RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016 Kewenangan Pengelolaan Pendidikan Menengah I. PEMOHON Muh. Samanhudi Anwar (Walikota Blitar). selanjutnya disebut Pemohon II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materii Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya disebut UU 23/2014: III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ; 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang pada ini menjabat sebagai Walikota Blitar masa jabatan 2016-2021 yang merasa dirugikan oleh ketentuan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Bidang Pendidikan. 1
V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Angka I huruf A Nomor 1 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan I. MATRIKS PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN/KOTA A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN No Sub Urusan 1 Manajemen Pemerintah Pusat a. Penetapan Daerah Propinsi a. Pengelolaan Daerah Kabupaten/Kota a. Pengelolaan Pendidikan standar nasional menengah. dasar.. khusus anak usia dini tinggi dan nonformal. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 18 ayat (5): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 2. Pasal 18A: (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 2
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. 3. Pasal 28C ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Sebelum UU Pemerintahan Daerah ditetapkan tahun 2014, kewenangan pengelolaan menengah berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota merupakan kewenangan dari pemerintah kabupaten/kota; 2. Ketentuan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Bidang Pendidikan yang pada pokoknya menentukan Pengelolaan menengah sebagai sebagai urusan Daerah Provinsi bertentangan dengan UUD 1945; 3. Dicabutnya kewenangan pengelolaan menengah dari pemerintah kabupaten/kota dan dialihkan ke pemerintah provinsi menyebabkan Pemohon sebagai walikota mengalami kerugian yaitu: a. Tidak dapat menetapkan kebijakan menengah salah satunya kebijakan menengah gratis kepada masyarakat Kota Blitar; b. Pemohon mengalami ketidakjelasan dalam menetapkan kebijakan menengah di Kota Blitar; c. Pemerintah Kota Blitar tidak dapat menyelenggarakan urusan menengah yang merupakan bagian dari penyelenggaraan otonomi seluas-luasnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) UUD 1945; 3
d. Pemerintah Kota Blitar tidak dapat lagi mengalokasikan dana untuk menengah; e. Tidak dapat mewujudkan kurikulum muatan lokal yang memperhatikan kekhususan dan keragaman Kota Blitar; 4. Pencabutan kewenangan/urusan Pemohon mengakibatkan pengelolaan unsur manajemen menengah yang meliputi sarana dan prasarana, personil, bahan-bahan, metode kerja dan kewenangan dalam penyelenggaraan fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian, penganggaran, pengawasan, penelitian dan pengembangan, standardisasi, dan pengelolaan informasi menjadi sia-sia dan tidak berkelanjutan; 5. Pemenuhan hak atas, in casu menengah, akan mengalami penurunan pada saat penyelenggaraan menengah dilakukan oleh daerah provinsi karena jarak pengambilan keputusan yang semakin jauh, jumlah sekolah yang harus diselenggarakan sangat banyak; dan potensi ketidaksesuaian pendataan peserta didik; VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Bidang Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai kewenangan pengelolaan menengah adalah kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. 3. Menyatakan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Bidang Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai kewenangan pengelolaan menengah adalah kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. 4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; atau 4
Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon Putusan seadil-adilnya ( ex aequo et bono). 5