BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
MENGGGAS RUMAH SAKIT PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Oleh : Muhammad Syarif, SHI1

Pasal 68 UU no. 1 Tahun 2004

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.05/2007 TENTANG

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

TENTANG MENTERI KEUANGAN,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- BERIKUT PENJELASANNYA

POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN LAYANAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

Ekonomi Bisnis dan Financial

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKALAH PERBENDAHARAAN NEGARA Oleh : Reince Herry Tangkowit

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ditulis oleh Administrator Selasa, 24 May :55 -

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

Oleh: Prof Dr H Jamal Wiwoho, SH,MHum PR II UNS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 81 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II DASAR TEORI. 1. Pengertian Standar Akuntansi Keuangan. dikeluarkan oleh badan yang berwenang. Standar Akuntansi Keuangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

E-MODUL TATA KELOLA KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. umum yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit.

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: Mengingat:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana t

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG

KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

follows function, yakni kewenangan yang diserahkan kepada daerah harus diikuti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Badan Layanan Umum Daerah 2.1.1. Definisi dan Dasar Pengaturan Badan Layanan Umum Daerah Sebelum membahas mengenai kewenangan badan layanan umum daerah (BLUD) dalam hal pertanggung jawaban pengelolaan keuangan, akan dibahas terlebih dahulu mengenai tinjauan umum tentang badan layanan umum daerah serta tinjauan umum mengenai pengelolaan keuangan. Badan layanan umum daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

Sedangkan asas-asas Badan Layanan Umum Daerah yang dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 yaitu : a. BLUD beroperasi sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. b. BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisahkan dari pemerintah daerah. c. Kepala daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan kepada BLUD terutama pada aspek manfaat yang dihasilkan. d. Pejabat pengelola BLUD bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan oleh kepala daerah. e. Dalam pelaksanaan kegiatan, BLUD harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. f. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja pemerintah daerah. g. Dalam menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat, BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Dari uraian definisi, tujuan dan asas BLUD, maka dapat terlihat bahwa BLUD memiliki suatu karakteristik tertentu, yaitu :

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara/Daerah; 2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat; 3. Tidak bertujuan untuk mencari laba; 4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi; 5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk; 6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung; 7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil; 8. BLUD bukan subyek pajak. Selain itu, sekalipun BLUD dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan keuangan BLUD dengan BUMN/BUMD, yaitu: 1. BLU/BLUD dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; 2. Kekayaan BLU/BLUD merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLUD yang bersangkutan;

3. Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan; 4. Pembinaan keuangan BLUD instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan; 5. Setiap BLUD wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan; 6. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah; 7. Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah; 8. Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan; 9. BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain; 10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan pemerintah. Badan Layanan Umum Daerah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya, yaitu:

1. Pasal 1 angka 23, Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; 5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum; 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum; 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 jo. PMK No. 73/PMK.05/2007 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum; 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, Dan Perubahan Rencana Bisnis Dan Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum; 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan Layanan Umum;

10.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; 11.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum; 12.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah; 2.1.2 Persyaratan dan Penetapan Badan Layanan Umum Daerah. 2.1.2.1 Persyaratan Badan Layanan Umum Daerah Persyaratan pembentukan BLUD diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri ( Permendagri ) Nomor 61 Tahun 2007 pasal 4, yang secara pokok menyatakan bahwa Satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLUD pada SKPD atau Unit Kerja apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; b.pengelolaan wilayah kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau layanan kepada masyarakat;

d.bidang layanan umum yang diselenggarakan meliputi kegiatan pemerintah yang bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi public goods). Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum adalah pelayanan bidang kesehatan seperti rumah sakit pusat atau daerah, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian. Contoh instansi yang melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah atau kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet). Contoh instansi yang melaksanakan pengelolaan dana adalah pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan. Persyaratan teknis terpenuhi apabila: a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD sebagaimana direkomendasikan oleh sekretaris daerah untuk SKPD atau kepala SKPD untuk unit kerja; b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLUD; c. Instansi yang hendak diusulkan menjadi BLUD harus memperhatikan persyaratan teknis yang berlaku pada sektor masing-masing. Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut antara lain ; a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.

b. Pola Tata Kelola, yaitu peraturan internal yang antara lain menetapkan organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan transparansi. c. Rencana Strategis Bisnis, mencakup antara lain pernyataan visi, misi, program strategis, dan pengukuran pencapaian kinerja. d. Standar Pelayanan Minimal. e. Laporan keuangan pokok atau prognosa / proyeksi laporan keuangan. f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Dokumen persyaratan tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada menteri keuangan/gubernur/ bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya. Dari ketiga persyaratan tersebut, persyaratan administratif yang sangat menentukan dapat tidaknya SKPD atau Unit Kerja menerapkan PPK-BLUD. Hal ini disebabkan dari dokumen administratif tersebut akan dinilai oleh tim penilai yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, yang anggotanya paling sedikit terdiri dari: (1) Sekretaris Daerah, sebagai ketua merangkap anggota; (2) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), sebagai sekretaris merangkap anggota; (3) Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, sebagai anggota; (4) Inspektorat Daerah, sebagai anggota; (5) Tenaga ahli (apabila diperlukan) sebagai anggota. Dari tim penilai ini dikeluarkan rekomendasi kepada Kepala Daerah, layak tidaknya usulan SKPD atau Unit Kerja tersebut untuk menerapkan PPK-BLUD. Untuk itu, tim penilai

harus betul-betul memahami konsepsi BLUD. Kalau tidak paham, penerapan BLUD hanya sekedar ganti nama belaka dan tidak akan tercapai tujuan BLUD. Untuk itu, dalam memudahkan tim penilai dalam menilai dokumen administratif, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 900/2759/SJ tanggal 10 September 2008 perihal Pedoman Penilaian Penerapan PPK-BLUD. Setelah Kepala Daerah menerima hasil penilaian dari tim penilai, Kepala Daerah memutuskan menerima atau menolak usulan SKPD atau Unit Kerja untuk menerapkan PPK-BLUD. Kalau usulan diterima, penetapan penerapkan PPK- BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah (tidak dengan Peraturan Kepala Daerah atau Peraturan Daerah). Penetapannya dengan Status BLUD Penuh atau BLUD Bertahap, yang membedakan dari status BLUD tersebut adalah dalam pemberian fleksibilitasnya. Untuk BLUD dengan status penuh, diberikan seluruh fleksibilitas sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut. Sedangkan BLUD Bertahap, diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan serta tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa 2.1.2.2 Penetapan Badan Layanan Umum Daerah Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007 menyebutkan bahwa Kepala Daerah memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLUD paling lambat tiga bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap dari Sekretaris Daerah atau Kepala SKPD. Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLUD dapat ditolak atau ditetapkan dengan status BLUD penuh maupun BLUD bertahap, yaitu :

1. Status BLU Penuh Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Satuan kerja ( satker) yang berstatus BLUD Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan keuangan BLUD, yaitu: a. Pengelolaan Pendapatan b. Pengelolaan Belanja c. Pengadaan Barang/Jasa d. Pengelolaan Barang e. Pengelolaan Kas f. Pengelolaan Utang dan Piutang g. Pengelolaan Investasi h. Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan. 2. Status BLU Bertahap Status BLUD Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Status BLUD Bertahap berlaku paling lama tiga tahun dan apabila persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk menjadi BLUD Penuh. dibatasi: Fleksibilitas yang diberikan kepada satuan kerja yang berstatus BLUD bertahap

1. Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan ke kas negara sesuai prosedur PNBP. 2. Tidak diperbolehkan mengelola investasi; 3. Tidak diperbolehkan mengelola utang; 4. Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa pemerintah yang berlaku. 5. Tidak diterapkan flexible budget. 2.2 Tinjauan Umum Pengelolaan Keuangan 2.2.1. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah Dalam rangka penataan pengelolaan keuangan negara/daerah telah diterbitkan berbagai produk peraturan perundang-undangan. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir sejak dimulainya reformasi pemerintahan yang diikuti dengan penataan pengelolaan keuangan negara/daerah, telah dilakukan dua kali perubahan dalam bidang penataan pengelolaan keuangan, terutama yang terkait dengan keuangan daerah. Perubahan pertama dilakukan dengan diterbitkannya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi dasar dilaksanakan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah itu diikuti dengan pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang diatur dalam UU 25/1999. Selanjutnya sebagai dasar implementasi UU dimaksud dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, dikeluarkan PP 105/2000 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pada akhirnya, dengan terbitnya paket undang-undang keuangan negara, juga dilakukan revisi atas dua undang-undang di atas. Setelah perubahan dimaksud, produk hukum yang mendasari pengelolaan keuangan negara/daerah selengkapnya sebagai berikut: a. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara; b. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; c. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; d. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; e. UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; f. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; g. PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; h. PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; i. PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 2.2.2. Tinjauan Umum Pengelolaan Keuangan Negara. Keuangan negara dapat didefinisikan dalam arti sempit dan dalam arti yang luas. Keuangan negara dalam arti sempit diartikan hanya mencakup penerimaan dan pengeluaran uang melalui Kas Umum Negara selama satu tahun anggaran. Pendekatan yang digunakan

dalam Undang-undang Keuangan Negara adalah dari arti luas, baik dari sisi obyek, subyek, proses, maupun tujuan. 31 Keuangan negara dilihat dari sisi obyek, mencakup semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dengan memperhatikan cakupan tersebut maka yang menjadi subyek keuangan negara meliputi seluruh obyek sebagaimana disebutkan di atas yang dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas, mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Pendekatan tersebut pada umumnya sejalan dengan perkembangan pendekatan manajemen keuangan negara. Apabila suatu negara mendefinisikan keuangan negara dalam arti sempit maka fokus pengelolaan keuangan negara hanya pada APBN/APBD. 31 M. Djafar Saidi, 2011,Hukum Keuangan Negara, Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal 11.

Dengan demikian fokus pengelolaan keuangan negara hanya menggunakan perspektif waktu jangka pendek yaitu satu tahun. Kepentingan-kepentingan jangka panjang kurang mendapat perhatian, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, akuntansi dan pertanggungjawaban, maupun pengawasannya. Dengan memperhatikan definisi Keuangan Negara di atas maka Undang-Undang Keuangan Negara mendefinisikan keuangan negara/daerah dalam arti luas. Dengan dipilihnya pendekatan ini maka fokus pengelolaan keuangan negara/daerah tidak hanya pada arus kas, tetapi juga utang, piutang, dan aset jangka panjang. Dalam melakukan pengelolaan keuangan tidak hanya memperhatikan kepentingan satu tahun anggaran tetapi menggunakan perspektif waktu jangka panjang. Pada tingkat daerah, pengertian di atas diadopsi dalam Peraturan Pemerintah 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 1 butir (5) Peraturan Pemerintah dimaksud mengartikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengertian ini sejalan dengan pendekatan keuangan daerah dalam arti luas yang dianut dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Selanjutnya Pasal (2) yang mengatur lingkup menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan daerah mencakup: a. Hak daerah memungut pajak-retribusi daerah & melakukan pinjaman; b. Kewajiban daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan; c. Penerimaan daerah;

d. Pengeluaran daerah; e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain: uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain; dan f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah. Dalam rangka pengelolaan keuangan negara dikenal adanya beberapa azas yang sudah lazim digunakan selama ini yaitu azas tahunan, universalitas, spesialitas, dan kesatuan. Azas tahunan artinya membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Azas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan utuh dalam dokumen anggaran. Azas spesialitas mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terunci secara jelas peruntukannya. Azas kesatuan menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Selanjutnya pengelolaan keuangan negara/daerah juga mengadopsi azas-azas baru yang berasal dari best practises yang telah diterapkan di berbagai negara untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan keuangan negara/ daerah secara akuntabel dan transparan. Azas-azas dimaksud terdiri dari 32 : 1. Akuntabilitas berorientasi pada hasil Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara, baik pertanggungjawaban keuangan (financial accountability) maupun pertanggungjawaban kinerja (performance accountability). 2. Profesionalitas 32 Ibid, hal 22

Keuangan negara harus dikelola secara profesional. Oleh karena itu sumber daya manusia di bidang keuangan harus profesional, baik di lingkungan Bendahara Umum Negara/Daerah maupun di lingkungan Pengguna Anggaran/Barang. 3. Proporsionalitas Sumber daya yang tersedia dialokasikan secara proporsional terhadap hasil yang akan dicapai. Hal ini diakomodasi dengan diterapkannya prinsip penganggaran berbasis kinerja. 4. Keterbukaan Pengelolaan keuangan dilaksanakan secara transparan, baik dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggung-jawaban, maupun hasil pemeriksaan. 5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Pemeriksaan atas tanggung jawab dan pengelolaan keuangan negara/daerah dilakukan oleh badan pemeriksa yang independen, dalam hal ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan oleh BPK dilaksanakan sesuai dengan amanat undang-undang dan hasil pemeriksaan disampaikan langsung kepada parlemen. Kedudukan BPK terhadap pemerintah adalah independen, dengan kata lain BPK merupakan external auditor pemerintah.

Berdasarkan Pasal 6 UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden selaku kepala pemerintahan adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Untuk membantu Presiden dalam pelaksanaan kewenangan tersebut maka sebagian kewenangan: a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian/lembaga yang dipimpinnya. c. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operasional Officer (COO) untuk suatu fungsi pemerintah tertentu. 2.2.3. Tinjauan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam Penjelasan Pasal 156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. pokok yaitu: Berdasarkan pengertian tersebut pada prinsipnya keuangan daerah mengandung unsur - Hak dan Kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang - Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut. Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah mengisi kas daerah. Hak daerah tersebut meliputi antara lain : 1. Hak menarik pajak daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000). 2. Hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 tahun 2000). 3. Hak mengadakan pinjaman (UU No. 33 tahun 2004 ). 4. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No. 33

Tahun 2004). Kewajiban daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas Pemerintahan pusat sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu: 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2. Memajukan kesejahteraan umum, 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, 4. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.

Sumber pendapatan daerah terdiri atas: 1. Pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi: (a) hasil pajak daerah; (b) hasil retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (d) lain-lain PAD yang sah; 2. Dana perimbangan yang meliputi: (a). Dana Bagi Hasil; (b). Dana Alokasi Umum; dan (c). Dana Alokasi Khusus; dan 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah pusat setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan. Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang

APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda Provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan daerah tersebut adalah: 1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD). 2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). 3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB). 4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan: a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah. c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang. d. Menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran. e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah. f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah. g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah. h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada: a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah.

b.kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang. Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang, yang merupakan unsur penting dalam sistem pengendalian intern. 2.2.4. Hubungan Antara Pengelolaan Keuangan Negara Dengan Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam Pasal 1 UUD 1945 menetapkan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Selanjutnya dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom dan bersifat daerah administrasi. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber-sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penyelenggaraan pemerintahan daerah juga merupakan subsistem dari pemerintahan negara sehingga antara keuangan daerah dengan keuangan negara akan mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah serta secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta

perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Sedangkan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran. Dari ketiga jenis pelimpahan wewenang tersebut, hanya pelimpahan wewenang dalam rangka pelaksanaan desentralisasi saja yang merupakan sumber keuangan daerah melalui alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak merupakan sumber penerimaan APBD dan diadministrasikan serta dipertanggungjawabkan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan desentralisasi.