KODE ETIK PEMERIKSA. Warta BPK 2 MEI 2012 BAB I KETENTUAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. UMUM. Saldo...

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-2- Operasional, (v) Laporan Arus Kas, (vi) Laporan Perubahan Ekuitas, dan (vii) Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Realisasi APBN menggambarkan p

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN. BPK: Wajar Dengan Pengecualian atas LKPP Tahun 2012

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis ak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGHEMATAN ANGGARAN JILID II

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN I N S P E K T O R A T Jl. Arungbinang Nomor 16 Telp: (0287) , Kebumen 54311

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

2015, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

REKAPITULASI TARGET PNBP KEMENTERIAN/LEMBAGA TA

-2- informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama tahun anggaran 2014, serta saldo kas dan setara kas pada tanggal 31 Des

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN R I

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

: s /PB/2014 : Penting/Segera : 1 (satu) Berkas : Perubahan Akun Belanja Barang Persediaan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN

TABEL 4 * JUMLAH TENAGA PENGADAAN BERSERTIFIKAT DI PUSAT

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JADWAL PENAJAMAN INPRES NO. 10 TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORA T JENDERAL PERBENDAHARAAN

Kata Sambutan Kepala Badan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

KATA PENGANTAR. Assalamualaikum, Wr. Wb.

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORATJENDERALPERBENDAHARAAN DIREKTORAT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

2016, No Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TENTANG PEMBAGIAN TUGAS DI KEDEPUTIAN BADAN PENGAW

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 30 Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan

PAGU RKAKL/DIPA DAN REALISASI TA 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOTA DINAS Nomor : ND 6/D4/1/2017 Tanggal : 16 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN telah menghasilkan perubahan iklim pemerintahan. Akuntabilitas dan

KONFIGURASI KEANGGOTAAN DPR 560 ANGGOTA

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

ffi SALINAN Dalam rangka melanjutkan pengendalian dan pengamanan pelaksanaan Untuk bphn.go.id

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN Grafik 1.Perkembangan Jumlah Temuan BPK Atas LKPP Tahun

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KODE ETIK PEMERIKSA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. 3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. 4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/ atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara. 5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK. 7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman. 8. Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan dikenakan hukuman. 9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai. 10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. 11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas. 12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. BAB II TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara. Pasal 3 Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya. BAB III KODE ETIK Pasal 4 (1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari. (2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme. Pasal 5 Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara. BAB IV IMPLEMENTASI KODE ETIK Bagian Kesatu Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota Masyarakat Pasal 6 (1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib: a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia; b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat; c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. (2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang: a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis; b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat; c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung. Bagian Kedua Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga Negara Pasal 7 (1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib: a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara. (2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang: a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah. Bagian Ketiga Anggota BPK selaku Pejabat Negara Pasal 8 (1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib: a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya; b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan; c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. menghindari terjadinya benturan kepentingan; e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan; f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. (2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang: a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK; e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada pihak lain di luar BPK; f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan; g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan; dan h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif. Bagian Keempat Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara Pasal 9 (1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib: a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan; b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan; c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas; d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya benturan kepentingan; e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Pimpinan BPK; f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan; g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan; h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan. (2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung 2 MEI 2012 2-3 kode etik terbaru.indd 2 7/26/2012 3:21:10 PM

maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan; b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya; c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan; e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa; f. menjadi anggota/pengurus partai politik; g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatan nya dibiayai anggaran negara; h. memberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa; j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga; k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua) tahun terakhir; l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan; m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK; n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan. BAB V HUKUMAN KODE ETIK Bagian Kesatu Tingkat dan Jenis Hukuman Pasal 10 (1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa: a. peringatan tertulis; atau b. pemberhentian dari keanggotaan BPK. (2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK. (3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa: a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP); b. hukuman sedang yang terdiri dari: 1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; 2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau 3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; c. hukuman berat yang terdiri dari: 1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 5 (lima) tahun; atau 2. diberhentikan sebagai Pemeriksa. (4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima. (5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman. larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman sedang. (3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat. Pasal 13 Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal 14 Untuk menegakkan Kode Etik, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai berikut: a. Peraturan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/ pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan b. Keputusan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 (1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang diterima sebelum Peraturan ini ditetapkan dan belum diproses, penyelesaiannya berdasarkan peraturan ini. (2) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang terjadi sebelum Peraturan ini ditetapkan dan sedang dalam proses oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, penyelesaiannya berdasarkan Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 17 Peraturan BPK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Bagian Kedua Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK Pasal 11 (1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman peringatan tertulis. (2) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/ atau negara, maka dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK. Bagian Ketiga Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya Pasal 12 (1) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja, maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis. (2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 98 MEI 2012 3 2-3 kode etik terbaru.indd 3 7/26/2012 3:21:13 PM

dari kami Saatnya Bagi Rapor Pada edisi Mei ini, laporan utama kami sajikan yaitu penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2011. Penyampaian laporan ini merupakan amanat Pasal 17 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. BPK memberikan opini WDP terhadap LKPP pemerintah, sama dengan tahun 2010. Hanya saja, pada LKPP tahun lalu yang dikecualikan lebih sedikit dibandingkan dengan LKPP 2010. Kondisi ini, menunjukkan adanya kemajuan positif terhadap kerja keras pemerintah dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan. Untuk laporan khusus kita ambil judul Akuntabilitas dan Transparansi, Barang Langka di Daerah. Mengapa? Pasalnya, masih banyak daerah yang mendapat opini WDP, disclaimer dan Tidak Wajar. Dari sisi penyimpangan yang menyebabkan indikasi kerugian negara dan sampai ke ranah tindak pidana korupsi pun setail tiga uang. Justru banyak kepala-kepala daerah dan pimpinan daerah lainnya yang tersangkut kasus korupsi. Sejalan dengan laporan utama, Road to kali ini menyoroti Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Butuh kerja sama semua satuan kerja dan komitmen untuk melakukan transparansi pengelolaan keuangan negara. Pengurus Dharma Wanita BPK Pusat ternyata mengelola dua sekolah yaitu taman kanak-kanak, yakni TK Persiwa I Kebon Jeruk dan TK Persiwa II Gandul, Cinere. Keduanya kini survive di tengah keterbatasan. BPK dan BAKN melakukan kunjungan kerja ke dua negara yaitu Belanda dan Inggris. Bagi BPK makna kunjungan itu adalah untuk meningkatkan kapasitas lembaga dalam rangka meningkatkan kinerja pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Selengkapnya bisa dilihat di rubrik Internasional. Redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. Redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah. ISI MAJALAH INI TidaK BErarTI SAMA DENGAN PENDIRIAN ATAU PANdaNGAN BadaN PEMERIKSA KEuaNGAN REPUBLIK INDONESIA I N D E P E N D E N S I - I N T E G R I T A S - P R O F E S I O N A L I S M E PENGARAH : Hendar Ristriawan Daeng M. Nazier Nizam Burhanuddin PENANGGUNG JAWAB : Bahtiar Arif SUPERVISI PENERBITAN : Gunarwanto Yudi Ramdan KETUA DEWAN REDAKSI : Parwito STAF REDAKSI : Andy Akbar Krisnandy Bambang Dwi Bambang Widodo Dian Rustri Teguh Siswanto (Desain Grafis) KEPALA SEKRETARIAT : Sri Haryati STAF SEKRETARIAT : Sumunar Mahanani Sutriono Rianto Prawoto (fotografer) Indah Lestari Enda Nurhenti Werdiningsih ALAMAT REDAKSI: Gedung BPK-RI Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta Telepon : 021-25549000 Pesawat 1188/1187 Faksimili : 021-57854096 E-mail : warta@bpk.go.id Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Badan PEMEriksa Keuangan republik IndoNESia Majalah tidak pernah meminta sumbangan/sponsor dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan 4 MEI 2012 4 - dari kamii.indd 4 7/19/2012 3:52:22 PM

daftar isi 16-22 WAWANCARA Agung Firman Sampurna Anggota BPK RI Akuntabilitas Belum Jadi Bagian Karakter Bangsa Laporan UTAMA Opini WDP untuk LKPP 2011 6-15 23-34 LAPORAN KHUSUS Akuntabilitas dan Transparansi, Barang Langka di Daerah 35-39 ANTAR LEMBAGA Tingkatkan Kualitas Laporan Keuangan di Balikpapan 45-47 BPK DAERAH Menunggu Implementasi Empat Pilar Kebangsaan 48-49 ROAD TO Polri Raih dan Siap Mempertahankannya 50-52 REFORMASI BIROKRASI Lembaga Yang Tidak Reformis Seharusnya Malu 53-55 TEMPO DOELOE Pejalanan Nomaden Kantor BPK 56-57 AKSENTUASI Hambalang Menunggu Hasil Audit BPK 58-61 INTERNASIONAL BPK dan BAKN Kunjungi Inggris Belanda 62 - PROFESI IAI Gelar Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah 63-64 HUKUM Revisi UU Perkuat Posisi Kejaksaan 65-67 PANTAU Penyelewengan Anggaran Perjalanan Dinas Makin Canggih 68-70 UMUM Kontroversi Si Bongkok Harus Segera Diatasi 71 - TOKOH Kita Patut Bersyukur Kalau BPK Sudah Ditakuti MEI 2012 5 5 -daftar isi mei.indd 5 7/19/2012 3:53:41 PM

LAPORAN UTAMA Ketua BPK, Hadi Poernomo memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP) Tahun 2011 kepada Wakil Ketua DPR, Anis Matta, pada 29 Mei 2012. Opini WDP untuk LKPP 2011 BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011. DPR perlu mendorong pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Sidang Paripurna DPR pada 29 Mei lalu mengagendakan penyampaian laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2011. Laporan disampaikan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo. Penyampaian laporan ini merupakan amanat Pasal 17 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Laporan yang disampaikan BPK ini meliputi laporan anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Hadi Poernomo mengungkapkan pemerintah telah melaporkan realisasi pendapatan sebesar Rp1.210,60 triliun dan realisasi belanja sebesar Rp1.295 triliun. Pendapatan negara tersebut mencapai 103,48 % dibandingkan dengan anggaran sebesar Rp1.169,91 triliun atau sebesar 121,63% dari pendapatan 2010 sebesar Rp995,27 triliun. Jenis pendapatan yang mengalami kenaikan paling tinggi selama tahun lalu adalah penerimaan perpajakan yakni sebesar Rp150,56 triliun, 6 MEI 2012 6-15 laporan utama.indd 6 8/6/2012 4:39:47 PM

naik 20,82 % dari 2010. Realisasi penerimaan perpajakan sepanjang 2011 sebesar Rp873 triliun atau 99,45% dari anggaran sebesar Rp 878 triliun. Adapun belanja negara tahun 2011 meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Seluruhnya berjumlah Rp1.294 triliun atau 98,05 % dari dianggarkan sebesar Rp1,320 triliun. Belanja negara juga mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar Rp1.042 triliun atau naik sebesar Rp252,88 triliun atau 24,26 %, katanya. Hanya saja, adanya kenaikan pendapatan yang lebih kecil dari kenaikan belanja itu telah menimbulkan defisit yang semakin besar. Defisit anggaran mencapai Rp 84 triliun atau hampir dua kali dari 2010 sebesar Rp46,84 triliun. Sebagaimana tercermin dari LKPP 2011, defisit anggaran negara yang meningkat diimbangi dengan kenaikan pembiayaan. Pembiayaan pada tahun 2011 mencapai Rp130,94 triliun atau 143,03 % dari tahun sebelumnya Rp91,55 triliun. Sementara pada neraca pemerintah pusat, total aset per 31 Desember 2011 mencapai Rp3.023 triliun, naik sebesar Rp599,75 triliun dari tahun sebelumnya Rp2.423,69 triliun. Kenaikan ini berasal dari kenaikan aset tetap Rp385,67 triliun. Kenaikan itu juga berasal dari pengadaan aset tetap dan pencatatan hasil inventarisasi dan penilaian kembali (IP) aset tetap yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal. Selain itu, kenaikan aset juga berasal dari dicatatnya hasil IP atas aset kotraktor kontrak kerjasama (KKKS) dan aset eks-bppn masing-masing sebesar Rp82 triliun dan Rp38 triliun. Pada sisi pasiva pemerintah pusat menyajikan kewajiban sebesar Rp1.947 triliun yang bersumber dari utang jangka panjang, dalam dan luar negeri, sebesar Rp1.700 triliun. Saldo anggaran lebih (SAL) per 31 Desember 2011 sebesar Rp105 triliun dengan saldo kas dan setara kas sebesar Rp 121 triliun. BPK memberikan opini WDP terhadap LKPP pemerintah, sama dengan tahun 2010. Hanya saja, pada LKPP tahun lalu yang dikecualikan lebih sedikit dibandingkan dengan LKPP 2010. Kondisi ini, lanjut Ketua BPK, menunjukkan adanya kemajuan positif terhadap kerja keras pemerintah dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan. Hal ini sejalan dengan peningkatan kualitas laporan keuangan kementerian negara atau lembaga (LKKL) dan laporan keuangan bendahara umum Negara (LKBUN). BPK memberikan penghargaan Pada sisi pasiva pemerintah pusat menyajikan kewajiban sebesar Rp1.947 triliun yang bersumber dari utang jangka panjang, dalam dan luar negeri, sebesar Rp1.700 triliun. kepada pemerintah yang telah mengikuti rekomendasi BPK, katanya. Dalam laporan BPK, opini terhadap laporan keuangan kementerian negara atau lembaga (KL) dan bagian anggaran bendahara umum Negara (BABUN) juga banyak mengalami peningkatan. Jumlah KL yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian () terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2008 jumlah KL/ BABUN yang memperoleh opini ada 35 KL. Namun, pada 2009 meningkat menjadi 45 KL. Selanjutnya pada 2010 sebanyak 53 dan 67 KL / BABUN di tahun lalu. Temuan dan Rekomendasi BPK Hadi Poernomo menjelaskan sejumlah permasalahan juga masih LAPORAN UTAMA ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPP 2011. Ada dua permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP yaitu : 1. Adanya permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil Inventarisasi dan Penilaian (IP) atas Aset Tetap. 2. Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan dan penilaian terhadap Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ketua BPK mengungkapkan pemerintah telah melakukan inventarisasi dan penilaian kembali (IP) atas aset tetap yang diperoleh sebelum neraca awal per 31 Desember 2004. Sekalipun begitu, tuturnya, masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil IP tersebut. Permasalahan yang ditemukan BPK di antaranya aset tetap pada 10 KL dengan nilai perolehan Rp4,13 triliun belum dilakukan IP. Aset tanah di Jalan Nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp109,06 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya. Selain itu, lanjutnya, BPK juga menemukan aset tetap hasil IP pada tiga KL senilai Rp3,88 triliun dicatat ganda. Pencatatan hasil IP pada 40 KL masih selisih senilai Rp1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil IP pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Temuan BPK lainnya yakni aset tetap pada 14 KL senilai Rp6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya dan pelaksanaan IP belum mencakup penilaian masa manfaat aset tetap sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan aset tetap. Nilai aset tetap yang dilaporkan berbeda secara signifikan jika pemerintah menyelesaikan dan mencatat seluruh hasil IP, kata Hadi Poernomo. Terkait dengan aset eks- BPPN, lanjutnya, BPK juga masih menemukan adanya kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian aset eks- MEI 2012 7 6-15 laporan utama.indd 7 8/6/2012 4:39:47 PM

LAPORAN UTAMA BPPN. Seperti pemerintah belum menemukan dokumen cessie atas aset eks-bppn berupa aset kredit senilai Rp18,25 triliun. BPK juga menemukan aset eks BPPN yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) senilai Rp11,18 triliun tidak didukung oleh dokumen sumber yang valid. Temuan lainnya, berupa tagihan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) senilai Rp8,68 triliun belum didukung dengan dokumen kesepakatan dengan pemegang saham. Pemerintah juga belum menyajikan nilai bersih yang dapat direalisasikan atas aset eks-bppn yang berupa piutang, kata Hadi Poernomo Selain persoalan yang mempengaruhi kewajaran LKPP, lanjut Hadi Poernomo, BPK juga menemukan permasalahan terkait dengan kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan. BPK menemukan adanya inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan Perhitungan Bagi hasil Migas. Dengan begitu pemerintah kehilangan penerimaan sebesar Rp2,35 triliun, katanya. Permasalahan lain yang ditemukan BPK yakni pengelolaan PPh Migas tidak optimal. Akibatnya, hak pemerintah atas PPh Migas dan sanksi administrasi sebesar Rp747,08 miliar belum dapat direalisasikan. BPK juga menilai penetapan Peraturan Pemerintah (PP) penyertaan modal negara (PMN) atas bantuan pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) berlarut-larut dan metode penetapan nilainya dalam PP PMN berbeda dengan nilai penyerahan awal. BPK juga menemukan adanya selisih Saldo Anggaran Lebih (SAL) antara fisik dengan catatan 2011 sebesar Rp17,43 miliar. Terhadap permasalahan pengelolaan PPh Migas tersebut, BPK merekomendasikan kepada pemerintah agar mengupayakan Konferensi Pers setelah penyerahan LKPP di DPR. amandemen PSC atau amandemen tax treaty terhadap Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang menggunakan tax treaty serta menetapkan aturan mengenai pembagian kewenangan antara instansi dan mekanisme pemantauan serta penagihan kewajiban PPH Migas yang lebih memadai. Adapun, mengenai masalah penetapan PP PMN atas BPYBDS yang berlarut-larut, BPK merekomendasikan pemerintah agar memperbaiki kebijakan perencanaan, penganggaran dan penetapan BPYBDS sebagai PMN. Adapun, atas permasalahan selisih nilai antara fisik dan catatan SAL, BPK merekomendasikan pemerintah agar memperbaiki pengelolaan dan pencatatan transaksi nonanggaran dan menyelesaikan selisih SAL antara fisik dan catatan. Selain itu, BPK juga menemukan permasalahan berulang yang terjadi pada pengelolaan dan pencatatan aset tetap serta kelemahan pelaksanaan IP, baik IP atas aset tetap, aset KKS maupun aset eks- BPPN. Terhadap masalah tersebut, BPK meminta pemerintah untuk menyempurnakan pencatatan dan pengelolaan aset tetap serta memperbaiki metode IP dan penatausahaan aset KKS dan aset eks- BPPN. Masih banyaknya permasalahan dalam pengelolaan barang milik negara, menurut Hadi Poernomo, menunjukkan belum optimalnya kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selaku pengelola barang. Pemerintah perlu lebih memacu kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara agar lebih baik lagi dalam pencatatan dan pengelolaan aset tetap, kata Hadi Poernomo. Terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, BPK juga menemukan sejumlah permasalahan. Salah satunya masih ditemukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada 28 KL sebesar Rp331,94 miliar dan US$2,01 juta yang terlambat/belum disetor, kurang/ belum dipungut dan digunakan langsung diluar mekanisme APBN. BPK juga menemukan Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan Minyak dan Gas Bumi (PBB Migas) tidak sesuai dengan UU PBB dan UU Migas. Akibatnya, kata Hadi Poernomo, realisasi PBB Migas sebesar Rp3,96 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya. BPK juga menemukan pendapatan hibah pada LKPP masih sebesar Rp183, 8 MEI 2012 6-15 laporan utama.indd 8 8/6/2012 4:39:51 PM

LAPORAN UTAMA 94 miliar dengan laporan keuangan bagian anggaran pengelolaan hibah (LKBA 999, 02 ) dan penerimaan hibah langsung sebesar Rp292,43 miliar dan US$781.990 pada 15 KL belum dilaporkan pada BUN dan dikelola di luar mekanisme APBN. Pemerintah juga belum menetapkan status pengelolaan keuangan atas tujuh perguruan tinggi yang status badan hukum pendidikannya telah dibatalkan oleh MK, tambah Hadi Poernomo. Terhadap permasalahan itu, lanjutnya, BPK merekomendasikan pemerintah agar mengatur sanksi yang tegas atas keterlambatan penyetoran dan penggunaan langsung PNBP. Pemerintah juga diminta untuk merevisi UU PNBP terutama yang menyangkut kewenangan penetapan jenis dan penyesuaian tarif PNBP. Atas penerimaan hibah pada LKPP, pemerintah harus menetapkan peraturan mengenai monitoring penerimaan hibah langsung ditingkat KL, pelaporan dan sanksi bagi satuan kerja yang tidak melaporkan hibah langsung yang diterimanya, kata Hadi Poernomo. Terkait dengan permasalahan penetapan PBB Migas, lanjutnya, BPK merekomendasikan pemerintah agar menetapkan secara jelas objek pajak PBB migas sesuai dengan UU PBB dan UU Migas. Pemerintah juga diminta untuk memperbaiki petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan mekanisme penetapan PBB Migas. Sementara itu, terhadap status pengelolaan keuangan atas tujuh perguruan tinggi, BPK merekomendasikan pemerintah agar segera menetapkan status hukum pengelolaan keuangan atas tujuh perguruan tinggi eks Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Pemantauan Tindak Lanjut Terkait dengan pemantauan tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan LKPP pada 2005 hingga 2010, BPK menemukan 36 temuan. Jumlah temuan pemeriksaan yang sudah ditindak lanjuti seusai dengan saran BPK sebanyak 16 temuan. Sedangkan jumlah temuan yang sedang ditindaklanjuti sebanyak 20 temuan. Menurut Hadi Poernomo, permasalahan yang sudah ditindaklanjuti di antaranya perbaikan sistem penerimaan negara, sistem pencatatan dan rekonsiliasi piutang perpajakan, dan memperbaiki penyelesaian PPN ditanggung pemerintah menjadi subsidi PPN atas penyerahan jenis BBM tertentu. Hadi Poernomo meminta DPR membantu menindaklanjuti LHP LKPP oleh pemerintah agar tidak ada masalah yang sama pada tahun berikutnya. Ketua BPK juga meminta agar kualitas LKPP dapat ditingkatkan oleh pemerintah. Permasalahan lain yang sudah ditindaklanjuti juga menyangkut penelusuran data rincian uang muka BUN, menetapkan peraturan atas pengelolaan BMN yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, serta menetapkan Badan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Batam, Bawaslu, LPP RRI, LPP TVRI, dan badan pengembangan kawasan Sabang sebagai pengguna anggaran di APBN ditahun 2012. Sementara itu, permasalahan yang masih dalam proses tindak lanjut meliputi amandemen formulasi perhitung sharing antara pemerintah dengan KKKS yang disesuaikan dengan penetapan tax treaty, perbaikan sistem pengelolaan perpajakan KKKS, penertiban pungutan PNBP atau penyetoran PNBP dan hibah langsung di KL, dan penyempurnaan regulasi dana pensiun PNS. Berbasis Akrual Hadi Poernomo mengingatkan mengenai penerapan standar akuntansi berbasis akrual. Pasal 36 UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menyatakan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambatlambatnya dalam 5 tahun sejak UU No 17 tahun 2003 ditetapkan. Dengan begitu, tahun 2011 merupakan tahun kedelapan pelaksanaan UU tersebut. Namun hingga kini pemerintah belum dapat menerapkan pengakuan pendapatan dan belanja berbasis akrual, tuturnya. Seperti diketahui, saat ini pemerintah menetapkan dua basis akuntansi yakni basis kas untuk LRA dan basis akrual untuk neraca. Oleh karena itu, BPK mendorong pemerintah untuk menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis Akrual. Hadi Poernomo meminta kesiapan SDM dan teknologi agar dipertimbangkan secara seksama. Dengan begitu penerapan tersebut tidak menurunkan pencapaian opini atas kewajaran laporan keuangan, jelasnya. Mengakhiri sambutannya, Hadi Poernomo meminta DPR membantu menindaklanjuti LHP LKPP oleh pemeritah agar tidak ada masalah yang sama pada tahun berikutnya. Dia juga meminta agar kualitas LKPP dapat ditingkatkan oleh pemerintah. Ketua BPK juga berharap kerja sama yang telah berjalan selama ini dapat terus terjalin dan semakin meningkat. Dengan begitu apa yang dilakukan dapat mendorong pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang transparan dan akuntabel serta dapat mempercepat perwujudan kesejahteraan masyarakat. bw, bd,and,dr MEI 2012 9 6-15 laporan utama.indd 9 8/6/2012 4:39:51 PM

LAPORAN UTAMA Jumlah K/L Peroleh Meningkat Jumlah kementerian atau lembaga yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian meningkat setiap tahunnya. Untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2011 ada 67 entitas yang memperoleh opini. Hadi Poernomo Kualitas pengelolaan keuangan di sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) mengalami perbaikan. Buktinya, jumlah K/L yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian () kali ini meningkat. Tentu saja hal ini menunjukan keseriusan setiap K/L untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara. Sebagaimana telah disampaikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011, K/L yang mendapatkan Opini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada 2011 ada 67 K/L yang memperoleh opini, meningkat dari tahun sebelumnya 53 entitas. Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan opini merupakan derajat tertinggi yang mencerminkan pengelolaan dan pertanggunjawabkan anggaran negara secara tertib, akuntabel, dan transparan. Meski begitu, lanjutnya, kewajaran laporan keuangan tersebut bukan berarti setiap K/L telah terbebas dari aturan yang tertuang dalam Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Dia mengimbau agar seluruh K/L terus menyempurnakan tata kelola dan laporan keuangan. Ketua BPK mengharapkan kementerian yang mendapatkan opini DPP (Dengan Paragraf Penjelasan) terus membenahi sistem pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara untuk mendapatkan opini yang lebih baik di tahun-tahun berikutnya. Menurut dia, opini laporan keuangan bukan tujuan akhir, tetapi merupakan sarana untuk menuju tertibnya administrasi pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Untuk itu, tambahnya, kewajaran laporan keuangan tidak berarti bebas dari kesalahan dan kekeliruan sebagaimana yang dimuat dalam laporan BPK. BPK juga masih menemukan kelemahan dan kesalahan dalam pelaksanaan pertanggungjawaban keuangan yang perlu diperbaiki. Hanya saja, BPK menilai hal tersebut tidak material sehingga tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Salah satu K/L yang memperoleh 10 MEI 2012 6-15 laporan utama.indd 10 8/6/2012 4:39:53 PM

LAPORAN UTAMA opini adalah Lemhanas dan BIN. Dengan opini ini berarti kedua lembaga ini telah menyajikan laporan keuangan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan sehingga laporan keuangannya memperoleh derajat akuntabilitas keuangan yang terbaik. Penyerahan LHP LKKL ini diserahkan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo kepada Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji dan Kepala BIN Marciano Norman didampingi Anggota BPK Moermahadi Soerja Djanegara. Dalam waktu yang bersamaan BPK juga menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Penyerahan LHP oleh Anggota BPK Moermahadi Soerja Djanegara kepada Sesmen Polhukam Langgeng Sulistyo. BPK memberikan opini atas laporan keuangan lembaga ini. Tradisi Berdasarkan laporan keuangan K/L yang disampaikan BPK ke DPR pada 29 Mei 2012, sejak 2009 hingga 2011, tercatat 30 K/L yang telah memiliki tradisi pengelolaan keuangan yang sangat baik. Alhasil setiap tahunnya laporan keuangan mereka selalu mendapatkan opini. Adapun 30 K/L yang sejak 2009, 2010, dan 2011 selalu mendapatkan opini adalah MPR, DPR, BPK, Kementerian Perindustrian, Kemenko Polhukam, Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenko Kesejahteraan Rakyat, Kementerian BUMN, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak, BIN, Dewan Ketahanan Nasional, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Lembaga Ketahanan Nasional, BKPM, MK, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Selanjutnya, Badan Standardisasi Nasional, Lembaga Administrasi Negara, Arsip Nasional Republik Indonesia, Badan Kepegawaian Nasional, BPKP, Kementerian Perumahan Rakyat, KPK, DPD, KY, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dan Pengelolaan Utang. Menurut politisi dari Fraksi Gerindra Sadar Subagio, bagi K/L yang sudah tiga kali berturut-turut mendapatkan opini seyogyanya yang diaudit atau diperiksa BPK tidak lagi soal keuangan saja, tetapi bisa ditingkatkan pada audit kinerja. Dengan demikian, lanjutnya, akuntabilitas yang tercermin dari opini BPK itu bukan hanya terbatas pada tertibnya laporan keuangan tapi sekaligus bisa mengambarkan kinerja entitas. Adapun K/L yang berhasil mempertahankan opini 2009 dan 2010 yakni Sekretariat Negara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Perpustakaan Nasional, Komisi Nasional Hak Asasai Manusia, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, LIPI, Lembaga Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah. Foto bersama usai Penyerahan LHP LKKL oleh Ketua BPK Hadi Poernomo kepada Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji. Kemudian, Kementerian Hukum dan HAM, Transfer Ke Daerah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Badan Narkotika Nasional, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan dan Kementerian Perdagangan, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang pada 2010 memperoleh Opini DPP, pada 2011 berhasil menghilangkan paragraf penjelasan yang dimintakan BPK dan naik kelas menjadi. MEI 2012 11 6-15 laporan utama.indd 11 8/6/2012 4:39:57 PM

LAPORAN UTAMA Laporan Keuangan BPS, Badan Informasi Geopasial (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional),Penerusan Pinjaman dan Belanja Subsidi yang tahun 2010 lalu mendapatkan opini WDP, pada 2011 mendapatkan opini. Adapun Ombudsmen yang baru mulai di audit tahun lalu langsung mendapat opini. Anggota BPK Ali Masykur Musa juga menyerahkan LHP atas Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta. BPK memberikan opini DPP kepada kementerian ini. BPK menilai Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan Tahun 2011 telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal yang menjadi paragraf penjelasan adalah pada piutang bukan pajak yang belum didukung dengan dokumen sumber senilai Rp23,428 miliar. Namun, angka ini jauh berkurang dibandingkan dengan 2010 sebesar Rp166,32 miliar. Meskipun BPK telah menyatakan opini, BPK berharap agar permasalahan yang menjadi paragraf penjelasan segera diselesaikan dan dilakukan perbaikan serta menyusun rencana aksi untuk menindaklanjuti permasalahan SPI dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Sementara itu Kejaksaan Agung Republik Indonesia tampaknya mulai bisa bernafas lega. Bila dua tahun sebelumnya selalu mendapatkan opini WDP, pada laporan keuangan 2011 mendapatkan opini DPP. Sama halnya dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kepolisian RI, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan SAR Nasioanal, Investasi Pemerintah. MA masih belum beranjak. Bila pada 2010 mulai mendapatkan opini WDP maka laporan keuangan 2011 belum berubah. Sama halnya dengan Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Daerah Tertinggal, Komisi Pemilihan Umum, Pengelolaan Hibah, Bendahara Umum Negara. No Opini BPK atas LKKL BA Kementerian Negara/Lembaga. 2009 2010 2011 1. 001 Majelis Permusyawaratan Rakyat 2. 002 Dewan Perwakilan Rakyat 3. 004 Badan Pemeriksa Keuangan 4. 005 Mahkamah Agung TMP WDP WDP 5. 006 Kejaksaan Agung WDP WDP -DPP 6. 007 Sekretariat Negara WDP 7. 010 Kementerian Dalam Negeri WDP -DPP -DPP 8. 011 Kementerian Luar Negeri TMP WDP -DPP 9. 012 Kementerian Pertahanan WDP WDP WDP 10. 013 Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2009, 2010 dan 2011 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia - DPP -DPP 11. 015 Kementerian Keuangan WDP WDP 12. 018 Kementerian Pertanian WDP WDP WDP 13. 019 Kementerian Perindustrian 14. 020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WDP -DPP 15. 022 Kementerian Perhubungan WDP WDP WDP 16. 023 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan WDP TMP TMP 17. 024 Kementerian Kesehatan TMP TMP WDP 18. 025 Kementerian Agama WDP WDP -DPP 19. 026 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi WDP WDP WDP 20. 027 Kementerian Sosial WDP WDP -DPP 21. 029 Kementerian Kehutanan WDP WDP -DPP 22. 032 Kementerian Kelautan dan Perikanan WDP -DPP -DPP 23. 033 Kementerian Pekerjaan Umum WDP WDP WDP 24. 034 Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan 25. 035 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 26. 036 Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat 27. 040 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif WDP WDP WDP 28. 041 Kementerian Badan Usaha Milik Negara 29. 042 Kementerian Riset dan Teknologi 30. 043 Kementerian Lingkungan Hidup TMP WDP -DPP 31. 044 Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah WDP 32. 047 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 33. 048 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 34. 050 Badan Intelijen Negara 35. 051 Lembaga Sandi Negara WDP -DPP -DPP 36. 052 Dewan Ketahanan Nasional 37. 054 Badan Pusat Statistik WDP WDP 38. 055 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 39. 056 Badan Pertanahan Nasional TMP WDP WDP 40. 057 Perpustakaan Nasional WDP 41. 059 Kementerian Komunikasi dan Informatika WDP WDP WDP 12 MEI 2012 6-15 laporan utama.indd 12 8/6/2012 4:39:57 PM

LAPORAN UTAMA Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2009, 2010 dan 2011 42. 060 Kepolisian RI - DPP -DPP -DPP 43. 063 Badan Pengawasan Obat dan Makanan WDP -DPP 44. 064 Lembaga Ketahanan Nasional 45. 065 Badan Koordinasi Penanaman Modal 46. 066 Badan Narkotika Nasional 47. 067 48. 068 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 49. 074 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 50. 075 Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika - DPP -DPP WDP WDP WDP WDP -DPP - DPP - DPP 51. 076 Komisi Pemilihan Umum TMP WDP WDP 52. 077 Mahkamah Konstitusi 53. 078 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan - DPP -DPP 54. 079 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia WDP 55. 080 Badan Tenaga Nuklir Nasional 56. 081 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 57. 082 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 58. 083 Badan Informasi Geopasial (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan WDP Nasional) 59. 084 Badan Standarisasi Nasional 60. 085 Badan Pengawas Tenaga Nuklir -DPP WDP 61. 086 Lembaga Administrasi Negara 62. 087 Arsip Nasional Republik Indonesia 63. 088 Badan Kepegawaian Negara 64. 089 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 65. 090 Kementerian Perdagangan - DPP -DPP 66. 091 Kementerian Perumahan Rakyat 67. 092 Kementerian Pemuda dan Olahraga WDP WDP 68. 093 Komisi Pemberantasan Korupsi 69. 095 Dewan Perwakilan Daerah 70. 100 Komisi Yudisial 71. 103 Badan Nasional Penanggulangan Bencana TMP WDP 72. 104 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia 73. 105 74. 106 Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 75. 107 Badan SAR Nasional 76. 108 Komisi Pengawas Persaingan Usaha 77. 109 78. 110 - DPP * Badan Pengembangan Wilayah **** Suramadu Ombudsman RI **** * * -DPP WDP -DPP WDP **** WDP **** 79. 111 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 999.0 1 999.0 2 999.0 3 999.0 4 999.0 5 999.0 6 999.0 7 999.0 8 Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan **** **** TMP Pengelolaan Utang Pengelolaan Hibah WDP WDP WDP Investasi Pemerintah -DPP -DPP Penerusan Pinjaman TMP WDP Transfer ke Daerah - DPP -DPP Belanja Subsidi dan Belanja Lain- Lain WDP ** ** Belanja Subsidi Belanja Lain-lain 88. Bendahara Umum Negara Keterangan: * * *** : Wajar Tanpa Pengecualian - : Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf DPP Penjelasan WDP : Penjelasan Wajar Dengan Pengecualian TMP : Wajar Tidak Menyatakan Dengan Pengecualian Pendapat * Dibentuk Tahun 2010 ** : Tidak BA.999.06 Menyatakan pada Tahun 2010 Pendapat dipecah menjadi BA 999.07 dan BA 999.08 *** : Diberikan Opini mulai Tahun 2010 WDP WDP WDP : Wajar Tanpa Pengecualian -DPP : Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf -DPP WDP WDP TMP * : Dibentuk Tahun 2010 ** : BA.999.06 pada Tahun 2010 dipecah menjadi BA 999.07 dan BA 999.08 *** : Diberikan Opini mulai Tahun 2010 **** : Dibentuk Tahun 2011 Kualitas pengelolaan keuangan Badan Pengawas Tenaga Nuklir justru cenderung menurun. Bila pada 2009 mendapat opini, tahun berikutnya mendapat DPP, dan pada 2011 jutru kembali merosot ke WDP. Kementerian Pemuda dan Olahraga juga mengalami penurunan dari pada 2009, menjadi WDP pada 2010 dan 2011. Komisi Pengawas Persaingan Usaha turun dari ke WDP. Adapun, Badan Pengembangan Wilayah Suramadu yang baru sekali di audit BPK juga mendapat opini WDP Pada 2011 opini BPK tidak memberikan pendapat (TMP) terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal yang sama juga diberikan kepada Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang baru mulai diperiksa pada 2011. bd/bw MEI 2012 13 6-15 laporan utama.indd 13 8/6/2012 4:39:58 PM

LAPORAN UTAMA Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berpidato dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2011, belum lama ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan penghargaan kepada BPK yang telah melakukan langkah penindakan atas temuan pelanggaran dan ketidakcermatan laporan keuangan pemerintah. Saya Senang BPK Mengedepankan Pencegahan Ketua BPK Hadi Poernomo menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2011 kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum lama ini. Acara yang berlangsung di Istana Negara, dihadiri Wakil Presiden Boediono, seluruh menteri kabinet Indonesia Bersatu II, dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Selain para menteri, hadir pula Jaksa Agung Basrief Arief, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo. Dalam sambutannya, Ketua BPK Hadi Poernomo mengungkapkan pihaknya memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP 2011. Ketua BPK juga melaporkan jumlah opini Wajar Tanpa Pengecualian () atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) dan laporan keuangan bagian anggaran bendahara umum negara (BA BUN) terus meningkat. Untuk LKPP 2011, papar Ketua BPK, Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini kepada 67 kementerian dan lembaga dari 87 yang diperiksa. BPK juga memberikan opini WDP pada 18 K/L dan opini tidak memberikan pendapat pada dua entitas lainnya. 14 MEI 2012 6-15 laporan utama.indd 14 8/6/2012 4:40:02 PM

LAPORAN UTAMA Selain itu, tambahnya, BPK juga memberikan dua catatan permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP ini, yaitu permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil Inventarisasi dan Penilaian (IP) atas aset tetap dan mengenai kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian terhadap Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Presiden SBY dalam sambutannya juga memberikan penghargaan kepada BPK yang telah melakukan langkah penindakan atas temuan pelanggaran dan ketidakcermatan laporan keuangan pemerintah dan menjalankan upaya preventif untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam laporan keuangan. Saya sampaikan penghargaan atas kerja keras melakukan audit dalam penggunaan keuangan negara, kata Presiden. BPK tidak hanya melakukan tindakan berupa temuan-temuan tetapi juga melakukan tindakan provenience. Bisa saja ada kesalahan di jajaran pemerintahan, pusat maupun daerah. Ada kesalahan, ketidakpahaman, kelalaian, dengan upaya pencegahan yang dilakukan BPK, negara bisa mencegah terjadinya kekeliruan ataupun penyimpangan, tegasnya. Presiden juga mengaku senang dengan upaya BPK yang mengedepankan upaya pencegahan. Dengan demikian kesalahankesalahan yang mungkin terjadi bisa dicegah sejak dini. Meski begitu, Presiden juga berjanji berbuat sebaik mungkin dan melakukan pencegahan terhadap kesalahan dan kekeliruan. Karena itu diperlukan partnership yang dapat mengingatkan, paparnya. dinas. Dengan begitu perjalanan dinas dapat berjalan secara efektif dan dapat dipertanggungjawabkan laporan keuangannya. Presiden mengharapkan kementerian dan lembaga dapat memperbaiki hal tersebut sehingga setiap tahunnya semakin baik. Sistem perjalanan dinas, silakan ditertibkan dan dibenahi. Ada masalah tak hanya di pusat tetapi juga di daerah diselesaikan dengan baik, kata Presiden. Sebelumnya BPK menemukan sejumlah masalah terkait pelaporan keuangan perjalanan dinas. BPK menemukan adanya pembayaran perjalanan dinas ganda, pelaksanaan belanja perjalanan dinas atas kegiatan yang tidak sesuai bukti pertanggungjawaban, pembayaran belanja perjalanan dinas atas kegiatan yang tidak dilaksanakan kegiatannya. Ada pula pembayaran perjalanan dinas yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban di 28 K/L. Jumlahnya mencapai Rp29,32 miliar dan US$150.650. Terhadap pelaksanaan perjalanan dinas ini, BPK menilai bahwa sistem pertanggungjawaban pelaksanaan perjalanan dinas secara at cost lebih baik dalam mengurangi penyimpangan dibandingkan dengan secara lumpsum. bw Sistem perjalanan dinas, silakan ditertibkan dan dibenahi. Ada masalah tak hanya di pusat tetapi juga di daerah diselesaikan dengan baik. Perjalanan Dinas Selain itu, Presiden juga meminta agar kementerian, lembaga negara, dan juga pemerintah daerah memperbaiki sistem perjalanan Ketua BPK Hadi Poernomo menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2011 kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum lama ini. MEI 2012 15 6-15 laporan utama.indd 15 8/6/2012 4:40:04 PM