BAB III SMS (SHORT MASSAGES SERVICE) SEBAGAI ALAT BUKTI PEMIDANAAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB III PEMBUKTIAN DATA ELEKTRONIK DALAM PERKARA PIDANA

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan. penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

pihak. Lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

WACANA HUKUM VOL.VIII, NO.1, APRIL 2009 PERANAN PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP MACAM ALAT BUKTI DALAM RUU KUHAP

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN. Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram. Abstract

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

SKRIPSI PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI SMS(SHORT MESSAGES SERVICE)SEBAGAI SUATU ALAT BUKTI TINDAK PIDANA PENIPUAN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

SMS SEBAGAI ALAT BUKTI. Oleh : Ahsan Dawi Mansur. Teknologi telah merambah semua sisi kehidupan, tak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

BAB III ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN PADA PROSES PERADILAN PIDANA DIHUBUNGKAN

BAB II. A. Pembuktian. 1. Pengertian Pembuktian. Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

Transkripsi:

31 BAB III SMS (SHORT MASSAGES SERVICE) SEBAGAI ALAT BUKTI PEMIDANAAN 3.1. Pengaturan Pembuktian SMS Dalam KUHAP Short Message Service (Selanjutnya disingkat SMS) adalah salah satu bagian dari Teknologi Informasi yang memiliki pengertian sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi. Dalam hitungan menit bahkan detik melalui teknologi tersebut individu disuguhi dengan berbagai informasi, tidak lepas dari sifatnya yang positif maupun negatif, sehingga dalam konteks sikap dan prilaku individu. Pemanfaatan teknologi informasi tidak lepas dari kemungkinan adanya penyalahgunaan untuk halhal yang bersifat kejahatan dan terhadap hal tersebut juga menyebabkan adanya kecenderungan yang lebih besar lagi ketika penggunaan teknologi informasi ini cenderung bersifat tertutup dan sangat mengedepankan aspek privacy. Layanan SMS merupakan sebuah layanan yang bersifat nonrealtime dimana sebuah short messeges dapat di-submit kesatu tujuan, tidak peduli apakah tujuan itu dalam keadaan aktif atau tidak. Bila dideteksi tujuan tidak aktif, maka sistem akan menunda pengiriman ke tujuan hingga tujuan 31

32 aktif kembali. Pada dasarnya sistem SMS akan menjamin delivery atau pengiriman dari suatu short messege hingga sampai ke tujuan, karena SMS memiliki masa tunggu. Kegagalan pengiriman bersifat sementara seperti tujuan tidak aktif akan selalu teridentifikasi sehingga pengiriman ulang short messeges akan selalu dilakukan aturan bahwa short messeges yang melampaui batas tertentu harus dihapus dan dinyatakan gagal terkirim, sehingga pada dasarnya penerima SMS tidak dapat menolak SMS yang masuk kedalam ponselnya, berbeda dengan panggilan langsung yang dapat ditolak bila penerima panggilan tidak ingin menerima panggilan tersebut Sistem pembuktian seperti yang telah dijelaskan diatas terdiri dari conviction in time, conviction-raisonee, pembuktian menurut undang-undang secara positif dan pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijk stelsel). Berdasarkan teori mengenai sistem pembuktian tersebut maka penulis akan mengkaji mengenai penerapan teori sistem pembuktian tersebut didalam KUHAP. Dalam Pasal 183 KUHAP ditegaskan bahwa : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam rumusan Pasal tersebut sangat jelas bahwa tanpa dua alat bukti yang sah maka seorang terdakwa tidak dapat dipidana. Sama halnya

33 bagi Polri dalam melakukan penangkapan harus mempunyai bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP). Akan tetapi sebaliknya apabila terdapat cukup bukti maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah dan dipidana berdasarkan jenis tindak pidana yang dilakukannya. Dalam Hukum Acara Pidana dipakai yang dinamakan sistem negatif menurut Undang-Undang, sistem mana terkandung dalam pasal 294 ayat 1 RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), yang berbunyi sebagai berikut : Tiada seorangpun dapat dihukum, kecuali jika hakim berdasarkan alat-alat bukti yang sah, memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukannya. Jadi, dalam sistem tadi, yang pada akhirnya menentukan nasibnya si terdakwa adalah keyakinan Hakim (Conviction-Raisonee). Jika, biarpun bukti bertumpuk-tumpuk hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa itu, ia harus membebaskannya. Karena itu, maka dalam tiap-tiap putusan hakim pidana, yang menjatuhkan hukuman, dapat dibaca pertimbangan: bahwa Hakim, berdasarkan bukti-bukti yang sah, berkeyakinan akan kesalahan terdakwa. Selanjutnya dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP menjelaskan tentang apa sajakah yang menjadi bukti yang sah menurut Hukum Formil ini. Ditegaskan bahwa Alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi; keterangan ahli; surat, petunjuk; dan keterangan terdakwa. Terkait dengan pemasalahan mengenai keabsahan SMS sebagai alat bukti maka harus diklasifikasikan terlebih dahulu termasuk jenis alat bukti

34 apakah SMS tersebut. Berdasarkan analisa penulis, SMS dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat atau alat bukti petunjuk. Untuk lebih jelasnya akan penulis jabarkan sebagai berikut : 1. SMS sebagai alat bukti surat Ketentuan tentang alat bukti surat ini diatur dalam pasal 184 ayat (1) bagian c yang penjabaran selanjutnya diatur dalam pasal 187 KUHAP yang menegaskan bahwa Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan. Dalam bagian ini jenis surat yang dimaksud seperti surat izin bangunan, surat izin ekspor atau impor, paspor, surat izin mengendarai, Kartu Tanda Penduduk (KTP), akte kelahiran, akta notaris dan sebagainya;

35 c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian lain. Menurut M. Yahya Harahap, yang termasuk surat lain adalah : Surat yang bersifat pribadi yang biasanya hanya dibutuhkan sebagai bukti penunjang namun tidak bisa dikesampingkan. Surat tersebut dapat berupa korespondensi, surat ancaman, surat pernyataan, surat petisi, pengumuman, selebaran, tulisan berupa karangan baik berupa novel, puisi dan sebagainya. 8 Dari keterangan diatas, dalam KUHAP tidak memberikan pengertian secara jelas penggunaan SMS sebagai bukti elektronik. Akan tetapi dalam pengertian mengenai surat tersebut, poin d dapat digunakan sebagai acuan pemberlakuan SMS sebagai sebuah Surat Lain. SMS tersebut harus ada hubungan dengan alat pembuktian lain jadi dalam hal ini SMS sebagai surat lain hanya dibutuhkan sebagai bukti penunjang saja. 8 8 Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua, 1985.

36 9 2. SMS sebagai Alat Bukti Petunjuk Petunjuk merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Bukti petunjuk diatur dalam Pasal 184 ayat 1 bagian d. ketentuan tentang alat bukti petunjuk ini, selanjutnya diatur dalam Pasal 188 ayat 1, 2 dan 3. Dalam ayat (1) disebutkan bahwa : Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Menurut Penulis bahwa untuk memberikan kejelasan tentang makna dari Pasal 188 ayat 1 ini, perlu ditinjau tentang teori sebab-akibat yang juga dikenal dalam lapangan ilmu hukum. Karena untuk memperoleh suatu persesuaian antara satu perbuatan, kejadian atau keadaan harus dilihat terlebih dahulu apa yang menjadi akar persoalan (penyebab) sehingga menimbulkan suatu akibat-akibat hukum. Menurut M. Yahya Harahap mengenai pasal 188 ayat 1 KUHAP tersebut adalah bahwa: Rumusan Pasal itu (Pasal 188 ayat 1 KUHAP), agak sulit ditangkap dengan mantap. Barangkali rumusan tersebut dapat dituangkan dengan cara menambah beberapa kata ke dalamnya. Dengan penambahan kata-kata itu 9.

37 dapat disusun dalam kalimat berikut : petunjuk ialah suatu isyarat yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan dimana isyarat itu mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat yang bersesuaian tersebut melahirkan atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Baik dalam rumusan yang diatur dalam Pasal 188 ayat (1) maupun dalam rumusan yang disusun, penekanannya terletak pada kata: persesuaian, yakni adanya persesuaian kejadian, keadaan atau perbuatan maupun persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri. Sehingga dalam hal ini SMS dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk apabila memberikan suatu isyarat tentang suatu kejadian dimana isi dari SMS tersebut mempunyai persesuaian antara kejadian yang satu dengan yang lain dimana isyarat yang tersebut melahirkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Namun untuk menentukan apakah bukti petunjuk berupa SMS ini dapat digunakan dalam menyelesaikan suatu kasus tindak pidana, perlu dilihat penegasan Pasal 188 ayat (3) yang menegaskan bahwa : Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

38 Dari ayat (3) ini dapat dilihat bahwa untuk menentukan bahwa bukti petunjuk memiliki kekuatan pembuktian dalam menyelesaikan suatu kasus tindak pidana maka faktor penilaian hakim menjadi penentu atas hal tersebut. Dalam Pasal 188 ayat (3) ini sangat berkaitan erat dengan penjelasan Penulis sebelumnya tentang teori Conviction-Raisonee yang pada intinya menekankan pada faktor keyakinan hakim akan tetapi keyakinan (Conviction) tersebut harus didasarkan pada alasan (reason) yang dapat diterima berdasarkan logika hukum. Karena dalam hal ini, hakim sebagai decision maker (pemberi keputusan) dituntut untuk lebih professional dalam menerapkan peraturan-peraturan dan pertimbangan-pertimbangan yang penuh arif bijaksana dan mengutamakan prinsip keadilan dalam menyelesaikan setiap kasus-kasus Pidana yang terjadi demi tegaknya hukum yang berlaku. Berbicara mengenai peranan hakim untuk mendapatkan alat bukti petunjuk, maka tidak dapat dilepaskan dari adanya hubungan antara hukum dengan hakim, dalam mencipta keadilan dan ketertiban dalam dan bagi masyarakat. Antara undang-undang dengan Hakim atau lembaga peradilan, terdapat hubungan yang erat dan harmonis antara satu dengan lainnya. Dalam mencarikan hukum yang tepat dalam rangka penyelesaian suatu perkara yang dihadapkan kepadanya tersebut, Hakim yang bersangkutan harus melakukan Penemuan Hukum. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah Penemuan Hukum, yaitu ada yang mengartikannya sebagai Pelaksanaan Hukum, Penerapan Hukum, Pembentukan Hukum atau

39 Penciptaan Hukum. Pelaksanaan hukum dapat diartikan menjalankan hukum tanpa adanya sengketa atau pelanggaran. 9 Penerapan hukum berarti menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang abstrak sifatnya pada peristiwa konkrit. Pembentukan Hukum adalah merumuskan peraturan-peraturan yang berlaku umum bagi setiap orang. Sedangkan Penciptaan hukum ini memberikan kesan bahwa hukum itu hanya semata peraturan tertulis saja, sehingga kalau tidak diatur dalam peraturan tertulis, maka kewajiban hakimlah untuk menciptakannya. Dari ketiga istilah tersebut, menurut Mertokusumo, istilah yang lebih tepat adalah Penemuan Hukum. Penemuan hukum dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Penemuan Hukum dalam arti sempit yakni penemuan yang semata-mata hanya kegiatan berpikir yang diisyaratkan, karena tidak ada pegangan yang cukup dalam undang-undang. 2. Penemuan Hukum dalam arti luas, selain kegiatan berpikir juga mencakup interpretasi. Jadi berdasarkan analisa tersebut, SMS dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat dan alat bukti petunjuk. Untuk menentukan termasuk alat bukti yang mana sms tersebut, hal itu tergantung dari peranan hakim dalam memberikan keyakinannya (Conviction-Raisonee) tentang suatu perkara dalam persidangan. 9 Niti Baskara, Ketika Kejahatan Berdaulat, Peradaban, 2001.

40 Untuk menjadikan SMS termasuk ke dalam alat bukti surat ataupun alat bukti petunjuk, maka disini dituntut peranan Hakim untuk dapat menggunakan suatu metode penafsiran (interprestasi) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu dengan menggunakan Interpretasi ekstensif (perluasan). Mengenai hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut Penafsiran ekstensif, memberi tafsiran dengan memperluas arti kata-kata dan peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimasukkan seperti halnya perluasan mengenai makna aliran listrik yang digolongkan sebagai sebuah benda. Sehingga pencurian listrik sama halnya dengan pencurian sebuah benda. Dengan menggunakan penafsiran ekstensif dapat diketahui bahwa pengertian dari surat jika hanya sebatas berbentuk fisik saja, maka pengertian tersebut adalah sangat sempit dan tidak akan bisa menjangkau keadaan dan perkembangan jaman saat ini, dimana surat sudah tidak lagi harus berbentuk fisik saja. Sehingga interprestasi ekstensif ini dapat diterapkan untuk memperluas pengertian surat yang sebelumnya berbentuk fisik saja menjadi berbentuk elektronik seperti halnya SMS. Dengan demikian, Hakim akan benar-benar berfungsi melengkapi ketentuan-ketentuan hukum tertulis atau membuat hukum baru (creation of new law) dengan cara melakukan pembentukan hukum (rechtsvorming) baru dan penemuan hukum (rechtsvinding), guna mengisi kekosongan dalam hukum dan mencegah tidak ditanganinya suatu perkara dengan alasan

41 karena hukum tertulisnya sudah ada tetapi belum jelas, atau sama sekali hukum tertulisnya tidak ada. Dalam penegakan hukum, Hakim senantiasa dalam putusannya memperhatikan dan menerapkan serta mencerminkan tiga unsur atau asas yaitu Kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeiit) dan Keadilan (Gerechtigkeit) dengan mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang diantara ketiga unsur tersebut. Sehingga hakim yang bersangkutan itu tidak dapat hanya mengutamakan atau menonjolkan salah satu unsur saja sedangkan dua unsur lainnya dari ketiga unsur penegakan hukum tersebut dikorbankan atau dikesampingkan begitu saja. 3.2. Syarat Agar SMS Bisa Menjadi Alat Bukti Dalam Persidangan Dalam proses pembuktian tindak pidana, alat bukti SMS tidak bisa digunakan apabila berdiri sendiri tanpa ada alat bukti lain sebagai pendukung. Hal ini cukup beralasan karena Hukum Acara Pidana Indonesia mengenal adanya asas minimum pembuktian sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

42 Jadi dalam hal ini, agar SMS bisa menjadi sebuah alat bukti petunjuk, maka harus didukung dengan alat bukti yang lain, berupa : 1. Keterangan Saksi. Pembuktian keterangan saksi merupakan hal yang paling utama dalam membuktikan suatu kasus-kasus hukum selain alat-alat bukti lainnya yang dapat menunjang dalam membuktikan suatu kasus Pidana. Dalam kasus Pidana pun dapat dikatakan, hampir tidak ada perkara Pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Keterangan saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, harus dipenuhi aturan ketentuan sebagai berikut : a. Bahwa keterangan tersebut harus mengucapkan sumpah atau janji (Pasal 160 ayat 3 KUHAP), b. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti. Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang ditegaskan dalam pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu : a. yang saksi lihat sendiri, b. saksi dengar sendiri dan bukan saksi hanya mendengar dari orang lain (testimonium de auditu) dan saksi alami sendiri, serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. c. Keterangan saksi harus diberikan disidang pengadilan. Hal ini memberikan arti bahwa keterangan saksi baru mempunyai nilai

43 sebagai alat bukti apabila dinyatakan disidang pengadilan. (Pasal 185 ayat 1 KUHAP). d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup. Dalam bagian ini ditegaskan bahwa untuk membuktikan kesalahan terdakwa maka perlu dilihat mengenai minimum pembuktian sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 183 KUHAP. Selanjutnya pula ditegaskan dalam pasal 185 ayat (2) KUHAP bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya (unus testis nullus testis). Jadi untuk membuktikan kesalahan terdakwa maka harus memiliki sekurang-kurangnya dua alat bukti yang berdasarkan hukum yang berlaku. e. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri. Meskipun telah terdapat dua atau lebih dari saksi sebagaimana dijelaskan pada poin 4 diatas, akan tetapi dua atau lebih saksi yang ada ini memberikan kesaksiannya didepan Pengadilan namun keterangan mereka berdiri sendiri atau berbeda satu dengan lainnya dan tidak memberikan keterkaitan antara satu dengan lainnya maka meskipun keterangan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diisyaratkan dalam pasal 183 KUHAP, keterangan tersebut tidak dapat dianggap sebagai keterangan saksi yang memenuhi unsur pembuktian. Jadi dalam hal ini untuk memberikan nilai valid pada bukti SMS haruslah ada saksi lebih dari seorang yang menyatakan bahwa benar telah

44 terjadi suatu tindak pidana dimana saksi juga mengetahui sendiri adanya keterkaitan antara tindak pidana yang terjadi dengan isi dari SMS tersebut. Misalnya kasus penipuan lewat SMS dimana dalam hal ini saksi mengetahui sendiri bahwa benar tersangka telah menipu melalui SMS yang baik dari segi format SMS maupun kepada siapa saja tersangka melakukan penipuan tersebut. Keterangan tentang apa yang diketahui saksi tersebut haruslah dinyatakan didepan pengadilan dibawah sumpah. 2. Keterangan Ahli Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP menetapkan, keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah. Keterangan ahli ini oleh pembuat Undangundang ditempatkan pada urutan kedua dari keterangan saksi. Hal tersebut menandakan bahwa keterangan ahli merupakan keterangan yang harus diperhitungkan dalam dunia pembuktian mengingat juga dalam ilmu hukum baik hukum pendapat ahli merupakan salah satu sumber hukum dan diakui secara internasional dalam dunia ilmu hukum, meskipun dalam penerapannya harus dipandang tidak berdiri sendiri dengan alat-alat bukti lainnya. Dalam permasalahan mengenai penggunaan SMS sebagai salah satu alat bukti, keterangan ahli sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah benar SMS yang dikirimkan adalah benar-benar dari si terdakwa atau bukan. Dengan kemampuan dalam penerapan kecanggihan teknologi yang dikuasai oleh saksi ahli tersebut, diharapkan bisa diketahui kebenaran materiil yang

45 ada. Penggunaan saksi ahli dalam kejahatan dengan menggunakan teknologi sudah diterapkan untuk kejahatan-kejahatan e-commerce, cyberporn, dll. Akan tetapi tidak semua orang dapat dijadikan sebagai saksi ahli dan juga ketentuan tentang Saksi ahli ini hanya dipertegas dalam pasal 186 KUHAP yang menegaskan Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang Pengadilan. Dari pasal tersebut tidak menjelaskan secara terperinci siapa yang dapat dijadikan saksi ahli. Untuk mencari tahu kriteria untuk menjadi saksi dapat dilihat ketentuan Pasal 1 angka 28 KUHAP yang menegaskan keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Menurut Andi Hamzah, sebagai bahan perbandingan dapat dibaca pada California Evidence Code tentang definisi tentang seorang ahli sebagai berikut : A person is qualified to testify as an expert if he has special knowledge, skill, experience, training, or education sufficient to qualify him as an expert on the subject to which his testimony relates. (Seseorang dapat memberi keterangan sebagai ahli jika ia mempunyai pengetahuan, keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya). Untuk meminta keterangan saksi ahli dapat dilakukan dalam semua tingkatan pemeriksaan. Baik dalam penyidikan oleh pihak kepolisian RI (Pasal 120, 133 KUHAP), ditingkat penyidikan oleh kejaksaan dan

46 pemeriksaan di Pengadilan sampai mendapat suatu keputusan hukum yang tetap (Pasal 180 KUHAP). 3. Keterangan Terdakwa Tentang Keterangan terdakwa telah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf e. Sedangkan penjabaran selanjutnya diatur dalam Pasal 189 ayat (1), (2) dan (3). Ayat (1) dari Pasal ini berbunyi : keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Dalam hal ini tidak semua keterangan terdakwa dinilai sebagai alat bukti yang sah. Keterangan terdakwa yang dapat digunakan sebagai alat bukti adalah keterangan terdakwa yang dinyatakan disidang Pengadilan. Hal ini berarti bahwa keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang Pengadilan (The Confession Outside the Court) tidak dapat digunakan sebagai alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini. Terkait dengan permasalahan SMS sebagai alat bukti, maka SMS ini akan menjadi bukti yang sangat valid jika ada pengakuan dari terdakwa akan tanggungjawabnya terhadap apa isi SMS tersebut. Pendapat Hakim terhadap bukti SMS sebagai alat bukti yang sah harus didukung oleh alat bukti lain, syarat lainnya adalah nomor yang dipergunakan untuk mengirim SMS, agar dapat lebih valid untuk dijadikan alat bukti haruslah memenuhi persyaratan yang antara lain :

47 1. Nomor pasca bayar Nomor yang dipergunakan untuk mengirimkan SMS adalah nomor pasca bayar, hal tersebut dikarenakan nomor pasca bayar dalam aktivasinya harus menyertakan syarat-syarat seperti penyerahan foto copy KTP dan syarat lainnya yang mendukung bahwa si pemegang nomor adalah bukan nama fiktif. 2. Nomor prabayar yang sudah teregistrasi Pemakai nomor ponsel diharuskan mendaftarkan diri sampai 28 April 2006. Setelah batas waktu tersebut, nomor yang tidak diregistrasi akan dinonaktifkan. Untuk registrasi tersebut, Menkominfo telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 23/Kominfo/M/10/2005 tentang Kewajiban Registrasi Pengguna Prabayar dan Pascabayar. Registrasi tersebut untuk menghindari penyalahgunaan layanan pesan singkat (SMS). Registrasi tersebut tanpa dibebani biaya sepeser pun. Cara pengiriman sangat mudah yaitu dengan mengirim SMS berisi identitas diri. Prosedurnya, ketik nomor kartu tanda pengenal (KTP/ SIM / paspor / kartu pelajar / kartu mahasiswa)#nama lengkap#alamat lengkap#tempat lahir#tanggal lahir#. Kemudian, kirim ke nomor 4444 yang dapat diakses dari seluruh nomor seluler di Indonesia. Jika terbukti identitas yang diberikan palsu, operator telepon berhak menonaktifkan nomor tersebut. Operator yang tidak melaksanakan proses registrasi juga akan diberi sanksi dan bisa dicabut izin operasionalnya.

48 Identitas dari si pemilik nomor adalah sangat vital karena untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas nomor tersebut dan hal tersebut pasti terkait dengan pembuktian kepemilikan nomor yang dipergunakan untuk SMS tersebut. Akan tetapi menurut penulis masih dibutuhkan keterangan dari ahli untuk mengetahui kebenaran identitas dari pemilik nomor tersebut. Akan tetapi apabila lebih diprioritaskan maka nomor pascabayarlah yang lebih valid dijadikan sebagai acuan untuk bukti, karena lebih ketatnya prosedur administrasi pendaftarannya walaupun tidak menutup kemungkinan nomor pra bayar untuk dijadikan sebagai bukti. Berdasarkan analisa penulis, penggunaan SMS sebagai alat bukti akan lebih valid jika hanya diberlakukan untuk tindak pidana khusus. Hal tersebut dikarenakan tindak-tindak pidana khusus ini lebih memberikan pengaturan dan pengertian yang jelas mengenai pelegalan adanya bukti elektronik. Jadi penerapannya adalah dengan menggabungkan atau mengaitkan pasal (juncto) yang ada didalam KUHAP dengan pasal yang ada dalam undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus tersebut. Penggabungan pasal tersebut sama sekali tidak melanggar asas hukum. Hal itu bisa dilihat dari poin mengingat dari undang-undang tersebut dimana dicantumkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sebagai undang-undang yang dijadikan acuan. Biasanya pembuktian petunjuk dengan SMS ini digunakan antara lain dalam tindak pidana khusus dikarenakan sulitnya mencari alat bukti. Tindak pidana khusus tersebut antara lain adalah :

49 1. Tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001, dan kemudian dilengkapi dengan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU tersebut, dikenal adanya alat bukti lain selain yang diatur dalam KUHAP, yakni informasi dalam bentuk khusus. Hal tersebut diatur dalam Pasal 44 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2002 yang berbunyi : Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optic. 2. Tindak pidana pencucian uang atau money laundring. Dalam undangundang tersebut diatur secara jelas apa saja yang dimaksud dengan dokumen yang bisa disinonimkan dengan surat, dimana dokumen tersebut nantinya dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah untuk tindak pidana pencucian uang. Pengertian dokumen tersebut diatur dalam UU No. 25 Tahun 2003 pasal 1 ayat 9 tentang Pencucian Uang yang berbunyi : Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik.

50 3. Serta tindak pidana khusus lainnya. Jadi berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa syarat penggunaan SMS sebagai alat bukti adalah selain sudah teregistrasinya nomor yang dipergunakan untuk SMS tersebut, juga adanya keharusan penggabungan dengan alat bukti lain sebagai sebuah ketentuan adanya prinsip minimum alat bukti (Pasal 183 KUHAP).