BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang berdampak perubahan dalam undang-undang pajak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam melaksanakan penelitian pada UPPD Provinsi Wilayah XXII

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DALAM RANGKA SINERGITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. rangka pengembangan atau mengadakan perubahan-perubahan ke arah keadaan

BAB I PENDAHULUAN. undang undang ini adalah besaran alokasi dana desa yang sebelumnya hanya. cukup besar mulai Tahun 2015 yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut diperlukan pembiayaan pembangunan yang berasal dari penerimaan negara. Sumber penerimaan negara pada dasarnya terbagi dari dua sumber utama yaitu penerimaan dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Semakin besar penerimaan dalam negeri, maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut semakin mandiri. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Di Indonesia, penerimaan dari sektor pajak cukup besar peranannya, lebih dari 70% pada tahun 2013 total penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini disumbang dari penerimaan perpajakan untuk mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Demikian pula pemerintah daerah yang juga dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembangunan nasional. Sehingga pemerintah daerah harus 1

2 mengusahakan keuangan daerahnya sendiri yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disetiap periode. Berdasarkan kewenangan pemungutannya, di Indonesia pajak dapat dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat merupakan pajak yang pengelolaan atau pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak yang berguna untuk membiayai rumah tangga pemerintah pusat dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang pendapatan asli daerah dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ada beberapa jenis pajak yang dikenakan kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya Pajak Bumi dan Bangunan merupakan jenis pajak yang dikenakan sebagai sumber pendapatan daerah yang potensial dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya lainnya adalah ketersediaan pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak maupun non pajak. Penghasilan dari sumber pajak meliputi berbagai sektor perpajakan antara lain diperoleh dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sebagaimana kita ketahui bersama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang

3 mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang mulai dipungut berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 yang dirubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994. Pada awalnya, Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada daerah. Perlu diketahui bahwa PBB termasuk jenis pajak yang penerimaannya dibagi-bagikan kepada daerah sebagai dana bagi hasil dana perimbangan pusat ke daerah. Dengan adanya desentralisasi pemerintahan atau otonomi daerah, daerah memiliki kewenangan cukup besar dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu, daerah harus mempunyai sumber dana yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Seiring dengan kepentingan di atas, PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang awalnya merupakan pajak yang kewenangannya ada pada pemerintah pusat kemudian dialihkan menjadi Pajak Daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Terkait pemungutan PBB di daerah, Pemerintah Daerah diwajibkan untuk mengeluarkan Peraturan Daerah sebagai payung hukum dalam pemungutan PBB di wilayah masingmasing. Berlakunya Undang-Undang tersebut menjadikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut PBB P2 dari Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah serta diharapkan mampu menjadi salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial bagi setiap daerah.

4 Kewenangan dalam kegiatan yang terkait dengan PBB P2 menjadi milik Pemerintah Daerah, hal itu meliputi proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan terkait PBB P2. Pemerintah Daerah setiap tahunnya memiliki target dalam penerimaan PBB P2 sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, namun terkadang realisasi penerimaan pajak tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Sehingga perlu adanya strategi yang khusus untuk meningkatkan realisasi target penerimaan pajak khususnya tentang PBB P2. Hal tersebut akan mendorong Pemerintah Daerah untuk lebih menggali potensi penerimaan PAD dari sektor PBB P2 di daerahnya. DKI Jakarta merupakan salah satu dari beberapa Kota/Kabupaten di Indonesia yang telah melakukan pengalihan PBB P2 pada tahun 2013. Setelah melakukan pengalihan PBB P2, DKI Jakarta melalui Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) melakukan semua kegiatan perpajakan terkait tentang PBB P2. Adapun fenomena yang berkenaan dengan Pendapatan Asli Daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang diperoleh penulis dari http://www.aktual.co/jakartaraya/realisasi-pendapatan-asli-daerah-dki-capai-78- persen per 19 Desember 2014 15:42 WIB, seperti sebagai berikut: Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta tahun 2014 mencapai 78% atau sekitar Rp 25,4 triliun dari targetnya sebesar Rp 32,5 triliun. Target PAD DKI Jakarta tahun 2014 tidak tercapai, karena ada empat pajak besar yang ternyata realisasinya masih jauh dari harapan. Keempat pajak tersebut diantaranya Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Reklame, Pajak atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (PPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Untuk Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, realisasi penerimaan tahun ini dibandingkan tahun lalu hanya 89% ini disebabkan transaksi jual beli kendaraan bermotor tahun lalu menurun, sedangkan untuk Pajak

5 Reklame dari target sebesar Rp 2,4 triliun baru mencapai 33%, karena adanya kenaikan dasar pajak reklame hingga lima kali lipat, sehingga akibatnya para pemilik produk menunda pemasangan reklamenya. Lalu PPHTB dari targetnya Rp 5 triliun baru mencapai 63%, karena transaksi jual beli tanah dan bangunan menurun juga dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk PBB P2 diprediksi hanya tercapai sebesar 83%, dimana terdapat kebocoran sebesar Rp 1 triliun dari target Rp 6,5 triliun. Berdasarkan fenomena di atas, pada tahun 2014 beberapa komponen penerimaan yang berasal dari pajak salah satunya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan belum dapat mencapai target. Hal ini mempengaruhi realisasi Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta yang hanya tercapai sebesar 78% dari target yang telah ditetapkan. Selain DKI Jakarta, pada tahun 2014 seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat telah melakukan pengalihan PBB P2. Masing-masing Kabupaten/Kota memiliki target dan realisasi penerimaan PBB P2 yang berbeda-beda tergantung dari jumlah Wajib Pajaknya. Besarnya PBB P2 yang dibayar Wajib Pajak pun berbeda-beda pula tergantung dari luas dan letak objek pajak yang menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Target tersebut, secara umum dibagi kedalam lima kelompok. Kelompok I daerah dengan target PBB Rp 12 miliar/tahun, kelompok II (Rp 13 miliar-rp 17 miliar), kelompok III (Rp 18 miliar-rp 35 miliar), kelompok IV (Rp 36 miliar-rp 75 miliar), dan kelompok V (di atas Rp 75 miliar). Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka perlu diperhatikan kesadaran dan pemahaman Wajib Pajak tentang Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya di kawasan pemukiman yang biasanya realisasi Pajak Bumi dan Bangunan masih di bawah target. Dan berikut data berupa Target dan Realisasi

6 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2014. Tabel 1.1 Target dan Realisasi PBB P2 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 No Kabupaten/Kota PBB P2 Target Realisasi 1. Kota Depok 135.000.000.000 112.470.994.130 2. Kota Bogor 69.500.000.000 73.235.736.074 3. Kota Sukabumi 7.000.000.000 7.637.467.999 4. Kab. Bogor 195.000.000.000 215.002.236.931 5. Kab. Sukabumi 32.000.000.000 33.396.623.995 6. Kab. Cianjur 42.000.000.000 32.462.440.243 7. Kota Bekasi 185.036.573.394 165.711.282.723 8. Kab. Bekasi 240.000.000.000 249.879.629.850 9. Kab. Purwakarta 42.000.000.000 43.385.079.635 10. Kab. Karawang 130.000.000.000 121.849.920.091 11. Kab. Subang 20.000.000.000 21.346.741.972 12. Kota Cirebon 21.000.000.000 22.705.310.273 13. Kab. Cirebon 28.000.000.000 28.523.539.117 14. Kab. Kuningan 14.549.240.665 14.880.140.872 15. Kab. Indramayu 27.308.500.000 31.731.971.151 16. Kab. Majalengka 16.586.141.938 17.425.465.672 17. Kota Bandung 360.000.000.000 354.053.450.896 18. Kab. Bandung 65.000.000.000 71.041.111.146 19. Kab. Sumedang 22.300.000.000 21.421.686.143 20. Kab. Garut 18.000.000.000 19.662.923.756 21. Kota Tasikmalaya 17.500.000.000 15.055.039.997 22. Kab. Tasikmalaya 17.170.774.937 17.643.988.606 23. Kab. Ciamis 15.000.000.000 16.449.398.739 24. Kota Banjar 3.429.558.883 3.484.613.409 25. Kota Cimahi 27.225.748.000 25.722.045.284 26. Kab. Bandung Barat 49.500.000.000 44.331.351.797 27. Kab. Pangandaran 6.311.491.051 6.983.433.431 Jumlah 1.806.418.028.868 1.787.466.623.932 Sumber: Laporan PBB Kab/Kota di Jawa Barat 2014

7 Dan berikut disajikan juga data berupa Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang didalamnya sudah termasuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Tabel 1.2 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Daerah Target Realisasi 1. Kota Depok 638.584.271.255,45 608.742.196.745,95 2. Kota Bogor 483.014.420.704,00 543.890.533.307,00 3. Kota Sukabumi 244.768.896.910,00 258.467.192.313,00 4. Kab. Bogor 1.481.027.789.100,00 1.683.663.770.520,67 5. Kab. Sukabumi 411.643.077.000,00 457.050.289.802,86 6. Kab. Cianjur 385.119.931.061,60 383.270.836.497,75 7. Kota Bekasi 1.170.134.918.800,00 1.179.848.287.196,55 8. Kab. Bekasi 1.290.412.792.982,00 1.547.786.611.603,00 9. Kab. Purwakarta 459.349.229.156,00 290.548.450.779,00 10. Kab. Karawang 836.464.055.855,00 908.791.800.085,00 11. Kab. Subang 206.423.025.875,00 266.549.865.788,00 12. Kota Cirebon 265.668.901.051,00 309.888.471.000,00 13. Kab. Cirebon 424.593.340.403,00 452.803.366.979,76 14. Kab. Kuningan 185.714.311.741,00 192.908.838.830,00 15. Kab. Indramayu 284.472.232.000,00 327.200.575.834,00 16. Kab. Majalengka 198.122.451.041,00 207.039.465.195,00 17. Kota Bandung 1.808.509.055.075,00 1.667.345.556.684,00 18. Kab. Bandung 583.782.229.947,68 701.916.756.419,24 19. Kab. Sumedang 260.719.911.434,66 301.396.284.045,49 20. Kab. Garut 324.329.660.481,00 372.651.562.506,00 21. Kota Tasikmalaya 230.390.941.948,00 242.997.447.613,03 22. Kab. Tasikmalaya 152.337.814.551,00 162.863.531.304,00 23. Kab. Ciamis 172.499.792.109,00 182.258.225.885,90 24. Kota Banjar 103.638.432.277,00 118.592.602.430,00 25. Kota Cimahi 207.829.160.605,86 227.949.120.180,17 26. Kab. Bandung Barat 245.795.835.592,00 229.976.941.800,59 27. Kab. Pangandaran 46.323.540.943,00 34.665.705.874,00 Jumlah 13.101.670.019.899,25 13.861.064.287.219,96 Sumber: Laporan PAD Kab/Kota di Jawa Barat 2014

8 Dalam hal ini, peneliti akan mengupas lebih dalam mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Hal ini dikarenakan efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan cenderung mengalami fluktuasi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama mengenai pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal inilah yang mendorong penulis mengadakan penelitian yang berjudul: Pengaruh Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 2. Bagaimana penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 3. Seberapa besar pengaruh efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

9 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 2. Untuk mengetahui penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya dan memberikan manfaat yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan. Semua informasi yang akan diperoleh dari hasil penelitian diharapkan akan memberikan kegunaan berupa: 1.4.1 Kegunaan Teoritis Diharapkan dapat menunjang ilmu pengetahuan di bidang akuntansi khususnya di bidang perpajakan. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Penulis Penulis dapat memperoleh pemahaman wawasan khususnya mengenai Pajak Bumi dan Bangunan.

10 2. Bagi Instansi Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah Kota Bandung dan juga memberikan masukan dalam melaksanakan pekerjaannya. 3. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu rekan-rekan mahasiswa maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi dan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian sejenis yaitu mengenai sesuatu yang penulis bahas. 1.5 Tempat dan Waktu Penelitian Dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Setda Provinsi Jawa Barat yang bertempat di Jalan Diponegoro No. 22 Kota Bandung, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015.