BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2020 Indonesia diperkirakan merupakan negara urutan ke-4

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

I. PENDAHULUAN. tahun. Peningkatan penduduk usia lanjut di Indonesia akan menimbulkan

MANUSKRIP UNIVERSITAS ESA UNGGUL HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI BANGSAL RAWAT INAP

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia (lanjut usia)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. diprediksikan terdapat peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kelahiran, penurunan kematian bayi dan peningkatan usia harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menopause merupakan berhentinya masa menstruasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak),

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

Lentera Vol. 14 No.2 Maret

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat terjadi pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kesehatan manusia dan diperlukan untuk menentukan kualitas fisik, biologis, kognitif dan psikososial sepanjang hayat manusia. Komposisi zat gizi dan jumlah makanan yang dikonsumsi sangat berkaitan dengan fungsi fisiologis tubuh, kuantitas dan variasi makanan yang tersedia. Diet seimbang adalah diet yang mengandung baik makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak dapat dipertahankan, dapat terjadi malnutrisi yang berdampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang (Sulivan DH, 2009). Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein, energi dan zat gizi lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh (Haris D, 2005). Status gizi pada lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai hal. Perubahan fisiologis, komposisi tubuh, asupan nutrisi dan keadaan ekonomi merupakan hal hal yang dapat memicu terjadinya berbagai masalah gizi pada lanjut usia (Potter dan Pierry, 2005). Malnutrisi terdiri dari dua hal yaitu kondisi gizi kurang dan gizi lebih. Kondisi gizi kurang paling sering bermanifestasi sebagai kurang energi protein atau KEP. Kondisi kurang energi protein ditandai dengan adanya manifestasi klinis seperti wasting dan IMT (Indeks Massa Tubuh) yang rendah serta abnormalitas penanda biokimiawi seperti albumin atau 1

protein lain akibat asupan gizi yang tidak adekuat. Kondisi gizi lebih dapat bermanifestasi sebagai dislipidemia, hipervitaminosis dan obesitas. Walau demikian, usia lanjut yang gemuk dapat pula mengalami kurang protein akibat diet yang tidak seimbang, penyakit dan kurang aktifitas (PERGEMI, 2012). Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004, secara statistik dan kependudukan di Indonesia pada usia 19 49 tahun tergolong usia dewasa, usia 50 64 tahun tergolong dalam usia setengah tua, sedangkan usia 65 tahun keatas tergolong dalam usia tua/lanjut usia. Umur biologis yang berjalan terlalu cepat banyak dipengaruhi oleh kebiasaan makan yang kurang seimbang, kurang baiknya pemeliharaan kesehatan serta kurangnya aktivitas mental dan fisik (Almatsier, 2011). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga mengalami peningkatan populasi penduduk lanjut usia dari 4,48% (5.300.000 jiwa) pada tahun 1971 menjadi 9,77% (23.900.000 jiwa) pada tahun 2010. Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan menjadi ledakan penduduk lanjut usia sebesar 11,34% atau sekitar 28.800.000 jiwa (Makmur, 2006). Jumlah absolut penduduk lanjut usia penduduk Indonesia, baik pria maupun wanita telah meningkat dari 4.900.000 jiwa pada tahun 1950 menjadi 16.300.000 jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 73.600.000 jiwa pada tahun 2050 (Fatmah, 2010). Survei Nasional di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 40 50% usia lanjut yang tidak tinggal di institusi memiliki resiko sedang hingga tinggi untuk mengalami masalah terkait gizi. Nutritional Health and 2

Nutrition Examinating Survey (NHANES III) mendapatkan bahwa rata rata asupan energi harian pada subjek laki laki berusia 70 tahun keatas sebesar 1800 Kalori/hari sedangkan pada perempuan sebesar 1400 Kalori/hari dan terdapat lebih dari 10% usia lanjut yang mengkonsumsi makanan kurang dari 1000 Kalori/hari (Wallace, 2009). The Royal College of Physicians UK tahun 2002 menekankan bahwa populasi usia 65 tahun keatas merupakan kaum yang rentan terhadap masalah gizi, 12% usia lanjut di komunitas beresiko sedang hingga tinggi mengalami malnutrisi. Prevalensi tersebut semakin bertambah menjadi 20% pada usia lanjut di panti dan bahkan hingga mencapai 40% pada usia lanjut yang mengalami perawatan di rumah sakit (Haris D, 2005). Menurut penelitian multisenter oleh Setiati (2010) yang melibatkan 702 pasien lansia rawat jalan dari 10 rumah sakit di Indonesia melaporkan bahwa terdapat 56,7% subyek yang beresiko malnutrisi dan sebanyak 2,14% yang mengalami malnutrisi berdasarkan Mini Nutritional Assessment (MNA). Pada penelitian yang sama, berdasarkan IMT didapatkan 10,40% subyek dengan berat badan kurang dan 22,08% pasien dengan obesitas. Menurut Soejono (2012), rata rata asupan energi pada 168 pasien usia lanjut yang dirawat di ruang rawat akut geriatri sebesar 1405,6 (+320,3) Kalori. Penelitian multisenter Setiati (2010) terhadap 387 pasien geriatri rawat jalan mendapatkan rata rata asupan energi sebesar 1267 (+336,5) Kalori, asupan protein sebesar 44,7 (+1,3) gram, asupan lemak 3

sebesar 41,2 (+1,8) gram dan asupan karbohidrat sebesar 143,7 (+0.8) gram. Malnutrisi akibat konsumsi zat gizi berlebihan dapat bermanifestasi sebagai dislipidemia, hiperavitaminosis dan obesitas. Kondisi ini banyak ditemukan di negara barat yang tinggal di komunitas. Malnutrisi pada usia lanjut terjadi secara perlahan lahan. Penurunan asupan gizi pada usia lanjut seringkali dianggap lumrah, baik oleh pasien maupun keluarganya. Prevalensi kondisi status gizi kurang pada usia lanjut dapat terjadi terutama dengan penyakit kronik dan dirawat di rumah sakit atau panti rawat werdha (nursing home). Pasien usia lanjut dengan obesitas dapat pula mengalami kurang protein akibat diet yang tidak seimbang, penyakit dan kurangnya aktifitas tubuh (Sulivan DH, 2009). Orang berusia lanjut yang mengalami penurunan berat badan, terutama pada penyakit akut, akan terjadi penurunan lean body mass yang lebih banyak dibandingkan dengan penurunan massa lemak tubuh. Namun jika berat badan kembali membaik, maka terjadi penambahan berat badan terutama berupa penambahan massa lemak. Akibat perubahan komposisi tubuh tersebut, maka kebutuhan energi harian per kilogram berat badan secara umum meningkat seiring bertambahnya usia. Total Energy Expenditure (TEE) merupakan resultante energi untuk Basal Energy Expenditure (BEE) mencakup sekitar 60% 75% TEE, termogenesis pasca prandial dan Energy Expenditure of Physical Activity (EAA) mencakup sekitar 15% - 35% dari Total Energy Expenditure (TEE). 4

Penurunan aktifitas fisik dapat terjadi pada lansia maka sebagai resultantenya dapat terjadi penurunan kebutuhan energi yang menyebabkan asupan kalori menurun. Hal tersebut juga mempengaruhi asupan protein dan mikronutrien yang menurun meskipun sebenarnya kebutuhan protein tidak menurun, bahkan kebutuhan mikronutrien tertentu justru meningkat sejalan bertambahnya usia. Oleh karena itu, usia lanjut beresiko untuk mengalami defisiensi protein dan mikronutrien (Sulivan DH, 2009). Berdasarkan data RISKESDAS (2007), prevalensi penyakit pada usia lanjut 55 64 tahun adalah penyakit sendi 56,4%, hipertensi 53,7%, stroke 20,2%, penyakit asma 7,3%, diabetes 3,7%, tumor 8,8%. Upaya perbaikan gizi masyarakat didalam Undang Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan dan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Pelayanan gizi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan lanjut usia dapat dilakukan disemua fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Peningkatan pelayanan gizi pada lanjut usia diharapkan dapat menanggulangi masalah gizi lanjut usia sehingga dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan lansia. Pada umumnya hipertensi terjadi pada seseorang yang sudah berusia lebih dari 40 tahun atau sudah masuk pada kategori usia pertengahan. Hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. 5

Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15 20%, sedangkan hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8 18%. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur 45 50 tahun masih 10%, tetapi diatas 60 tahun angka tersebut mencapai 20 30%. Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia terjadi peningkatan yaitu pada tahun 1995 dari 96 per 1000 penduduk menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001 (Riyadi, 2007). Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun (Kuswardhani, 2007). Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar terjadi pada lansia dibandingkan pada orang yang lebih muda. Tekanan darah sistolik maupun diastolik meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif sampai umur 70 80 tahun, sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai umur 50 60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Hal ini menyebabkan adanya pengakuan pembuluh darah dan 6

penurunan kelenturan arteri yang mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan bertambahnya umur seseorang (Rigaud, 2001). Perubahan biologis pada pasien lanjut usia merupakan faktor internal yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Asupan makanan sangat mempengaruhi proses menua karena seluruh aktifitas sel atau metabolisme dalam tubuh memerlukan zat zat gizi yang cukup. Asupan zat gizi yang adekuat bagi pasien yang dirawat inap di rumah sakit sangat diperlukan untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pasien. Asupan zat gizi sangat penting untuk memperbaiki atau mempertahankan status gizi dan mengurangi angka tekanan darah tinggi bagi lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Manampiring (2008) menunjukkan bahwa berdasarkan analisis statistik menggunakan uji Chi Square menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara status gizi dengan tekanan darah (p = 0.000) dimana dari 71 sampel yang termasuk dalam klasifikasi obesitas kelas 1, keseluruhan sampel mengalami peningkatan tekanan darah atau hipertensi (100%). Sedangkan dari 138 sampel dengan berat badan lebih sebanyak 128 sampel (92,8%) yang mengalami hipertensi, sisanya sebanyak 10 sampel (7,2%) yang tidak mengalami hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tekanan darah pada penduduk usia 45 tahun keatas di Kelurahan Pakowa Kecamatan Wanea Kota Manado. Siloam Hospitals Lippo Village merupakan salah satu rumah sakit swasta yang berada di Karawaci, Tangerang. Siloam Hospitals Lippo 7

Village melayani pasien rawat inap dan rawat jalan. Jumlah pasien rawat inap pada bulan November 2015 mencapai 6821 orang dengan jumlah lansia sebanyak 427 orang. Lansia yang mengalami kasus hipertensi pada bulan November 2015 sebanyak 43 orang yaitu sekitar 10% dari jumlah lansia yang dirawat inap di Siloam Hospitals Lippo Village. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peneliti tertarik untuk mengamati hubungan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. B. Identifikasi Masalah Masalah gizi lanjut usia merupakan rangkaian proses masalah gizi sejak usia muda yang manifestasinya terjadi pada lanjut usia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada lanjut usia sebagian besar merupakan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, gout rematik, ginjal, perlemakan hati, dan lain-lain (KEMENKES, 2012). Hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST) dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria usia dewasa muda sedangkan pada wanita 8

terjadi hipertensi setelah umur 55 tahun. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani, 2007). Seiring bertambahnya usia, maka akan tejadi perubahan komposisi tubuh sehingga kebutuhan energi harian per kilogram berat badan secara umum meningkat. Asupan makanan sangat mempengaruhi proses menua karena seluruh aktifitas sel atau metabolisme dalam tubuh memerlukan zat zat gizi yang cukup. Status gizi lansia dapat dipengaruhi oleh pola konsumsi energi dan protein, faktor status kesehatan, pengetahuan, ekonomi, lingkungan dan budaya. Perubahan biologis pada pasien lanjut usia merupakan faktor internal yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Menurut Miller (2004) faktor resiko tersebut adalah perawatan mulut yang tidak adekuat, gangguan fungsional, sosial, ekonomi dan budaya. Menurut Touhy dan Jett (2010) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi pada lansia adalah penuaan, perubahan indera perasa dan penciuman, perubahan pada sistem pencernaan, pengaturan selera makan, kebiasaan makan dan tempat tinggal. Instrumen penapisan dapat membantu untuk identifikasi status gizi lanjut usia. Berdasarkan hasil penapisan selanjutnya lanjut usia yang berisiko perlu mendapat pelayanan gizi. Instrumen penapisan gizi yang dapat dilakukan pada lanjut usia antara lain Mini Nutritional Assessment (MNA). 9

C. Pembatasan Masalah Berhubungan dengan adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga maka peneliti hanya meneliti asupan energi dan protein serta status gizi pasien lansia yang mengalami hipertensi. Instrumen yang dibutuhkan sederhana, waktu yang dibutuhkan cukup singkat dan tidak memerlukan biaya yang besar. Penelitian ini dilakukan pada pasien lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. D. Rumusan Masalah Bagaimana hubungan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi lansia yang mengalami hipertensi pada responden di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi lansia yang mengalami hipertensi pada responden di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden berupa umur dan jenis kelamin lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. 10

b. Mengidentifikasi asupan energi pada responden lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. c. Mengidentifikasi asupan protein pada responden lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. d. Mengidentifikasi status gizi pada responden lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. e. Menganalisis hubungan antara karakteristik umur dan jenis kelamin dengan status gizi pada responden lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. f. Menganalisis hubungan antara asupan energi dengan status gizi pada responden lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. g. Menganalisis hubungan antara asupan protein dengan status gizi pada responden lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siloam Hospitals Lippo Village Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam 11

Hospitals Lippo Village sehingga dapat dijadikan acuan dalam pemberian terapi diet yang tepat pada pasien lansia untuk mencapai kebutuhan energi dan zat gizi tubuh. 2. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul Diharapkan melalui penelitian ini dapat menambah referensi untuk perkembangan ilmu pengetahuan tentang hubungan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. 3. Bagi Penulis Sebagai media dalam mengaplikasi teori dan konsep ilmu kesehatan terutama ilmu gizi selama perkuliahan kedalam penelitian tersebut dan meningkatkan pengetahuan penulis tentang hubungan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi lansia yang mengalami hipertensi di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village. 12