BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES)

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

BAB I PENDAHULUAN I. I.1

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum

BAB III MULTIBEAM SIMRAD EM Tinjauan Umum Multibeam Echosounder (MBES) SIMRAD EM 3002

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Scientific Echosounders

Jurnal Geodesi Undip Januari2014

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 2 TEORI DASAR Maksud dan tujuan pelaksanaan survei lokasi Maksud dan tujuan utama dari pelaksanaan survei lokasi bagi anjungan minyak lepas

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ketentuan International Hydrographic Organisation (IHO) Standards

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

SURVEI HIDROGRAFI UNTUK KAJIAN ALKI DI PERAIRAN LAUT JAWA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

STUDI KASUS: SITE BAWEAN AREA, JAWA TIMUR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES) UNTUK KEPERLUAN BATIMETRIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PETA LOKASI LAPANGAN MATINDOK-SULAWESI TENGAH LAMPIRAN A

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER PADA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

3. METODOLOGI PENELITIAN

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN ANYER, BANTEN MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

Prosiding PIT VII ISOI 2010 ISBN : Halaman POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

BAB 2 TEORI DASAR. 2.1 Pekerjaan Survei Hidrografi

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

HASIL DAN PEMBAHASAN

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN PANTAI PEJEM PULAU BANGKA BATHYMETRY MAPPING IN THE COASTAL WATERS PEJEM OF BANGKA ISLAND

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02.

Gambar 8. Lokasi penelitian

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 DATA DAN METODA

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

PEMETAAN BATIMETRI UNTUK PERENCANAAN PENGERUKAN KOLAM PELABUHAN BENOA, BALI

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang

3 METODOLOGI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Berdasarkan Identifikasi dan Kebutuhan Pengguna Informasi Pasut

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Antiremed Kelas 12 Fisika

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 10 PERANCANGAN. Dr. Mohd Razali Mahmud UTM 1. Pengenalan. Bentuk Garis Peruman. Sungai dan kuala sungai. Pelabuhan dan jeti

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Geodesi Undip Oktober2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi di navigasi kelautan, perencanaan pelabuhan, dan lain-lain. Salah satu teknik untuk pengadaan data batimetri cakupan luas adalah dengan menggunakan Multibeam Echosounder (MBES). Seabat T20-P adalah peralatan MBES yang memiliki cakupan sudut beam yang cukup luas dengan jumlah titik hingga 256 dalam keadaan normal. Spesifikasi ini akan memudahkan terpenuhinya syarat ketelitian survei hidrografi oleh SNI survey hidrografi dalam pengambilan data batimetri yang memiliki kerapatan titik 100% tanpa ada gap. Penggunaan teknologi MBES di Indonesia masih terkendala dalam hal jumlah dan penguasaan alat (sumber daya manusia), proses pengambilan data hingga aplikasinya. Perkembangan kepentingan sektor maritim pada masa mendatang menyebabkan survei hidrografi orde spesial di Indonesia semakin dibutuhkan, oleh karena itu pemahaman serta penguasaan teknologi MBES merupakan hal yang sangat penting. Teknologi MBES dapat melakukan pengukuran titik-titik kedalaman yang rapat secara simultan, cepat dan memiliki keakuratan yang tinggi jika telah melakukan prosedur sesuai ketentuan dan proses kalibrasi yang tepat. Berdasarkan hal tersebut pengukuran batimetri dengan MBES diperlukan untuk penyajian data muka dasar laut pada pekerjaan perencanaan perairan laut. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana proses pengukuran batimetri dengan MBES di Perairan Selat Sunda sebagai tempat dibangunnya Jembatan Selat Sunda. Selat Sunda sebagai kawasan strategis Indonesia memiliki potensi besar untuk pembangunan jembatan dan rekayasa di perairan sekitar selat sunda untuk dikembangkan sehingga dapat mendukung pembangunan terpadu kawasan pesisir 1

2 Indonesia. Hasil survei batimetri akan menjadi data yang mendasari perencanaan pembangunan terpadu kawasan pesisir. I.2. Lingkup Kegiatan Kegiatan ini mencakup proses survei batimetri dengan MBES, dimulai dari akuisisi data pasang surut lokal, data sifat fisis laut, data kedalaman, dan data posisi secara absolut sampai pembuatan peta lembar lukis dari hasil pemeruman dengan MBES. Peta lembar lukis yang dimaksud bukan peta lembar lukis teliti dengan data kedalaman terkoreksi, melainkan peta lembar lukis dengan data kedalaman yang diunduh langsung dari instrumen MBES. I.3. Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk membuat peta lembar lukis dari hasil survei batimetri menggunakan MBES di bagian perairan Selat Sunda dengan orde khusus. I.4. Manfaat Manfaat dari kegiatan ini adalah memberikan informasi tentang survei batimetri menggunakan MBES dan pembuatan peta lembar lukis sesuai SNI survei hidrografi. I.5. Landasan Teori I.5.1. Multibeam Echosunder Multibeam Echosounder menggunakan prinsip yang sama dengan singlebeam namun jumlah beam yang dipancarkan adalah lebih dari satu pancaran. Pola pancarannya melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam akan mendapatkan satu titik kedalaman sehingga titik-titik kedalaman tersebut dihubungkan akan membentuk profil dasar laut. Jika kapal bergerak maju hasil sapuan MBES tersebut menghasilkan suatu luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut (Moustier 2005). Konfigurasi transduser merupakan gabungan dari beberapa stave yang tersusun seperti array (matriks). Stave merupakan bagian tranduser MBES yang berfungsi sebagai saluran untuk memancarkan maupun menerima pulsa akustik hasil pantulan dari dasar laut (stave transceiver beam). Semua stave akan menerima sinyal akustik

3 dari segala arah hasil pantulan obyek-obyek di dasar laut. Semakin dekat obyeknya dengan sumber maka intensitasnya pun semakin kuat. Gelombang akustik yang dipantulkan dari dasar laut selanjutnya dianalisis oleh tranduser sehingga dapat dibedakan gelombang pantul yang datang dari arah yang berbeda. Hasil sudut pancaran beam terluar sering kali mengalami kesalahan karena lintasan gelombang akustik yang lebih panjang jaraknya, sehingga memperbesar kesalahan refraksi sudut. Tiap-tiap stave pada MBES akan memancarkan sinyal pulsa akustik dengan kode tertentu sehingga kode sinyal antara stave yang satu dengan stave yang lain berbeda walaupun menggunakan frekuensi yang sama (Moustier 2005). Cara untuk mendeteksi arah datangnya sinyal yang dipantulkan oleh dasar laut, transduser pada MBES menggunakan tiga metode pendeteksian, yaitu pendeteksian amplitudo, fase dan interferometrik (sudut). Pada umumnya MBES menggunakan teknik interferometrik untuk mendeteksi arah datangnya gelombang pantul sebagai fungsi dari waktu (Moustier 2005). Pendeteksian interferometrik digunakan untuk menentukan sudut sinyal datang. Akumulasi sinyal akustik diterima dua array yang terpisah selanjutnya membentuk suatu pola interferensi. Pola ini menunjukkan hubungan fase tiap sinyal yang diterima. Berdasarkan hubungan yang ada, suatu arah akan dapat ditentukan. Informasi ini bila dikombinasikan dengan jarak, dapat menghasilkan data kedalaman. Prinsip pengukuran MBES yang menggunakan pengukuran selisih fase pulsa (jenis pengamatan yang digunakan adalah metode pulsa) (Moustier 2005). Teknik pengukuran yang digunakan adalah selisih fase pulsa yang berfungsi merekam selisih pulsa, waktu pemancaran, dan penerimaan pulsa akustik serta sudut datang dari sinyal tiap-tiap transduser. Gambar I.1 menunjukkan gelombang diterima dan dipancarkan oleh MBES.

4 Gambar I.1. Gelombang yang dipancarkan oleh MBES (Anonim 2010) Kedalaman merupakan fungsi dari selang waktu (tiap beam) : H = 1/2.v. t h = kedalaman yang diukur v = cepat rambat gelombang akustik tergantung pada STP (± 1500 m/s) Δt = selang waktu antara saat gelombang akustik yang dipancarkan dengan saat penerimaan kembali gelombang pantulnya. Selisih fase pulsa dalam MBES artinya sebagai fungsi dari selisih fase waktu pemancaran dan waktu penerimaan. Perhitungan waktu tempuh dan arah sudut pancaran setiap stave yang ditentukan dari pengukuran selisih fase pulsa MBES. Frekuensi, berkisar antara 1-300 khz. I.5.2. Kalibrasi Sistem Multibeam Echosounder Sistem yang lebih modern tidak menjanjikan perolehan data yang berkualitas serta bebas dari selisih kasar bagi pengukuran kedalaman dasar laut karena juga diakibatkan oleh dinamika laut. Kalibrasi merupakan kegiatan pemeriksaan dan

5 penentuan besar kesalahan yang ada dalam suatu alat ukur. Kalibrasi diperlukan untuk menentukan kualitas alat-alat ukur termasuk alat multibeam dalam penggunaannya. Proses kalibrasi ini meliputi : roll, pitch, gyro dan cepat rambat akustik. Data yang diperoleh akan baik setelah kalibrasi dilaksanakan dengan tepat pada sistemsistem secara menyeluruh. I.5.2.1. Kalibrasi offset static. Kalibrasi ini dimulai dengan mengukur kelurusan dan offset-offset statis dari sensor-sensor yang disesuaikan kepada centerline dari kapal dan transduser. Kelurusan itu mengurangi koreksi statik dari tiap sensor dan dapat dilaksanakan dengan penerima GPS. Proses dari kelurusan secara fisik dari platform kapal (antena GPS kapal), transduser, kompas giro, dan MRU dikenal sebagai offset statis. Offset statis dari sensor-sensor adalah jarak-jarak antara sensor-sensor dan titik referensi terhadap antena GPS (Mann 1996). Gambar I.2 menjelaskan offset-offset statik terhadap centerline baik dilihat dari depan maupun dari samping kapal. Gambar I.2. Offset Statik (Mann 1996) Titik referensi kapal harus suatu tempat yang dengan mudah dapat diakses. Offset-offset sensor diukur jarak-jarak dari titik referensi ke pusat sensor. Tranduser dekat centerline kapal dan disekitar sumbu roll (X) dibariskan dengan asimut dari kapal. Gyro compass dibariskan dengan sumbu-x dari kapal yang menggunakan titik kontrol geodetik yang digunakan untuk menentukan arah azimut. Kelurusan ini bisa

6 dilakukan dengan meminimalkan pengaruh gelombang. Antena GPS ini diposisikan dekat pusat dari kapal dengan jarak-jarak horisontal dan vertikal dari antena ke titik referensi kapal itu mengukur dengan pita ukur. I.5.2.2. Patch test. Sebelum melakukan patch test (tes keseimbangan) sebaiknya dilakukan quick survey, yaitu untuk mengetahui atau menemukan kedangkalan/ gradien kedalaman yang dapat memenuhi persyaratan untuk melaksanakan patch test. Setelah offset-offset yang statis ditentukan, kemudian dilaksanakan kegiatan Patch test. Patch test dilaksanakan secara hati-hati untuk memastikan bahwa data dikumpulkan dapat dipercaya dan berkualitas. Pelaksanaan uji patch ini dilakukan pada survei kecil dengan beberapa bentuk ketentuan sesuai dengan kalibrasi yang dilakukan. Tujuan dari uji patch ini yaitu memeriksa dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan sebagai berikut : 1. Kalibrasi pitch 2. Kalibrasi roll 3. Kalibrasi positioning time delay 4. Kalibrasi yaw 5. Kalibrasi gyro 1.5.3. Sistem Penentuan Posisi Kapal ( X, Y ) Penentuan posisi di dasar laut dipengaruhi oleh kedudukan tranduser dan kedudukan GPS sehingga dengan proses translasi serta berdasarkan resolusi sudut beam (bergantung pada kedalaman) dapat ditentukan posisi pada dasar laut. Gambar I.3 menjelaskan bagaimana sistem penentuan posisi pada MBES.

7 Gambar I.3. Penentuan posisi dalam keadaan stabil Dalam hal ini bidang XY berimpit dengan chart datum. Nilai h merupakan ukuran draft tranduser dan nilai H merupakan ukuran kedalaman pada saat tegak lurus. Heading kapal pada arah sumbu X. 1.5.4. Reduksi Kedalaman Reduksi kedalaman dimaksudkan untuk melakukan koreksi terhadap nilai kedalaman yang terukur. Reduksi yang dilakukan salah satunya berupa koreksi pasang surut laut atau pasut. Pengamatan pasut bertujuan untuk mencatat atau merekam gerakan vertikal permukaan air laut yang terjadi secara periodik yang disebabkan tarik-menarik antara bumi dengan benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari (Djunarsjah 2005). Pengukuran permukaan air sesaat dapat menentukan bidang referensi kedalaman atau chart datum dan penentuan koreksi serta prediksi pasut dari hasil pengukuran kedalaman mengacu pada salah satu bidang referensi vertikal. Pengukuran CTD (conductivity, temperature, depth) dilakukan untuk mendapatkan nilai cepat rambat suara pada air laut. Hasil dari profil cepat rambat akustik pada air laut menjadi nilai reduksi dalam pengolahan data MBES. Koreksi

8 yang dilakukan antara lain: koreksi ukuran kedalaman (koreksi cepat rambat akustik) dari data CTD, kedudukan tranduser, koreksi draft transduser (diagram kapal), koreksi pergerakan kapal (pitch, roll, yaw), koreksi pasut dan lain-lain, sehingga dapat didapat kedalaman dasar laut terhadap surutan terendah air laut dan dapat dibuat profil dasar laut. Profil dasar laut dapat dibuat berdasarkan chart datum yang ditentukan dengan koreksi pasut tertentu. 1.5.5. Kualitas Data Sesuai rekomendasi SNI survei hidrografi mengenai persyaratan untuk Orde Spesial dan Orde 1 seperti perairan di pelabuhan perlu mendapatkan alur yang bebas dari bahaya navigasi sehingga survei batimetri perlu dilakukan dengan menggunakan MBES untuk mendapatkan coverage penuh (SNI 2010). Tabel I.1 menjelaskan berbagai orde pengukuran batimetri. Contoh area yang dipetakan Tabel I.1. Klasifikasi survei Orde Khusus 1 2 3 Pelabuhan, Pelabuhan, Daerah yang tempat Pelabuhan yang tidak tercakup berlabuh, dan mendekati dalam Orde saluran-saluran terusan, jaluran Special atau kritis dengan anjuran, dan Orde 1 atau hambatan sarat daerah perairan daerah dengan kapal dengan kedalaman minimum. kedalaman hingga 200 m. Ketelitian Hz dan V 2 m dan a = 0.25 m b = 0.0075 hingga 100 m. 5 m ± 5%d dan a = 0.5 m b = 0.013 20 m ± 5%d dan a = 1.0 m b = 0.023 Daerah yang tidak tercakup dalam Orde Special atau Orde 1 dan 2. 150 ± 5%d dan a = 1 m b = 0.023 I.5.6. Peta Lembar lukis Lembar lukis adalah sajian data survei yang diatur pada SNI 7646-2010 survei hidrografi. Ketentuan peta lembar lukis sebagai berikut : 1. Memuat angka kedalaman, kontur kedalaman, garis pantai berikut sungai, karang, tanda atau sarana bantu navigasi, bahaya pelayaran, jenis dasar laut, serta objek-objek penting yang perlu ditampilkan.

9 2. Kerapatan angka kedalaman adalah satu cm pada skala peta, dimana koordinat penggambaran menggunakan proyeksi UTM pada datum DGN- 95, atau sesuai dengan kebutuhan. 3. Untuk lembar lukis teliti analog, kertas yang digunakan adalah drafting film dengan ketebalan 0,03 mm. 4. Kontur kedalaman laut dicantumkan sesuai dengan kebutuhan. Kontur kedalaman setidaknya mencantumkan kontur kedalaman sebagai berikut 0, 2, 5, 10, 20 dalam meter. 5. Lembar lukis mencantumkan legenda yang di dalamnya berisi indeks peta, data referensi, pemilik pekerjaan, pelaksana pekerjaan, proyeksi, unit kedalaman dalam meter, nomor lembar peta, judul atau lokasi, dan waktu pelaksanaan. Data digital dari lembar lukis disajikan dalam format vektor.