BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan manusia.

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL PEMECAHAN MASALAH KONTEKSTUAL GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN ADVERSITY QUOTIENT (AQ)

BAB II KAJIAN TEORI. dapat ditemukan cara mengatasi situasi tersebut. Menurut Billstein a problem

Bella Agustin Hariyanto Bambang Soerjono. Program Sarjana, STKIP PGRI Sidoarjo Jalan Kemiri Sidoarjo. Abstak

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB III METODE PENELITIAN. siswa SMP dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan Adversity

PROSES BERPIKIR SISWA QUITTER DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Abstrak. Kata Kunci: adversity quotient, adversity response profile, siswa climber, proses berpikir, pemecahan masalah matematika.

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2016 dengan tujuan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA MATERI REGULA FALSI

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adjie (2006) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, ditambah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Masalah Matematika. Masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan tujuan yang

REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR. Janet Trineke Manoy

HALAMAN PERSEMBAHAN...

PROFIL KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA OPEN-ENDED MATERI PECAHAN BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA

PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

Profil Berpikir Logis dalam Memecahkan Masalah oleh Mahasiswa Calon Guru Tipe Camper

Kiky Floresta et al., Pelevelan Adversity Quotient (AQ) Siswa...

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara.Namun permasalahannya saat ini ialah banyak peserta didik yang kurang mencintai

PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI POLYA DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT TIPE CLIMBER

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya, baik pada dimensi intelektual moral maupun

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut NCTM (2000) pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DITINJAU BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

PEMECAHAN MASALAH PADA SOAL CERITA UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR

BAB IV HASIL PENELITIAN. sisawa dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan Adversity Quotient

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

IDENTIFIKASI BERPIKIR LOGIS MAHASISWA TIPE CLIMBER DAN QUITTER DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI. FKIP, Universitas PGRI Madiun

ANALISIS KESULITAN MEMECAHKAN MASALAH PADA MATA KULIAH FISIKA MODERN MAHASISWA CALON GURU FISIKA

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

JMEE Volume VI Nomor 2, Desember Anis Hanafiah 1, Riyadi 2, Imam Sujadi 3

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

JURNAL ERROR ANALYSIS OF STUDENTS IN RESOLVING PROBLEMS LOGARITHMS SMK KARTANEGARA KEDIRI TENTH GRADE ODD SEMESTER ACADEMIC YEAR 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PECAHAN DALAM BENTUK CERITA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 PALOPO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

Adversity Quotient sebagai Acuan Guru dalam Memberikan Soal Pemecahan Masalah Matematika. Suhartono

PROFIL SISWA SMP DALAM PEMECAHAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN LITERASI MATEMATIS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) TESIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif

PENGEMBANGAN MODUL PADA MATERI SEGI EMPAT UNTUK SISWA KELAS VII SMP BERDASARKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA. Ardiyanti 1), Haninda Bharata 2), Tina Yunarti 2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah

PROFIL SISWA SMP DALAM PEMECAHAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN LITERASI MATEMATIS DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ)

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

Pendahuluan. Wisas Yuan Isvina et al., Proses Berpikir Kreatif dalam Memecahkan...

BAB II KAJIAN TEORI. apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikerjakan untuk menyelesaikannya. Menurut Shadiq (2004) Suatu

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, salah satu tujuan dari pendidikan agama Islam yaitu untuk menanamkan

ANALISIS KESALAHAN SISWA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI KUBUS DAN BALOK BERDASARKAN PROSEDUR NEWMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang dimuat dalam Standar Isi

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Metode Problem Solving. Berbicara tentang pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh

Masfingatin dan Murtafi ah, Kemampuan Berpikir Logis Mahasiswa... 19

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis ABSTRAK

Soejadi (dalam Junaidi pada Blogspot.com, 2011) mengemukakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau Dari Gender Di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMTIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SMP NEGERI 2 TELAGA

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan masalah yang harus dipikirkan dan direncanakan

KECENDERUNGAN SISWA KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 ROWOKELE DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah, Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa lepas

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan

TINJAUAN PUSTAKA. keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi lingkungannya.

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN OPEN ENDED

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

Titin Masfingatin Pendidikan Matematika, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN ENDED

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMP BERDASARKAN LANGKAH POLYA

BAB II KAJIAN TEORETIS. Soal cerita merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat bermakna dan

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dari berbagai bidang juga dipengaruhi oleh ilmu matematika. Hal ini dikarenakan karakteristik ilmu matematika yang dapat diterapkan ke dalam bidang ilmu yang lain. Misalkan ilmu matematika yang diterapkan pada bidang ilmu ekonomi, yaitu materi fungsi pada ilmu matematika digunakan untuk mempelajari materi fungsi permintaan dan fungsi penurunan pada bidang iulmu ekonomi. Pemahaman tentang manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari sangat berperan penting untuk memotivasi siswa mempelajari matematika. Dengan rasa ingin tahu dan minat dalam diri siswa akan membantu mereka membangun pemahaman konsep yang telah dipelajari dengan baik. Namun kenyataan di lapangan, banyak terjadi guru lebih menekankan pada pengajaran ilmu matematika yang bersifat abstrak, dalam artian guru memberikan materi berisi konsep dan rumus-rumus kemudian memberikan soal-soal yang merupakan penerapan dari rumus-rumus tersebut. Melatih siswa dengan soal 1

2 penerapan yang mengaitkan lingkungan sekitar siswa masih jarang dilakukan oleh guru. Perubahan kurikulum terus dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa melalui Departemen Pendidikan Nasional. Sejak tahun 2006 hingga sekarang kurikulum yang dianut adalah kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1 ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. 1 KTSP memberikan kebebasan pada setiap satuan pendidikan dan melibatkan masyarakat untuk mencapai keefektifan proses belajar mengajar di sekolah. Mulyasa juga mengungkapkan bahwa salah satu standar kompetensi kelompok mata pelajaran (SK-KMP) pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk Satuan Pendidikan SMP / MTs / SMPLB / Paket B adalah siswa mampu menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dengan kehidupan sehari-hari. 2 Hal ini berarti bahwa siswa dituntut untuk mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari secara mandiri sebagai bekal masa depan mereka. Memecahkan suatu masalah matematika dapat memberikan pengalaman baru pada siswa dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah 1 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), 2006, hal 67 2 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), 2006, hal 71

3 dimiliki, dengan kata lain siswa dapat berlatih dan menyempurnakan konsepkonsep, teorema-teorema yang telah dipelajari sebelumnya. 3 Banyak sekali manfaat melatih siswa menyelesaikan soal berupa pemecahan masalah. Ruseffendi menyatakan beberapa alasan mengapa siswa perlu diberi soal tipe pemecahan masalah, diantaranya karena kegiatan memecahkan masalah dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa, memotivasi siswa dan menumbuhkan sifat kreatif siswa dalam menemukan solusinya, dapat meningkatkam kemampuan penerapan siswa dari ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh ke dalam kehidupan nyata, dapat menumbuhkan kemampuan analisis dan sintesis siswa, serta siswa dapat melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan. 4 Suatu permasalahan yang diberikan kepada siswa sebaiknya menggunakan obyek-obyek yang berada di sekitar lingkungan siswa. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah memahami permasalahan yang mengandung obyek-obyek yang telah dikenal oleh siswa. Dengan pemahaman tersebut akan timbul keinginan siswa untuk menemukan penyelesaiannya. Namun pada kenyataannya, siswa masih kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika. 5 Kemampuan siswa dalam menerapkan konsep yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah masih kurang, sehingga siswa kesulitan dalam menemukan solusi untuk masalah yang diberikan. 3 H. Herman Huojo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Universitas Negeri Malang,2003), hal; 166 4 E.T. Ruseffendi, Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA, (Bandung Trasito, 1988), hal; 341 5 Prof. R. Soedjadi, Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah, (Surabaya : UNESA, 2007), hal ; 46

4 Pada penelitian ini siswa akan diberi soal tes pemecahan masalah yang dikerjakan secara individu. Langkah-langkah penyelesaian setiap siswa akan dianalisis berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu (1) understanding the problem; (2) devising a plan (3) carrying out the plan; (4) looking back. 6 Menurut penulis, langkah-langkah pemecahan masalah tersebut bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah (1) memahami masalah; (2) merencanakan penyelesaian; (3) melaksanakan rencana penyelesaian; (4) melihat kembali penyelesaian. Hasil dari analisis tersebut digunakan untuk mengungkap profil kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Setiap siswa tentu memiliki kemampuan dan potensi yang berbedabeda, Stoltz mengelompokkan orang ke dalam 3 (tiga) kategori AQ, yaitu; quitter (AQ rendah), camper (AQ sedang), dan climber (AQ tinggi). Mereka yang tergolong quitter cenderung berusaha menjauh dari permasalahan, begitu melihat kesulitan, ia akan memilih mundur, dan tidak berani menghadapi permasalahan. Camper menunjukkan bahwa anak yang tak mau mengambil resiko yang terlalu besar dan merasa puas dengan kondisi atau keadaan yang telah dicapainya. Sedangkan kategori climber menyambut baik tantangan, dapat memotivasi diri, memiliki semangat tinggi dan mereka cenderung membuat segalanya terwujud. 7 6 G. Polya, How to Solve It, (New Jersey. Puceton University Pres, 1973), hal. 78 7 Paul Stoltz, Adversity Quotient : Turning Obstacles into Opportunities (mengubah hambatan menjadi peluang). 2000. Hal. 8

5 Dalam pembelajaran Stoltz mengelompokkan siswa ke dalam tiga kategri, siswa yang mempunyai Adversity Quotient (AQ) rendah (quitter) cenderung cepat menyerah pada situasi dan tidak bersemangat untuk menghadapi masalah. Baginya, masalah adalah sesuatu yang abadi dan tidak mungkin terselesaikan, serta ketidakberdayaan diri dan pribadinya. Siswa yang memiliki AQ sedang (camper) adalah seorang yang masih memiliki sedikit inisiatif dan semangat untuk meraih sesuatu yang memiliki resiko rendah. Namun, tingkat solidaritas terhadap kawannya yang tidak terlalu tinggi, hanya mencapai sesuatu yang sekedar mengungguli teman-teman yang di bawahnya. Sementara itu siswa yang memiliki AQ tinggi (climber) cenderung menganggap kesulitan berasal dari luar dirinya dan menempatkan perannya sendiri pada tempat yang sewajarnya. Kesulitan justru membuatnya menjadi seseorang yang pantang menyerah. Mereka adalah orang optimis yang memandang kesulitan bersifat sementara dan dapat diatasi. Kemampuan AQ siswa dikelompokkan dan diukur dengan sebuah tes angket Adversity Respon Profile (ARP) dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau skor. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian yang berjudul : Profil Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Adversity Quotient (AQ).

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah : 1. Bagaimana profil kemampuan siswa Climber dalam memecahkan masalah matematika? 2. Bagaimana profil kemampuan siswa Camper dalam memecahkan masalah matematika? 3. Bagaimana profil kemampuan siswa Quitter dalam memecahkan masalah matematika? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mendiskripsikan profil kemampuan siswa Climber dalam memecahkan masalah matematika? 2. Untuk mendiskripsikan profil kemampuan siswa Climber dalam memecahkan masalah matematika? 3. Untuk mendiskripsikan profil kemampuan siswa Climber dalam memecahkan masalah matematika?

7 D. Batasan Masalah Untuk menghindari meluasnya pemahaman dalam penelitian ini maka ditetapkan keterbatasan penelitian sebagai berikut : 1. Masalah yang diberikan dalam proposal ini hanya terbatas pada materi Persamaan Linear Satu Variabel dengan bentuk soal cerita. 2. Subjek penelitian dilaksanakan pada siswa SMP/MTs kelas VII. 3. Subjek penelitian diasumsikan mengerjakan tes dengan sungguhsungguh. E. Definisi Operasional Untuk menghindari perbedaan penafsiran pada penelitian ini, maka peneliti menjelaskan beberapa istilah yang digunakan pada penelitian ini. 1. Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan mengatasi kesulitan (daya juang). 2. Profil kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika adalah gambaran atau diskripsi kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika berdasarkan tahapan penyelesaian masalah menurut Polya.

8 3. Pemecahan masalah adalah suatu rangkaian proses yang dimulai dari memahami masalah, merencanakan masalah, melaksanakan rencana, dan mengecek kembali hasil penyelesaian masalah. 4. Masalah matematika adalah soal matematika yang tidak rutin bagi siswa dan disajikan dalam bentuk soal cerita. 5. Siswa quitter adalah siswa yang memiliki AQ sebesar 59 ke bawah. 6. Siswa camper adalah siswa yang memiliki AQ sebesar 95-134. 7. Siswa climber adalah siswa yang memiliki AQ sebesar 166-200 F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai masukan atau sumbangan teori tentang profil kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan Adversity Quotient (AQ). 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan penelitian yang berkaitan dengan profil kemampuan siswa berdasarkan Adversity Quotient (AQ), khususnya dalam penyelesaian masalah matematika.