UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) N. Oktaviani 1, J. Ananto 2, B. J. Zakaria 3, L. R. Saputra 4, M. Fatimah 5 1 Alumni Teknik Geodesi UGM Staff Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai, Badan Informasi Geospasial nadya.oktaviani@big.go.id 2,3,4,5 Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai, Badan Informasi Geospasial Jl.Raya Jakarta Bogor km 46 Cibinong 16911 Bogor ABSTRAK Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG merupakan salah satu wadah yang berwenang dalam menyajikan peta dasar, salah satunya Peta Lingkungan Pantai (LPI). Salah satu elemen data yang harus tersaji dalam peta tersebut berupa data kedalaman laut. Data kedalaman hasil survei batimetri merupakan data yang utama untuk mengetahui bentuk topografi dasar laut. Kedudukan peta LPI yang menjadi peta dasar tentunya menjadi hal yang sangat penting dilihat dari ketelitian data yang digunakan. Kajian ini dilakukan untuk menguji ketelitian data pengukuran yang dilakukan PKLP-BIG. Data yang digunakan adalah survei batimetri untuk pembuatan Peta LPI skala 1:25.000 di daerah Pantai Barat Aceh tahun 2011. Pengujian dilakukan dengan menggunakan perhitungan dari standar IHO sp-44 dan menggunakan uji nilai t-student berdasarkan hitungan statistik terhadap nilai pengukuran pada lajur utama dan lajur silang survei batimetri. Hasilnya, uji pertama menggunakan standar IHO, sebanyak 95% data kedalaman tersebut baik sesuai batasan toleransi kesalahan. Uji kedua menggunakan perhitungan statistik dengan mencari nilai t didapatkan data keseluruhan masuk ke dalam toleransi. Kesimpulan yang diperoleh akusisi data kedalaman di daerah tersebut mempunyai hasil perolehan data yang baik. Kata kunci: Peta LPI, Batimetri, IHO-sp44 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, kebutuhan akan data spasial kelautan semakin besar. Hal ini karena kegiatan perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan tidak hanya berkonsentrasi di wilayah darat, melainkan sudah mejalar hingga wilayah perairan. Oleh karena itu pemetaan batimetri menjadi keperluan mendasar guna tersedianya informasi spasial di bidang kelautan (Soeprapto, 2001). Berdasarkan amanat pada UU IG No. 4 Tahun 2011, BIG memiliki kewenangan penuh dalam menyediakan informasi geospasial dasar termasuk informasi dasar mengenai kelautan dan pantai. Penyajian Informasi Geospasial Dasar di Bidang kelautan dilimpahkan kepada Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai. Hal ini mewajibkan penyediaan peta-peta tersebut harus baik
dan dapat dipertanggung jawabkan. Peta yang baik dihasilkan dari data yang baik pula. Untuk itu perlu adanya uji ketelitian hasil akusisi data yang didapatkan ketika survei hidrografi yang dilakukan. Sampai saat ini survei hidrografi dan pembuatan Peta LPI dan LLN baru mencakup hingga skala 1:25.000 pada beberapa wilayah tertentu. Salah satu kegiatan survei hidrografi yang utama adalah survei batimetri. Kegiatan tersebut untuk mengetahui kedalaman suatu perairan sehingga dapat menggambarkan bentuk permukaan dasar perairan wilayah yang di survei. Survei hidrografi dapat dilakukan dengan beberapa metode dan teknologi. Penerapan teknologi akustik di perairan terus dikembangkan dengan tujuan ilmiah seperti untuk penentuan posisi di dasar perairan dan tingkat keakuratan nilai pengukuran. Hydro-acoustic merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik seperti echosounder. Kegiatan survei hidrografi untuk pembuatan peta LPI dan LLN yang dilaksanakan di Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai selama ini menggunakan perangkat akustik echosounder singlebeam (SBES). Perangkat ini biasanya telah dilengkapi dengan GPS internal yang digunakan untuk penentuan posisi dan display yang menampilkan profil dasar perairan yang dikonversi dari data kedalaman. Salah satu yang mempengaruhi ketelitian pengukuran kedalaman adalah kerapatan titik sounding. Informasi kedalaman yang salah mengakibatkan informasi yang salah pada kontur peta laut dan bila digunakan pihak lain akan merugikan. Uji ketelitian dilakukan menggunakan data olahan hasil akusisi batimetri dan data pendukung lainnya kemudian dikaitkan dengan orde pengukuran yang digunakan. Dari hasil perbandingan toleransi ketelitian dan hasil olahan dapat diketahui data yang digunakan termasuk baik atau tidak. Dalam pembuatan peta LPI dan LLN perlu mengikuti suatu standar yang telah ada agar data yang didapatkan dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu standar yang digunakan untuk survei hidrografi adalah Special Publikasi 44 oleh International Hydrography Organization (IHO) dan SNI 7646-2010. Didalamnya terdapat standar ketelitian berdasarkan jenis orde pengukuran yang digunakan. Dengan begitu dapat diuji data dari survei hidrografi apakah mencapai standar ketelitiannya atau tidak. I.2. Tujuan
Menguji ketelitian kedalaman hasil pemeruman sesuai dengan standar IHO yang terdapat didalam Kerangka Acuan Kerja teknis di PKLP. Uji ketelitian ini menggunakan persamaan pada IHO SP-44 yang dibandingkan dengan uji statistik menggunakan rentang deviasi dengan tingkat kepercayaan 95%. II. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Studi literatur 2. Uji Ketelitian menggunakan metode standar deviasi statistik.
Mulai Survey Batimetri Data kedalaman (Batimetri) Reduksi Data Kedalaman (Pasut, sifat fsis air laut, SVP, dll) Data kedalaman terkoreksi Sampel data kedalaman Uji Ketelitian menurut IHO SP-44 2008 ± a2 + (b x d)2 Uji ketelitian data menggunakan menggunakan kurva normal 2 sigma Error value best value best value Error value Analisis perbandingan Kesimpulan Selesai Gambar II.1. Diagram alir pekerjaan II.1. Studi Pustaka II.1.1. Pengukuran Kedalaman (posisi vertikal) Batimetri berasal dari bahasa Yunani yakni Bathy- yang berarti kedalaman dan metry- yang berarti ilmu ukur sehingga batimetri/bathimetry diartikan sebagai ilmu pengukuran dan pemetaan topografi dasar laut. Pada awalnya pengukuran kedalaman dilakukan secara konvensional yakni
menggunakan rambu penduga. Namun metode ini hanya mampu mencapai kedalaman tertentu selain itu nilai hasil pengukuran yang didapat belum cukup akurat. Seiring kemajuan teknologi maka kegiatan survei laut terutama untuk pemeruman semakin mudah. Prinsip kerja alat pemeruman yakni menggunakan prinsip getaran yang menghasilkan gelombang bunyi (Gambar 1.). Gambar II.2. Geometri waktu tranduser (Djunarsjah, 2005) Berdasarkan persamaan berikut, kedalaman merupakan fungsi dari selang waktu: (II.1) dimana: h = kedalaman yang diukur v = cepat rambat gelombang akustik dalam air (±1500 m/s) t = waktu tempuh gelombang akustik saat dipancarkan dan dipantulkan kembali hingga diterima oleh tranduser. II.1.2. Hal-hal yang mempengaruhi kedalaman air b.1. Sound Velocity Probe SVP didapat dari penggunaan alat SVS sensor yang memiliki keterkaitan dengan 5 parameter, yaitu: kedalaman laut (m), kecepatan suara (m/s), temperatur (⁰C),
salinitas (0/00) dan konduktivitas (mmho/cm) dengan mengabaikan parameter yang lain (tekanan, densitas dll). Kegiatan ini dilakukan sebelum melakukan kalibrasi dan pemeruman dengan pengamatan sifat fisis air laut. Kesalahan pada kedalaman hasil ukuran terjadi karena perambatan gelombang mengalami rintangan sehingga harus dikoreksi. b.2. Sifat fisik air laut Suhu dan salinitas dipengaruhi oleh perubahan kedalaman, sehingga densitasnya pun mengalami perubahan dengan semakin dalam kedalamannya maka semakin besar densitasnya. Akibatnya dari perubahan densitas ini maka terjadi perubahan cepat rambat gelombang akustik, sehingga pada saat gelombang akustik melintasi lapisan-lapisan air laut maka gelombang tersebut mengalami pemantulan dan pembiasan. b.3. Pasang surut air laut Pengamatan pasut bertujuan untuk mencatat atau merekam gerakan vertikal permukaan air laut yang terjadi secara periodic. Gerakan periodic ini disebabkan oleh gaya tarik menarik benda lagit yang berada disekitar bumi seperti matahari dan bulan (Djunarsah, 2005). Mengukur permukaan air sesaat akan membantu dalam perhitungan untuk menentukan tinggi permukaan air rata-rata yang akan dijadikan referensi kedalaman (Chart Datum), serta dapat mengkoreksi hasil pengukuran kedalaman yang mengacu pada bidang referensi vertikal. b.4. Pergerakan kapal Posisi kapal pada saat berada di permukaan air laut tidaklah stabil. Hal ini karena air laut bersifat dinamis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk menentukan nilai kedalaman hasil pengukuran, tentunya perlu melakukan koreksi terhadap besarnya nilai pergerakan kapal. Adapun bentuk pergerakan kapal adalah berupa pergerakan roll yang bergerak pada sumbu x, pitch berupa gerakan rotasi kapal pada sumbu y, sedangkan yaw merupakan gerakan kapal sepanjang sumbu Z. untuk mendeteksi pergerakan kapal ini biasanyan menggunakan alat Motion Reference Unit (MRU). II.1.3. Pengukuran posisi Horizontal
Survei batimetri pada pekerjaan ini tidak hanya menghasilkan nilai kedalaman, akan tetapi juga menghasilkan posisi horizontal dari nilai kedalaman tersebut yang direpresentatifkan dalam koordinat X,Y,Z. Ada beberapa metode dalam penetuan posisi horizontal (X,Y) titik-titik pemeruman. Pada survei ini metode pengukuran GPS yang digunakan adalah metode GPS Absolut. Gambar II.3. Penentuan posisi secara absolute (Abidin, 2007) Penentuan posisi absolut menggunakan data pseudorange yang berisi 4 parameter yang harus ditentukan yaitu paramaeter X, Y, Z dan parameter kesalahan jam receiver GPS. Meskipun penentuan posisi ini belum cukup teliti, namun untuk pemetaan skala besar hingga skala sedang metode ini cukup ideal digunakan dalam menentukan posisi. II.1.4. Pemeruman Salah satu kegiatan survei hidrografi dalam pembuatan peta LPI dan LLN adalah pemeruman. Sebelum pelaksanaan pemeruman harus dibuat rencana lajur utama dan lajur silang. Lajur utama sedapat mungkin harus tegak lurus garis pantai dengan interval maksimal satu cm pada skala survey. Lajur silang diperlukan untuk memastikan ketelitian posisi pemeruman dan reduksi pasut. Jarak antar lajur silang adalah 10 kali lebar lajur
utama dan membentuk sudut antara 60 0 sampai 90 0 terhadap lajur utama. Lajur silang tambahan bisa ditambahkan pada daerah yang direkomendasikan atau terdapat keraguraguan. Jika terdapat perbedaan yang melebihi toleransi yang ditetapkan (sesuai dengan ordenya) harus dilakukan uji lanjutan dalam suatu analisis secara sistematik terhadap sumber- sumber kesalahan penyebabnya, (SNI Survei Hidrografi). Tabel II.1. Ketelitian pengukuran parameter survei hidrografi. (IHO Standards for Hydrographics Surveys 5th Edition, 2008. Special Publication No. 44) No Deskripsi Kelas Orde Khusus Orde 1 Orde 2 Orde 3 1 Akurasi horisontal 2 m 5 m + 5% dari kedalaman rata-rata 20 m + 5% dari kedalaman ratarata 150 m + 5% dari kedalaman rata-rata 2 Alat bantu navigasi tetap 2 m 2 m 5 m 5 m dan kenampakan yang berhubungan dengan navigasi. 3 Garis pantai 10 m 20 m 20 m 20 m 4 Alat bantu navigasi 10 m 10 m 20 m 20 m terapung 5 Kenampakan topografi 10 m 10 m 20 m 20 m 6 Akurasi Kedalaman a = 0,25 m b = 0,0075 a = 0,5 m b = 0,013 a = 1,0 m b = 0,023 a = 1,0 m b = 0,023 Catatan: 1. a dan b adalah variabel yang digunakan untuk menghitung ketelitian kedalaman. 2. alat pemeruman harus dikalibrasi sebelum digunakan. Batas toleransi kesalahan antara kedalaman titik fix perum pada lajur utama dan lajur silang dihitung dengan persamaan sebagai berikut: dimana : (II.2)
a = kesalahan independen (jumlah kesalahan yang bersifat tetap) b = faktor kesalahan kedalaman dependen (jumlah kesalahan yang bersifat tidak tetap) d = kedalaman terukur (b x d) = kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah semua kesalahan kedalaman yang dependen) II.1.5. Distribusi normal Distribusi normal merupakan salah satu alat dalam membuat analisis. Grafiknya disebut dengan kurva normal. Kurva normal merupakan suatu polygon yang dlicinkan dimana sumbu ordinatnya menunjukkan nilai frekuensi dan sumbu absisnya menunjukkan nilai variabel. Bentuk kurva normal adalah simetris, sehingga luas rata- rata ke kanan dan ke kiri masing- masing mendekati 50 %. Daerah kurva normal merupakan ruangan yang dibatasi daerah kurva dengan absisnya. Luas daerah kurva normal biasa dinyatakan dalam persen atau proporsi. Dengan kata lain luas daerah kurva normal adalah seratus persen, apabila dinyatakan dalam persen, dan apabila dinyatakan dengan proporsi, luas daerah kurva normal adalah satu (Sudjana, 2005) Gambar II.4. Kurva normal dengan distribusi nilai pada area kurva Adapun bentuk distribusi kurva normal ditentukan oleh tiga variable, yaitu: 1. x, yakni nilai dari distribusi variable
2. μ, yakni mean dari nilai-nilai distribusi variable 3. σ/s, standar deviasi dari nilai-nilai distribusi variable untuk mendapatkan nilai standar deviasi dapat menggunakan persamaan dibawah ini: (II.3) Keterangan : s = standar deviasi x i = nilai x ke-i = rata-rata n = ukuran sampel Sifat-sifat yang membentuk distribusi normal: a. Simetris yaitu mean distribusi terletak ditengah dengan luas bagian sebelah kiri sama dengan bagian sebelah kanan (berbentuk lonceng) sehingga total daerah di bawah kurva sebelah kiri = total daerah di bawah kurva sebelah kanan = 0,5 b. 68% populasi terletak diantara ±1s (satu standard deviasi) c. 95% populasi terletak diantara ±1,96s (dua standard deviasi) d. 99,9% populasi terletak diantara ±3s (tga standard deviasi) II.2. Pengambilan Data Data pemeruman diambil pada saat survey batimetri menggunakan alat echosounder yang sesuai dengan SNI 7646-2010. Survei dilakukan pada tahun 2011 disekitar pantai Barat Aceh. Data yang digunakan sebagai analisis uji ketelitian diambil 55 sampel data yang terdapat pada lajur utama dan lajur silang pemeruman. Adapun data pemeruman ini digunakan untuk pemetaan LPI skala 1:25.000.
Gambar : Lokasi data pemeruman III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis menggunakan persamaan uji ketelitian pada IHO SP 44 Tahun 2008 dan SNI 7646-2010 dengan tingkat kepercayaan 95%. Dengan formula menghasilkan nilai toleransi rata-rata 1,195 meter. Sehingga ada dua nilai yang tidak masuk toleransi yakni pada data ke-33 dan data ke-54 dengan selisih masing-masing sebesar 2,000 meter dan 2,010 meter. b. Analisis dengan persamaan statistik memperhitungkan standar deviasi. c. Data selisih lajur utama dan lajur silang menghasilkan nilai rata- rata -0,0703 m dan standard deviasi sebesar 0,56 m. Data tersebut kemudian dibuat enam kelas interval dan menghasilkan kurva normal yang ditunjukkan pada Gambar III.1. Dengan menggunakan pembatas daerah kurva normal sebesar dua sigma atau setara dengan tingkat kepercayaan 95% terdapat dua data yang harus tidak masuk rentang standar deviasi, yaitu data dengan selisih -2 m dan 2,01 m.
Tabel III.1. Kelas Interval Nomor kelas interval frekuensi 1-2 -1,33167 1 2-1,33167-0,66333 3 3-0,66333 0,005 30 4 0,005 0,673333 16 5 0,673333 1,341667 4 6 1,341667 2,01 1 Jumlah 55 Gambar III.1. Kurva Normal Tabel III.2. Hasil pembatasan daerah kurva normal Tingkat kepercayaan max min Data terbuang satu sigma 68% 0,496806-0,637533 10 dua sigma 95% 1,0639755-1,204703 2 tiga sigma 99.80% 1,6311451-1,771872 2 IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel data pengukuran Batimetri wilayah pantai Barat Aceh 2011, maka didapat kesimpulan bahwa: 1. Data hasil survey memiliki tingkat error yang kecil dilihat dari hasil data yang diterima sesuai dengan standar pengukuran menggunakan tingkat kepercayaan 95%. 2. Data yang tidak masuk batas toleransi pengukuran sebanyak dua data dari 55 data sampel yang digunakan. 3. Uji statistik hanya dapat dilakukan hingga pengujian standar deviasi, karena tidak adanya nilai yang dijadikan acuan pembanding pada penelitian ini. 4. Sampling rate akuisisi data yang dihasilkan echosounder, mempengaruhi nilai uji ketelitian pengukuran.
TERIMAKASIH Terimakasih kepada Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai telah mengijinkan penggunaan data sounding wilayah pantai Barat Aceh sebagai bahan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H. Z, 2007, GPS Positioning, Bahan Ajar, Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, Bandung Dewantoro, A, 2012, Analisis Ketelitian Hasil Pemeruman Perairan Dangkal Menggunakan Multibeam Echosounder, Jurusan Teknik Geodesi UNDIP, Semarang Djunarsah, E., Poerbandono. (2005). Survei Hidrografi.Bandung: Refika Aditama Soeprapto, 2001, Survey Hidrografi, Buku Ajar, Jurusan Teknik Geodesi UGM, Yogyakarta Sudjana, 2005, Metode Statistika, Bandung:Tarsito. 2014. Kerangka Acuan Kerja Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta Lingkungan Pantai (LPI) skala 1:25.000, Cibinong. 2008. IHO Standards for Hydrographics Surveys 5th Edition, 2008. Special Publication No. 44, Monaco..2010. SNI Survei Hidrografi menggunakan singlebeam echosounder, SNI 7646:2010, Jakarta