BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: Ilfiandra, M.Pd. Mubiar Agustin, M.Pd. Ipah Saripah, M.Pd.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengembangkan kematangan karir siswa SMA disajikan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang. penelitian, pembatasan dan rumusan masalah, identifikasi masalah dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

STANDARISASI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA SUNARYO KARTADINATA

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pembelajaran di sekolah dibangun oleh beberapa aspek, mulai

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

KISI KISI UKG 2015 GURU BK/KONSELOR

TINGKAT KINERJA KONSELOR PROFESIONAL

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan pada Bab IV maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

DEFINSI MODEL PERANGKAT ASUMSI, PROPORSI, ATAU PRINSIP YANG TERVERIFIKASI SECARA

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Studi tentang pengembangan model pelatihan berbasis kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan konseling merupakan bagian penting dalam pelaksanaan

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ihsan Mursalin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Praktik Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling

PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh: Drs. Kuntjojo

BERBAGAI PENDEKATAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SETTING SEKOLAH DI INDONESIA

IMPLEMENTASI STANDARISASI KONSELING UNTUK MENINGKATKAN PROFESI KONSELOR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan dan analisis data mengenai kendali

PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH: DRA. WIRDA HANIM M.PSI

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang

ORIENTASI DAN RUANG LINGKUP BIMBINGAN KONSELING NUR ASIKOH NIM : SALBIAH HARAHAP NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Kurikulum Prodi Bimbingan dan Konseling

RESUME PRESENTASI KULIAH BIMBINGAN DAN KONSELING. #1: Keterkaitan, Keunikan, Tugas Guru dan Konselor

PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP MASALAH KEPADA PARA GURU BK DI KECAMATAN SUKAWATI GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1 P P L U N Y

BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM Disampaikan oleh HARTONO Program Studi BK FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

PERKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING A. Perkembangan Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bagian ini, akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan

PERAN PENGAWAS BK UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ASESMEN DALAM BK PPT 3 1

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ISSN No Media Bina Ilmiah 1

PENGARUH LATIHAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PEMBIMBING DI SMA/SMK SE KOTA MAKASSAR

BAB I PENGANTAR A. Alasan Praktik B. Tujuan Praktik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KETERLAKSANAAN LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL PADA GURU BK SMPN DI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Pendekatan dan Teknik Bimbingan dan Konseling. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL (UKA) GURU BIMBINGAN DAN KONSELING TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Para kepala sekolah, guru, warga sekolah, stakeholder sekolah atau yang

BAB I PENDAHULUAN. pada titik di mana pelayanan itu harus dilakukan. Keberhasilan dalam upaya memberikan pelayanan optimal guru terhadap

PERSEPSI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO TERHADAP PROFESI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N (AKHIR) Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat strategis dalam

PELAKSANAAN SUPERVISI KLINIS KEPALA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN PADA SMA NEGERI 2 SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2). Fokus pada kesadaran pada proses pembelajaran dan tanggung jawab. 3). Peran dosen tidak mengajari tetapi menstimulasi proses yang aktif.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. SMA Negeri 2 Sarolangun) dapat disimpulkan sebagai berikut :

II. Rangkuman Eksekutif

Perspektif Historis Konseling

PENDIDIKAN PROFESI GURU ( PPG ) SEBUAH CATATAN PENINGKATAN KUALITAS GURU

CIRI-CIRI SUATU PROFESI ADA STANDAR UNJUK KERJA YANG BAKU DAN JELAS. ADA LEMBAGA PENDIDIKAN KHUSUS YANG MENGHASILKAN PELAKUNYA DENGAN PROGRAM DAN JENJ

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan salah satu tenaga kependidikan yang dituntut

REVITALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENCAPAI TUJUAN UTUH PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, baik untuk memahami realitas, nilai-nilai dan kebenaran, maupun

ETIKA PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

Pekerjaan Sosial PB :

EVALUASI PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DI SMAN 46 JAKARTA SELATAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dengan pendekatan mentoring halaqah dalam meningkatkan

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Standar Kompetensi Konselor

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1 P P L U N Y

Transkripsi:

200 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Bertitik tolak dari masalah penelitian yang ingin dipecahkan dan hasil analisis data penelitian ini, didapatkan lima buah konklusi, sebagai berikut: 5.1.1 Standar kompetensi konselor profesional. Kesimpulan ini didasari oleh temuan penelitian tentang pendapat pakar Bimbingan Konseling mengenai relevansi kompetensi konselor profesional dan dengan mengacu pada draft Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang dihasilkan Kongres X Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia di Semarang tanggal 13 16 April 2005. Standar kompetensi konselor profesional yang dihasilkan telah disesuaikan dengan budaya kolektif yang menekankan interdependensi ketimbang independensi. Penelitian ini menemukan tiga bangun konstruk kompetensi melalui berbagai masukan sumber konseptual, yaitu kompetensi profesional, kepribadian, dan kompetensi kependidikan. Konseling di Indonesia berakar dan tumbuh pada lahan pendidikan, sehingga kompetensi kependidikan (peran konselor sebagai pendidik) dalam menggali serta membelajarkan siswa penting distandardisasi. Standar kompetensi konselor profesional yang terdiri atas dimensi-dimensinya direkonseptualisasi menjadi suatu bangun konstruk kompetensi sebagai temuan baru bagi ilmu Bimbingan Konseling dan pendidikan. Sementara

201 itu, konstruk kepribadian secara konteks proporsional hadir dalam penerapan kompetensi profesional dan kependidikan. 5.1.2 Tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional yang dicapai para konselor saat ini secara empirik berada pada tingkat cukup dalam keseluruhan kompetensi konselor profesional, meskipun tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional yang ditampilkan konselor secara empirik bila dilihat dari tiap-tiap dimensi terbukti amat variatif. Pencapaian tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional yang tergolong cukup ini diperoleh oleh subyek konselor 12 SMAN di tiga kota yang selalu berinteraksi, berkolaborasi, dan mengakses informasi konseling melalui pakar BK, serta lebih terjaminnya pengadaan fasilitas BK, dibandingkan jumlah subyek konselor yang besar jauh dari akses informasi konseling maupun prioritas pengadaan fasilitas BK (misalnya sekolah swasta di desa-desa). Tampak bahwa tingkat performansi aktual kompetensi dimensi yang rendah adalah dimensi kompetensi yang secara operasional di sekolah jarang ditampilkan, dan dimensi kompetensi yang sering diterapkan di sekolah pada umumnya berada pada tingkat tinggi. Kesimpulan ini didasarkan pada temuan penelitian yang menyatakan bahwa tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional secara umum mencapai sebesar 67.61% (cukup). Tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional dimensi Konseling Adiksi 54.17%, kompetensi Multikultural dan Populasi Khusus

202 58.20%, kompetensi Evaluasi dan Riset 57.42%, kompetensi Pengukuran 58.20% tergolong rendah dan cukup cenderung rendah. 5.1.3 Latar belakang pendidikan dan keadaan penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling memberikan urunan yang tinggi pada pencapaian tingginya tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional. Kesimpulan ini didasarkan pada dua temuan penelitian yang menyatakan bahwa pertama, tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional yang berlatar belakang pendidikan Bimbingan Konseling mencapai sebesar 70.13% (tinggi), sedangkan tingkat performansi aktual konselor tersebut yang bukan berlatar belakang pendidikan Bimbingan Konseling hanya 63.67% (cukup). Kesimpulan ini juga didasarkan pada temuan penelitian kedua bahwa tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional yang bertugas di sekolah yang penyelenggaraan BK-nya baik mencapai 70.14% (tinggi), sedangkan tingkat performansi aktual konselor yang bertugas di sekolah yang penyelenggaraan BK-nya kurang memadai mencapai sebesar 64.55% (cukup). Temuan lebih lanjut di bawah ini juga mendasari atau mendukung kesimpulan di atas bahwa tingkat performansi aktual kompetensi konselor yang berlatar belakang Bimbingan Konseling di sekolah yang penyelenggaraan BK-nya baik tugasnya mencapai 72.89% (tinggi), tingkat performansi aktual kompetensi konselor yang berlatar belakang Bimbingan Konseling di sekolah yang BK-nya kurang baik tugasnya mencapai sebesar 67.23% (cukup), seterusnya tingkat performansi aktual

203 kompetensi konselor yang berlatar belakang pendidikan non-bk di sekolah yang BK-nya baik tugasnya mencapai sebesar 66.48% (cukup), tingkat performansi aktual kompetensi konselor yang berlatar belakang pendidikan non-bk di sekolah yang BK-nya kurang memadai tugasnya hanya mencapai 59.46 % (cukup cenderung rendah). Penurunan yang terjadi pada pencapaian persentase tingkat performansi aktualnya, 72,89% (tinggi) turun menjadi 67.23% (cukup), 66.48% (cukup) dan kemudian 59.46% (cukup cenderung rendah) memperkuat dukungan bahwa latar belakang pendidikan dan keadaan penyelenggaraan BK-nya memberikan urunan bagi pencapaian tingkat performansi aktual kompetensi konselor profesional. Secara teoretik, dikatakan bahwa kompetensi konselor profesional dan kondisi penyelenggaraan BK yang kondusif di tempat tugas merupakan penentu peningkatan performansi aktualnya. 5.1.4 Secara terukur dan akuntabel, program pendidikan akademik maupun profesi dapat merancang program yang tepat berdasarkan analisis temuan secara keseluruhan performansi aktual kompetensi konselor profesional dan standar ideal kompetensi konselor profesional. Secara lebih rinci, pendidikan akademik atau profesi dapat merancang program yang empirik akurat berdasarkan hasil analisis threshold standards dalam tiap-tiap dimensi kompetensi konselor profesional yang bervariasi. Dapat dikatakan bahwa konselor yang bertugas di jalur paling depan di SMAN di Indonesia relatif memiliki ambang batas tiap dimensi

204 kompetensi sebagaimana yang telah ditemukan dalam penelitian ini. Kesimpulan ini didasarkan atas hasil temuan data empirik bahwa secara keseluruhan tingkat performansi yang diharapkan (threshold standards level) mencapai sebesar 80.00% (tinggi), yang diperoleh melalui hasil analisis teoretik standar kompetensi konselor profesional dan tingkat performansi aktual kompetensi konselor di SMAN di Indonesia. Secara spesifik, ditemukan pula bahwa tingkat ambang batas dalam dimensi ciri kepribadian, konseling individual, konseling sekolah berada pada tingkat sangat tinggi; sedangkan dimensi konseling anak dan remaja, konseling kelompok, konseling pranikah/perkawinan/keluarga, kompetensi multikultural dan populasi khusus, kompetensi pengembangan karier klien, kompetensi konsultasi, kompetensi daignosis, dokumentasi rekord dan referal berada pada tingkat tinggi; dan dimensi konseling adiksi, kompetensi pengembangan program bimbingan, kompetensi supervisi konselor, kompetensi evaluasi dan riset, kompetensi pengukuran berada pada tingkat cukup. Hasil ini memberi makna bahwa dimensi kompetensi konseling adiksi, pengembangan program bimbingan, supervisi konselor, evaluasi dan riset prioritas pertama untuk ditingkatkan, kemudian diikuti dengan peningkatan semua dimensi yang tingkat ambang batasnya tinggi sebagaimana dirinci di atas. 5.1.5 Secara umum keseluruhan kompetensi konselor profesional yang dikembangkan untuk menjadi standar telah disepakati oleh para pakar bimbingan konseling sebagai kompetensi yang sangat penting atau

205 penting dimiliki, dikuasai oleh konselor. Kesimpulan ini didasarkan atas temuan penelitian pencapaian persentase jumlah pakar yang menyepakati seluruh dimensi kompetensi konselor profesional penting. Pakar bimbingan konseling yang menyatakan tidak penting hanya pada beberapa item pada dimensi kompetensi pengembangan karier klien, kompetensi konsultasi, kompetensi diagnosis dokumentasi referal masingmasing 1.48%, 3.33%, dan 5.64%, yang langung tidak digunakan untuk penuangan standar akhir (dapat dilihat pada tabel 4.8 lampiran 10). Para pakar bimbingan konseling juga merinci alasan atau rasionel pentingnya masing-masing dimensi kompetensi konselor profesional (dapat dilihat pada tabel 4.6 lampiran 10). 5.2 REKOMENDASI Beberapa rekomendasi penulis ajukan berdasarkan pada temuantemuan penelitian ini. Rekomendasi pertama berkenaan dengan pengambilan kebijakan dalam pengembangan program pendidikan konselor atau profesi oleh LPTK di universitas yang bekerjasama dengan ABKIN dalam menghasilkan konselor profesional. Dengan adanya data empirik yang menyatakan bahwa standar kompetensi konselor profesional yang dikembangkan oleh penulis telah terbukti disepakati oleh 50.02% pakar BK yang menyatakan sangat penting; 42.64% pakar BK menyatakan penting dan 8.88% pakar BK menyatakan agak penting, maka standar kompetensi konselor profesional ini layak diterima. Oleh karena itu, standar kompetensi konselor profesional ini layak

206 dipertimbangkan untuk dijadikan dasar pengembangan program pendidikan konselor, baik melalui pendidikan pra-jabatan (pendidikan calon konselor) maupun pendidikan dalam jabatan/pendidikan profesi (inservice training). Rekomendasi kedua berkaitan dengan khususnya dijalankannya misi ABKIN dalam upaya meningkatkan profesionalisme para praktisi di lapangan. Pencapaian profesionalisme konselor melalui aplikasi dan implementasi standar kompetensi konselor profesional yang telah dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan pada gilirannya akan meningkatkan public trust pengguna jasa konselor terhadap profesi konselor dan meningkatkan akuntabilitas layanan konseling terhadap klien atau pengguna jasa layanan itu sendiri. Bentuk kegiatannya bisa berupa pelatihan atau pendidikan profesi untuk memberikan kredensial konselor di Indonesia. Rekomendasi ketiga berkenaan dengan pembinaan kualitas kompetensi konselor oleh kepala sekolah di sekolah atau pimpinan institusi di masyarakat. Standar ini dapat dijadikan pedoman atau instrumen evaluasi mengenai potret kemampuan konselor baik untuk merekrut konselor baru maupun membina konselor yang sekarang bertugas di sekolahnya (terdapat data threshold standards level tiap sekolah dalam penelitian ini). Bergerak dari titik anjak (departure point) ini, kepala sekolah hendaknya merencanakan, membina, mengendalikan program in-service training konselor agar efektif menangani permasalahan

207 dan kebutuhan perkembangan anak di sekolah. Kepala sekolah atau pimpinan lembaga hendaknya berupaya menciptakan suasana kondusif penyelenggaraan BK di sekolah atau lembaga dan menghormati spesialisasi keahlian BK yang dihasilkan oleh LPTK dalam BK atau ABKIN. Dengan demikian, konselor praktisi saat ini dan yang akan datang seluruhnya harus memiliki keahlian spesialisasi profesional dalam BK. Secara realistis operasional di sekolah, konselor menghadapi konflik antara tuntutan kinerja profesional dan tuntutan administratif. Dengan adanya temuan penelitian dimensi kompetensi ini justru peluang untuk mengupayakan duduk bersama dengan penentu kebijakan untuk menentukan proporsi kedua tuntutan tersebut dengan memperhatikan pemenuhan tugas perkembangan dan kesejahteraan klien/siswa. Tentu tidak semua dimensi kompetensi yang ada diunjukkerjakan untuk memenuhi layanan di setting sekolah, karena dimensi kompetensi konselor profesional yang distandar tidak hanya untuk setting sekolah melainkan juga setting masyarakat. Penulis merekomendasikan pula kepada para konselor baik di sekolah maupun di masyarakat, khususnya yang bekerja di tingkat SMA, untuk menjadikan standar ini sebagai dasar dalam mengevaluasi atau meningkatkan performansi kompetensi konselor profesional sesuai dengan temuan tingkat threshold standards dalam penelitian ini. Artinya, para konselor secara terukur dapat menitikberatkan skala prioritas dimensi kompetensi yang seharusnya dibenahi segera dalam upaya meningkatkan

208 profesionalitasnya melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar, dan pendidikan profesi. Rekomendasi terakhir berkenaan dengan pentingnya dilakukan penelitian lanjutan terhadap hasil penelitian ini. Penulis menyadari akan adanya kekurangan-kekurangan, baik dalam kaitannya dengan konsep teori atau metode yang digunakan, ataupun dengan temuan penelitian yang dihasilkan. Dengan perkataan lain, keseluruhan hasil dan temuan penelitian ini sangat mungkin dan seharusnya untuk lebih didalami atau diverifikasi ulang secara mendalam. Oleh sebab itu, penulis merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini, baik untuk memperdalam penelitian ataupun memperluas materi atau dimensi spesifik lainnya karena profesi konselor itu adalah profesi yang berubah (berkembang) secara terus menerus sejalan dengan perubahan dunia. Kompetensi perlu diadaptasi atau diperbaharui terus menerus sesuai perubahan. Penelitian-penelitian yang diarahkan pada kesalingterkaitan antar dimensi kompetensi konselor profesional sesungguhnya amat menarik, sehingga dari penelitian seperti ini ditemukan keterpaduan antar dimensi dalam variabel kompetensi konselor profesional. Temuan seperti ini juga akan lebih memantapkan konstruk dimensi yang inheren di dalamnya.