BAB II TINJAUAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Saya yang bernama Khairul Bariah / adalah mahaiswi D-IV Bidan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

2. Indikasi Sectio Caesarea

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

KEBUTUHAN DASAR IBU MASA NIFAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau aktifitas (Herijulianti, Indriani, Artini, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Referat Fisiologi Nifas

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI DINI DENGAN TINDAKAN MOBILISASI DINI PADA IBU NIFAS 1 HARI POST SECTIO CAESAREA

AKTIVITAS / MOBILISASI PIMPINAN MENERAN DUKUNGAN MENTAL

BAB V PEMBAHASAN. A. Tinggi Fundus Uteri Awal pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

caesar (seksio sesarea) dengan segala pertimbangan dan risikonya (Manuaba, 2007).

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST SECTIO CAESARIA AKIBAT PLASENTA PREVIA TOTALIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Nifas

LAMPIRAN SUKHASANA SHAVASANA

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH

BAB II LANDASAN TEORI

PENGKAJIAN PNC. kelami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB I PENDAHULUAN. hari) dan ada yang mengalami kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki,

BAB III METODE PENELITIAN

Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum. Niken Andalasari

AKPER HKBP BALIGE. Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns

Senam Hamil. Pengertian Senam Hamil

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL

Pusat Hiperked dan KK

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu, tetapi bagi seorang ibu yang hamil anak pertama sering dianggap

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PADA IBU POST SECTIO CAESARIA. Endang Rudjianti, Khomsiami Abdillah Akademi Kebidanan YAPPI Sragen

BAB II TINJAUAN TEORI. Pada bab ini penulis akan membahas tentang tinjauan pustaka, dengan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

SENAM HAMIL BANTU MELAHIRKAN TANPA KECEMASAN Oleh : Sulastri, S.Kep., Ns. Dosen Akper PKU Muhammadiyah Surakarta. Abstrak :

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. para ibu ingin melaksanakan fungsi ini dengan cara yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

Infeksi luka akibat sectio caesaria berbeda dengan luka persalinan normal.

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. lahir. Salah satu syarat penting agar terjadi kehamilan istri harus dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami

Tindakan keperawatan (Implementasi)

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

PERANAN MOBILISASI DINI TERHADAP PROSES INVOLUSI PADA IBU POST PARTUM (Studi di Polindes Rabiyan Puskesmas Bunten Barat Kabupaten Sampang)

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POSTPARTUM DI BLUD RS H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian ibu mulai dari masa kehamilan, persalinan dan nifas. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam pelayanan kesehatan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

ANATOMI DAN FISIOLOGI

PENGARUH STATIK KONTRAKSI TERHADAP KECEPATAN KEMBALINYA PERISTALTIK USUS PADA PASIEN POST SECTIO CAESAREA (SC)

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN

PERBEDAAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI BERDASARKAN JENIS PERSALINAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DAN POST SECTIO CAESAREA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

Untuk mengurangi dan mencegah timbulnya gejala-gejala yang mengganggu selama kehamilan berlangsung, seperti : sakit pinggang, bengkak kaki dll

SATUAN ACARA PENYULUHAN PERAWATAN PRE OPERASI DAN POST OPERASI

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN POST-OP SECTIO CAESAREA INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu

Lampiran 1. PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM :

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dalam bentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan merupakan unsur yang sangat penting dalam terbentuknya suatu tindakan perilaku yang menguntungkan suatu kegiatan. Pengetahuan yang kurang akan melibatkan kurang dapat menerapkan suatu keterampilan (Notoatmodjo, 2010). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2012). 2. Tingkat Pengetahuan a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang specific dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat 5

6 menyebutkan, menguraikan, mendefenisiskan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehensif) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisi ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan rumusan yang ada.

7 f. Evaluasi ( evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebabsebab mengapa ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). B. Mobilisasi Dini 1. Definisi Mobilisasi dini adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan aktifitas atau kegiatan. Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal ini esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi. Bahwa mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing selekas mungkin berjalan (Wirnata, 2010). Mobilisasi dini pasca sectio caesar adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan caesar. Untuk mencegah komplikasi pasca sectio caesar ibu harus segera dilakukan mobilisasi dini sesuai dengan tahapannya. Oleh karena setelah mengalami sectio caesar, seorang ibu disarankan tidak malas untuk bergerak pasca sectio caesar, ibu harus mobilisasi cepat. Semakin cepat bergerak itu

8 semakin baik, namun mobilisasi dini harus tetap dilakukan secara hati hati (Wirnata, 2010). Menurut Marmi (2012) mobilisasi hendaknya dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan gerakan miring ke kanan dan ke kiri. Pada hari kedua ibu telah dapat duduk, lalu pada hari ketiga Ibu telah dapat menggerakkan kaki yakni dengan jalan-jalan. Hari keempat dan kelima, ibu boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka. Terkait dengan mobilisasi, ibu sebaiknya mencermati faktor-faktor berikut ini: 1. Mobilisasi jangan dilakukan terlalu cepat sebab bisa menyebabkan ibu terjatuh. Kususnya jika kondisi ibu masih lemah atau memiliki penyakit jantung. Meski begitu, mobilisasi yang terlambat dilakukan juga sama buruknya, karena bisa menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh, aliran darah tersumbat, terganggunya fungsi otot dan lain-lain. 2. Yakinlah ibu bisa melakukan gerakan-gerakan di atas secara bertahap. 3. Kondisi tubuh akan cepat pulih jika ibu melakukan mobilisasi dini dengan benar dan tepat. Tidak cuma itu, sistem sirkulasi di dalam tubuh pun bisa berfungsi normal kembali akibat mobilisasi dini. Bahkan penelitian menyebutkan early ambulation (gerakan sesegera mungkin) bisa mencegah aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah bisa menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam atau DVT (Deep Vein Thrombosis) dan bisa menyebabkan infeksi. 4. Jangan melakukan mobilisasi dini secara berlebihan karena bisa membebani jantung. 5. Latihan postnatal biasanya latihan dimulai pada hari pertama dan dilakukan sehari sekali dengan pengawasan petugas kesehatan. Pada beberapa rumah sakit, fisioterapis menyelenggarakan kelas-kelas latihan post natal pada hari-hari tertentu setiap minggu. 6. Tujuan latihan dijelaskan pada ibu yaitu pentingnya meluangkan waktu untuk mengikuti latihan ketika di rumah sakit dan akan melanjutkannya

9 setelah di rumah nanti. Latihan membantu menguatkan otot-otot perut dan dengan demikian menghasilkan bentuk tubuh yang baik, mengencangkan dasar panggul sehingga mencegah atau memperbaiki stres inkontinensia, dan membantu memperbaiki sirkulasi darah di seluruh tubuh (Wirnata, 2010). 2. Tujuan Mobilisasi Dini a. Membantu jalannya penyembuhan pasien/ibu yang sudah melahirkan dan membantu mengurangi rasa nyeri. b. Mengurangi kemungkinan distensi abdomen sehingga membantu meningkatkan tonus otot saluran gastrointestinal dan dinding abdomen dan menstimulasi peristaltic. c. Mempercepat pengembalian frekwensi nadi dan suhu tubuh yang normal. d. Memperpendek lama rawat di rumah sakit (Wirnata, 2010). 3. Manfaat Mobilisasi Dini Bagi Pasien/ Ibu Pasca Sectio Caesar a. Pasien/ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Seperti dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan serta mempercepat kesembuhan, faal usus dan kandung kemih lebih baik, dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal, juga membantu mempercepat organ organ tubuh bekerja seperti semula. b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya, yaitu perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat. c. Mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli yaitu dengan mobilisasi sirkulasi darah normal dan lancar sehingga resiko terjadinya thrombosis dan tromboemboli dapat dihindari (Anonim, 2011)

10 4. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat di keluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh. b. Perdarahan yang abnormal dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat di hindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka. c. Involusi uterus yang tidak baik dengan dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan akan terganggunya kontraksi uterus (Bariah, 2010). 5. Pelaksanaan Mobilisasi Dini Menurut Aliahani (2010) pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post partum sectio caesar terdiri dari: a Hari ke 1: 1. Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah ibu sadar. 2. Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. b. Hari ke 2 : 1. Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu bahwa ia mulai pulih. 2. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk 3. Selanjunya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari. c. Hari ke 3 sampai ke 5 1. Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari setelah operasi.

11 2. Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan luka. Sedangkan menurut (Handiyani, 2009) prosedur pelaksanaan mobilisasi terdiri dari : 1. Hari 1 4 a. Membentuk lingkaran dan meregangkan telapak tangan Ibu berbaring di tempat tidur, kemudian bentuk gerak lingkaran dengan telapak tangan kaki satu demi satu. Gerakan ini seperti sedang menggambar sebuah lingkaran dengan ibu jari kaki ke satu arah, lalu kearah lainnya. Kemudian regangkan masing masing telapak kaki dengan cara menarik jari jari kaki ibu ke arah betis, lalu balikkan ujung telapak kaki kearah sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya berkontraksi. Lakukan gerakan ini dua atau tiga kali sehari. b. Bernafas dalam-dalam Berbaring dan tekukkan kaki sedikit. Tempatkan kedua tangan ibu di bagian dada atas dan tarik nafas. Arahkan nafas ke arah tangan ibu, lalu tekanlah dada saat ibu menghembus nafas. Kemudian tarik nafas sedikit lebih dalam. Tempatkan kedua tangan diatas tulang rusuk, sehingga ibu dapat merasakan paru paru mengembang, lalu hembuskan nafas seperti sebelumnya. Cobalah untuk bernafas lebih dalam sehingga mencapai perut. Hal ini akan merangsang jaringan jaringan disekitar bekas luka. Sanggah insisi ibu dengan cara menempatkan kedua tangan secara lembut diatas daerah tersebut. Kemudian, tarik dan hembuskan nafas yang lebih dalam lagi beberapa kali. Ulangi sebanyak tiga atau empat kali (Handiyani,2009). c. Duduk tegak Tekuk lutut dan miring kesamping, putar kepala ibu dan gunakan tangan- tangan ibu untuk membantu dirinya ke posisi duduk. Saat melakukan gerakan yang pertama, luka akan tertarik dan terasa sangat tidak nyaman, namun teruslah berusaha dengan bantuan lengan

12 samapai ibu berhasil duduk. Pertahankan posisi itu selama beberapa saat. Kemudian, mulailah memindahkan berat tubuh ke tangan, sehingga ibu dapat menggoyangkan pinggul kearah belakang. Duduk setegak mungkin dan tarik nafas dalam-dalam beberapa kali. Luruskan tulang punggung dengan cara mengangkat tulang-tulang rusuk. Gunakan tangan ibu untuk menyangga insisi. Cobalah batuk 2 atau 3 kali (Handiyani, 2009). d. Bangkit dari tempat tidur Gerakkan tubuh ke posisi duduk. Kemudian gerakkan kaki pelan pelan kesisi tempat tidur. Gunakan tangan ibu untuk mendorong kedepan dan perlahan turunkan telapak kaki ke lantai. Tekanlah sebuah bantal dengan ketat diatas bekas luka ibu untuk menyangga. Kemudian cobalah bagian atas tubuh ibu. Cobalah meluruskan seluruh tubuh lalu luruskan kaki kaki ibu (Aliahani, 2010). e. Berjalan Dengan bantal tetap tertekan diatas bekas luka, berjalanlah kedepan. Saat berjalan usahakan kepala tetap tegak, bernafas lewat mulut. Teruslah berjalan selama beberapa menit sebelum kembali ke tempat tidur (Handiyani, 2009). f. Berdiri dan meraih Duduklah dibagian tepi tempat tidur, angkat tubuh hingga berdiri. Pertimbangkanlah untuk mengontraksikan otot otot punggung agar dada mengembang dan merenggang, cobalah untuk mengangkat tubuh, mulai dari pinggang perlahan lahan, melawan dorongan alamiah untuk membungkuk, lemaskan tubuh kedepan selama satu menit (Handiyani, 2009). g. Menarik perut Berbaringlah ditempat tidur dan kontraksikan otot-otot dasar pelvis, dan cobalah untuk menarik perut. Perlahan-lahan letakkan kedua tangan diatas bekas luka dan berkontraksilah untuk menarik perut menjauhi tangan ibu, lakukan 5 kali tarikan dan lakukan 2 kali sehari.

13 h. Saat Menyusui Tarik perut sembari menyusui. Kontraksikan otot-otot perut selama beberapa detik lalu lemaskan.lakukan 5 sampai 10 kali setiap kali ibu menyusui (Alihani, 2010). 2. Hari 4-7 a. Menekuk pelvis Kontraksikan abdomen dan tekan punggung bagian bawah ketempat tidur. Jika dilakukan dengan benar pelvis akan menekuk. Lakukan 4 hingga 8 tekukkan selama 2 detik. b. Meluncurkan kaki Berbaring dengan lutut ditekuk dan bernafaslah secara normal. Lalu luncurkan kaki diatas tempat tidur, menjauhi tubuh. Seraya mendorong tumit, ulurkan kaki, sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan disekitar insisi. Lakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki. c. Sentakan pinggul Berbaringlah di atas tempat tidur, tekukkan kaki keatas dan rentangkan kaki yang satu lagi. Lakukan gerakan menunjuk ke arah jari-jari kaki. Dorong pinggul pada sisi yang sama dengan kaki yang tertekuk ke arah bahu, lalu lemaskan. Dorong kaki menjauhi kaki menjauhi tubuh dengan lurus. Lakukan 6 hingga 8 pengulangan untuk masing-masing tubuh. d. Menggulingkan lutut Berbaring ditempat tidur, kemudian letakkan tangan disamping tubuh untuk menjaga keseimbangan. Perlahan-lahan gerakkan kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut hingga bisa merasakan tubuh ikut berputar. Lakukan 3 kali ayunan lutut kemasing-masing sisi. Akhiri dengan meluruskan kaki. e. Posisi jembatan Berbaringlah diatas tempat tidur dengan kedua lutut tertekuk. Bentangkan kedua tangan ke bagian samping untuk keseimbangan. Tekan telapak kaki kebawah dan perlahan-lahan angkat pinggul dari

14 tempat tidur. Rasakan tulang tungging terangkat. Lakukan gerakan ini lima kali sehari. f. Posisi merangkak Perlahan-lahan angkat tubuh dengan bertopang kedua tangan dan kaki diatas tempt tidur. Saat ibu mempertahankan posisi merangkak tanpa merasa tidak nyaman sedikitpun ibu dapat menambah beberpa gerakan dalam rangkaian ini. Tekan tangan dan kaki di tempat tidur dan cobalah untuk melakukan gerakan yang sama dengan sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong kearah bahu. Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa seolah-olah menggoyanggoyangkan ekor. Lakukan gerakan ini 5 kali sehari. Mobilisasi dini pasien pasca sectio caesar menurut Solikhah (2011) : 1. Latihan nafas dalam (setengah menit) untuk menyempurnakan ekspansi paru dan mengurangi stasis sekresi paru dan mengurangi stasis sekresi lender bronchial paru. Caranya: klien berbaring pada punggung, kedua lutut ditekuk. Letakkan kedua tangan pada perut di bawah bagian iga. Tarik nafas perlahan-lahan dan dalam lewat hidung, kemudian keluarkan lewat mulut sambil mengencangkan dinding perut untuk membantu mengosongkan paru-paru. 2. Latihan lengan. Caranya : berbaring pada punggung, kedua lengan diluruskan di atas kepala dengan telapak tangan menghadap ke atas. Kendurkan sedikit lengan kiri dan kencangkan lengan kanan. Pada saat yang sama, lemaskan tungkai kiri dan kenangkan tungkai kanan sehingga seluruh sisi tubuh yang kiri menjadi kencang sepenuhnya. Ulangi hal yang sama pada sisi tubuh yang berlawanan. 3. Latihan tangan dan jari dengan gerakan abduksi dan adduksi selama setengah menit. Caranya: lakukan gerakan tangan dengan gerakan membuka dan menggenggam, lalu gerakan jari tangan dengan gerakan menjauh dan merapat.

15 4. Latihan jari kaki. Caranya: lakukan gerakan telapak kaki kiri dan kanan ke atas dan ke bawah seperti gerakan menggergaji, kemudian gerakan abduksi dan adduksi selama setengah menit. 5. Latihan kontraksi vagina. Caranya: berbaring pada punggung/terlentang kedua tungkai dijauhkan. Kencangkan dasar panggul, pertahankan selama 3 detik dan kemudian lemaskan. Lakukan gerakan tersebut kurang lebih 10-20 kali. Prinsip mobilisasi dini pada klien pasca sectio caesar dilakukan secara bertahap dan teratur diikuti istirahat dan disesuaikan dengan kondisi fisik klien. Hari petama, aktivitas awal (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi ekstremitas atas dan bawah) sampai dengan latihan miring kanan dan kiri. Hari kedua latihan duduk, dimulai posisi semi fowler sampai dengan duduk berjuntai. Hari ketiga, latihan turun dan berjalan disekitar tempat tidur. C. Kesembuhan Luka 1. Definisi Kesembuhan luka merupakan proses pergantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Pada ibu yang baru melahirkan, banyak komponen fisik normal pada masa postnatal membutuhkan penyembuhan dengan berbagai tingkat. Pada umumnya, masa nifas cenderung berkaitan dengan proses pengembalian tubuh ibu ke kondisi sebelum hamil, dan banyak proses di antaranya yang berkenaan dengan proses involusi uterus, disertai dengan penyembuhan pada tempat plasenta ( luka yang luas) termasuk iskemia dan autolisis. Keberhasilan resolusi tersebut sangat penting untuk kesehatan ibu (Boyle, 2009). Namun luka-luka lainnya juga sangat lazim terjadi setelah melahirkan, dan bidan memiliki peran penting dalam memberi saran serta asuhan dengan tetap menghargai ibu. Luka perineum dialami oleh 75% ibu yang melahirkan per vaginam dan tentu saja angka tersebut lebih besar pada ibu yang melahirkan

16 dengan bantuan alat. Luka setelah sectio caesar juga menjadi bagian yang penting dari tanggung perawat (Boyle, 2009). 2. Tahapan Penyembuhan Luka 1. Reaksi segera : vasokonstriksi/aktivasi pembekuan, trombosit, dan sel endotel/hemostasis/pembentukan bekuan Segera setelah cedera, pembuluh darah bervasokonstriksi di sekitar tempat tersebut, dan vasokonstriksi ini dapat mengurangi perdarahan dengan cepat. Kerusakan seluler menyebabkan keluarnya darah dan hal ini membantu mengaktivasi proses koagulasi. Trombosit menempel pada subendotelium yang terpajan dari cedera tersebut dan menggumpal bersamaan (protein ini disebut agregasi), dan bersama dengan fibrin (protein darah) membentuk suatu bekuan, memenuhi ruang yang terkena cedera dan membawa bagian-bagian tersebut secara bersama-sama. Bekuan fibrin terutama terdiri dari sel darah merah, tetapi juga dapat mengandung jaringan yang mati atau bahkan zat asing. 2. Inflamasi Respons inflamasi akut terjadi beberapa jam setelah cedera dan efeknya bertahan hingga 5-7 hari. Kerusakan jaringan dan teraktivasinya faktor pembekuan menyebabkan pelepasan berbagai substansi vasoaktif, seperti prostaglandin dan histamin yang mengakibatkan peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah serta stimulasi serat-serat nyeri. Bekuan fibrin menarik leukosit dan dalam 24 jam pertama muncul terutama neutrofil (menyerang dan memusnahkan bakteri dan sel yang rusak) dan monosit (sel scavenger ketika berada didalam jaringan, sel ini disebut makrofag). Neutrofil menelan dan membunuh zat asing dan dalam melakukan proses ini, banyak sel tersebut yang mati. Pada infeksi, sel yang mati tersebut dan zat sampah lainnya merupakan unsur pokok pus.

17 Makrofag memiki peran penting dalam sebagian besar fase penyembuhan luka, tidak hanya dalam membersihkan sisi yang luka tetapi juga dalam memproduksi faktor pertumbuhan dan substansi lainnya yang mengendalikan proses tersebut. Kapiler-kapiler baru mulai tumbuh ke dalam luka (angiogenesis), mengahasilkan pembentukan matriks jaringan penghubung yang baru. Vasodilatasi tidak hanya memungkinkan neutrofil dan monosit mudah menuju sisi yang luka tersebut, tetapi juga menghasilkan produksi eksudat yang mengakibatkan edema. Terjadi kebocoran cairan serosa kedalam dasar luka dan penyembuhan luka yang normal membutuhkan faktor pertumbuhan, nutrien dan faktor aktivitas bacterial yang ada dalam eksudat radang tersebut. Namun, bergantung pada lokasi luka, tekanan atau bahkan kelebihan sedikit saja jumlah cairan/edema dapat menyebabkan nyeri, seperti nyeri pada luka perineal. Bergantung pada posisi luka, peningkatan aliran darah dapat menyebabkan area tersebut tampak berwarna merah. Vasodilatasi dan aktivitas metabolik lainnya juga dapat memproduksi panas sehingga area tersebut terasa hangat jika disentuh. Oleh karena itu, inflamasi yang normal dikarakteristikkan sebagai berikut: 1. Kemerahan atau eritema 2. Kemungkinan pembengkakan 3. Suhu sedikit meningkat di area setempat (atau pada kasus luka yang luas, terjadi pireksia sistemik) 4. Kemungkinan ada nyeri Namun, terdapatnya tanda-tanda diatas yang berlebihan dapat mengindikasikan adanya infeksi. Selama peralihan dari fase inflamasi ke fase proliferatif, jumlah sel radang menurung dan jumlah fibroblas meningklat.

18 3. Proliferasi Selama fase proliferasi, pembentukan pembuluh darah yang baru berlanjut di sepanjang luka (angiogenesis atau neovaskularisasi). Proses ini sangat penting karena tidak ada jaringan baru yang dapat dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrien yang dibawa oleh pembuluh darah yang baru. Faktor pertumbuhan angiogenik disekresi oleh makrofag (kemungkinan dalam berespons terhadap hipoksia jaringan) menstimulasi endotelium untuk membagi dan mengatur pertumbuhan pembuluh darah yang baru. Pembuluh darah yang utuh di sekitar luka membuat tunas pembuluh darah baru yang menyebar disepanjang luka dan memperbanyak diri. Makrofag membutuhkan oksigen lebih sedikit daripada sel lainnya dan oleh karena itu, makrofag dapat bergerak lebih jauh kedalam luka. Karena makrofag membelah diri didalam sisi yang luka untuk membunuh mikroba dan membersihkan jaringan yang mati, peningkatan jumlah makrofag juga menarik fibroblast (sel yang memproduksi kolagen protein utama dari jaringan penghubung yang memberikan kekuatan). Fibroblast berproliferasi kira-kira 2-4 hari setelah cedera dan memproduksi matriks (struktur seperti tangga) kolagen disekitar pembuluh darah yang baru. Fibroblas distimulasi untuk memproduksi kolagen oleh laktat dan askorbat (dalam bentuk asam askorbat), yang ada padadasar luka yang hipoksia. Fibroblas bergerak di sepanjang matriks, jaringan granulasi (termasuk fibroblas, kolagen, pembuluh darah yang baru dan makrofag) berproliferasi dan epitelialisasi atau migrasi sel epidermal ke permukaan terjadi, yang memulai pemulihan fungsi epitel kulit sebagai pelindung. Epidermis adalah epitel berlapis banyak yang terdiri atas sel-sel epidermal. Sel epitel bermigrasi seperti sebuah lembar yang berpindah sempurna atau dengan lompatan seperti katak di sepanjang jaringan yang hidup. Sel epitel tidak dapat melewati permukaan yang kering atau jaringan nekrotik sehingga dibutuhkan pembukaan luka untuk pertumbuhan jaringan

19 granulasi yang lengkap sebelum epitelialisasi berlangsung. Adanya krusta atau keropeng juga merupakan pelindung terhadap sel epitel dan sel-sel epitel ini terdorong untuk mencari celah dibawah krusta atau keropeng tersebut. Pada kondisi ideal, epitelialisasi luka berlangsung dalam 48-72 jam. Hal ini yang juga berkontribusi terhadap menutupnya luka adalah kontraksi tepi luka yang akan mengurangi ukuran luka melalui kerja miofibroblas. Kontraksi tidak terjadi pada luka pembedahan yang segera dijahit dan kontraksi tidak diperlukan karena luka pembedahan hanya membutuhkan sintesis kolagen minimal dan membutuhkan sedikit sel epidermal untuk bermigrasi guna menutup kekurangan. 4. Maturasi : Remodeling Bekuan fibrin awal digantikan oleh jaringan granulasi yang setelah jaringan granulasi meluas hingga memenuhi defek dan defek tertutupi oleh permukaan epidermal yangd dapat bekerja dengan baik, mengalami remodeling. Hal ini biasanya terjadi kira-kira 20 hari setelah cedera, walaupun waktu tersebut bervariasi bergantung pada kondisi individu. Selama remodeling, densitas makrofag dan fibroblas berkurang, pertumbuhan kapiler berhenti dan aliran darah serta aktivitas metabolik berkurang. Selain itu, selama remodeling, kolagen yang berlebihan dibersihkan dan kolagen yang dibutuhkan secara bertahap digantikan dengan kolagen yang lebih kuat dan lebih teratur yang lebih dibutuhkan oleh orang yang lebih tua sepanjang stress mekanis, walaupun tidak seteratur aslinya. Fase remodeling dimulai pada waktu yang berbeda dalam area luka yang berbeda dan fase ini dapat berlanjut hingga satu tahun atau bahkan lebih lama. Dengan demikian, walaupun luka tampak sembuh secara superficial, proses membangun kembali di bagian bawah tetap berlanjut. Jaringan

20 remodeling tidak pernah sekuat jaringan yang asli dan pernah dilaporkan memiliki kekuatan hingga sekitar 80% pada jaringan tanpa luka. 5. Parut Remodeling jaringan granulasi mungkin menjadi factor contributor yang paling penting dalam berkembangnya maslah parut. Selama remodeling, densitas fibroblas menurun dan matang menjadi parut. Epidermis parut berbeda dengan epidermis pada kulit yang normal. Setelah penyembuhan, jaringan ini lebih tebal dibandingkan dengan kulit yang normal, tetapi tidak setebal jika dibandingkan dengan luka tertutup yang baru saja terjadi. Folikel rambut dan sebasea atau kelenjar keringat tidak tumbuh kembali dalam parut. Dermis pada luka yang sembuh juga berbeda, karena susunan berkas serat kolagen mungkin terganggu. Tingkat gangguan bergantung pada faktorfaktor, seperti lokasi luka, serta faktor yang diwariskan. Kualitas penyembuhan parut dapat bervariasi berdasarkan penampilan, ukuran dan apakah fungsinya pulih secara penuh. Parut sectio caesar harus kuat guna menghadapi adanya tekanan, latihan, sedangkan parut pada perineum harus datar dan lentur guna memaksimalkan kenyamanan. Sedangkan fisiologi penyembuhan luka menurut Ambarwati (2011), penyembuhan luka dimulai sejak terjadinya cedera pada tubuh; ada 4 fase penyembuhan luka: 1. Hemostasis Fase vaskular ini terjadi segera setelah terdapat kerusakan jaringan. Terjadi vasokonstriksi untuk meminimalkan perdarahan dan membantu terjadinya proses koagulasi. Terbentuk bekuan fibrin yang menutupi luka sementara waktu. Sementara terjadi pembentukan bekuan, darah atau cairan serosa keluar dari luka yang merupakan upaya tubuh untuk membersihkan luka secara alami.

21 2. Inflamasi Terjadinya dilatasi pembuluh darah disekitar luka, menimbulkan eritema local, edema panas, rasa tidak nyaman, rasa berdenyut-denyut dan terkadang gangguan fungsional. Pada luka yang bersih fase ini berlangsung selama 36 jam, tetapi dapat lebih lama bila terjadi infeksi atau nekrosis. 3. Proliferasi Pada fase ini terjadi pertumbuhan jaringan baru melalui tiga proses: a. Granulasi Kapiler dari sekitar pembuluh darah tumbuh kedasar luka. Pada waktu yang sama, fibroblas memproduksi jaringan kolagen yang akan meningkatkan kekuatan dan integritas struktur jaringan luka. Jaringan granulasi yang sehat berwarna merah terang, halus bercahaya dan dasarnya tampak mengerut dan tidak mudah berdarah. b. Kontraksi luka Setelah luka berisi jaringan ikat, fibroblast terkumpul di sekitar tepi luka dan berkontraksi, merapatkan kedua tepi luka. Terbentuk jaringan parut epitel fibrosa yang lebih kuat pada saat fibroblas dan serat kolagen mulai menyusut, menimbulkan kontraksi pada area tersebut dan obliterasi sebagian kapiler. c. Epitelisasi Sel epitel baru tubuh diatas permukaan luka untuk membentuk lapisan luar yang baru, yang dapat dikenali dengan warnanya putih bersemu merah dan semi transparan. 4. Maturasi Setelah epitelisasi selesai, jaringan yang baru mengalami remodeling untuk meningkatkan kekuatan regangan jaringan parut. Fase ini dapat berlangsung sampai 2 tahun.

22 3. Bagaimana Luka Sembuh Luka dapat sembuh melalui proses utama (primary intention) yang terjadi ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan menjahitnya. Jika luka dijahit, terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang yang kososng. Oleh karena itu, dibutuhkan jaringan granulasi yang minimal dan kontraksi sedikit berperan. Epitelium akan bermigrasi di sepanjang garis jahitan dan penyembuhan terjadi terutama oleh timbunan jaringan penghubung. Penyembuhan melalui proses sekunder (secondary intention) membutuhkan pembentukan jaringan granulasi dan kontraksi luka. Hal ini dapat terjadi dengan meningkatkan jumlah densitas, jaringan parut fibrosa, Penyembuhan ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Jika diperhatikan jelas bahwa pengkajian akurat tentang cairan perineum sangat penting dalam memutuskan apakah perlu atau tidak penjahitan. Jika luka perineum tidak bersatu dan atau jika terdapat defisit jaringan akan mengakibatkan ruang yang kosong, membutuhkan proses penyembuhan sekunder dengan peningkatan granulasi dan kemungkinan peningkatan pembentukan parut, serta waktu penyembuhan yang lebih lama. Luka jahitan yang rusak tepian lukannya dibiarkan terbuka dan penyembuhan terjadi dari bawah melalui jaringan granulasi dan kontraksi luka (proses sekunder). Luka sectio caesar yang terbuka jarang dibiarkan sembuh melalui proses sekunder walaupun penyembuhan melalui proses ketiga lebih sering terjadi. Proses primer terlambat (atau penyembuhan melalui third intention) terjadi pada luka terkontaminasi yang pada awalnya dibiarkan terbuka, yaitu dengan memasang tampon, memungkinkan respons inflamasi berlangsung dan terjadi peningkatan pertumbuhan sarah baru di tepian luka. setelah beberapa hari, tampon dibuka dan luka dijahit.

23 4. Penghambat Keberhasilan Penyembuhan Luka Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka dan beberapa diantaranya terdapat pada ibu yang baru melahirkan. a. Malnutrisi Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan parut dengan kualitass yang buruk. Defisiensi nutrien tertentu dapat berpengaruh pada penyembuhan. Contohnya, defisiensi zink akan mengurangi kecepatan epitelialisasi, mengurangi sintesis kolagen sehingga mengurangi kekuatan luka. Asam lemak tak-jenuh yang esensial dibutuhkan dalam fase inflamasi dan lemak merupakan komponen membran sel. Vitamin A penting dalam diferensiasi sel dan keratinisasi epitel dan defisiensi vitamin ini akan mengakibatkan defisiensi kolagen dan terhambatnya epitelialisasi. Selain itu, defisiensi vitamin A meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Vitamin C juga penting, karena kolagen yang dibentuk tanpa vitamin C yang adekuat akan lebih lemah. Beberapa vitamin B, zat besi, zink, tembaga, dan mangan, semuanya memberi manfaat yang signifikan. Obesitas yang dapat menutupi adanya gangguan status nutrisi, diketahui menjadi faktor risiko yang mempengaruhi keberhasilan penyembuhan luka. b. Merokok Nikotin dan karbon monoksida yang terkandung dalam rokok diketahui memiliki pengaruh yang dapat merusak penyembuhan luka dan bahkan merokok yang dibatasi pun dapat mengurangi aliran darah perifer. Merokok juga mengurangi kadar vitamin C yang sangat penting untuk penyembuhan.

24 c. Kurang Tidur Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena tidur meningkatkan anabolisme (sintesis molekul kompleks dari molekul sederhana), dan penyembuhan luka termasuk kedalam proses anabolisme. Jarang kita temukan wanita baru melahirkan dapat menikmati waktu tidur sepenuhnya setiap malam. d. Stress Diduga bahwa ansietas dan stress dapat mempengaruhi sistem imun sehingga menghambat penyembuhan luka. Persalinan merupakan stressor hidup utama dan karena situasi ini tidak akan mungkin pernah berubah, maka cara-cara untuk mendukung sistem imun saat itu harus dapat diidentifikasi dan ditingkatkan. Stress tambahan dapat disebabkan oleh nyeri, takut dan kadang narcosis dan sekresi hormon (terutama norepinefrin) dapat mengakibatkan perubahan vaskular yang menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan. e. Kondisi Medis dan Terapi Berbagai kondisi medis dapat memengaruhi kemampuan penyembuhan luka pada wanita. Tanggap imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, penyakit tertentu seperti AIDS, ginjal atau penyakit hepatik atau obat seperti kortikosteroid dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengatur faktor pertumbuhan, inflamasi dan sel-sel proliferatif untuk perbaikan luka. Hipoksia jaringan karena penyakit vascular perifer tidak akan terjadi pada ibu melahirkan, namun hipovolemia, hipotermia dan vasokontriksi dapat membatasi suplai oksigen ke jaringan dan dapat terjadi pada wanita yang pernah mengalami persalinan traumatik, seperti perdarahan post partum. Anemia juga dapat menganggu penyembuhan luka, karena sel darah merah dibutuhkan untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

25 Hipoksia jaringan, sulit diukur apakah berhubungan dengan penyebab medis jangka panjang, situasi akut, atau stress, karena hipoksia jaringan terjadi sebelum terjadi perubahan pada parameter yang dapat diukur (tekanan darah, nadi, suhu, atau haluaran urine) dan ketika kadar oksigen arteri adekuat. Indikasi pertama hipoksia jaringan, kemungkinan adalah luka yang penyembuhannya kurang baik. Pada wanita yang mengidap diabetes, perubahan angiopatik (yang mengakibatkan gangguan perfusi) dapat memperlambat penyembuhan luka. Selain itu, respons inflamasi, proliferasi fibroblast dan timbunan kolagen dapat terganggu akibat tingginya kadar glukosa. Oleh karena itu secara historis wanita pengidap diabetes lebih cenderung menjalani sectio caesar, dan tidak dapat mengatur cara pemberian insulin setelah pembedahan, mencegah hiperglikemia guna memungkinkan penyembuhan yang efektif merupakan hal penting yang harus ditekankan. f. Asuhan Kurang Optimal Berbagai aktivitas yang dilakukan pemberi asuhan dapat menghambat penyembuhan luka yang efisien. Melakukan pembersihan luka dapat mengakibatkan organisme tersebar kembali di sekitar area, kapas atau serat kasa yang lepas ke dalam jaringan granulasi dan mengganggu jaringan yang baru terbentuk. D. Sectio Caesar 1. Definisi Sectio caesar merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus. risiko penyerta prosedur bedah harus dipertimbangkan. Di Inggris angka mortalitas untuk prosedur elektif berada antara 15 dan 17 per 100.000 kasus maternitas selama tahun 1991-1996. Embolisme paru, perdarahan dan sepsis terus terjadi sebagai penyebab mortalitas yang menonjo. Pendelegasian yang tidak tepat, fasilitas yang tidak

26 adekuat dan komunikasi yang buruk mrnjadi penyebab perawatan di bawah standar dan memerlukan perbaikan. Masalah yang menyertai pelahiran per vaginam seperti inkontinensia rektal dan urine, pertanyaan mengenai pilihan, peningkatan keamanan sectio caesar, semakin besarnya jumlah ibu tua yang mengandung dan kesiapan penolong terhadap litigasi untuk komplikasi pelahiran operatif per vaginam merupakan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan angka sectio caesar. 2. Indikasi Sectio Caesar Sectio caesar dapat dibagi ke dalam kategori elektif, darurat terencana, darurat yang tidak terencana dan kategori peri mortem serta post mortem untuk memudahkan audit. Komplikasi dan mortalitas yang jelas akibat prosedur bedah harus dibedakan dari akibat adanya komplikasi obstetri dan masalah medis ibu. Sectio caesar dilakukan untuk: 1. Mengatasi disproporsi sefalo pelvik dan aktivitas uterus yang abnormal. 2. Mempercepat pelahiran untuk keselamatan ibu atau janin. 3. Mengurangi trauma janin (misalnya presentasi bokong premature kecil) dan infeksi janin (misalnya risiko tertular infeksi herpetik atau HIV) 4. Mengurangi risiko pada ibu (misalnya gangguan jantung tertentu, lesi intrakanial atau keganasan pada serviks) 5. Memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginan. 3. Jenis-Jenis Sectio Caesar a. Sectio caesar klasik menurut sanger, merupakan operasi caesar yang dimulai dari insisi segmen bawah perut. Keuntungannya mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas. Kerugiannya adalah kesembuhan luka operasi relatif sulit, kemungkinan terjadinya robekan uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar, terjadinya perlengketan pada dinding abdomen lebih besar.

27 b. Sectio Caesar Transperitoneal Profunda menurut Kehrer, operasi yang dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm. Keuntungannya adalah segmen bawah rahim lebih tenang, kesembuhan lebih baik, tidak banyak menimbulkan perlekatan. Kerugiannya adalah terdapat kesulitan sewaktu mengeluarkan janin, terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan. c. Sectio Caesar Histerektomi menurut Porro, dilakukan secara histerektomi Supravaginal untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin. d. Sectio Caesar Ekstrakperitoneal, merupakan operasi caesar tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka cavum abdominal (Marmi, 2012) 4. Perawatan Pasca Sectio Caesar Perawatan pasca sectio caesar menurut Marmi (2012): 1. Pastikan alasan untuk pembedahan adalah valid. Kolega senior harus mengemukakan alasan ini dan mendiskusikannya secara jelas dengan ibu dan pasangannya. 2. Riwayat obstetric dan riwayat medis harus ditinjau ulang. Periksa gestasi. 3. Diskusikan jenis anestesi dengan dokter anestesi dan ibu 4. Idealnya jenis anestesi atau analgesia harus didiskusikan lebih lanjut saat klinik gabungan dengan dokter anestesi. 5. Beritahu dokter pediatric pada saat yang tepat. 6. Cek apakah pencocokan silang darah telah tersedia. Sebagian besar bangsal persalinan saat ini menyimpan 2 unit darah ORhesus negatif untuk keadaan darurat. 7. Berikan antasida 8. Dapatkan persetujuan tertulis. 9. Berikan antibiotik profilaksis, terutama relevan pada sectio caesar darurat. Kaji kebutuhan profilaksis terhadap tromboembolisme. Ibu yang memiliki faktor risiko tiga atau lebih seperti usia yang lebih dari 35 tahu, obesitas dengan berat badan yang melebihi 80 kg, telah empat kali melahirkan,

28 vena varikosa yang nyata, infeksi yang menyertai, pre-eklamsia, imobilitas 4 hari sebelum pembedahan, menderita penyakit berat, pembedahan pelvik tambahan, riwayat thrombosis vena atau emboli paru (trombofilia) baik pada pasien sendiri atau keluarga dan adanya antibody antifosfolipid akan memerlukan heparin profilaksis dan stoking kaki. E. Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dengan Kesembuhan Luka Pasien Pasca Sectio Caesar Dengan adanya mobilisasi secara langsung berdampak pada akselerasi proses penyembuhan post partum. Hasil penulisan yang dilakukan oleh Jensen Situmarong (2010) menyebutkan bahwa ibu pasca sectio caesar yang melakukan mobilisasi dini dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Penelitian yang dilakukan Shella Christina,dkk. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Baptis Kediri, disimpulkan bahwa sebagian besar mobilisasi dini pasien pasca sectio caesar di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri adalah baik, yaitu sebanyak 24 responden (80%). Sebagian besar tingkat kesembuhan luka pasien pasca sectio caesar di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri adalah cepat, yaitu sebanyak 25 responden (83,3%). Ada hubungan antara mobilisasi dini pasien pasca sectio caesar dengan tingkat kesembuhan luka di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri. F. Kerangka Konsep Variabel Independen Pengetahuan Pasien Tentang 2.7 Hipotesis Mobilisasi Penelitian Dini Variabel Dependen Kesembuhan Luka Pasien Pasca Sectio Caesar Skema 2.1 Kerangka konsep G. Hipotesa Penelitian Ha : Ada hubungan antara pengetahuan pasien tentang mobilisasi dini dengan kesembuhan luka pasien pasca sectio caesar di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.