PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002

dokumen-dokumen yang mirip
INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA

1. Tinjauan Umum

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

Juni 2017 RESEARCH TEAM

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (demand deposit), tabungan (savings), dan deposito berjangka (time

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Rencana Bisnis Bank Umum.

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 4 MARET 2002

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Tinjauan umum TINJAUAN UMUM

1. PENDAHULUAN. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai peningkatan dan

SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode

BAB I PENDAHULUAN. serius dalam bisnis perbankan, sebagian besar bank kesulitan karena modal

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY

PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 5 FEBRUARI 2003

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Transkripsi:

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 Pertama-tama, perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Komisi IX DPR RI beserta seluruh Anggota Dewan yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja pada hari ini. Tak lupa, dalam kesempatan yang baik ini pula, perkenankanlah kami menyampaikan ucapan selamat menunaikan ibadah puasa bagi Anggota Dewan yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan ini. Bagi kami, Rapat Kerja pada hari ini memiliki makna yang penting terutama mengingat beberapa agenda dan permasalahan yang secara khusus akan dibahas -- yakni permasalahan penyelesaian bank dalam likuidasi, rencana Anggaran Bank Indonesia Tahun 2003, serta Lanscape Perbankan Nasional yang pada dasarnya merupakan sebagian agenda yang saat ini tengah kami selesaikan, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugas-tugas di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran serta manajemen intern yang kami emban selama ini. Oleh karena itu, dalam Rapat Kerja kali ini, disamping permasalahan-permasalahan khusus tersebut, ijinkanlah kami menyampaikan secara singkat perkembangan dan kebijakan di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran periode sampai dengan bulan November 2002 khususnya menyangkut dampak dari tragedi Bali. Dalam kerangka itu, sebagaimana Anggota Dewan telah ketahui, sebagai pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang khususnya pasal 58 ayat 3, pada setiap triwulan kami telah menyampaikan Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Laporan Triwulanan yang terakhir kami sampaikan kepada Anggota Dewan yakni Laporan Triwulan III-2002 (Juli September 2002) dimana telah kami sampaikan pada bulan Oktober 2002. Kita patut bersyukur karena sampai dengan bulan Oktober 2002, perkembangan ekonomi-moneter tetap menunjukkan perkembangan yang stabil, kendatipun telah diwarnai oleh peristiwa tragedi bom di Bali. Tetap terjaganya stabilitas ekonomi dan moneter pada bulan Oktober 2002 ini tercermin dari laju inflasi yang relatif terkendali, uang primer yang masih berada di bawah target indikatifnya, serta tingkat suku bunga relatif stabil. Peristiwa bom di Bali memang menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah, 1

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 namun depresiasi rupiah tersebut dapat diminimalisir. Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan terus membaik berupa peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit baru termasuk kredit kepada UKM sejalan dengan penurunan suku bunga secara bertahap. Perkembangan harga-harga yang tercermin dalam IHK pada bulan Oktober 2002 tercatat sebesar 0,54%, relatif tidak berbeda dibandingkan 0,53% pada bulan sebelumnya (m-t-m). Secara tahunan inflasi masih menunjukkan penurunan dari 10,48% pada bulan September 2002 menjadi 10,33% (y-o-y), sementara dalam sepuluh bulan pertama tahun 2002 inflasi telah mencapai 6,74% (y-t-d). Pengaruh kenaikan harga BBM (solar) dan pengaturan tata-niaga impor gula serta sedikit tersendatnya arus distribusi barang menjadi sumber tekanan inflasi pada bulan Oktober 2002. Sementara itu, ekonomi Indonesia pada triwulan III-2002 mengalami pertumbuhan 3,92% dibandingkan triwulan yang sama tahun 2001. Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari yang diperkirakan meskipun dorongan konsumsi domestik masih menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Pertumbuhan ekonomi juga mengalami kenaikan sebesar 2,39% dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara dalam tiga triwulan, pertumbuhan ekonomi naik 3,39%. Konsumsi swasta sebagai motor penopang pertumbuhan tetap mengalami kenaikan sebesar 4,9% meskipun melambat dibandinkgan triwulan sebelumnya, 6,3%. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami kenaikan sebesar 15,95%. Sementara itu, kenaikan ekspor pada triwulan III-2002 mencapai sebesar 1,61%, sedangkan kegiatan investasi, pada triwulan III-2002 ini mencapai kenaikan 2,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, meskipun secara kumulatif dalam tiga kuartal menurun -3,65%. Sementara nilai tukar rupiah pada bulan Oktober 2002 cenderung melemah. Nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp9.215,- per dolar AS pada akhir bulan Oktober 2002 atau secara point-to-point melemah 215 poin (2,3%) dibandingkan dengan bulan sebelumnya Rp9.000,- per dolar AS. Melemahnya nilai tukar terutama disebabkan bukan hanya oleh faktor sentimen negatif pelaku pasar dalam menyikapi peledakan bom di Bali, tetapi juga karena faktor regional. Namun demikian, upaya Pemerintah dalam merehabilitasi dampak Bali dan langkah penanganannya, serta upaya Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah telah dapat meminimalisasi penurunan nilai tukar rupiah lebih lanjut. Sejalan dengan terkendalinya inflasi dan nilai tukar, serta perkembangan uang primer juga terus terkendali dan berada di bawah target indikatif yang telah ditetapkan, maka kebijakan moneter diarahkan untuk tetap menjaga ekspektasi positif pelaku ekonomi tersebut terhadap prospek pemulihan ekonomi dengan terus memberikan sinyal yang diharapkan akan semakin mendorong kegiatan usaha di sektor riil. Upaya mendorong kegiatan ekonomi di sektor riil tersebut telah dilakukan sejak awal 2002 dengan terus memberikan sinyal penurunan suku bunga SBI secara bertahap, konsisten dan berhati-hati. Sampai dengan bulan Oktober suku bunga SBI 2

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 mengalami penurunan meskipun melambat. Rata-rata Tertimbang (RRT) suku bunga SBI 1 bulan menurun 12 bps dari 13,22% pada bulan September 2002 menjadi 13,10% pada akhir Oktober 2002. Berkaitan dengan perkembangan uang primer, kendatipun sempat terjadi penurunan confindence akibat tragedi Bali, namun kondisi uang primer masih mengikuti pola musimannya dan tidak terjadi penarikan uang kartal yang berlebihan. Uang primer masih dalam posisi yang aman. Pada bulan Oktober uang primer tercatat sebesar Rp124,7 triliun, atau mengalami peningkatan sebesar Rp0,9 triliun dibandingkan dengan posisi akhir bulan September 2002. Di bidang perbankan, dapat kami laporkan bahwa sejalan dengan stabilitas moneter dan sinyal penurunan suku bunga SBI, kinerja perbankan sampai dengan bulan September juga membaik, seperti ditunjukkan oleh kemajuan dalam indikator outstanding kredit, penyaluran kredit baru, Non Performing Loan (NPL), dan permodalan. Fungsi intermediasi perbankan sampai dengan bulan September 2002 menunjukkan kondisi yang terus membaik sebagaimana tercermin dalam DPK yang meningkat dari Rp811,2 triliun menjadi Rp815,0 triliun (0,47%). Sementara itu, posisi kredit meningkat sekitar Rp10,6 triliun (2,82%) dari Rp377,0 triliun menjadi Rp387,7 triliun. Di sisi lain, persetujuan pagu kredit baru mencapai level Rp18,5 triliun atau menurun sebesar Rp4,1 triliun bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai Rp22,6 triliun. Dari persetujuan pagu kredit baru tersebut, telah dilakukan penarikan sebesar Rp11,1 triliun yang Rp3,6 triliun atau 32% diantaranya merupakan penyaluran kredit kepada debitur dengan pagu kredit di bawah Rp5 miliar (kredit mikro), Kredit Usaha Kecil (KUK), dan Kredit Usaha Menengah (UKM). Dengan demikian jumlah kredit baru yang telah disalurkan kepada UKM selama tahun 2002 mencapai Rp24,7 triliun. Peningkatan realisasi kredit baru yang signifikan pada bulan laporan (terbesar selama tahun 2002), membuat rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat sebesar 108 poin dari sebesar 35,82% pada bulan Agustus menjadi sebesar 36,90% pada bulan September. Sejalan dengan perbaikan kondisi perbankan tersebut, kebijakan perbankan yang ditempuh Bank Indoensia tetap difokuskan pada kelanjutan program restrukturisasi perbankan serta terus mendorong percepatan pemulihan fungsi intermediasi perbankan. Sejalan dengan itu, terus memaksimalkan penerapan 25 Basle Core Principles for Effective Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Bank. Sementara itu, langkah percepatan pemulihan fungsi intermediasi perbankan terus dilakukan dengan mendorong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektor-sektor yang dianggap telah siap dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit ekspor dan kredit bagi UKM dengan tetap memperhatikan prinsip perkreditan yang sehat. 3

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 Khusus menyangkut perkembangan Penyelesaian 16 Bank Dalam Likuidasi, dapat kami sampaikan bahwa pelaksanaan likuidasi 16 BDL tersebut dilakukan oleh Tim Likuidasi (TL) yang dibentuk oleh RUPS yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 1999 tanggal 3 Mei 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan likuidasi Bank (PP) dan Surat Keputusan Direksi No 32/53/KEP/DIR tangal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum (SK Dir). Berdasarkan PP dan SK tersebut di atas, TL antara lain bertugas untuk (i) melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban BDL, (ii) menentukan cara likuidasi, menyusun rencana kerja dan anggaran, (iii) menyusun Neraca Verifikasi dan Neraca Akhir Likuidasi, dan (iv) menyelenggarakan RUPS pada akhir pelaksanaan likuidasi Agar TL dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik, maka TL diberikan kewenangan untuk antara lain: a. melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan harta kekayaan dan penagihan terhadap debitur, b. melakukan perundingan dan pembayaran kewajiban kepada kreditur, c. meminta pengadilan untuk membatalkan segala perbuatan hukum Bank, yang mengakibatkan kerugian harta bank yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha. d. mengajukan gugatan atau tuntutan kepada pengurus dan atau pemegang saham bank yang turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi bank atau menjadi penyebab kegagalan bank. Dapat kami sampaikan bahwa proses likuidasi dilaksanakan selambatlambatnya 5 (lima) tahun terhitung sejak terbentuknya Tim Likuidasi. Selanjutnya apabila dalam jangka waktu dimaksud likuidasi bank tidak dapat diselesaikan sementara masih terdapat aset BDL yang belum terjual, maka TL dapat menjual sisa aset dimaksud secara lelang melalui Kantor Lelang Negara atau lembaga lainnya dengan menggunakan metode penawaran tertinggi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak berakhirnya jangka waktu pelaksanaan likuidasi bank. Mengingat 16 BDL yang dicabut izin usahanya pada tanggal 1 November 1997, pembentukan TL oleh RUPS dilakukan pada bulan November Desember 1997, maka sesuai ketentuan tersebut diatas masa kerja TL BDL akan berakhir sekitar bulan November Desember 2002 atau sekitar bulan Mei Juni 2003 apabila dilaksanakan lelang setelah akhir likuidasi. Anggota Dewan Yang terhormat, Selain pemberian bantuan likuiditas dalam bentuk saldo debet sebagai upaya penyelamatan bank sebelum likuidasi, Pemerintah juga mengambil kebijakan dengan menyediakan dana talangan untuk pembayaran kepada semua penabung, deposan 4

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 dan giran, serta menyetujui membayar tunggakan kewajiban interbank debt dan trade finance termasuk kepada 16 BDL. Adapun jumlah dana talangan Rp dan Valas serta saldo debet yang telah diberikan serta jumlah pelunasan yang telah dilakukan 16 BDL per posisi tanggal 30 September 2002 sebagaimana dalam tabel berikut ini : No Keterangan Saldo awal Pelunasan Saldo akhir 1. Dana talangan Rp Rp5,34 trilyun Rp2,12 trilyun (39,7%) Rp3,21 trilyun 2. Dana talangan Va USD 43,9 juta USD 22,7 juta (51,7%) USD 21,2 juta 3. Saldo debet Rp6,16 trilyun - Rp6,16 trilyun Seluruh dana talangan dan saldo debet tersebut, telah dicessiekan kepada Pemerintah berdasar akta cessie antara Gubernur dengan Pemerintah qq BPPN tanggal 22 Februari 1999. Berdasarkan Pasal 9 PP dan Pasal 19 SK Dir, mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan pembubaran badan hukum dan likuidasi bank. Fungsi pengawasan likuidasi bank oleh tersebut dimaksudkan untuk memantau pelaksanaan likuidasi bank yang dilakukan oleh TL agar tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Sedangkan peranan Pemerintah qq BPPN adalah berkaitan dengan pengalihan BLBI secara cessie kepada Pemerintah termasuk didalamnya pengalihan dana talangan dan saldo giro negatif. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila dikaitkan dengan ketentuan likuidasi maka posisi Pemerintah cq BPPN terhadap BDL adalah merupakan pihak yang menggantikan kedudukan nasabah penyimpan dana dan kreditur lainnya (vide Pasal 17 PP dan Pasal 40 huruf b dan e SK Dir). Berdasarkan data dari TL, sampai dengan bulan September 2002 jumlah aset BDL yang telah dicairkan adalah sekitar Rp3,4 triliun. Sedangkan total kewajiban BDL yang telah diselesaikan adalah sekitar Rp 6,4 triliun. Rendahnya hasil penjualan aset dan penagihan kredit yang dilakukan TL dikarenakan adanya berbagai kendala/hambatan yang dihadapi TL yaitu antara lain: - Legalitas dari aset berupa harta tetap yang dikuasai TL sangat lemah, antara lain tidak adanya surat kuasa jual dari pemilik, harta tetap atas nama pihak lain. - Kredit sebagian besar diberikan kepada pihak terkait dengan proses pemberian kredit yang tidak didasarkan kepada ketentuan pemberian kredit yang sehat seperti analisa kredit yang lemah, agunan yang diberikan tidak mencukupi, agunan berupa Personal Guarantee, agunan atas nama pihak lain dan sebagainya. Sebagai akibat dari hal tersebut hampir seluruh kredit yang diberikan kepada pihak terkait merupakan kredit macet yang sulit ditagih - Dibutuhkan biaya yang cukup besar baik untuk penagihan kredit maupun di dalam proses pencairan aset, terutama biaya-biaya untuk pengurusan penagihan kredit/eksekusi agunan dan pencairan aset sehingga hasil akhir yang diperoleh menjadi berkurang 5

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 - Terdapat penagihan kredit yang diselesaikan melalui proses hukum dan sampai saat ini belum memperoleh putusan yang berkekuatan tetap Dengan gambaran perkembangan di atas, serta mengingat kondisi sisa aset yang bermasalah, maka diperkirakan masih diperlukan upaya yang lebih intensif agar pada akhir likuidasi seluruh BDL tersebut diharapkan dapat menyelesaikan seluruh kewajibannya termasuk kewajiban kepada Pemerintah dalam bentuk dana talangan dan saldo debet. Selanjutnya, sebagai bagian dari arah kebijakan perbankan nasional di masa yang akan datang, kami telah mengkaji dan merumuskan arah kebijakan tersebut dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang beberapa waktu yang lalu dikenal dengan Landscape Perbankan Nasional. Perkenankanlah kami menyampaikan sedikit gambaran mengenai landscape perbankan nasional tersebut sebagai berikut. Sebagaimana dimaklumi, perbankan Indonesia telah diyakini berbagai kalangan, domestik maupun internasional, sebagai industri yang terkena dampak yang paling parah karena krisis keuangan Asia yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997. Sebagai akibat dari krisis tersebut terjadi penutupan (likuidasi) bank maupun merger yang membawa dampak pada penurunan jumlah bank dari 239 bank pada tahun 1996 menjadi 141 bank pada November 2002. Walaupun kinerja perbankan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kondisi yang semakin membaik, namun dirasakan masih rentan terhadap tekanan faktor internal maupun eksternal. Selain itu, perkembangan produk/jasa perbankan yang semakin kompleks disertai dengan risiko yang semakin beragam sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi, menuntut adanya tatanan perbankan yang lebih solid dan mampu menghadapi segala perubahan ke depan serta menjamin stabilitas sistem keuangan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, perlu disusun suatu Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai policy direction bagi sistem perbankan nasional. Dalam kerangka tersebut, visi Arsitektur Perbankan Indonesia adalah mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna mewujudkan stabilitas sistem keuangan dan mendorong pembangunan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan visi Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut di atas, maka beberapa tujuan-tujuan yang ingin dicapai telah kami tetapkan, yakni : 1. Terciptanya struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. 2. Terciptanya industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko. 6

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 3. Terciptanya good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional. 4. Terciptanya sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional. 5. Terwujudnya infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat. 6. Terwujudnya pemberdayaan dan perlindungan konsumen pengguna jasa perbankan. Penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia selain mempertimbangkan isu-isu penting dalam industri perbankan, juga mempertimbangkan pengaruh faktor-faktor dinamis yang berada di luar kendali industri perbankan seperti stabilitas ekonomi makro, kerangka hukum, globalisasi, perkembangan teknologi informasi, komitmen stakeholders dan stabilitas sosial, politik dan keamanan serta penerapan otonomi daerah. Dalam kaitan ini, telah menetapkan 6 (enam) pilar yang menjadi landasan bagi Arsitektur Perbankan Indonesia, yaitu: 1. Struktur perbankan yang sehat dan mampu mendorong pembangunan ekonomi nasional serta berdaya saing internasional; 2. Penguatan kondisi internal industri perbankan; 3. Sistem pengaturan yang efektif dan mampu mengantisipasi perkembangan pasar keuangan domestik dan internasional; 4. Sistem pengawasan bank yang independen dan efektif; 5. Penciptaan dan penguatan infrastruktur pendukung industri perbankan; 6. Perlindungan dan pemberdayaan nasabah. Beberapa langkah yang telah dilakukan untuk menjawab keenam pilar dalam rangka penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia di atas antara lain dengan : (i) melakukan kajian dan penelitian awal khususnya mengenai isu-isu strategis industri perbankan, serta (ii) mengadakan serangkaian pertemuan dan diskusi terbatas dengan para pakar dan praktisi perbankan, Asosiasi Perbankan, Pemerintah Daerah, Kamar Dagang dan Industri Daerah, kalangan akademisi serta mahasiswa. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pertemuan dan diskusi terbatas tersebut antara lain konsep layanan jasa keuangan dalam satu atap (universal banking), kebutuhan jumlah bank yang ideal, status bank devisa/non-devisa, peranan Bank Pembangunan Daerah dalam Otonomi Daerah dan upaya perlindungan dan pemberdayaan konsumen. Mengingat Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut bersifat komprehensif, maka penyusunannya memerlukan waktu yang cukup panjang dan diharapkan dapat 7

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 diselesaikan pada akhir tahun 2003. Selanjutnya implementasi dari Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut akan dilakukan secara bertahap untuk rentang waktu 10 tahun, dimulai pada tahun 2004. Untuk mencapai tujuan Arsitektur Perbankan Indonesia, terdapat beberapa prakondisi yang diperlukan agar Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut dapat diimplementasikan. Beberapa prakondisi tersebut antara lain stabilitas ekonomi makro, stabilitas sosial, politik dan keamanan, teknologi informasi yang memadai, dan komitmen dari stakeholders. Prakondisi tersebut menurut hemat kami sangat penting karena baik stabilitas ekonomi makro maupun stabilitas sosial, politik dan keamanan merupakan kondisi dinamis yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan industri perbankan. Selain itu, ketersediaan teknologi informasi dan adanya komitmen dari stakeholders akan sangat menentukan proses implementasi dan pencapaian visi dari Arsitektur Perbankan Indonesia, sehingga akan menentukan bentuk dari industri perbankan di masa depan. Kami menyadari bahwa penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia perlu mengakomodasi berbagai masukan dan saran dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap industri perbankan agar Arsitektur Perbankan Indonesia dapat diimplementasikan secara efektif. Berkenaan dengan itu, kami sangat mengharapkan masukan dan saran dari anggota Dewan yang terhormat sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dengan industri perbankan guna menyempurnakan penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter serta mendorong upaya penciptaan sistem perbankan yang sehat, selama ini juga terus melanjutkan berbagai upaya penyempurnaan untuk menciptakan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, aman, dan handal. Secara garis besar, kebijakan di sistem pembayaran terdiri dari dari kebijakan di sistem pembayaran tunai dan non tunai. Di bidang sistem pembayaran tunai, berupaya mencukupi kebutuhan masyarakat atas uang kertas dan uang logam guna keperluan pembayaran serta menjaga agar uang yang diedarkan (UYD) dalam kondisi yang layak edar. Dalam kaitan ini, perlu kami kemukakan mengenai upaya-upaya yang kami tempuh dalam menanggulangi beredarnya uang palsu di masyarakat, terus meningkatkan berbagai upaya baik yang bersifat preventif maupun represif antara lain melalui penelitian mengenai unsur-unsur pengaman (security features) uang yang menggunakan teknologi yang lebih tinggi sehingga akan mempersulit pemalsuan, melaksanakan langkah-langkah sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah ke 8

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 berbagai kalangan masyarakat melalui media massa, penyediaan sarana informasi dalam bentuk hotline service serta penelitian mengenai unsur-unsur pengaman uang dengan menggunakan teknologi yang lebih tinggi sehingga akan mempersulit pemalsuan. Untuk memudahkan masyarakat membedakan secara kasat mata dan kasat raba antara uang rupiah asli dengan uang rupiah palsu, telah melakukan pengkajian peningkatan unsur unsur pengaman yang ada terutama pada uang kertas pecahan Rp 50.000, Rp 20.000, dan Rp 10,000. Selain upaya-upaya tersebut, tetap bekerja sama dengan instansi terkait antara lain Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) dan POLRI dalam pemberantasan uang palsu ini, antara lain dengan memberikan pelatihan pada lembaga pendidikan formal untuk perwira Kepolisian. Dalam bidang sistem pembayaran non tunai, kebijakan diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran dan peningkatan kualitas serta kapasitas layanan sistem pembayaran. Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengurangi risiko sistem pembayaran yaitu melalui pengimplementasian sistem -Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) yang kami rencanakan pada akhir tahun 2002 seluruh Kantor telah mengimplementasikannya. Beberapa kebijakan lainnya yang ditempuh untuk mengurangi risiko sistem pembayaran meliputi penerapan penurunan batas nominal (capping) nota kredit melalui sistem kliring, penyusunan skema mengatasi kegagalan peserta kliring dalam penyelesaian kewajiban setelmen. Adapun kebijakan untuk meningkatkan kualitas serta kapasitas layanan sistem pembayaran antara lain pengembangan kliring antar wilayah (intercity clearing), pengembangan otomasi kliring dibeberapa KBI serta penyempurnaan blue print Sistem Pembayaran Nasional. Kami menyadari bahwa kualitas dan efektivitas kebijakan di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran yang kami rumuskan, tetapkan, dan laksanakan pada akhirnya sangat ditentukan juga oleh kualitas SDM yang kami miliki serta dukungan organisasi yang solid. Dalam kerangka tersebut, sejalan dengan program Transformasi yang telah dicanangkan sejak tahun 2001, kami telah memasuki suatu proses perubahan pada organisasi menuju suatu organisasi baru yang lebih mampu mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan global serta memenuhi harapan para stakeholders. Tuntutan perubahan secara mendasar ini antara lain disebabkan adanya Undang-undang yang baru No. 23 Tahun 1999. Karena amanah pada Undang-undang baru tersebut menuntut adanya penyesuaian visi, misi, pola pikir, budaya dan komitmen seluruh pegawai Bank Indonesia. Program perubahan internal tersebut terus bergulir hingga sekarang tersebut telah berhasil kami lakukan dan telah melewati beberapa tahapan. Beberapa proyek perubahan organisasi yang dilakukan antara lain melalui pelaksanaan suatu sistem 9

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 Perencanaan, Anggaran, dan Manajeman Kinerja yang baru. Dalam kerangka Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja yang baru tersebut dan berdasar pada landasan pokok UU No. 23 tahun 1999 maka Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2003 kami susun. Sebagaimana Anggota Dewan maklumi, dapat kami sampaikan bahwa tujuan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah baik terhadap barang dan jasa (tingkat inflasi) maupun terhadap mata uang negara lain (nilai tukar rupiah). Untuk mencapai tugas tersebut, mempunyai 3 (tiga) tugas yang saling terkait satu sama lain, yaitu : menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengawasi bank. Agar dapat melaksanakan tugas dan tujuan yang telah ditetapkan tersebut, menyusun rencana kerja tahunan yang disusun dengan mengacu kepada sasaran strategis disusun oleh Dewan Gubernur. Sasaran strategis tersebut disusun berdasarkan misi, visi dan nilai strategis. Pada Forum Strategis tahun 2002 yang dihadiri oleh semua satuan kerja, Dewan Gubernur telah menetapkan sasaran strategis yang selanjutnya dijabarkan menjadi kegiatan masing-masing satuan kerja baik satuan di Kantor Pusat, kantor maupun di Kantor Perwakilan di luar negeri. Pada tahun 2002 tersebut, di bidang keuangan dan anggaran terus berupaya untuk mencapai titik temu penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan Bantuan Likuiditas (BLBI), sehingga pada bulan Juni 2002 telah dicapai pokok-pokok kesepakatan dengan pemerintah. Pokok-pokok kesepakatan tersebut perlu dijabarkan menjadi kesepakatan yang lebih rinci antara Pemerintah dan dan pada waktunya akan dilaporkan oleh Pemerintah kepada DPR. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana telah dijelaskan diatas, penyusunan Anggaran Tahunan Tahun 2003 berdasarkan pada prinsip kehati-hatian dan peningkatan efisiensi, sejalan dengan proyeksi kondisi dan perkembangan perekonomian pada tahun 2003. Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam menyusun anggaran tahun 2003 adalah : pertumbuhan ekonomi sebesar 4%, tingkat inflasi sebesar 8%, suku bunga ditetapkan berkisar antara 12% sd. 13%, nilai tukar Rp/USD sebesar Rp9.000, suku bunga pinjaman luar negeri berkisar 1,5% sd. 2,5%, Surat Utang Pemerintah (SUP) Baru sudah diberlakukan, dan dilakukan peningkatan efisiensi. Di samping asumsi-asumsi anggaran tahun 2003 yang telah ditetapkan di atas, penyusunan ATBI tahun 2003 didasarkan pula atas realisasi anggaran tahun 2002 baik disisi penerimaan maupun di sisi pengeluaran. Realisasi anggaran di sisi penerimaan sampai dengan posisi bulan Oktober 2002 adalah sebesar Rp25.446 miliar, atau 98% dari ATBI TA-2002 sebesar Rp26.093 miliar. Sektor pengelolaan devisa memberikan sumbangan 72% bagi penerimaan pada tahun 2002. Di samping itu, 10

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 penerimaan dari pemberian kredit merupakan sektor penyumbang penerimaan terbesar kedua atau 27%. Di sisi pengeluaran realisasi anggaran pada posisi yang sama mencapai sebesar Rp 19.328 miliar atau 66% dari ATBI TA-2002 sebesar Rp29.239 miliar. Pengeluaran dalam rangka penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter merupakan komponen pengeluaran terbesar yakni sebesar Rp16.875 miliar atau 87%, diantaranya untuk biaya bunga SBI dan intervensi rupiah sebesar Rp13.724 miliar dan biaya pengelolaan devisa. Sementara itu, pengeluaran untuk pengaturan dan kelancaran sistem pembayaran sebesar Rp843 miliar atau 4%. Kemudian sektor pengaturan dan pengawasan bank serta sektor pengelolaan sumber daya intern masing-masing membukukan pengeluaran sebesar Rp54 miliar (0,2%) dan Rp1.556 miliar (8%). Sampai dengan posisi yang sama, surplus tercatat sebesar Rp6.118 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran tahun 2002 serta memperhatikan kondisi perekonomian dan perkembangan sosial politik yang terjadi, ATBI tahun 2003 diperkirakan jumlah penerimaan akan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2002. Pergerakan kurs USD yang relatif stabil serta penurunan suku bunga aktiva luar negeri mengakibatkan penerimaan dari sisi kegiatan pengelolaan devisa cenderung mengalami penurunan. Sementara itu komponen penerimaan lainnya yakni penerimaan dari penyelenggaraan sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan perbankan cenderung tetap. Di sisi pengeluaran, beban pengeluaran pengendalian moneter diperkirakan akan mengalami penurunan karena bunga SBI dan intervensi rupiah diperkirakan dapat diturunkan. Pengeluaran dari sektor sistem pembayaran dan pengawasan bank cenderung mengalami peningkatan karena pada tahun 2003 masih dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan dalam sistem dan prosedur sistem pembayaran nasional dan peningkatan biaya dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bank. Mengacu kepada perkiraan penerimaan yang cenderung menurun dan perkiraan pengeluaran yang meskipun mengalami penurunan namun perubahannya relatif kecil, dalam tahun 2003 jumlah penerimaan akan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pengeluaran. Upaya-upaya untuk melakukan optimalisasi penerimaan dan efisiensi biaya yang akan dilakukan, antara lain sebagai berikut : a. Melakukan peningkatan penerimaan dengan cara optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang ada dan menggali sumber-sumber penerimaan baru, b. Meningkatkan efisiensi biaya pengendalian moneter, c. Meningkatkan efisiensi biaya pengelolaan sumber daya internal. 11

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 Melalui penghematan dan pelaksanaan anggaran yang menganut prinsip kehatihatian diharapkan tujuan dan tugas dapat terlaksana dengan baik. Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi moneter dan perbankan dalam bulan Oktober serta potensi meningkatnya tekanan-tekanan harga hingga akhir tahun 2002, memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi sedikit lebih rendah terutama diakibatkan lebih rendahnya realisasi investasi dan ekspor dari perkiraan semula. Dampak tragedi Bali terhadap makroekonomi dalam jangka pendek diperkirakan akan mempengaruhi penerimaan devisa terutama sektor pariwisata. Sementara nilai tukar rupiah pada sisa tahun 2002 diperkirakan akan stabil pada kisaran yang diperkirakan. Tekanan inflasi pada dua bulan terakhir di tahun 2002 diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan semula seiring dengan terjadinya peningkatan permintaan menghadapi hari-hari besar keagamaan dan akhir tahun serta realisasi kenaikan harga jual eceran (HJE) dan cukai rokok pada bulan November 2002. Berkaitan dengan peningkatan permintaan barang dan jasa masyarakat tersebut, Bank Indonesia memandang bahwa kebijakan di sisi penawaran perlu mendapatkan perhatian khususnya menyangkut penambahan pasokan dan kelancaran arus distribusi barang. Sejalan dengan itu, kebijakan moneter yang ditempuh tetap menjaga kondisi likuiditas ekonomi agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Mempertimbangkan bahwa tekanan inflasi ke depan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor musiman dan kebijakan pemerintah di bidang harga, dimana inflasi inti tidak banyak terpengaruh, maka kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mengakomodir pertumbuhan ekonomi. Arah kebijakan ini sejalan dengan upaya mendorong fungsi intermediasi perbankan yang sudah mulai membaik, sehingga dapat menjamin tersedianya pembiayaan kegiatan ekonomi. Di bidang perbankan, upaya mengembangkan sistem perbankan yang sehat dengan mematuhi prinsip kehati-hatian perbankan tetap menjadi fokus utama arah kebijakan perbankan. Terkait dengan upaya merehabilitasi dampak tragedi Bali, Bank Indonesia masih tetap mempunyai ruang gerak dan memandang perlu untuk mendukung upaya-upaya mempercepat pemulihan ekonomi pasca tragedi Bali. Dalam hal ini, akan meminta bank-bank agar melakukan restrukturisasi kredit bagi debitur atau pengusaha yang terkena dampak langsung dari peristiwa pengeboman di Bali, yang menurut pertimbangan bank patut diberlakukan kebijakan restrukturisasi. Untuk itu, akan mempertimbangkan pemberian kelonggaran ketentuan khususnya kriteria kolektibilitas dalam jangka waktu tertentu kepada bank yang melakukan restrukturisasi kredit dimaksud. 12

Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 Sebagai penutup, beberapa perbaikan dalam kondisi ekonomi-moneter sampai dengan saat ini diharapkan dapat terus berlanjut dan dapat memberikan stimulus bagi upaya pemulihan ekonomi lebih lanjut. Langkah kebijakan moneter yang telah ditempuh tetap diarahkan untuk terus menjaga ekspektasi positif pelaku ekonomi tersebut terhadap prospek pemulihan ekonomi dengan terus memberikan sinyal untuk semakin mendorong kegiatan usaha di sektor riil. Perbaikan di sektor riil diharapkan dapat menjadi stimulus bagi sistem perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Namun demikian, perlu disadari pula bahwa efektivitas kebijakan moneter tersebut akan juga ditentukan oleh dukungan berupa kebijakan-kebijakan ekonomi lainnya. Di samping itu, keselarasan dan koordinasi kebijakan makroekonomi yakni kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil juga menjadi faktor patut. Selain itu, pemupukan kesamaan pandang, kemitraan, dan dukungan yang lebih mendalam antara Pemerintah,, dan DPR serta beberapa instansi terkait lainnya juga mutlak diperlukan. Kelangsungan proses pemulihan ekonomi terletak pada dukungan kebijakan lain yang membantu sektor riil dalam memperbaiki kapasitas produksinya, kebijakan yang mampu memperbaiki daya saing produk domestik dari sisi biaya produksi, kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja sehingga mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya beli masyarakat, serta kebijakan yang menjamin kestabilan sosial dan keamanan untuk kepastian berusaha. Jakarta, 20 November 2002 13