KEWIRAUSAHAAN INOVATIF

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB I PENDAHULUAN. terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi dilihat juga dari sikap dan mentalitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pendidikan IPS bertujuan membentuk manusia yang memiliki pengetahuan dalam bidang sosial, terampil dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sandy Windiana, 2014 Pengaruh Model Pendekatan Taktis Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

PENERAPAN PEMBELAJARAN SAINS DENGAN QUANTUM TEACHING M.Gade*

NAMA : INDANA MARDIANI NIM : KELAS : C PERANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dimilikinya. Dengan bekerja, individu dapat melayani kebutuhan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baru dapat dikatakan bermanfaat apabila dapat dikelola oleh sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penindasan bangsa lain, pada era global ini harus mempertahankan. identitas nasional dalam lingkungan yang kolaboratif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Tingkat pengangguran terbuka penduduk usia 15 tahun ke atas menurut

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berkreasi, semakin dirasakan urgensinya. Otonomi dibidang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH. DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kerja kalah cepat dengan kenaikan jumlah lulusan. Sangat ironis bila kita

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

MANAJEMEN SITUASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Proses untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

IKLIM ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan merupakan kendaraan untuk pertumbuhan ekonomi,

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

: Mizha zhulqurnain NIM : Jurusan : S1.SI.M

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wayan Nugroho,2013

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Banyak dari kehidupan bermasyarakat kita tidak terlepas dari polapola

IDEN WILDENSYAH BERMAIN BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBANGUNAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN TENIS

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan nasional, pendidikan diartikan sebagai upaya

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. Model pembelajaran yang ada saat ini cukup banyak, membuat sekolahsekolah

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di. ide baru, berani berkreasi dengan produk yang dibuat, dan mampu

No.2 Tahun 1989 yang kemudian disusul oleh beberapa Peraturan

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya

Kata Kunci : menghidupkan susana belajar, pembelajaran nyaman dan menyenangkan, student center

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah hak bagi setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, non formal maupun

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di era otonomi daerah menghadapi tantangan besar dan

Membentuk Individu yang Kreatif dan Inovatif Sesuai Islam. By: Asroful K

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang memiliki

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS

BAB I PENDAHULUAN. atur dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 1989 Bab III. memperoleh Pendidikan, kemudian pada pasal 6 berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan menciptakan sumber daya manusia

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan menjadi sebuah kebutuhan mutlak dan primer saat ini. Sebelumnya, pendidikan hanya menjadi milik kalangan atas namun

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. semua orang terlahir dengan bakat berwirausaha, namun sifat-sifat kewirausahaan

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ciri atau karakter dari dinamika di abad ke-21 yang merupakan abad

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, dan di Indonesia pendidikan merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN GUNA MEMENUHI TUNTUTAN PENGGUNA

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia yang selalu di iringi pendidikan, kehidupannya akan selalu

Transkripsi:

KEWIRAUSAHAAN INOVATIF Dalam pembahasan tentang kewirausahaan dalam artikel di kolom saya sebelumnya, selalu tersirat adanya faktor inovatif dalam kegiatan kewirausahaan. Pertanyaan kemudian adalah, apakah berkembangnya faktor inovatif dalam diri seseorang itu sebagai suatu yang tumbuh alami atau sesuatu yang terbentuk oleh suatu lingkungan yang kondusif. Secara pengalaman empiris kita melihat bahwa ke dua-duanya penting, baik faktor kepribadian secara individual maupun pembentukan yang diakibatkan oleh faktor pengaruh lingkungan. Para pakar di bidang perilaku manusia secara umum sepakat bahwa perilaku manusia merupakan hasil pembentukan dari interaksi kepribadian dan lingkungannya, sebagaimana yang popular dikenal rumusan dari Kurt Lewin bahwa B (behavior) = F (function) dari P (person) x E (Environment). Mana dari kedua aspek tersebut yang lebih dominan dalam mmbentuk perilaku inovatif merupakan kompetensi dari para pakar di bidang ilmu perilaku manusia. Dalam konteks tulisan ini lebih baik kita menyoroti beberapa upaya praktis dimana lingkungan yang kondusif dapat memicu munculnya perilaku inovatif. Banyak perusahaan atau korporasi yang sudah tumbuh besar menggurita lebih tertarik memperhatikan diri mereka sendiri (self defeating) daripada memperhatikan pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor lingkungan. Mereka cenderung menjadi tidak responsif, resisten dan tidak kompetitif, alias terlalu percaya kepada kekuatan sendiri dan merasa sudah aman dari kompetisi dan kejatuhan dengan menjaga semua apa adanya dan mempertahankan status quo. Mereka yakin dapat menyeleksi sendiri perubahan yang mereka inginkan dengan mengabaikan yang lain. Mereka yakin pada asumsi stabilitas sebagai pilihan dan percaya bahwa mereka terpisah dan kebal terhadap berbagai isu perubahan yang terjadi di lingkungan. Namun mereka kurang memahami, bahwa di dunia luar keberadaan mereka secara diam-diam telah diambil alih oleh organisasi yang telah berfikir dengan cara yang berbeda dengan serangkaian nilai baru yang didasarkan pada penerimaan terhadap perubahan. Para pendatang ini adalah organisasi yang responsif yang bersedia melakukan perubahan pada struktur, hirarki, peraturan, kebebasan, kesejajaran, otonomi dan wewenang serta tanggung jawab. Mereka menghargai kebebasan dan gagasan baru, dimana perilaku mereka didasarkan pada asumsi fleksibilitas melalui perubahan. Ternyata belakangan, keberhasilan telah berpihak pada perusahaan yang berskala lebih kecil, lebih cepat dan lebih tanggap, lebih sedikit tenaga staf dan pimpinan lini, namun didukung oleh informasi yang lengkap dan akurat. Setiap orang boleh mengetahui apa yang tengah terjadi dan setiap orang boleh membuat keputusan tentang apa yang dibutuhkan dan kapan dibutuhkannya. Organisasi ini mengetahui dan merasakan setiap riak dan gelombang

yang terjadi dan mampu menanggapinya dengan baik. Mereka sanggup mengikuti gerak laut dan tidak nekat menantang gelombang pasang, memiliki pandangan baru tentang dunia dan pandangan baru tentang dimana mereka tinggal. Bahkan mereka adalah pemrakarsa perubahan dengan mengambil insiatif dalam perubahan dan membuatnya menjadi kenyataan. Oleh karena itu, inovasi dalam bisnis adalah dengan melakukan perubahan secara kreatif yang ditujukan untuk memprakarsai dan memimpin masa depan baru dengan memanfaatkan perubahan sebagai keuntungan. Di sekolah bisnis Burklyn yang didirikan pada tahun 1970 di daerah Vermont telah diajarkan materi-materi konvensional seperti pemasaran, teknik negosiasi, dan akunting namun dengan cara dan pendekatan yang tidak konvensional. Apabila di sekolah-sekolah bisnis terkemuka telah dihasilkan manajer-manajer profesional yang diperuntukan khusus untuk kebutuhan perusahaan-perusahaan besar, maka di Burklyn yang dihasilkan adalah pengusaha yang banyak belajar tentang diri mereka dan juga tentang bisnis. Sekolah Burklyn mengakui bahwa premis seorang pengusaha memerlukan pemahaman mendalam tentang bisnis secara total dengan mendekati materi-materi yang diajarkan sebagai totalitas pengalaman yang menyeluruh, bukan sekedar materi yang harus dicerna dan dimuntahkan kembali. Mereka menjadikan pengalaman belajar sebagai suatu yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata tidak semata-mata bersifat akademis dan teoritis. Dengan demikian, minggu pertama dari kurikulum enam minggu di Burklyn dimanfaatkan untuk mempelajari keterampilan belajar yang mendasar seperti bagaimana cara mencatat, menghafal, dan membaca cepat. Disaat yang sama sekolah ini berupaya menciptakan suasana aman dan penuh kepercayaan di antara para murid dan instruktur. Kombinasi faktor-faktor ini ditambah dengan fokus utama kepada seluruh bagian otak, yang memungkinkan murid belajar lebih efektif dan menyerap serta mengingat sejumlah besar materi teknis. Sekolah Burklyn juga telah berhasil melahirkan pelajar-pelajar ceria dan percaya diri untuk selama-lamanya. Mereka mendapatkan penemuan-penemuan penting tentang diri mereka sebagai pelajar, menyadari untuk pertama kalinya bahwa mereka menyukai belajar, meski sebelumnya mereka menghabiskan waktu untuk membenci sekolah sebelum masuk ke Burklyn. Banyak lulusan Burklyn melepas pekerjaan mapan mereka di perusahaan besar dan bergabung di Burklyn, atau merubah cara berbisnis dari sistem menang kalah menjadi menang-menang. Dengan demikian terdapat kebutuhan yang tinggi dari siswa agar belajar itu harus menyenangkan dan perlu mulai ditumbuhkan pada awal tahun siswa belajar. Inilah yang menginspirasi para pendiri dan pengelola Burklyn untuk mengembangkan sekolah terbuka super camp diawal 1980-an dengan mengembangkan metode-metode quantum learning sebagai bentuknya. Melalui metode ini disepuluh hari pertama telah di kombinasikan tumbuhnya rasa percaya diri, keterampilan belajar, dan kemampuan berkomunikasi

yang menyenangkan. Dengan mengajak 68 remaja tinggal diperkemahan, pada awalnya mereka merasa enggan, curiga, dan tidak mau bekerja sama. Namun setelah beberapa saat berjalan mulai terlihat terobosan-terobosan yang mengagumkan sehingga menumbuhkan kepercayaan bahwa melalui cara ini telah mengarah kepada tujuan yang tepat. Sekarang banyak dari mereka telah melanjutkan sekolah di perguran tinggi dan berhasil dalam karir mereka dibidang apapun. Dari umpan balik yang datang dari surat-surat para lulusan yang dialamatkan ke sekolah, sejumlah besar dari mereka mengakui dan mengikuti jejak sukses para pendahulu mereka sebagai hasil pengalaman mereka belajar di Super Camp. Kini perkemahan semacam ini diadakan diseluruh dunia baik di Amerika Serikat, Singapura, maupun Moskow. Di Super Camp semua kurikulum secara harmonis merupakan kombinasi dari tiga unsur pokok, yaitu keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampilan dalam hidup, dengan filsafat dasar bahwa proses belajar dapat berjalan dengan efektif jika diciptakan suasana yang menyenangkan. Belajar sebagai kegiatan seumur hidup harus melibatkan seluruh aspek pribadi, yaitu akal, fisik, emosi, dan aspek intuitif lainnya. Kehormatan diri yang tinggi adalah penting sebagai material dalam membentuk pelajar yang sehat dan bahagia. Oleh karena itu penting menciptakan dukungan lingkungan agar siswa merasa aman, nyaman, dan dirinya menjadi penting. Melalui lingkungan emosional dibentuk interaksi jalinan belajar mengajar dengan pola saling pengertian yang memantapkan daerah aman secara emosional. Disadari bahwa kehidupan pribadi yang harmonis berkaitan erat dengan keberhasilan di sekolah, komunitas, dan karir. Para siswa mencapai keharmonisan ini dengan keterampilan berkomunikasi secara efektif, mendapatkan integritas pribadi, dan menciptakan hubungan yang bermanfaat. Pendeknya, para siswa menjadi bersikap positif, termotivasi, menemukan cara belajar efektif, menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, membaca dengan cepat, membuat catatan yang efektif, mempelajari teknik belajar yang canggih, berfikir kreatif dan inovaif, serta menemukan metode hafalan yang efektif. Selain itu dilakukan upaya percepatan belajar namun dengan upaya normal yang dibarengi dengan kegembiraan, sehingga tercipta suasana hiburan, permainan, warna, cara berfikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Quantum learning juga mengadopsi konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar, diantaranya seperti : teori otak kanan/ kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual), auditorial, kinestetik, teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol dan permainan (simulation). Untuk melihat hasilnya, survei ditujukan kepada para siswa dan orang tua setelah tiga sampai enam bulan mengikuti program ini untuk mempelajari hasil yang dicapai dalam jangka panjang. Data yang berhasil dikumpulkan dan diolah dalam tenggang waktu setelah berjalan sekitar enam tahun, ternyata program super camp dinilai sangat berhasil dan harus dipertimbangkan sebagai model replika. Karena 68% berhasil meningkatkan motivasi, 73%

meningkatkan nilai belajar, 81% memperbesar keyakinan diri, 84% meningkatkan kehormatan diri, 96% mempertahankan sikap positif, dan 98% memanfaatkan keterampilan. Melalui uraian sepintas ini sengaja penulis ingin memberi gambaran, bahwa upaya untuk menciptakan pribadi kreatif dan inovatif dapat dilakukan dengan secara sengaja melalui penciptaan lingkungan yang kondusif. Dengan demikian untuk menciptakan pribadi-pribadi potensial yang inovatif perlu dibarengi dengan penciptaan iklim dunia pendidikan serta suasana belajarmengajar yang inovatif pula. Harapan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Syarief Hasan yang berpendapat bahwa sebuah negara maju dan sejahtera minimal harus memiliki 2 persen wirausahawan dari total penduduknya. Maka dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 237 juta jiwa, tentunya dibutuhkan wirausahawan minimal sebanyak 4,7 juta orang. Untuk hal itu Indonesia setidaknya membutuhkan 4,1 juta wirausaha baru untuk memenuhi target minimal sebesar 2 persen. Menurut hemat penulis jawaban terhadap persoalan ini adalah dengan menciptakan pendidikan kewirausahaan - sepintas telah diuraikan tadi - dengan model yang disesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia. Sebagaimana diungkapkan oleh Schumpeter, dikarenakan perusahaan berskala besar cenderung resisten terhadap perubahan, maka ia mendorong agar wirausahawan mendirikan perusahaan baru dalam mewujudkan kegiatan inovatif. Maka fungsi para wirausahawan adalah melakukan pembaruan (inovasi) atau merombak pola operasi dengan menggali suatu invensi (penemuan dan pendekatan benar-benar baru), atau secara lebih umum, menerapkan suatu teknologi yang belum pernah digunakan untuk menghasilkan produk baru atau produk lama melalui suatu cara yang baru. Untuk mewujudkan kegiatan kewirausahaan yang inovatif, diperlukan perubahan mentalitas dan paradigma berfikir dari setiap pelaku usaha yang akan terjun sebagai wirausahawan sejati. Berpikir dalam lingkungan bisnis pada saat ini, seumpama pemain akrobatik yang bermain kecakapan lempar-tangkap dengan 18 bola, tidak hanya dengan 1 bola saja. Semakin banyak bola yang kita mainkan, semakin tinggi kita melempar bola ke udara, agar terdapat cukup waktu untuk memastikan bahwa pada akhirnya kita dapat menangkap bola semuanya. Tantangannya adalah mempertahankan mental kita secara seimbang, sama seperti mempetimbangkan semua isu dalam lingkungan bisnis dan memikirkannya serta melakukan prioritas dengan benar, inilah kunci berfikir inovatif. Dengan demikian upaya-upaya yang sengaja dan sistematis perlu dilakukan secara lebih sungguh-sungguh agar tumbuh wirausahawan baru untuk mencapai target pertumbuhan dengan jumlah 2% dari jumlah penduduk Indonesia, seperti yang diharapkan pemerintah lewat menteri Syarief Hasan. Dalam konteks ini perguruan tinggi dapat berkiprah dengan melakukan kajian terlebih dahulu, untuk mendirikan sekolah kewirausahaan di Indonesia secara berjenjang dimulai dari tingkat pendidikan

setara SLTA hingga program D3, karena membentuk mental dan perilaku bukanlah upaya yang bisa dilakukan semalam dua malam saja, atau dengan mengirim siswa untuk mengikuti kursus-kursus dan pelatihan yang belum bisa dipertanggung jawabkan efektivitasnya. Inilah tantangan sebenarnya bagi kita semua didalam mengembangkan dunia kewirausahaan di bumi nusantara tercinta. Jakarta, Januari 2012 Faisal Afiff