alasan-alasan yang menyebabkan suatu perkara tindak pidana hapus karena keadaan-keadaan tertentu yang diisyaratkan oleh undang-undang pidana diantaranya yaitu: adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, kematian si pelaku tindak pidana, daluwarsa, penyelesaian perkara diluar proses pengadilan, amnesti dan abolisi. Dengan hapusnya hak penuntutan, maka penuntut umum tidak berhak lagi membawa seseorang ke pengadilan untuk diadili. Asas Ne bis in idem di KUHP dapat ditemukan di pasal 76 KUHP hal ini didasarkan filosofi-filosofi, berikut ini adalah filosofi dari asas nebis in idem menurut beberapa ahli : 1. Alfitra, SH., MH. 1 Dasar pemikiran pasal 76 KUHP sebagai berikut. 1. Untuk menjaga kewibaan pengadilan alat perlengkapan negara. Pengadilan harus memiliki kewibaan akan menimbulkan pelecehan hukum. Begitu juga masyarakat dan pemerintah sendiri harus menaruh kepercayaan dan menghormati segala keputusan pengadilan. Pemeriksaan terhadap perkara yang sama dan perbuatan yang sama oleh pengadilan yang dilakukan berualang kali sebagai perkara baru akan menyebabkan kemerosotan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan pengadilan. Hilangnya kewibawaan 1 Alfitra, S.H., M.H., Hapusnya Hak dan Menuntut Menjalankan pidana, Raih Asia Sukses, Depok, 2012, H.135

34 pengadilan dan merosotya kepercayaan terhadap pengadilan dan menyebabkan merosotnya kewibawaan pemerintah. Pemeriksaan pemerintah karena adanya verzet (perlawanan), banding,kasasi ataupun peninjauan kembali, bukan merupakan pemeriksaan yang berulangulang sebagaimana maksud pasal 76 KUHP, melainkan merupakan kelanjutan pemeriksaan dari pemeriksaan pertama. Adanya lembaga verzet, banding, kasasi ataupun peninjauan kembali (herzining) hanya merupakan saran dan alat untuk memeriksa dan memperbaiki kesesatan keputusan terdahulu. 2. Untuk menciptakan rasa kepastian hukum bagi terdakwa yang telah mendapat keputusan pengadilan atas perbuatannya. Pikiran seseorang telah mendapat keputusan pengadilan atas perbuatannya. Pikiran seseorang telah mendapat keputusan pengadilan yang telah mendapat keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak boleh selalu diganggu atau diombang-ambingkan karena perkaranya disidangkan lagi (nemo de bet bis vaxari) tidak seorang pun atas perbuatannya diwajibkan diganggu untuk kedua kali. 2. Menurut Sugandhi bahwa tujuan asas ne bis in idem, sebagai berikut: 2 1. Agar pemerintah tidak berulang-ulang membicarakan tentang peristiwa pidana (tindak pidana) yang itu-itu saja, sehingga untuk sesuatu peristiwa pidana ada kemungkinan terdapat beberapa keputusan, yang 2012, H.369 2 Roni Wiyanto S.H., M.H., Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Bandung,

35 mana hal ini dapat mengurangi kepercayaan rakyat terhadap pemerintahannya; 2. Sesekali terhadap seseorang yang dianggap sebagai terdakwa kepadanya diberikan rasa ketenangan, sehingga di dalam hatinya tidak terus-menerus tertanam perasaan terancam oleh bahaya penuntutan kembali untuk peristiwa pidana yang telah diputus. Dasar filosofi yang digunakan sebagai dasar penggunaan asas ne bis in idem di indonesia yaitu untuk menghindari rasa ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah khususnya pengadilan yang ada di indonesia dan juga untuk menjaga kepastian hukum yang ada di indonesia sehingga para terdakwa tidak rasa tenang dalam menjalani proses pengadilan. 1.2 Asas Ne Bis In Idem di peradilan Pidana di Indonesia Asas ne bis in idem memiliki arti yang sangat beragam di peradilan Indonesia. Beberapa arti dari ne bis in idem yang dikenal di peradilan Indonesia adalah: 1. Menurut Leden Marpaung 3 Alasan-alasan yang dimuat dalam perundang-undangan untuk hapusnya hak penuntutan adalah: 1. Adanya suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Kematian orang yang melakukan delik; 3. Daluwarsa; 4. Penyelesaian perkara di luar pengadilan. H.100-101 3 Leden Marpaung, Asas Teori-praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005,

36 Hal ini diatur dalam pasal 76 KUHP yang berbunyi: Kecuali dalam hal putusan hakim dapat diubah, orang tidak dapat dituntut sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim di Indonesia dengan putusan yang telah tetap Ketentuan pasal ini dimaksudkan guna memberikan kepastian kepada masyarakat maupun kepada setiap individu agar menghormati putusan tersebut. Prinsip yang dimuat dalam pasal 76 KUHP tersebut dikenal dengan ne bis in idem, yang artinya tidak boleh suatu perkara yang sama yang sudah diputus, diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya oleh pengadilan. Dahulu pada Regelemen Indonesia yang Diperbarui (RIB/HIR) dipergunakan istilah adanya suatu putusan yang tidak dapat diubah lagi. Setelah berlakunya KUHAP, istilah tersebut menjadi adanya suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, upaya hukum tidak dapat digunakan lagi. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, dapat berupa: 1. Putusan bebas; 2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum; 3. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum; 4. Putusan Pemidanaan. Putusan-putusan diatas mengenai penjatuhan putusan tentang delik ( pelanggar atasan pidana) yang telah didakwakan. Berbeda dengan keputusan atau pernyataan hakim dalam hal: 1. Pengadilan tidak berkompeten (berkuasa) untuk mengadili;

37 2. Pembatalan surat dakwaan; 3. Tuntutan pidana tidak dapat diterima. Penerapan ne bis in idem yang tepat dapat terlaksana jika pengertian perbuatan diterapkan dengan tepat. Pada penanganan suatu perkara, perlu dicermati apakah perbuatan tersangka atau terdakwa tersebut pernah diadili? Jika tersangka atau terdakwa pernah diadili, perlu dicermati lagi apakah perbuatannya concursus idealis atau concursus realis. Misalnya: A telah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perbuatan pemerkosaan terhadap diri seorang perempuan bernama R. Akan tetapi, A belum pernah diadili oleh pengadilan atas perbuatan memperkosa diri seorang perempuan bernama S. Dari contoh diatas, diharapkan agar aparat penegak hukum, khususnya penyidik, lebih cermat terhadap pengertian perbuatan. 2. Menurut Alfitra SH., MH 4 Asas Ne bis in idem (non is in idem) berasal dari bahasa latin yang berarti tidak atau jangan dua kali yang sama. Dalam kamus Hukum, Ne bis in idem artiny suatu perkara yang sama tidak boleh lebih dari satu kali diajukan untuk diputus oleh pengadilan. Asas ini dalam peraturan perundang-undangan di negara kita diatur dalam pasal 76 KUHP yang berbunyi: 1. Kecuali diatur dalam putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim 4 Alfitra, S.H., M.H., Hapusnya Hak dan Menuntut Menjalankan pidana, Raih Asia Sukses, Depok, 2012, H.134

38 indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilanpengadilan tersebut. 2. Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, terhadap orang itu dan karena delik itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal: 5 1. Putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum; 2. Putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena lewat waktu. Pasal 76 KUHP melarang untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang telah dijatuhi pidana dan putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde). Tidak dipermasalahkan apakah putusan hakim itu berupa pemidanaan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum. Seorang dapat bebas dari penuntutan untuk kedua kali berdasarkan asas ne bis in idem (pasal 76 KUHP) apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Adanya keputusan pengadilan yang telah telah mempunyai kekuatan yang hukumnya tetap terhadap tindak pidana yang sama. 2. Putusan itu dijatuhkan terhadap orang yang sama. 3. Perbuatan yang dilakukan tersangka/terdakwa sama. 5 Ibid, H.136

39 Dalam teks pasal 76 KUHP dalam bahasa belanda disebut gewijsde. artinya, kekuatan hakim yang berkuatan hukum tetap dan sudah tidak ada alat hukum lagi (rechsmiddle) yang dapat dipakai untuk mengubah keputusan tersebut. Maka, sudah tidak ada cara lagi untuk melakukan upaya hukum lagi, baik berupa verzet, banding maupun kasasi, ataupun peninjauan kembali. Putusan hakim yang merupakan putusan akhir dapat berupa: 1. Putusan bebas (pasal 191 ayat 1 KUHP) 2. Putusan lepas dari segala tutntutan hukum (pasal 191 ayat 2 KUHAP) 3. Putusan pemidanaan (pasal 193 ayat 1 KUHAP) 3. Menurut Roni Wiyanto 6 Asas Ne Bis in Idem putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap terhadap suatu perkara tindak pidana, maka perkara tindak pidana tersebut sudah tidak dapat lagi dilakukan penuntutan yang kedua kalinya, sebagaimana dijabarkan di dalam Pasal 76 KUHP, yang berbunyi : 1. Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pegadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilanpengadilan tersebut. 2012, H.368-370 6 Roni Wiyanto S.H., M.H., Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Bandung,

40 2. Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal : 1. Putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum; 2. Putusan berupa pemindanaandan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa. Prinsip yang diatur di dalam Pasal 76 KUHP tersebut di atas, yaitu apa yang di dalam bahasa Latin disebut asas ne bis in idem. Asas ini berarti bahwa suatu perkara tindak pidana yang telah diputus hakim yang berkekuatan hukum tetap tindak boleh diperiksa, dituntut dan diadili untuk kedua kalinya. Lebih tegasnya bahwa seseorang yang telah mendapat putusan hakim atas suatu tindak pidana tidak boleh dituntut ulang untuk kedua kalinya, artinya putusan hakim yang bersifat tetap tersebut berarti putusan hakim itu bersifat tidak dapat diubah. Asas ne bis in idem merupakan salah satu prinsip untuk mewujudkan adanya kepastian hukum bagi seseorang yang telah mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang telah dilakukan. Penerapan asas ini dapat tepat, apabila suatu pengertian dari tindak pidana diketahui dengan tepat. Adanya putusan hakim di dalam hukum acara pidana dijabarkan di dalam Pasal 191 KUHAP ( UU No.8 Tahun 1981), yang berbunyi ; 1. Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

41 kepadanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. 2. Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. 3. Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, terdakwa perlu ditahan. Selanjutnya mengenai jenis putusan hakim juga dijabarkan di dalam Pasal 193 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi : Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 191 dan 193 ayat (1) KUHAP tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa putusan hakim mengenai suatu tindak pidana yang diadili terdiri atas tiga jenis, sebagai berikut : 1. Putusan bebas, yaitu apabila suatu tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti; 2. Putusan lepas dari segala tuntutan, yaitu apabila perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana;

42 3. Penjatuhan pidana, yaitu apabila terdakwa bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Maka, apabila seseorang telah mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap terhadap sesuatu tindak pidana dari salah satu jenis putusan hakim tersebut di atas, maka berdasarkan asas ne bis in idem ia tidak boleh dituntut ulang untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama. Akan tetapi, hal ini bukan berarti putusan hakim tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. Hal ini karena, di dalam hukum acara pidana dikenal adanya upaya hukum yang disebut banding, kasasi dan peninjauan kembali putusan hakim kepada pengadilan yang lebih tinggi. Dalam pelaksanaan asas ne bis in idem ditegaskan pula dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan dengan asas nebis in idem yang berbunyi : Sehubungan dengan banyaknya laporan mengenai pengulangan perkara dengan obyek dan subyek yang sama dan telah diputus serta mempunyai kekuatan hukum tetap baik dari tingkat judex factie sampai dengan tingkat kasasi baik dari lingkuangan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara, maka dengan ini Mahkamah Agung meminta perhatian sungguh-sungguh dari seluruh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama mengenai masalah tesebut. Agar asas nebis in idem dapat terlaksana dengan baik dan demi kepastian bagi pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda, maka : 1. Proses di Pengadilan yang sama.

43 1. Panitera harus cermat memeriksa berkas perkara dan melaporkan kepada Ketua Pengadilan apabila terdapat perkara serupa yang telah diputus di masa lalu; 2. Ketua Pengadilan Wajib memberi catatan untuk Majelis Hakim mengenai keadaan tersebut; 3. Majelis Hakim wajib mempertimbangkan baik pada putusan eksepsi maupun pada pokok perkara, mengenai perkara serupa yang pernah diputus di masa lalu. 2. Proses di Pengadilan yang berbeda lingkungan. 1. Panitera Pengadilan yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Pengadilan dimana perkara tersebut pernah diputus; 2. Melaporkan kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan adanya perkara yang berkaitan dengan nebis in idem. 3. Proses pengiriman ke Mahkamah Agung. 1. Pengadilan yang bersangkutan wajib melaporkan kepada Mahkamah Agung tentang adanya perkara yang berkaitan dengan azas nebis in idem. Dalam surat edaran tersebut, Ketua Mahkamah Agung pada waktu itu mengharapkan agar pengadilan tidak memutuskan hal yang berbeda sehingga terciptanya kepastian hukum agar sesuai dengan filosofi asas nebis in idem tersebut. Dalam hal penuntutan, penuntut umum juga diwajibkan untuk cermat dalam memeriksa berkas perkara yang dilimpahkan dari pihak penyidikan dari

44 satuan kepolisian yang menangani kasus tersebut. Sehingga dalam hal pembuatan berkas perkara, asas nebis in idem ini dapat digunakan untuk menjadi alasan dalam hapusnya hak penuntutan kepada seseorang yang telah diputus perkaranya dan memiliki kekuatan hukum yang tetap.