BAB I PENDAHULUAN. yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING)

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4 disebutkan

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

PENERAPAN UPAYA HUKUM PAKSA BERUPA PEMBAYARAN UANG PAKSA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA 1 Oleh : H. UJANG ABDULLAH, SH.,M.Si 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

Pdengan Persetujuan Bersama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Administratif di Badan Pertimbangan Kepegawaian dan Pengadilan Tata. Usaha Negara jika dilihat dari Tata Cara sebagai berikut :

ELIZA FITRIA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 26 TAHUN 2016 LAMPIRAN : 1 (satu) TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan bagi kehidupan

PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR. Tengku Erwinsyahbana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

keseragaman kebijaksanaan seringkali peraturan yang menjadi dasar keputusan menentukan bahwa sebelum berlakunya Keputusan Tata Usaha Negara

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN

MEDIASI DALAM RANGKA ASAS PERADILAN CEPAT BIAYA MURAH DALAM UPAYA PENYELESAIAN TERJADINYA SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PAKSA BADAN (GIJZELING/ IMPRISONMENT FOR CIVIL DEBTS) DI INDONESIA

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PEMBEKALAN HUKUM CALON PESERTA PEMILUKADA. Dr. Humphrey R Djemat, S.H., L.LM., FCB. Arb

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

JAMINAN. Oleh : C

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

A.Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB V PENUTUP. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah digugat di pengadilan oleh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan unsur tersebut diperlukan penegakan hukum supaya hukum menjadi kenyataan. Ada tiga unsur yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum yaitu : kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan keadilan (gerechtigkeit). 1 Sarana hukum administrasi negara diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dari segala perbuatan administrasi negara, dan disamping itu pada dasarnya juga memberikan perlindungan hukum bagi administrasi negara dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya. Hukum Administrasi Negara memberikan batasan-batasan keabsahan bagi perbuatan yang dilakukan oleh administrasi negara dan menjamin keadilan bagi masyarakat yang haknya dirugikan oleh perbuatan administrasi negara tersebut. Hukum Administrasi Negara yang ada pada saat sekarang ini mencakup berbagai pengaturan mengenai pemerintahan, perekonomian, kesejahteraan sosial, otonomi daerah, kepegawaian, birokrasi, serta peradilan administrasi. Hal ini manjadikan Hukum Administrasi Negara mangatur sebagian besar kegiatan di suatu Negara. 1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), cetakan pertama (Yogyakarta:Liberty,2003) hal.60

2 Dalam mengelola suatu Negara atau pemerintahan harus mempunyai batasanbatasan, disinilah muncul asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas adalah norma hukum yang kongkret yang mengatur perilaku kongkret tertentu,dapat diabstraksikan sebagai norma yang lebih umum, yang lingkupannya lebih luas sedangkan asas hukum mengandung nilai etis tertentu. Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik, diantara lain sebagai berikut: 2 1) Asas kepastian hukum 2) Asas keseimbangan 3) Asas kesamaan 4) Asas bertindak cermat 5) Asas motivasi untuk setiap keputusan 6) Asas larangan mencampur-adukan kewenagan 7) Asas kejujuran dalam bertindak 8) Asas larangan bertindak tidak wajar atau bertindak sewenang-wenang 9) Asas pengharapan 10) Asas meniadakan akibat keputusan yang yang batal 11) Asas perlindungan atas pandangan hidup Asas inilah yang yang harus dijadikan pedoman dalam menjalankan pemerintahan yang baik bagi pejabat maupun dalam lingkup peradilan, agar mampu menjadi alat yang efisien, efektif, bersih, serta berwibawa, dan dalam menjalankan tugasnya selalu berdasarkan hukum. Perlindungan hukum bagi masyarakat sangat penting karena di dalam kehidupan masyarakat sering ditemui permasalahan atau sengketa antara individu, baik per 2 Ateng Syafrudin, Butir-butir bahan Telaahan Tentang AAUPL untuk Indonesia, dalam Paulus Efendi lotulung, Himpunan Makalah Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994) hal 64

3 orangan maupun kelompok, dengan Pemerintah yang berkaitan dengan kebijakankebijakan dan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Pejabat administrasi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyebut sengketa Tata Usaha Negara muncul jika seseorang atau badan hukum perdata merasa dirugikan, sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan. Sebagaimana diketahui bahwa, Pejabat Tata Usaha Negara dalam fungsi menyelenggarakan kepentingan dan kesejahteraan umum tidak terlepas dari tindakan mengeluarkan keputusan, sehingga tidak menutup kemungkinan keputusan tersebut menimbulkan kerugian. Banyaknya putusan pengadilan tata usaha Negara yang tidak dapat dieksekusi telah menimbulkan pesimisme dan apatisme dalam masyarakat dikarenakan tidak adanya kekuatan eksekutorial dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu yang menyebabkan lemahnya pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara adalah karena tidak terdapatnya lembaga eksekutorial dan kekuatan memaksa dalam pelaksanaan putusan tersebut sehingga pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara tergantung dari kesadaran dan inisiatif dari pejabat Tata Usaha Negara tersebut. Dengan penegoran sistem hirarki seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara terbukti tidak efektif dalam pelaksaan putusan pengadilan tata usaha negara. Kelemahan Peradilan Tata Usaha Negara itu terjadi karena tidak adanya upaya memaksa yang dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan Tata Usaha Negara. Menyadari kelemahan yang ada pemerintah kemudian menetapkan adanya upaya

4 pemaksa agar suatu putusan Tata Usaha Negara dapat dilaksanakan oleh para pihak melalui pengesahan Undang-undanag Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara baru akan berwibawa dan ada artinya bagi pencari keadilan, apabila putusan-putusannya dapat dilaksanakan oleh aparatur Tata Usaha Negara yang bersangkutan sesuai dengan isi diktum Putusan Pengadilan tersebut. Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara terletak pada ditaatinya atau tidak kewajiban-kewajiban yang dicantumkan dalam putusan Pengadilan tersebut oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara. Dalam Undang-Undanag Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 terdapat perubahan pada Pasal 116 ayat (4) dan ayat (5) yaitu adanya penjatuhan uang paksa (dwangsom) bagi pejabat Tata Usaha Negara yang tidak melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap berupa pembayaran uang paksa (dwangsom) dan/atau sanksi administratif serta publikasi di media cetak. Uang paksa merupakan salah satu tekanan agar orang atau pihak yang dihukum mematuhi dan melaksanakan hukumannya. Uang paksa (Dwangsom) bukan termasuk hukum pokok, karena meskipun telah ditetapkan sejumlah uang paksa dalam amar putusan, maka pihak yang kalah tidak perlu membayarnya atau dibebani pembayaran uang paksa tersebut apabila dia mematuhi isi amar putusan tersebut. Kewajiban dwangsom harus dipenuhi apabila pihak yang kalah tidak mematuhi isi putusan tersebut. Dwangsom sifatnya adalah assesoir, artinya hukuman tambahan sebagai penjaga dan bisa sekaligus sebagai pemaksa agar putusan hakim dipatuhi/ dilaksanakan.

5 Tidak semua putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara dapat diterapkan uang paksa, dalam Pasal 116 Ayat (4) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan apabila tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administratif. Jadi putusan yang dapat diterapkan uang paksa hanya putusan yang sudah berkekuatan hukum yang tetap. Uang paksa diterapkan (dipaksakan) kepada pejabat apabila ia melawan putusan Hakim dan hanya bisa diterapkan terhadap perintah melaksanakan perbuatan tertentu yang dilakukan oleh orang tertentu dan tidak bisa diganti/diwakili orang lain. Dalam Ketentuan Pasal 116 ayat (4) undang-undang No.51 Tahun 2009 mengenai uang paksa dan/atau sanksi administratif, yang dimaksud dengan pejabat yang bersangkutan dikenakan uang paksa atau sanksi administratif dalam ketentuan ini adalah pembebanan berupa pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim karena jabatannya yang dicantumkan dalam amar putusan pada saat memutuskan mengabulkan gugatan penggugat. Dalam ketentuan pasal ini tidak jelas apakah pengenaan uang paksa itu terhadap pribadi pejabat atau terhadap instansi. Dalam implementasinya pemberlakuan uang paksa 3 masih belum dapat diterapkan sebagaimana mestinya karena menyangkut permasalahan belum adanya produk hukum yang mengatur tentang prosedur dan mekanisme cara pembayaran uang paksa, terhadap siapa uang paksa itu dibebankan dan sejak kapan uang paksa 3 Lilik Mulyadi, Tututan Uang Paksa (Dwangsom Dalam Teori dan Praktik), (Jakarta, Djambatan.2001). hal-2

6 diberlakukan. Hal ini menyababkan uang paksa belum dapat diterapkan, sehingga berdampak pada seluruh putusan pengadilan tata usaha negara yang telah berkekuatan hukum yang tetap. Berdasarkan uraian latar belakang tentang uang paksa diatas, peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Uang Paksa (Dwangsom) dan Sanksi Administratif dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah ; 1) Bagaimana pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negara terhadap uang paksa? 2) Bagaimana pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negara terhadap sanksi administratif? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini merumuskan konsep yuridis pelaksanaan uang paksa di pengadilan Tata Usaha Negara, sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui efektifitas penerapan atau pelaksanaan uang paksa di pengadilan tata usaha negara. 2) Untuk mengetahui efektifitas penerapan atau pelaksanaan sanksi administratif di pengadilan tata usaha negara. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :

7 1) Secara teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan Hukum Administrasi Negara khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan uang paksa dan sanksi administratif dalam peradilan tata usaha negara 2) Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan hukum, serta dapat bermanfaat sebagai informasi bagi para pihak yang ingin mengetahui dan memahami tentang uang paksa dan sanksi administratif.