HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tata Bumi No. 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta (

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN ASUPAN KALIUM TERHADAP KADAR KREATININ PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

Nura Ma shumah 1, Sufiati Bintanah 2, Erma Handarsari 3. Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN Asuhan Keperawatan Pada, Mona Martin, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK

Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun oleh : WIDYA REZA KUSUMASTUTI J

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Disusun oleh : AZIZAH NUGRAHANI NIM: 05/190419/EKU/0172

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

PERILAKU PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK STADIUM V DALAM MEMPERTAHANKAN KADAR NORMAL BUN DAN KREATININ. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN KADAR KREATININ PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN

Dewantari EO, Taruna A, Angraini DI, Dilangga P. Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

Journal of Nutrition College, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman

BAB 1 PENDAHULUAN. yang beredar dalam darah). Penderita GGK harus menjalani terapi diet

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

DAFTAR PUSTAKA. Alam et al., Gagal Ginjal, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007).

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

HUBUNGAN LAMA HEMODIALISIS DENGAN PENURUNAN NAFSU MAKAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI UNIT HEMODIALISA RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

Program Studi D3 Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang 2

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

EKA FAUZIAH ANWAR (P )

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian Ilmu Penyakit Dalam.

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

Data Penyakit Ginjal Kronik di dunia diperkirakan 195 juta adalah wanita, dan merupakan penyebab urutan kematian ke 8 Diperkirakan 600.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

THE RELATIONSHIP OF FOOD CONSUMPTION TOWARDS STAY LENGTH AND PATIENT NUTRITIONAL STATUS BY RICE DIET IN PKU MIHAMMADIYAH HOSPITAL OF YOGYAKARTA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ginjal. Dari data American Heart Association tahun 2013 menyebutkan bahwa di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS SEBELUM DAN SETELAH MENJALANI TINDAKAN HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISA RSUD

Artikel Ilmu Kesehatan, 8(1); Januari 2016

PEMBERIAN SMS REMINDER EFEKTIF MEMPERBAIKI STATUS GIZI ANTROPOMETRI PASIEN HEMODIALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah komponen penyusun tubuh terbesar, yaitu sebanyak 50%-60%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA RAWAT JALAN DI RSUD KAYEN KABUPATEN PATI TAHUN 2015

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR UREUM KREATININ DI POLIKLINIK GERIATRI RSUD ULIN BANJARMASIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

Sri Maryani 1, Dwi Sarbini 2, Ririn Yuliati 3 RSU PKU Muhammadiyah Surakarta

Hubungan Asupan Lemak dan Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

Transkripsi:

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Martini, Endang Nur W, dan Mutalazimah Prodi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Abstract Chronic kidney failure is a disease caused by chronic deteriorating of renal function. It is marked by the increase of blood creatinine and ureum. Its primary symptoms are nausea, vomiting, anorexia and other disturbances causing inadequate protein intake. Chronic kidney failure patients will have abnormal concentration of plasma amino acid. Ureum is a best predictor to diagnose a kidney failure when a toxic uraemic is detected. Creatinine is an endogenous metabolism that is used to assess glomerulus function. It is generally derived from muscle metabolism. This research aims were to understand and analyze the correlation between protein intake and contents of blood creatinine and ureum of chronic kidney failure patients. Protein intakes of respondents were in poor category (100%), high content of blood ureum (90.9%), and high content of creatinine (93.9%). Average protein intake was 20.11%. Average content of blood ureum was 95.3 mg/dl, and average content of blood creatinine was 3.3 mg/dl. Correlation test indicated that there was not any correlation between protein intake and contents of blood creatinine and ureum. Key words: protein intake level, content of blood ureum, blood creatinine, chronic kidney failure PENDAHULUAN Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lama dan perlahan-lahan, ditandai dengan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan penurunan Test Kliren Kreatinin (TKK) < 25ml/ menit. Pada keadaan ini ke-mampuan ginjal untuk mengeluarkan hasil-hasil metabolisme tubuh terganggu sehingga sisa sisa metabolisme tersebut terakumulasi dan menimbulkan gejala klinik sebagai sindrom uremik (peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah) (Sidabutar dan Suhardjono, 1992). Kegagalan ginjal dikarenakan kerusakan ginjal ditandai dengan gejala adanya protein dalam urin (proteinuria atau albu-minuria), darah dalam urin (hematuria) dan kenaikan tingkat urea atau kreatinin (sisa produksi metabolisme protein) dalam darah (Reksodiputro dan Prayoga, 2001). Seseorang yang mempunyai kerusakan ginjal dianjurkan mengurangi konsumsi protein, karena semakin tinggi konsumsi protein maka akan memperberat kerja ginjal dalam Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Kadar Ureum... (Martini, dkk.) 19

mengekskresi sisa metabolisme (Johnson dkk. 2004). Pada penderita gagal ginjal kronik pe-ngaturan asupan protein merupakan hal terpenting untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh akan terjadi penumpukan zat-zat berbahaya (seperti: ureum dan kreatinin) dari tubuh hasil metabolisme dalam darah. Sehingga penderita merasa sakit pada seluruh tubuh dan jika hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan ke-matian (Brunner dan Suddart, 2002). Kadar ureum darah penderita GGK yang melebihi 90/100 mg/dl dan kadar kreatinin yang tinggi menimbulkan rasa mual, muntah dan selera makan yang menurun (anoreksia). Kondisi ini menyebabkan asupan protein penderita gagal ginjal kronik tidak adekuat, sehingga terjadi malnutrisi protein. Malnutrisi protein penderita gagal ginjal kronik dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Sidabutar dan Shardjono, 1992). Penderita gagal ginjal kronik dengan asupan protein yang tidak cukup maka tubuh cenderung akan menggunakan simpanan protein dalam otot sehingga akan terjadi katabolisme protein. Pemecahan protein darah yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan kadar ureum dan kadar kreatinin dalam darah (Baron, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2005) pada penderita gagal ginjal kronik terapi konservatif di RSUP Dr. Kariadi Semarang bahwa tingkat asupan protein rata-rata sebesar 66% dan kadar ureum darah rata-rata 126 mg/dl. Tingkat asupan ini bila dibandingkan dengan kebutuhan yang dianjurkan masih kurang dan kadar ureum darah melebihi batas normal. Hasil survei pendahuluan pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr Moewardi Surakarta menunjukkan tingkat asupan protein dengan terapi konservatiff rata-rata sebesar 71,3%. Tingkat asupan ini bila dibandingkan dengan kebutuhan yang dianjurkan masih kurang. Hasil pemeriksaan kadar ureum darah rata-rata sebesar 140,18 mg/dl, dan kadar kreatinin darah sebesar 6,7 mg/dl. Diet yang diberikan adalah diet rendah protein rata-rata 30 gr/hr. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat asupan protein dengan kadar ureum dan kreatinin darah pada penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr Moewardi Surakarta. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dilaksanakan bulan Mei sampai dengan Juni 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosis gagal ginjal kronik di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi pasien GGK yang tidak menjalani hemodialisa, minimal 20 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 19-26

dirawat 3 hari, tidak makan melalui sonde dan bisa komunikasi dengan baik. Adapun kriteria eksklusi yaitu pasien meninggal dunia sebelum pengambilan data selesai. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pasien yang didiagnosa gagal ginjal kronik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang berjumlah 33 responden. Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara sequential random sampling yaitu cara pemilihan sampel yang termasuk dalam probability sampling yang dilakukan secara bertahap dari sisi waktunya. Sebelum dilakukan pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorow-Smirnov. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa data yang terdistribusi normal adalah asupan protein, kadar ureum, dan kadar kreatinin. Data yang terdistribusi normal kemudian dianalisa dengan uji Pearson Product Moment. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Responden dengan jenis kelamin laki - laki lebih banyak sebesar 63,7% dibandingkan perempuan sebesar 36,3%. Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki 21 63,7 Perempuan 12 36,3 Total 33 100 Karakteristik Responden Menurut Umur Rata-rata umur responden adalah 47,09 ± 9,508 tahun, umur terendah 19 tahun dan umur tertinggi 60 tahun. Setelah dikategorikan menurut rata-rata umur responden, maka distribusi responden menurut umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Umur Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) 19 47 14 42,4 > 47 19 57,6 Total 33 100 Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Kadar Ureum... (Martini, dkk.) 21

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa umur responden kurang dari 47 tahun sebesar 42,4 % dan umur responden di atas 47 tahun sebesar 57,6 %. Distribusi Responden Menurut Asupan Protein Rata-rata asupan protein responden adalah sebesar 20,11± 3,65 gram, asupan protein terendah 12,68 gram, dan tertinggi 27,95 gram. Setelah dikategorikan menurut Sidabutar dan Suhardjono (1992), maka distribusi asupan protein responden dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa semua responden memiliki asupan protein kurang (100%). Dalam penelitian ini asupan protein kurang yang berasal dari asupan protein hewani dan protein nabati. Faktor yang dapat mempengaruhi asupan protein responden sulit dipenuhi adalah karena pasien belum mengetahui secara pasti jumlah protein yang harus dibatasi, adanya rasa mual, muntah, nafsu makan menurun dan rasa masakan lauk hewani dirumah sakit kurang sesuai dengan selera makan pasien. Peran penyuluhan/ konseling gizi pada pasien gagal ginjal kronik penting untuk mengupayakan perubahan serta perilaku sehat. Asupan protein kadang sulit dipenuhi karena pasien sering kehilangan cita rasa (berubah indra pengecapan). Kehilangan cita rasa dikarenakan terjadi neuropati urin (Baron, 2001). Distribusi Responden Menurut Kadar Ureum Darah Rata-rata kadar ureum darah responden adalah sebesar 95,3 ± 33,55 mg/dl, dengan kadar ureum terendah sebesar 22 mg/dl, dan tertinggi sebesar 155 mg/dl. Setelah dikategorikan menurut Almatsier (2004), maka distribusi responden menurut kadar ureum darah seperti tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Ureum Kadar ureum Jumlah Persentase (%) Normal Tinggi 3 30 9,1 90,9 Total 33 100 Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kadar ureum responden sebagian besar adalah kategori tinggi sebesar 90,9%. Tingginya kadar ureum darah dapat dipengaruhi oleh diet tinggi kreatinin yang bersumber dari daging dan makanan bernilai biologis rendah seperti kacang-kacangan, biji- 22 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 19-26

bijian, umbi, tempe, tahu, beras, jagung, kentang, ubi, bayam, daun singkong, kacang panjang, sawi (Almatsier, 2004). Distribusi Responden Menurut Kadar Kreatinin Darah Rata-rata kadar kreatinin darah responden adalah sebesar 3,3 ± 1,68 mg/dl, dengan kadar kreatinin terendah 0,9 mg/dl, dan kadar kreatinin tertinggi 7,7 mg/dl. Setelah dikategorikan menurut Almatsier (2004), maka distribusi responden menurut kadar kreatinin darah seperti tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Kreatinin Kadar kreatinin Jumlah Persentase (%) Normal 2 6,1 Tinggi 31 93,9 Total 33 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kreatinin darah responden sebagian besar kategori tinggi yaitu 93,9 %. Kadar kreatinin darah yang tinggi dapat dipengaruhi oleh diet tinggi kreatinin yang bersumber dari daging dan makanan bernilai biologis rendah seperti kacangkacangan, biji-bijian, umbi, tempe, tahu, beras, jagung, kentang, ubi, bayam, daun singkong, kacang panjang, sawi (Almatsier, 2004). Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureum Darah Hasil analisis hubungan tingkat asupan protein dengan kadar ureum darah pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden dengan kadar ureum tinggi sebesar 90,32% berasal dari responden yang memiliki asupan protein kurang. Hasil ini diperkuat oleh uji korelasi Pearson Product Moment dengan p=0,226 (p>0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan tingkat asupan protein dengan kadar ureum darah pada penderita GGK dengan terapi konservatif. Hal ini disebabkan ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar ureum darah responden seperti adanya peradangan gastrointestinal (saluran cerna) dan infeksi saluran kemih. Tingginya kadar ureum darah menyebabkan responden merasa mual, muntah, dan selera makan menurun sehingga asupan protein kurang dari kebutuhan yang dianjurkan. Peradangan saluran cerna berupa gastrointestinal dapat terjadi pada berbagai keadaan urologi karena traktus gastrointestinal dan urinarius Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Kadar Ureum... (Martini, dkk.) 23

memiliki persyarafan otonom serta sensor yang semua karena adanya refleksi renointestinal. Hubungan anatomi ginjal dengan kolon, duodenum kaput pankreas, duktus koledokus, hati dan kandung empedu dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal. Kedekatan ginjal kiri dengan kolon (fleksura lienalis), lambung, pankreas dan limpa juga dapat menimbulkan gejala intestinal. Gejala ini dapat mencakup mual, muntah, diare, anoreksia, napas berbau ammonia, gangguan rasa nyaman abdomen dan ileus paralitik. Apendisitis juga dapat disertai dengan gejala urinarius (Brunner dan Suddarth, 2001). Terjadinya peradangan gastrointestinal pada responden dan peningkatan katabolisme protein berupa infeksi saluran kemih mengakibatkan peningkatan kadar ureum darah. Infeksi gagal ginjal kronik dikarenakan bakteri pada ginjal disebut pielonefritis. Infeksi ini sering kali disertai demam, rasa dingin, pedih pada bagian yang sakit, sering buang air kecil, dan sensasi seperti terbakar saat buang air kecil. Pielonefritis biasanya tanpa gejala dan penyakit ini dapat mengarah pada kerusakan ginjal dan uremia. Penyakit ini lebih dijumpai pada wanita dibanding pada laki-laki dan sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus (Guyton, 2007). Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Nur (2005) pada penderita GGK dengan terapi konservatif di RSUP Dr Kariadi Semarang menunjukkan tidak ada hubungan tingkat asupan protein dengan kadar ureum darah (p= 0,141). Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti penyakit penyerta, gangguan gastrointestinal, dan adanya infeksi saluran kemih. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Kreatinin Darah Hasil analisis hubungan tingkat asupan protein dengan kadar kreatinin darah pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden memiliki kadar kreatinin darah tinggi sebesar 93,55 % berasal dari responden yang memiliki asupan protein kurang. Hasil ini diperkuat oleh uji korelasi Pearson Product Moment dengan p=0,261 (p>0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara tingkat asupan protein dengan kadar kreatinin darah pada penderita GGK dengan terapi konservatif. Hal ini disebabkan ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin darah. Sebagian besar responden mengalami peradangan gastrointestinal dan infeksi saluran kemih. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya kadar kreatinin dalam darah. Tingginya kadar kreatinin darah dapat menyebabkan rasa mual, muntah, dan selera makan menurun (anoreksia) sehingga asupan protein responden sulit untuk dipenuhi. Kenaikan kadar kreatinin serum menunjukkan menurunnya klirens 24 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 19-26

kreatinin dan penurunan LFG. Asupan daging matang dalam jumlah banyak akan meningkatkan kadar kreatinin serum karena terjadi penambahan kreatinin eksogen. Setiap 1 gram daging yang dimakan akan menghasilkan 3,5 sampai 5,0 mg kreatin. Proses pemasakan merubah sekitar 65% kreatin menjadi kreatinin, yang akan diabsorbsi dari saluran cerna (Noer, 2006). Penurunan LFG akan menyebabkan terjadi gangguan metabolisme protein berupa produk buangan metabolisme berupa kreatinin yang penumpukan hampir sebanding dengan jumlah nefron yang rusak. Hal ini terjadi karena zat seperti kreatinin bergantung pada filtrasi glomerulus untuk ekskresi (Wilkens, 2000). Penurunan LFG karena laju ekskresi kreatinin juga menurun yang menyebabkan akumulasi kreatinin dalam cairan tubuh dan meningkatkan konsentrasinya dalam plasma. Asupan protein yang cukup dalam diet akan terjadi keseimbangan nitrogen, tetapi akibat ekskresi ginjal menurun, limbah nitrogen akan meningkat. Bila diberikan terlalu sedikit protein dalam diet maka katabolisme cadangan protein akan ditingkatkan. Maka apabila itu berlanjut, keadaan ini dapat mengganggu status nutrisi pasien yang pada akhirnya akan menimbulkan malnutrisi. Malnutrisi sendiri akan menimbulkan berbagai kelainan fungsi ginjal antara lain, penurunan dari Laju Filtrasi Glomerulus maupun Renal Plasma Flow (RPL) dengan akibat peninggian kadar kreatinin (Roesli, 2005). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Rata-rata asupan protein responden 20,11 gr, dan semua responden berada dalam kategori tidak baik (100 %), (2) Tidak ada hubungan antara tingkat asupan protein dengan kadar ureum darah, dengan p=0,226 (p> 0,05), dan (3) Tidak ada hubungan antara tingkat asupan protein dengan kadar kreatinin darah, dengan p= 0,261 (p>0,05). 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Bagi penderita gagal ginjal kronik, diharapkan taat terhadap diet yang diberikan yaitu berupa asupan protein sehingga dapat mengontrol kadar ureum dan kreatinin darah dan (2) Bagi rumah sakit diharapkan suatu kerjasama diantara tim kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, dan ahli gizi dalam meningkatkan pelayanan gizi terutama kegiatan penyuluhan/ konseling gizi serta penerapan NCP (Nutritional Care proses) pada penderita gagal ginjal kronik khususnya. Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Kadar Ureum... (Martini, dkk.) 25

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2004. Penuntun Diet. Penerbit : Gramedia.jakarta :179-187. Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi : 8. Vol.1 Penerbit : EGC. Jakarta : 1466. Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi : 8. Vol.2 Penerbit : EGC. Jakarta : 1374-1387. Baron, DN. 2001. Kapita Selekta Patologi Klinik. Penerbit : EGC. Jakarta : 126 139. Guyton, AC. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi : 11. Penerbit : EGC. Jakarta : 429. Johnson CA, Levery AS, dan Coresh. 2004. Clinical Practice Guidelines for Cronic Kidney Disease In Adults: Part 1. Definition, diseas stages, evaluation, treatment, and risk factor. American Family Physician 70:869-76 diakses tanggal 25 Nopember 2007. Noer, MS. 2006. Evaluasi Fungsi Ginjal Secara Laboratorium. Diakses : 26 Pebruari 2009. http:/www.pediatrik.co./buletin/20060220-795asc-buletin.pdf Nur, ER. 2005. Hubungan Tingkat Asupan energi dan Protein Dengan Kadar BUN. Program Studi Ilmu Gizi. FK UNDIP. Semarang Roesli, R. 2005. Gangguan Metabolisme dan Dasar Pengelolaan Nutrisi Pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Pertemuan Ilmiah Nasional ke II. Bandung 18-19 Pebruari. Bandung : 184-185. Reksodiputro, H dan Prayoga, N. 2001. Eritropoesis dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi : III. Penerbit : FKUI. Jakarta : 494. Sidabutar, RP dan Suhardjono. 1992. Gizi Pada Gagal Ginjal Kronik. Perhimpunan Persatuan Nefrologi Indonesia. Jakarta : 84 89. Wilkens, G. 2000. Medical Nutrition Therapy for Renal. Dalam: Mahan LK dan Escott- Stump S (Ed.). Krause s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Penerbit : W.B. Saunders Company. New York: 837. 26 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 19-26