HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN STATUS GIZI SISWA DI SD NEGERI 2 BOROKULON KECAMATAN BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO. Fetty Chandra Wulandari, Wahyu Utami

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Isni Utami I., FKM UI, 2009

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

HUBUNGAN SIKAP IBU BALITA TENTANG GIZI TERHADAP STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAN HERAN KECAMATAN RENGAT BARAT TAHUN 2012

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

BAB I PENDAHULUAN. sebelum berangkat melakukan aktivitas sehari-hari (Utter dkk, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KELUARGA SADAR GIZI DI DESA SILEBO-LEBO KECAMATAN KUTALIMBARU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMENUHAN GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR KELAS 1-6 DI SD MOJOROTO II KOTA KEDIRI

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

Esty Indarwati. : Tingkat pengetahuan Ibu, cakupan pemberian vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi, salah satunya adalah kelompok remaja.

KEJADIAN KEK DAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KALONGAN KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DI SMA NEGERI 15 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

Hikmatul Khoiriyah Akademi Kebidanan Wira Buana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh : Rita Nurhayati, Ruri Yuni Astari, M.Keb SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YPIB MAJALENGKA ABSTRAK

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian. Desain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi, perilaku

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 11 BANDA ACEH TAHUN 2013

Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 2, Nomor 2, September 2016 ISSN X

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. merupakan salah satu tempat potensial untuk

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

HUBUNGAN ANTARA PERAN IBU BALITA DALAM PEMBERIAN MAKANAN BERGIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA. Kata Kunci: Peran, ibu balita, gizi, status gizi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS KEDUNG MUNDU KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN BALEDONO, KECAMATAN PURWOREJO, KABUPATEN PURWOREJO

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MENDERITA KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DI KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA BONGKUDAI KECAMATAN MODAYAG BARAT Rolavensi Djola*

BAB 1 PENDAHULUAN. antara 6-12 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). FAO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

KONSELING GIZI IBU HAMIL OLEH TENAGA KESEHATAN (BIDAN, PETUGAS GIZI) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS JOGONALAN I

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

ABSTRAK. Nanik Widiawaty

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA ANAK KELAS V SDN 01 KADILANGGON WEDI KLATEN. Endang Wahyuningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

Mahasiswa Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang 2

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2002). mempengaruhi status gizi diantaranya adalah faktor langsung: konsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

GAMBARAN FACTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK N 2 YOGYAKARTA

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi asupan gizi tubuh. Susu

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 1-5 TAHUN DI DESA PEKUNCEN BANYUMAS TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

Transkripsi:

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN STATUS GIZI SISWA DI SD NEGERI 2 BOROKULON KECAMATAN BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO Fetty Chandra Wulandari, Wahyu Utami ABSTRAK Sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita. Susu merupakan suatu makanan atau minuman bergizi yang banyak mengandung mineral dan protein. Kebutuhan akan protein dan kalsium per hari akan dapat dipenuhi 25-44% hanya dengan mengkonsumsi susu 2 gelas sehari. Study pendahuluan di SD Negeri 2 Borokulon didapatkan hanya sekitar 30 siswa yang rutin mengkonsumsi susu 2 kali per hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi susu formula dengan status gizi anak di SD N 2 Borokulon Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo. Jenis penelitian analitik, dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel total sampling dimana sampel adalah semua siswa di SDN 2 Borokulon berjumlah 100 orang. Waktu penelitian bulan April 2014. Hasil analisa data diperoleh RR=1,22; CI 95% =1,05-1,57. Berdasarkan hasil peneliatian menunjukkan bahwa ada hubungan konsumsi susu dengan status gizi anak di SDN 2 Borokulon Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo Kata Kunci : Status Gizi, Konsumsi Susu PENDAHULUAN Menurut Mariza (2012) visi Indonesia sehat 2015 bertujuan untuk menyejahterakan rakyat dalam peningkatan kesehatan termasuk gizi. Undang- undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 141 ayat 1 menyatakan bahwa upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Salah satu upaya peningkatan kesehatan adalah perbaikan gizi terutama pada usia sekolah khususnya 6-12 tahun. Menurut Depkes (2007) pada tahun 2005 terdapat 5 juta balita gizi kurang, 1,7 diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita. Anemia Gizi Besi (AGB) diderita oleh 8,1 juta anak baita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012, siswa SD dan sederajad ditargetkan 100% mendapatkan pemantauan

kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan sederajad oleh tenaga kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah dengan adanya pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebesar 70,08%, menurun dibandingkan dengan cakupan tahun 2011 (78,72%). Angka cakupan terendah di Kabupaten Purworejo (1,94%) dan tertinggi di Kabupaten Blora (105,14%). Menurut Simangungsong (2012) konsumsi susu per kapita di Indonesia tahun 2010 adalah 11,84 liter. Indonesia berada pada deretan terbawah konsumsi susu di Asia Tenggara maupun negara berkembang lain. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, India yang masing-masing adalah 50,26 liter, 47,35 liter, dan 12,35 liter. Orang Thailand mengkonsumsi Sembilan gelas, dan orang Filipina delapan gelas per orang setiap bulan. Kalau dihitung tingkat dunia, konsumsi perkapita per tahun adalah 40 liter. Thailand 21 liter perkapita per tahun, Filipina juga 21 liter per tahun. Negara-negara di Asia jumlah konsumsi susunya masih jauh lebih sedikit dibandingkan negara lainnya di dunia. Cina mengkonsumsi 17,2 liter per ton per tahun, Jerman mencapai 92,3 liter, Amerika 83,9 liter, diikuti Belanda 122,9 liter, Swedia 145,5 liter, dan Finlandia 183,9 liter. Kenyataan yang mengkonsumsi susu berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Februari didapatkan siswa SD Negeri 2 Borokulon berjumlah 127 anak, dimana dari 5 kelas yang diwawancarai secara langsung didapatkan hanya sekitar 30 siswa yang rutin mengkonsumsi susu 2 gelas per hari. Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti bermaksud ingin mengetahui hubungan konsumsi susu dengan status gizi siswa di SD Negeri 2 Borokulon. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik, dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di SD Negeri 2 Borokulon pada bulan April 2014. Populasi

penelitian adalah siswa SD Negeri 2 Jumlah 100 100 Borokulon Kecamatan Banyuurip Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui Kabupaten Purworejo yang bahwa yang mengkonsumsi susu berjumlah 100 anak. Pengambilan minimal 2 kali per hari berjumlah 45 sampel dilakukan dengan teknik orang (45%) dan yang tidak pengambilan sampel total sampling. Dimana sampel adalah siswa SDN 2 mengkonsumsi susu berjumlah 55 orang (55%). Borokulon berjumlah 100 siswa. Alat Tabel 5 Distribusi Frekuensi ukur menggunakan kuesioner. Responden Menurut Status Gizi HASIL PENELITIAN Siswa di SDN 2 Borokulon Analisa Univariat Kecamatan Banyuurip Kabupaten Table 4 Distribusi Frekuensi Purworejo Responden Menurut Konsumsi Susu Status Gizi N % per Hari Anak di SDN 2 Borokulon Normal 70 70 Konsumsi Susu N % Tidak Normal 30 30 Ya Tidak 45 55 45 55 Jumlah 100 100 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 70 siswa(70%) dengan status gizi normal dan 30 siswa Analisa Bivariat Tabel 6 Hubungan Konsumsi Susu Dengan Status Gizi Siswa di SDN 2 (30%) dengan status gizi tidak Borokulon Kecamatan Banyuurip normal Kabupaten Purworejo Konsumsi Status Gizi Nilai Jumlah Susu Normal Tidak Normal RR CI Ya 35 10 45 35% 10% 45% 1,05-1,22 Tidak 35 20 55 1,57 35% 20% 55% Jumlah 70 30 100 70% 30% 100%

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan ada hubungan konsumsi susu dengan status gizi siswa, dimana diperoleh nilai RR=1,22, nilai batas bawah 1,05 dan nilai batas atas 1,57. Bila nilai RR>1 dan CI>1 berarti konsumsi susu merupakan faktor risiko terjadinya status gizi normal dan tidak normal. PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa yang mengkonsumsi susu minimal 2 gelas per hari yaitu 45 siswa (45%) dan tidak mengkonsumsi susu yaitu 55 siswa (55%). Menurut Wiseman (2002) dalam Hardinsyah (2008) menyarankan untuk mengkonsumsi susu secara rutin guna memenuhi angka kecukupan kalsium harian karena susu memiliki kandungan kalsium yang tinggi. Menurut Khomsan (2002) dalam Nurudin (2006) susu merupakan suatu makanan atau minuman bergizi yang banyak mengandung mineral dan protein. Kebutuhan akan protein dan kalsium per hari akan dapat dipenuhi 25-44% hanya dengan mengkonsumsi susu 2 gelas sehari. Berdasarkan tabel 5 yang dapat diketahui terdapat 70 siswa (70%) dengan status gizi normal dan 30 siswa (30%) dengan status gizi tidak normal. Menurut Almatsier (2004) mendefinisikan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi baik apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang cukup sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kemampuan kerja dan kesehatan secara umum meningkat setinggi mungkin. Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang mengkonsumsi susu 2 gelas per hari dengan status gizi normal yaitu 35 siswa (35%) dan 10 siswa (10%) dengan status gizi tidak normal. Menurut Sulistyoningsih (2011) makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsurunsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa

dari makanan lain. Mengonsumsi makanan beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Subar et al. (1998); Miller dan Anderson (1999) dalam Hardinsyah (2008) susu adalah sumber pangan yang kaya mineral penting, dan menghindari susu dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tulang. Susu diperlukan bagi pertumbuhan tulang dan pertumbuhan tinggi badan diantaranya kalsium, protein dan insulin-like growth factor-1/igf-1 (Anderson, 2004). Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang tidak mengkonsumsi susu 2 gelas per hari dengan status gizi normal yaitu 35 siswa (35%) dan 20 siswa (20%) dengan status gizi tidak normal. Menurut Arisman (2004) dalam Tinneke (2008) penyakit infeksi merupakan penyebab langsung pada masalah gizi. Hadirnya penyakit infeksi dalam tubuh anak akan membawa pengaruh terhadap keadaan gizi anak. Sebagai reaksi pertama akibat adanya infeksi adalah menurunnya nafsu makan anak yang berarti bahwa berkurangnya masukan (intake) zat gizi ke dalan tubuh anak. Selain itu Soekirman (2000) dalam Kurniani (2012) menyebutkan faktor lain yaitu kebersihan lingkungan yang mempengaruhi status gizi anak yang dapat menyebabkan penyakit infeksi, apabila kebersihan lingkungan jelek maka hal tersebut dapat memudahkan anak menderita penyakit tertentu seperti infeksi saluran pencernaan dan infeksi saluran nafas. Padahal penyakit infeksi merupakan faktor yang banyak menyebabkan tidak normalnya status gizi anak karena penyakit infeksi dapat meningkatkan metabolisme di dalam tubuh meningkat. Apabila tidak diimbangi dengan peningkatan asupan gizi, maka akan menurunkan status gizi. Selain itu menurut Rokhana (2005) pendapatan merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini menyangkut daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makan. Menurut Proverawati (2009) apabila seseorang itu hidup dalam kebudayaan yang menyatakan bahwa seseorang yang gemuk itu makmur

dan sejahtera, maka seseorang tidak akan peduli dengan apa yang menyebabkan kegemukan. Lebih lagi jika tidak ada permasalahan psikologi yang menyertai. Menurut Sulistyoningsih (2011) anak- anak pada periode usia 6-12 tahun tetap mempunyai dorongan pertumbuhan yang biasanya bertepatan dengan periode peningkatan masukan dan nafsu makan. Ketika memasuki periode pertumbuhan yang lebih lambat, masukan dan nafsu makan seorang anak juga akan berkurang. Berdasarkan tabel 6 menunjukkan ada hubungan konsumsi susu dengan status gizi siswa di SDN 2 Borokulon. Dimana diperoleh nilai RR=1,22, nilai batas bawah 1,05 dan nilai batas atas 1,57 (RR>1, CI>1) yang berarti konsumsi susu merupakan faktor risiko terjadinya status gizi normal dan tidak normal. Menurut penelitian sebelumnya yaitu Hardinsyah ( 2008 ) jumlah konsumsi susu dan frekuensi minum susu menunjukkan hubungan yang nyata dengan densitas tulang dan tinggi badan. Selain itu, Mariza ( 2012 ) dalam penelitiannya menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan jajan dengan status gizi lebih secara statistik dan kebiasaan jajan memiliki risiko sebesar 7 kali terhadap terjadinya status gizi lebih. Sehingga dari data hasil penelitian dan bahasan dapat didapatkan bahwa ada hubungan konsumsi susu dengan status gizi siswa. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya, yaitu beberapa faktor lain yang tidak diteliti seperti adanya penyakit infeksi, lingkungan tempat tinggal, pola konsumsi makanan dan karakteristik orang tua yang kemungkinan merupakan faktor yang menyebabkan adanya status gizi normal maupun status gizi tidak normal. SIMPULAN 1. Jumlah siswa yang mengkonsumsi susu minimal 2 gelas per hari yaitu 45 siswa (45%) dan yang tidak mengkonsumsi susu yaitu 55 siswa (55%). 2. Status gizi siswa SDN 2 Borokulon yaitu 70 siswa (70%)

dengan status gizi normal dan 30 siswa (30%) tidak normal. 3. Ada hubungan yang significan antara konsumsi susu dengan status gizi siswa SDN 2 Borokulon dengan nilai RR=1,22, CI 95% =1,05-1,57 berarti konsumsi susu merupakan faktor risiko terjadinya status gizi normal dan tidak normal. SARAN 1. Bagi orang tua khususnya ibu sebaiknya memberikan contoh kepada anak-anak mereka untuk mengkonsumsi susu sampai usia dewasa. 2. Ibu hendaknya membiasakan anak untuk mengkonsumsi susu minimal 2 gelas dalam sehari. 3. Selain dari susu ibu dapat memberikan-makan makanan yang mengandung protein dan kalsium sebagai pengganti susu seperti sayuran hijau misalnya sayur bayam, kacang kacangan misalnya kedelai, dan konsumsi ikan laut. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Depkes RI. 2007. Kepmenkes Nomor 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga. Direktorat Bina Gizi Masyarakat Ginting, M. H. 2010. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Ibu Hamil Di Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-marimharta-5134-2-bab2.pdf ) 24 Februari 2014 Hardinsyah, E. D. dan Wirna Zulianti. 2008. Jurnal Gizi Dan Pangan Hubungan Konsumsi Susu Dan Kalsium Dengan Densitas Tulang Dan Tinggi Badan Remaja. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2008 Kasjono, H. S. dan Heldhi B. K. 2008. Intisari Epidemiologi. Yogyakarta. Mitra Cendikia Press

Kepmenkes RI nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.Menteri Kesehatan Republik Indonesia Khatulistiwa, M.S. 2011. Hubungan Konsumsi Susu Dan Senam Aerobic Dengan Massa Tulang Pada Anggota Sanggar Senam Aerobic Kartika Dewi Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Kumalasari, I. dan Iwan A. 2012. Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa Kebidanan Dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Kurniani, E. P. 2012. Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Siswa SD Negeri Mrentul III Kelas I Sampai Dengan Kelas III Kecamatan Bonorowo Kabupaten Kebumen Tahun 2011/ 2012. Karya Tulis Ilmiah. Purworejo: Akademi Kebidanan Bhakti Putra Bangsa Purworejo Mariza, Y. Y. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan Dan Kebiasaan Jajan Dengan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Artikel Penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro (http://eprints.undip.ac.id/38609/1/506_yuni_yanti_mariza_g2c008 078.pdf )30 Januari 2014 Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nurudin, A. 2006. Analisa Sumber-Sumber Pertumbuhan Produksi Susu Segar Peternakan Sapi Perah Di Indonesia. Tesis. Jakarta: Perpustakaan Universitas Indonesia (http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/cb4d9d2e5586be7f67cfe1d3cf 82ae4c1c37e1a0.pdf) 28 Januari 2013 Proverawati, A., Siti A. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika Sediaoetama, A. D. 2009. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jakarta. Dian Rakyat Simangunsong, O. N. Y. 2012. Gambaran Karakteristik Siswa SD Dengan Kebiasaan Minum Susu Di SD Budi Murni 1 Medan Tahun 2012. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34593/5/chapter%20i.pdf) 28 Januari 2014

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta. Graha Ilmu Tinneke, 2008. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi. Jakarta: Universitas Indonesia WHO. 2006. WHO Child Growth Standards. WHO. Geneva -------. 2007. WHO Reference 2007 for Child and Adolescent. WHO. Geneva