BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki potensi sumberdaya yang berlimpah, mulai dari perdagangan, perikanan dan pertanian baik darat maupun laut, hingga pariwisata. Lingkungan pesisir sangat dinamis karena letaknya berhadapan langsung dengan laut (Marfai dan King, 2007a). Berkembangnya kawasan pesisir terlihat dari letak kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makasar yang berada di pesisir. Kota-kota tersebut menjadi kota pelabuhan yang vital di Indonesia, karena melalui jalur laut akses ekonomi secara umum, khususnya perdagangan menjadi lebih mudah. Disamping berlimpahnya potensi sumberdaya, kawasan pesisir juga memiliki risiko bencana yang cukup banyak. Gelombang pasang, erosi, sedimentasi, intrusi air laut, banjir rob dan penurunan muka tanah merupakan beberapa contoh potensi bencana alam, namun juga tidak lepas dari peranan aktivitas manusia di dalamnya. Banyaknya aktivitas manusia di kawasan pesisir terkadang tidak diiringi dengan memperhatikan daya dukung lahan dan ekosistem lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lahan kawasan pesisir Pesisir utara Jawa memiliki pantai yang landai dengan elevasi permukaan tanah tidak jauh lebih tinggi dari pasang laut tertinggi. Kondisi ini membuat pesisir utara Jawa cukup rentan terjadi banjir rob, khususnya di Jakarta, Pekalongan, Jepara, dan Semarang. Banjir rob terjadi akibat siklus pasang surut laut, yang secara astronomis terkait dengan letak bulan terhadap bumi. Disamping karena pasang surut lair laut, banjir rob juga dipengaruhi oleh gelombang angin, kenaikan muka air laut, dan penurunan muka tanah (land subsidence) (Marfai dan King, 2008). 1
2 Banjir rob memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir, baik struktural maupun dampak sosial ekonomi. Kerusakan struktural seperti rusaknya bangunan rumah dan fasilitas publik, sedangkan dampak sosial seperti kemiskinan dan terganggunya aktivitas masyarakat. Genangan banjir rob juga memberikan dampak negatif bagi sumberdaya air di kawasan terdampak banjir. Kualitas dan kuantitas sumberdaya air bersih menjadi hal yang langka di pesisir terdampak banjir rob. Padahal untuk memenuhi kebutuhan air domestik sehari-hari, masyarakat memerlukan pasokan air yang cukup. Kualitas air yang buruk dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni secara alami dan pengaruh manusia. Menurut Effendi (2001), permasalahan sumberdaya air terbagi menjadi dua, yaitu kualitas dan kuantitas air. Secara alami apabila air tersebut kontak dengan batuan alami sehingga tercampur dengan mineral yang terkandung pada batuan. Contoh lain adalah terjadinya intrusi air laut. Pengaruh manusia yang dapat memperburuk kualitas air adalah limbah yang diciptakan manusia, seperti limbah industri, rumah tangga, ataupun penambangan. Ketika terjadi banjir rob, air yang naik akan masuk ke sungai-sungai, saluran air dan badan air, sehingga air akan bercampur dengan air laut. Kualitas air menjadi buruk dan tidak dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air sehari-hari. Dampak banjir rob pada kualitas air minum dirasakan oleh warga Semarang (Harwitasari, 2009). Hampir setengah dari responden yang diwawancara, mengalami berbagai dampak pada kualitas air minum mereka, khususnya perubahan warna. Masyarakat hanya dapat mengenali kualitas air yang buruk dari perubahan yang dapat dikenali, seperti rasa, warna dan bau, sedangkan kandungan kimia dan mikrobiologi perlu pengamatan lebih jauh dengan uji laboratorium. Perubahan kualitas air minum dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di wilayah terdampak banjir rob. Hasil penelitiannya menunjukkan perubahan kualitas air paling banyak adalah perubahan warna dan bau. Warga mengatasi keterbatasan kualitas air bersih tersebut dengan memasok air dari PDAM dan membeli air dari penjaja air
3 bersih, selain juga terdapat beberapa warga menggunakan sumur dalam (artesian) yang kemudian digunakan bersama-sama beberapa kepala keluarga (KK) (Anonim a, 2013). Bentuk adaptasi tersebut dilakukan masyarakat Semarang untuk mengatasi krisis air bersih, khususnya di wilayah pesisir. Permasalahan pemenuhan kebutuhan air di wilayah pesisir terkait dengan ancaman banjir rob tersebut menarik penulis untuk melakukan penelitian di kawasan pesisir utara Jawa, khususnya di Semarang. Disamping kajian mengenai permasalahan kualitas sumberdaya air, penelitian juga mengkaji mengenai adaptasi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan air domestik, serta peran pemerintah dalam hal ini. Oleh karena itu, penulis memilih judul Adaptasi Masyarakat Pesisir Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik Akibat Dampak Banjir Rob di Semarang Utara. 1.2.Perumusan Masalah Air merupakan kebutuhan mutlak bagi semua makhluk di dunia. Bagi manusia, air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, seperti minum, mandi, dan masak. Air juga berperan dalam menyokong kehidupan manusia dalam hal transportasi, sumber tenaga listrik, pertanian, peternakan dan peruntukan lainnya. Pengertian air bersih menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/sk/xi/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak (Effendi, 2003). Kuantitas dan kualitas perlu diperhatikan dalam memenuhi kebutuhan air. Ketersediaan air yang banyak tidak menjamin kesejahteraan manusia akan kebutuhan air, seperti misalnya di kawasan pesisir. Jumlah air di laut sangat melimpah akan tetapi kualitasnya tidak sesuai dengan persyaratan baku air untuk peruntukan tertentu, misalnya minum atau masak, kecuali sudah melalui tahap teknologi tertentu.
4 Semarang adalah salah satu wilayah pesisir dengan tingkat aktivitas manusia yang sangat intensif. Semarang memiliki peran penting dalam laju perekonomian negara karena sebagai kota yang memiliki pelabuhan yang cukup besar di Indonesia, Aktivitas pelabuhan dan industri mendorong tersedotnya sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan. Salah satunya adalah sumberdaya air. Kebutuhan air untuk segala peruntukan tersebut, tentunya sangatlah besar. Pengambilan sumberdaya air, yang biasanya melalui pemompaan air bawah tanah secara berlebihan akan memicu terjadinya penurunan muka tanah. Marfai dan King (2007b) mengungkapkan bahwa pemompaan airtanah akan mengakibatkan perubahan pada lapisan akuifer tertekan, khususnya yang bermaterial sedimen dan lempung. Pemompaan yang berlebihan pada akuifer yang bermaterial lempung dapat menyebabkan tekanan dan pemadatan permanen, dan berujung penurunan muka tanah. Banjir rob di Semarang merupakan peristiwa tahunan. Hampir setiap tahun terjadi banjir rob, bahkan menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maritim Semarang, yang dirilis Suara Merdeka (Hartatik, 2012), ketinggian air pasang atau rob di Semarang cenderung meningkat. Bulan Februari hingga Maret 2013, perkiraan ketinggiannya mencapai 1,1 meter. Ancaman banjir rob di Semarang diduga dikarenakan genangan pasang dan penurunan muka tanah (Marfai dan King, 2007a). Banjir rob memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat pesisir, seperti terganggunya aktivitas sehari-hari, terganggunya aksesibilitas jalan serta sarana dan prasana. Hilangnya lahan pertanian maupun perikanan warga dan rusaknya bangunan infrastruktur juga menambah penderitaan masyarakat pesisir. Salah satu dampak yang dirasakan oleh masyarakat pesisir Semarang adalah kelangkaan air bersih. Masyarakat susah mendapatkan akses air bersih lantaran sumber-sumber air bersih sudah tidak lagi berfungsi dengan baik. Seringnya terjadi banjir rob di Semarang membuat air menjadi semakin sering bercampur dengan air dari laut. Air yang telah bercampur dengan air
5 laut akan memiliki tingkat salinitas yang lebih tinggi, sehingga kualitasnya tidak lagi baik untuk dikonsumsi. Masyarakat kesulitan mendapatkan akses air bersih untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sumber air bersih semakin jarang ditemukan di wilayah Semarang, bahkan tidak jarang warga harus mencari bahkan membeli air dari wilayah lain. Berdasarkan perumusan permasalahan yang telah dijelaskan, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kualitas air dari sumber air di wilayah terdampak banjir rob Semarang Utara? 2. Bagaimana adaptasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air domestik pasca banjir rob? 3. Bagaimana kebijakan pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan air domestik masyarakat terdampak banjir rob? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang berjudul Adaptasi Masyarakat Pesisir Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik Akibat Dampak Banjir Rob di Semarang Utara adalah : 1. Mengetahui kualitas air sumber air di wilayah terdampak banjir rob Semarang Utara 2. Mengetahui adaptasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air domestik pasca banjir rob 3. Mengetahui kebijakan pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan air domestik masyarakat terdampak banjir rob 1.4.Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terkait dengan pengelolaan sumberdaya air terkait dampak banjir rob di Semarang, yang antara lain sebagai berikut : 1. Menyajikan informasi kualitas air dan persebaran spasial dari sumber air di pesisir Semarang Utara
6 2. Memberikan informasi mengenai adaptasi yang telah dilakukan masyarakat pesisir dalam pemenuhan kebutuhan air domestik terkait dampak banjir rob 3. Memberikan informasi kebijakan pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan air domestik masyarakat terdampak banjir rob