Pentingnya Toleransi Beragama dalam Menjaga Ketahanan dan Persatuan Bangsa 1. Prof. Dr. Musdah Mulia 2

dokumen-dokumen yang mirip
KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi berbagai konflik sosial baik secara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

BAB IV ANALISIS. Pustaka Pelajar, 2001, hlm Azyumardi Azra, Kerukunan dan Dialog Islam-Kristen Di Indonesia, dalam Dinamika

Membangun Kemitraan Antar Umat Beragama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN:

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai

Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara

PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEWARGANEGARAAN. Konsep Dasar Kewarganegaraan. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 01Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1 Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Toleransi beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNAGRAHITA

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SDLB TUNANETRA

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan Bernegara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.

sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Bersama Nasional, 27 Desember 2010 Senin, 27 Desember 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. mayoritas dengan penganut minoritas. Penganut atau golongan agama saling

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pera Deniawati, 2014

BAB XI MEMAKNAI HIDUP BERNEGARA. Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Psikologi.

BAB V PENUTUP. tertentu. Untuk menjawab topik dari penelitian ini, yakni Etika Global menurut Hans Küng

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA KELOMPOK 4 ANANDA MUCHAMMAD D N AULIA ARIENDA HENY FITRIANI

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rosania Mega Fibriana, 2014 Perkembangan nila-nilai kerukunan ummat beragama pada masyarakat majemeuk

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB 31 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BERAGAMA

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu

HAKIKAT PANCASILA TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Sani Hizbul Haq Kelompok F. Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.

BAB IV ANALISIS. Karenakerukunanmempertemukanunsur-unsur yang berbeda, sedangkantoleransimerupakansikapataurefleksi.tanpakeruknan,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa.

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci: Pendidikan multikultural, keberagamaan inklusif, dan materi PAI

BAB V PENUTUP. keseluruhan penulisan skripsi ini yang mengangkat bahasan tentang Pendidikan

BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA. Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria,

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fety Novianty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

MERAJUT TALI PERSATUAN DALAM KEBERAGAMAN

19. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMP/MTs

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

METODOLOGI PLURALISME. M. Qasim Mathar

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB III DATA DEMOGRAFI PENELITIAN. banyaknya curah hujan 0,36 mm/tahun serta merupakan dataran rendah.

Transkripsi:

Pentingnya Toleransi Beragama dalam Menjaga Ketahanan dan Persatuan Bangsa 1 Prof. Dr. Musdah Mulia 2 Pendahuluan Wacana mengenai pentingnya toleransi beragama dan berkeyakinan dengan segala persoalan yang mengitarinya akan menjadi tetap dan bahkan semakin aktual, karena wacana ini tidak akan berakhir, seiring dengan semakin kuatnya upaya meneguhkan prinsip pluralisme agama di negeri ini. Bahkan pada akhir-akhir ini upaya untuk menjembatani umat beragama yang pluralis dengan berbagai pendekatan dalam mewujudkan dan meningkatkan kerukunan di antara mereka terus berlangsung. Paling tidak ada lima hal pokok dalam menjaga toleransi beragama. Pertama, perlunya sosialisasi bahwa pada dasarnya semua agama datang untuk mengajarkan dan menyebarkan kedamaian dan perdamaian dalam kehidupan manusia. Kedua, wacana agama yang pluralis, toleran, dan inklusif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran agama itu sendiri. Sebab, pluralitas apa pun, termasuk agama, semangat toleransi dan inklusivisme merupakan sunnatullah yang tidak dapat diubah, dihalang-halangi dan ditutup-tutupi. Ketiga, ada kesenjangan antara cita-cita ideal agama dan realitas empirik kehidupan umat beragama di tengah masyarakat. Keempat, semakin kuatnya kecenderungan ekslusivisme dan intoleransi pada sebahagian umat beragama yang pada gilirannya memicu terjadinya konflik dan permusuhan yang berlabel agama. Kelima, perlu dicari upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kerukunan dan kedamaian antarumat beragama. Memahami tujuan hakiki agama dan kepercayaan Tujuan hakiki dari semua agama adalah memanusiakan manusia. Agama harus mengarahkan manusia untuk memperkuat spiritualitas dirinya. Agama harus mampu membina manusia agar menjadi baik dan sejahtera, baik fisik maupun 1 Disampaikan pada acara peringatan Tokoh Pendiri Sunda Wiwitan, diadakan oleh Penganut Kepercayaan Sunda Wiwitan di Cigugur, Jawa Barat, 21 Des 2015. 2 Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, dan Ketua Umum ICRP (Indonesian Conference On Religion and Peace), dapat dikontak via m-mulia@indo.net.id 1

mental, jasmani dan ruhani menuju kepada kebahagiaan yang abadi. Intisari dari semua ajaran agama berkisar pada penjelasan tentang masalah baik dan buruk, yaitu menjelaskan mana perbuatan yang masuk dalam kategori perbuatan baik yang membawa kebahagiaan, dan mana perbuatan buruk dan jahat yang membawa kepada bencana dan kesengsaraan. Agama memberikan tuntunan kepada manusia agar mengerjakan perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk demi kebahagiaan manusia itu sendiri. Tuhan, sang pencipta, sama sekali tidak merasa untung jika manusia mengikuti aturan yang diwahyukan-nya, sebaliknya juga tidak merasa rugi jika manusia mengabaikan tuntunan-nya. Sangat disayangkan misi agama yang amat suci dan luhur itu seringkali tidak terimplementasi dengan baik dalam kehidupan beragama penganutnya. Akibatnya, sejumlah konflik, tindakan eksploitasi, kekerasan dan diskriminasi, termasuk diskriminasi gender dilakukan atas nama agama. Islam, misalnya memiliki ajaran yang menekankan pada dua aspek sekaligus; aspek vertikal dan aspek horisontal. Aspek vertikal merupakan ajaran Islam yang berisi seperangkat kewajiban manusia kepada Tuhan, sementara aspek horisontal berisi seperangkat tuntunan yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan juga hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Sayangnya, aspek horisontal ini tidak terealisasikan dengan baik dalam kehidupan manusia, khususnya dalam interaksi dengan sesamanya. Akibatnya, dimensi kemanusiaan yang merupakan refleksi aspek horisontal Islam kurang mendapat perhatian di kalangan umat Islam. Kondisi inilah yang kemudian membawa kepada penampilan wajah Islam yang sangar dan tidak humanis dalam kehidupan publik. Komitmen agama seseorang seharusnya terbangun sejak dari lingkungan rumah tangga. Lingkungan sekolah dan masyarakat pada prinsipnya hanyalah menunjang komitmen keagamaan yang sudah terbentuk itu, tetapi anehnya dewasa ini banyak keluarga yang menyerahkan pembinaan keagamaan anak-anak mereka sepenuhnya pada sekolah dan institusi semacamnya di masyarakat. Kehidupan beragama di rumah tangga perlu diciptakan dengan suasana rasa kasih sayang atau silaturahmi antara ayah, ibu, anak, dan seluruh anggota keluarga lainnya. Sejumlah penelitian ilmiah, di antaranya penelitian Stinnet, J DeFrain pada 1987, membuktikan bahwa seseorang yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak religius akan mendapatkan resiko yang lebih besar untuk terlibat dalam berbagai bentuk tindak kekerasan daripada mereka yang dibesarkan dalam keluarga yang religius. Apa makna kerukunan? Kehidupan bangsa Indonesia dengan umatnya yang pluralis itu harus diwujudkan dalam suasana kehidupan yang penuh kasih sayang antar sesama umat 2

manusia, dengan mewujudkan terlebih dahulu inklusivisme, kedamaian, dan kerukunan secara tulus di antara mereka. Kerukunan antar umat beragama yang pluralis di Inonesia tidak hanya berada pada tataran yang ideal, hanya berupa konsep, ide, rencana, rumusan-rumusan semata, yang dihasilkan dalam berbagai kesempatan yang dilakukan oleh berbagai tokoh umat beragama. Pada tataran wacana, semua konsep yang dikemukakan sangat bagus, semua ide yang dikemukakan sangat menarik, tetapi dalam tataran aplikasinya ide-ide dan cita-cita kerukunan yang diharapkan, belum sepenuhnya terpenuhi. Hal ini, antara lain, disebabkan belum tersosialisasinya ide-ide itu dalam tataran akar rumput, yang merupakan mayoritas terbesar dari umat ini, atau boleh jadi karena tataran akar rumput belum mampu memahami universalitas agama, yang mengandung nilainilai yang umum dan universal. Dalam rangka itu, sangat dituntut dari semua tokoh umat beragama dan penghayat kepercayaan untuk terus menerus melakukan upaya-upaya mensosialisasikan prinsip-prinsip agama-agama yang universal yang tidak hanya berlaku untuk suatu agama yang dianut oleh umat tertentu, tetapi juga terkandung di dalam agama-agama lain yang dianut oleh umat-umat yang lain, walaupun diakui dan disadari sepenuhnya bahwa dalam hal-hal tertentu terdapat titik-titik substansial tertentu yang sangat prinsipal pada setiap agama, yang tidak mungkin dapat disatukan. Titik-titik substansial itu tidak boleh menimbulkan hal-hal yang dapat menggoyah kerukunan di antara umat beragama. Upaya-upaya konkret yang harus dilakukan oleh para tokoh umat beragama dalam mewujudkan kerukunan dapat dilakukan melalui cara-cara berikut: Pertama, menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan dalam keragaman. Pluralitas agama dalam kehidupan bangsa Indonesia tidak boleh menimbulkan perpecahan dan perselisihan, apalagi perceraian di antara umat bergama. Rasa persatuan dan kesatuan harus ditanamkan dan ditumbuhkan dalam setiap diri individu umat beragama dalam rangka mencapai tujuan bersama dalam menciptakan kerukunan, kedamaian, dan ketenangan di antara sesama anak bangsa, tanpa ada rasa perbedaan antara satu dengan lainnya. Kita sama-sama tahu bahwa sila pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, telah menyatukan umat agama dalam satu kesatuan, yaitu ketuhanan. Keragaman agama yang dianut oleh masing-masing umat beragama tidak boleh menghilangkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita harus menyadari dan menyadarkan umat kita bahwa suatu agama bagi umatnya merupakan ikatan yang mengikat umatnya dengan nilai-nilai agama yang prinsipil di samping nilai-nilai agama yang universal, demikian pula agamaagama lainnya bagi umatnya masing-masing merupakan ikatan yang mengikat umatnya dengan nilai-nilai agama mereka yang prinsipil dan nilai-nilai agama yang bersifat universal. Nilai-nilai agama yang universal itulah yang harus menjadi 3

pengikat di antara umat beragama. Sementara nilai-nilai luhur yang lahir dari budaya bangsa, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila menjadi alat pengikat dan pemersatu bangsa, tanpa memandang etnis, golongan, suku, maupun agama yang dianut. Kedua, membangun wacana agama yang toleran dan inklusif. Setiap penganut agama seharusnya tidak membuat agamanya sebagai sebuah wacana yang menakutkan dan menyeramkan penganut agama lain, sebaliknya penganut agama mampu menggambarkan agamanya sebagai agama yang menumbuhkan kasih sayang, tidak hanya di kalangan penganut agama itu sendiri, tetapi juga harus dapat menebarkan kasih sayang di antara penganut-penganut agama lainnya. Setiap agama, misalnya, mengakui bahwa setiap manusia, dari umat manapun dia berasal dan agama apa pun yang dia anut, harus dapat menciptakan kedamaian, keselamatan, dan ketenangan bagi orang lain. Para tokoh umat beragama harus mengembangkan wacana agama yang toleran dengan umat beragama yang lain dalam batas-batas toleransi yang ditentukan dalam setiap agama. Dalam pandangan Islam, ajaran agama merupakan rahmat bagi sekalian alam. Artinya, bahwa agama harus menciptakan kedamaian, keselamatan, dan ketenangan bagi semua orang. Wacana agama yang inklusif akan menjadi perekat yang mengikat hubungan antarumat beragama Wacana agama yang intoleran dalam suatu kehidupan masyarakat akan menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam kehidupan umat beragama itu sendiri, yang pada akhirnya akan menimbulkan pertikaian dan bahkan perpecahan di antara umat beragama. Kondisi seperti ini, jika tidak dapat diselesaikan secara dini, akan menimbulkan bahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Kehidupan umat beragama yang ekslusif dalam kehidupan sosial sebuah masyarakat akan menimbulkan jarak bahkan jurang di antara umat beragama, yang pada akhirnya membuka peluang bagi terwujudnya ketidakharmonisan di antara penganut agama dan penghayat kepercayaan. Ketiga, mengembangkan forum dialog antarumat beragama. Forum dialog merupakan sarana paling efektif untuk mengkomunikasikan berbagai masalah yang muncul di antara umat beragama di Indonesia. Pergaulan hidup sebuah masyarakat yang pluralis, tidak hanya dari sisi agama, tetapi juga etnis, pasti menimbulkan gesekan-gesekan sosiologis yang tidak terhindarkan, yang mungkin pada mulanya gesekan itu tidak berarti apa-apa, tetapi lama kelamaan akan dapat menjadi persoalan yang besar dan menimbulkan ancaman bagi kerukunan hidup di antara umat beragama. Apabila gesekan-gesekan sosiologis dapat secara dini diketahui lalu dikomunikasikan di antara tokoh umat beragama melalui forum dialog itu, maka gesekan-gesekan itu dapat diredam, dan dapat diselesaikan secara lebih dini. 4

Dialog di antara tokoh umat bergama itu sudah banyak dilakukan, namun hasil-hasil dialog itu belum tersosialisasikan secara merata hingga di tingkat bawah, sehingga hasil-hasilnya hanya dapat diketahui oleh tingkat atas, sedangkan tingkat bahwa tidak kurang memehaminya. Oleh sebab itu, hasil-hasil dialog yang telah dicapai oleh setiap tokoh agama harus dikomunikasikan dengan umat di tingkat bawah. Berkaitan dengan forum dialog ini, saya mengusulkan beberapa model dialog: Pertama, dialog parlementer (parliamentary dialogue), yakni dialog yang melibatkan ratusan peserta. Dialog seperti ini cenderung memusatkan diri dalam penciptaan dan pengembangan kerjasama yang lebih baik di antara berbagai kelompok agama serta penggalangan perdaiaman di antara para pemeluk agama. Kedua, dialog kelembagaan (institutional dialouge), yaitu dialog di antara wakilwakil institusi berbagai organisasi agama. Dialog model ini dimaksudkan untuk membicarakan dan memecahkan masalah-masalah mendesak yang dihadapi umat agama yang berbeda, disamping dimaksudkan untuk menciptakan dan mengembangkan komunikasi di antara wakil-wakil kelembagaan dari organisasiorganisasi agama. Ketiga, dialog teologi (theological dialogue), yaitu dialog yang bertujuan membahas persoalan-persoalan teologis dan filososfis, seperti Tuhan dalam perspektif Islam dan Kristen, dan juga membahas hal-hal yang lebih luas, seperti tradisi suatu keagamaan dalam konteks pluralisme. Keempat, dialog dalam masyarakat (dialogue in community) dan dialog kehidupan (dialogue of life) yang bertujuan untuk memecahkan hal-hal yang aktual dalam kehidupan bersama antar umat beragama, seperti hubungan antara agama dan negara, dan hak-hak minoritas agama. Kelima, dialog kerohanian (spiritual dialogue), yaitu dialog yang bertujuan untuk menyuburkan dan memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama. Model-model dialog seperti yang dikemukakan di atas, yang mempunyai tekanan dan tujuan yang berbeda-beda, akan sangat efektif untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dan dihadapi oleh umat beragama. Karena semua persoalan dikomunikasikan dalam dialog itu, maka semua persoalan dapat diselesaikan lebih dini. Apabila forum dialog itu tidak dapat berjalan di antara umat beragama, maka setiap umat akan berjalan sendiri-sendiri tanpa memperdulikan peroslan-perslan yang dihadapoi oleh umat beragama yang lain. Keempat, rekonsiliasi dan kerjasama. Gesekan-gesekan yang timbul dalam kehidupan umat beragama di Indonesia pasti terjadi dan sulit dihindari sama sekali dan hal ini kadang-kadang menjadi sumber terjadinya pertikaian di antara umat beragama. Pertikaian-pertikaian yang muncul dapat segera diredam dan bahkan dapat diselesaikan secara dini di antara tokoh umat beragama. Pertikaian-pertikaian kecil yang terjadi di tingkat bawah tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan tidak boleh dipandang enteng oleh setiap tokoh umat beragama, karena kalau dibiarkan 5

akan menjadi persoalan yang besar yang kapan saja bisa meledak dan menimbulkan musibah besar bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Pertikaian-pertikaian yang sudah terjadi di antara umat bergama tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan harus segera diselesaikan secara bersama-sama oleh semua pihak, tidak hanya tokoh agama masing-masing, tetapi juga harus melibatkan semua unsur dalam sebuah kelompok, termasuk di dalamnya unsur pemerintah. Salah satu cara yang dilakukan adalah mengadakan rekonsiliasi di antara umat yang bertikai, dengan mengadakan kesepakatan bersama untuk mewujudkan kembali kedamaian dan kerukunan. Kerjasama di antara umat beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat diwujudkan. Kerjasama yang terjalin di antara mereka merupakan jembatan yang dapat menghubungkan penganut sebuah agama dengan penganut agama lainnya dalam sebuah kerangka kerjasama yang melibatkan berbagai unsur dalam setiap agama. Kerjasama dapat menumbuhkan saling pengertian dan saling percaya di antara umat beragama, dan sebaliknya dapat menghilangkan rasa curiga di antara satu dengan yang lainnya. Perlu kerjasama yang tulus dan konkret Kerukunan antar umat bergama dan penghayat kepercayaan dalam mewujudkan, memelihara, dan meningkatkan kedamaian di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat diwujudkan secara optimal dalam realitas kehidupan sosial, apabila para tokoh umat beragama dan penghayat kepercayaan tidak bekerjasama secara tulus dan serius untuk mencapai tujuan itu. Para tokoh umat beragama sepenuhnya telah menyadari bahwa kedamaian, dan ketenangan merupakan dambaan setiap manusia, termasuk dambaan setiap umat beragama manapun. Setiap agama mengajarkan umatnya untuk hidup dalam kedamaian dan keselamatan. Tokoh-tokoh agama tidak hanya bertemu dan bertemu terus, tanpa mengaplikasikan hasil-hasil pertemuan itu dalam tataran bawah (grass root) di kalangan umat mereka masing-masing. Toleransi, inklusivisme, dan kerjasama dalam hal-hal yang universal sangat dituntut dalam kehidupan umat beragama, sepanjang semua pihak mengakui bahwa semua itu ditujukan untuk mencapai kelamatan, kedamaian, dan ksejehateraan bersama. Satu hal penting yang perlu diusulkan pada kesempatan ini ialah pembuatan Undang Undang Mengenai Kerukunan Umat Beragama dan Berkepercayaan. Undang-undang tersebut diperlukan untuk menentukan segala aturan main yang terkait dengan kehidupan umat beragama di Indonesia. Undang-undang itu akan mengatur apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam tananan kehidupan keberagamaan masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa undang-undang tersebut sungguh-sungguh mengedepankan nilai-nilai luhur Pancasila dan Konstitusi negara. Tetap mengacu kepada prinsip-prinsip hak asasi manusia, khususnya hak kebebasan beragama bagi 6

semua warga negara tanpa kecuali. Sebaliknya, undang-undang tersebut tidak mengandung unsur-unsur diskriminatif terhadap kelompok minoritas agama, kelompok penghayat kepercayaan dan kelompok rentan lain di negeri ini. Adanya undang-undang tersebut, setidak-tidaknya dapat menjadi pedoman bagi semua umat beragama dan penghayat kepercayaan, tanpa pembedaan sedikit pun, mulai dari lapisan atas hingga lapisan bawah untuk bentindak sesuai dengan tuntunan undang-undang dimaksud. Dengan demikian, gesekan-gesekan yang terjadi di antara umat beragama dapat diminimalkan dan ini akan memberikan dampak yang efektif dalam meningkatkan kerukunan di antara umat beragama dan pada gilirannya akan mengukuhkan ketahanan dan Persatuan bangsa Indonesia tercinta. 7