BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2014

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

INTEGRASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN. Oleh: Ir. H. EKA SETIAWAN, Dipl, SE.,MM (KEPALA BAPPEDA KAB. SUMEDANG)

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SURAT EDARAN BUPATI KEBUMEN. Kebumen, Oktober 2010

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PNPM MANDIRI PERDESAAN

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SISTIM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA KLEPU TAHUN DITETAPKAN DENGAN PERATURAN DESA KLEPU NO TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I P E N D A H U L U A N

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Tahun 2007 Kabupaten Bulungan telah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan. Beberapa program sebelumnya juga telah dilaksanakan di wilayah Kabupaten Bulungan yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Kebijakan pembangunan yang mendukung PNPM juga telah dilakukan melalui pembiayaan mandiri dari APBD melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) sejak tahun 2005. Pada Tahun 2011 pembiayaan PPMD dialihkan ke Alokasi Dana Desa (ADD) karena berbagai pertimbangan. Sampai pada tahun 2013 pelaksanaan kegiatan pembangunan ditingkat desa di wilayah Kab. Bulungan mulai menunjukkan adanya sinergi di dalam perencanaan. Hal ini dikarenakan adanya satu perencanaan untuk semua kegiatan di tingkat desa, sehingga tidak ada lagi tumpang tindih antara pendanaan program, ADD, APBD II dan pihak ketiga. Akan tetapi pendanaan usulan dari APBD tingkat I untuk kegiatan di tingkat desa masih belum menunjukkan adanya sinergi. Pembangunan di beberapa desa di wilayah Kabupaten Bulungan juga didukung oleh pihak ketiga, dalam hal ini ada beberapa perusahaan tambang batu bara, perkebunan kelapa sawit dan perusahaan yang mempunyai Hak Pengolahan Hutan yang mempunyai peran penting dalam mendukung kegiatan pembangunan di desa. Pembangunan pada dasarnya adalah proses perubahan berbagai aspek kehidupan menuju kondisi yang lebih baik. Namun demikian masalah kemiskinan menjadi hal utama yang harus segera di tanggulangi. Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan pendekatan sektoral semata, akan tetapi harus menggunakan pendekatan yang lebih terpadu, sistemik, dan menyentuh pada akar permasalahan kemiskinan. Belajar dari pengalaman penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini, permasalahan utama dalam penanggulangan kemiskinan adalah belum optimalnya koordinasi antar sektor dan pemangku kepentingan lainnya dalam implementasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Undang-Undang Nomor 25 ahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) secara legal menjamin aspirasi masyarakat dalam pembangunan kedalam satu kesatuan dengan kepentingan politis (keputusan pembangunan yang ditetapkan oleh legislatif) maupun kepentingan teknokratis (perencanaan pembangunan yang dirumuskan oleh birokrasi). Aspirasi dan kepentingan masyarakat ini dirumuskan melalui proses perencanaan partisipatif yang secara legal menjamin kedaulatan rakyat dalam pelbagai program/proyek pembangunan desa. Perencanaan partisipatif yang terpadukan dengan perencanaan teknokratis dan politis menjadi wujud nyata kerjasama pembangunan antara masyarakat dan pemerintah. Dalam konteks program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat seperti halnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) keproyekan yang bersifat sementara, dapat diperoleh beragam pengalaman yang membuktikan keunggulan perencanaan partisipatif yang dioperasionalkan berdasarkan pendekatan pemberdayaan masyarakat antara lain: (1) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola kegiatan pembangunan desa; 1

(2) terdorongnya partisipasi dan swadaya masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan; (3) hasil dan dampaknya, khususnya dalam penanggulangan kemiskinan cukup nyata; (4) biaya kegiatan pembangunan relatif lebih murah dibandingkan jika dilaksanakan oleh pihak lain; (5) mendorong keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangannya. Namun juga harus disadari bahwa dalam perencanaan partisipatif melalui program berbasis pemberdayaan masyarakat yang bersifat sementara terkandung beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahannya tersebut antara lain: (1) ekslusivitas proyek yaitu menggunakan prosedur kerja yang bersifat khusus (Petunjuk Teknis Operasional/PTO tersendiri), sehingga dalam pelaksanaannya kurang mempertimbangkan penyatupaduan dengan prosedur perencanaan pembangunan yang bersifat reguler; (2) karakter proyek bersifat sementara (ad hoc); (3) aspirasi masyarakat dan keputusan pemerintah cenderung belum menjadi satu keputusan pembangunan yang harmonis dan saling mendukung dikarenakan perecanaan pembangunan belum terpadu; (4) pelaksanaan proyek masih berorientasi pada penguatan kapasitas masyarakat, belum sepenuhnya mengarah pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah; dan (5) penyediaan tenaga bantuan teknis (technical assistance) menciptakan ketergantungan masyarakat kepada unsur eksternal sehingga mengurangi bobot kemandirian. Untuk itu upaya mengintegrasikan perencanaan pembangunan partisipatif menjadi sebuah program kerja yang bersifat strategis yang dikembangkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dengan perencanaan partisipatif yang dikembangkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes), maka Pemerintah Daerah Kabupaten Bulungan mengatur pelaksanaan pembangunan partisipatif tersebut dengan menyusun Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan / Integrasi Sistem Pembangunan Partisipatif dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (PNPM-MPd/Integrasi SPP-SPPN) di Kabupaten Bulungan. 1.2. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Repubulik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 3

18. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418); 19. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5334); 20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan; 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa; 24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa; 25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa; 26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2007 tentang Pendataan Program Pembangunan Desa/Kelurahan; 27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694); 28. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pembentukan Desa dan Kelurahan Dalam Wilayah Kabupaten Bulungan (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2005 Seri E Nomor 9); 29. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penerbitan Lembaran Daerah dan Berita Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2008 Nomor 1); 30. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Bulungan (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2008 Nomor 2); 31. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Kemasyarakatan (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 2); 32. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 11 Tahun 2008 tentang Sumber Pendapatan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 3); 4

33. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 12 Tahun 2008 tentang Kerjasama Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2008 Nomor 12); 34. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2011 Nomor 1); 35. Peraturan Bupati Bulungan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2011 Nomor 2); 36. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; 37. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010 Perihal Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa; 38. Surat Dirjen PMD Nomor 414.2/7735/PMD tanggal 7 Nopember 2012 Tentang Penetapan Lokasi PNPM Integrasi SPP-SPPN T.A 2013. Lampiran Nomor 4 Panduan Penyusunan PTO PNPM Mandiri Perdesaan Integrasi SPP-SPPN T.A 2013 dan Lampiran Nomor 5 Panduan Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan Integrasi SPP-SPPN T.A 2013. 1.3. Pengertian 1. Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disingkat ADD adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten Bulungan untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan kuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Bulungan; 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APB-Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan Peraturan Desa; 3. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan untuk melakukan penilaian terhadap hasil-hasil kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan; 5. Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat Forum SKPD adalah forum yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi/sub-fungsi, kegiatan sektor dan lintas sektor sebagai wadah bersama antar pelaku pembangunan untuk membahas prioritas kegiatan pembangunan hasil Musrenbang Kec. dengan SKPD atau gabungan SKPD sebagai upaya mengisi Rencana Kerja SKPD yang tata cara penyelenggrarannya difasilitasi oleh SKPD terkait; 6. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai tujuan; 7. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Desa adalah laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada BPD mengenai seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan desa termasuk APB-Desa, yang disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah BPD; 8. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi; 9. Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah; 5

10. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat Musrenbangdes adalah forum musyawarah tahunan pemangku kepentingan desa (pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya; 11. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, yang selanjutnya disingkat Musrenbang Kec. adalah forum musyawarah pemangku kepentingan kecamatan untuk mendapatkan masukan prioritas kegiatan dari desa serta menyepakati kegiatan lintas desa di kecamatan tersebut sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja SKPD Kabupaten Bulungan pada tahun anggaran berikutnya. 12. Partisipasi adalah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi sebanyak-banyaknya pihak yang dapat memberikan kontribusi, terutama untuk mencapai suatu tujuan atau hasil yang telah ditetapkan; 13. Partisipatif adalah mendorong dan memberi ruang bagi pemanfaat / sasaran kegiatan untuk berperan aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian hasil kegiatan; 14. Pengintegrasian adalah penyatupaduan proses perencanaan partisipatif kedalam mekanisme reguler; 15. Pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik; 16. Pengelolaan adalah cara atau teknik untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan secara optimal dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki, baik dalam perencanaan, pendanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut serta pengendalian maupun dalam pelestarian pembangunan; 17. Perencanaan adalah rangkaian kegiatan untuk merumuskan program dan kegiatan pembangunan yang didasarkan pada identifikasi masalah, pemetaan wilayah dan analisa para pelaku dengan menggunakan pendekatan tertentu untuk mencapai tujuan/hasil yang telah ditetapkan; 18. Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk memcapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh Instansi pemerintah; 19. Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat RKP- Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutahirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM- Desa; 20. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang diselanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD, adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun; 21. Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun; 6

22. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, yang selanjutnya disingkat RPJM-Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan pembangunan Desa, arah kebijakan keuangan Desa, kebijakan umum, dan program, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan Program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja. 23. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran; 24. Setrawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang dibekali kemampuan khusus untuk dapat melaksanakan tugas akselerasi perubahan sikap mental dikalangan lingkungan pemerintah dan perubahan tata kepemerintahan serta mendampingi masyarakat, khususnya dalam manajemen pembangunan partisipatif; 25. Sinergi adalah keterpaduan dan keselarasan pendekatan, arah dan atau kebijakan untuk mencapai tujuan secara tepat; 26. Strategi adalah rumusan langkah dan cara yang tepat dan efektif untuk mewujudkan visi dan misi; 27. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. 1.4. Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Operasional Tujuan penyusuan petunjuk teknis operasional ini sebagai acuan bagi Pemerintah Desa dan para pihak dalam melaksanakan seluruh kegiatan pembangunan partisipatif yang bersifat swakelola melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan / Integrasi Sistem Pembangunan Partisipatif dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional di Kabupaten Bulungan. 7

BAB II KEBIJAKAN PNPM-MPd INTEGRASI SPP-SPPN 2.1. Konsep Pengelolaan Pembangunan Partisipatif Pelaksanaan Musrenbangdes berjalan otonom berdasarkan aturan legal sesuai ketentuan dalam Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, maupun Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 414.2/1408/PMD tanggal 31 Maret 2010 Perihal Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan Desa. Dalam kerangka kerja pembangunan partisipatif sebagai upaya memperkuat perencanaan partisipatif yang bersifat reguler mendapatkan kekuatan legal untuk diterapkan ke dalam berbagai program/proyek pembangunan desa dikarenakan masuk dalam sistem Musrenbangdes. Titik temu antara perencanaan partisipatif yang bersifat reguler dengan program pembangunan partisipatif yang bersifat sementara/temporer harus saling menguatkan. Simpul yang mempertemukan perencanaan pembangunan partisipatif reguler dengan perencanaan partisipatif dalam program pembangunan partisipatif yang bersifat sementara adalah penyusunan RPJM Desa dan penyusunan RKP-Desa. Pengintegrasian program partisipatif yang bersifat sementara dengan Musrenbang juga mencakup menyelaraskan perencanaan partisipatif, teknokratis dan politis. Perencanaan pembangunan desa yang partisipatif diharapkan mampu mengkontekstualisasikan (membumikan) pemberdayaan masyarakat dalam realitas hidup masyarakat desa, utamanya terkait dengan dinamika demokrasi dan otonomi daerah. Seiring perubahan politik yang mengukuhkan sistem demokrasi representatif yang dipilih langsung oleh rakyat, sehingga menjadikan partai politik tampil sebagai kekuatan utama, kerja pemberdayaan masyarakat yang kontekstual harus mengarah pada upaya menegakkan kedaulatan rakyat. Agenda pengintegrasian program ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan utamanya terkait dengan instruksi untuk melaksanakan Integrasi PNPM-MPd dengan Perencanaan Desa. Rumusan tindakan dalam rangka integrasi dimaksud meliputi : a. Menyusun mekanisme penyatuan perencanaan berbasis masyarakat ke dalam forum yang bersifat partisipatif di tingkat desa; b. Menyusun mekanisme pendampingan agar masyarakat desa mampu menyiapkan program jangka menengah desa yang bersifat umum; c. Menyusun mekanisme agar program jangka menengah desa yang disusun melalui proses partisipatif dapat disatukan dengan program jangka menengah desa yang reguler sehingga menghasilkan program berbasis masyarakat; d. Menyusun mekanisme agar aparat desa dapat mengakomodir dan memproses RPJM-Desa sebagai bahan musrenbang di tingkat yang lebih tinggi. Integrasi program dilaksanakan dalam kerangka kerja Otonomi Daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban (daerah otonom) untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. 8

Integrasi program menjadi sarana peningkatan kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan pembangunan. Integrasi program menjadi bagian tak terpisahkan dari penguatan pelaksanaan demokrasi di daerah otonom utamanya di desa dan antar desa. Kaidah pelaksanaan pengintegrasian adalah : a. Berorientasi meningkatkan efektivitas pelaksanaan regulasi (peraturan). Semua kegiatan yang dilakukan berdasar pada dan untuk penguatan pelaksanaan peraturan (produk hukum) yang telah ditetapkan, yang berkaitan langsung maupun yang relevan bagi penguatan penyelenggaraan pembangunan partisipatif. b. Menyatukan dan menguatkan mekanisme reguler. Semua kegiatan yang dilakukan terintegrasi dan atau menjadi bagian dari kegiatan reguler sesuai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan. 2.1.1. Ranah Pengintegrasian Ranah pengintegrasian terdiri dari : a. Pengintegrasian Horisontal, yaitu penyatupaduan proses perencanaan pembangunan partisipatif yang bersifat sementara / temporer ke dalam sistem perencanaan pembangunan reguler (Musrenbang). b. Pengintegrasian Vertikal, yaitu penyelarasan perencanaan teknokratik dan politis dengan perencanaan partisipatif. 9

c. Titik Temu Integrasi. MUSRENBANG Kabupaten FORUM SKPD M A D Pendanaan Musyawarah Antar Desa Prioritas D MUSRENBANG Kecamatan Pelaksanaan Sesuai PTO PNPM-MP Musdes Perencanaan dan MKP C MUSRENBANGDES MMDD B RPJM-DESA/Review Penggalian Gagasan A Pengkajian Keadaan Desa (PKD) Penjelasan : A. Integrasi Penggalian Gagasan (PGG) dengan Pengkajian Keadaan Desa (PKD). Proses Pengalian Gagasan dengan mempergunakan alat-alat kaji (peta sosial, kalender musim, bagan kelembagaan) yang dilakukan dalam pertemuan kelompok perempuan, pertemuan dusun dll, menjadi kegiatan Pengkajian Keadaan Desa (PKD). B. Integrasi Menggagas Masa Depan Desa (MMDD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa). 1. Kegiatan Menggagas Masa Depan Desa (MMDD) sebagai dasar proses penyusunan RPJM-Desa; 2. Pembahasan dan pengambilan keputusan dalam proses penyusunan RPJM-Desa dilaksanakan dalam forum Musyawarah sesuai ketentuan dan prinsip-prinsip pembangunan partisipatif; 3. Forum Musyawarah dimaksud adalah Musyawarah Desa (Musdes) yang dilakukan khusus untuk membahas rancangan RPJM-Desa; 10

4. Hasil Musdes RPJM-Desa dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan 3 (tiga) orang wakil masyarakat. C. Integrasi Musyawarah Desa Perencanaan (MDP) dan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP) dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). 1. Proses Musyawarah Desa (Musdes) Perencanaan dan Musyawarah Kelompok Perempuan (MKP) dilaksanakan sesuai ketentuan prinsip-prinsip pembangunan partisipatif; 2. Musdes Perencanaan dan MKP sebagai kegiatan di dalam proses Musrenbangdes; 3. Musrenbangdes dimaksud sebagai forum masyarakat untuk melakukan evaluasi pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya dan pembahasan draft RKPD tahun berjalan; 4. Musrenbangdes dimaksud melakukan perubahan usulan-usulan kegiatan yang belum terlaksana tahun sebelumnya untuk dipertimbangkan kembali sebagai usulan dalam RKPD pada tahun berjalan; 5. Hasil kegiatan Musrenbangdes dimaksud adalah: a. Usulan kegiatan yang akan diajukan untuk didanai BLM PNPM-MPd sesuai ketentuan PNPM-MPd, maupun program/ kegiatan lainya sesuai dengan ketentuan dalam program tersebut; b. Usulan kegiatan yang akan diajukan melalui Musrenbang Kabupaten; c. Usulan kegiatan yang akan didanai ADD; d. Usulan kegiatan yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat; e. Usulan kegiatan yang akan didanai melalui sumber dana lain. Usulan-usulan tersebut diatas dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Kepala Desa, Pimpinan Musyawarah dan minimal 3 (tiga) orang wakil dari masyarakat. 6. Tim Penyusun RKPD merumuskan finalisasi hasil pembahasan usulan diatas untuk ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. D. Integrasi Musyawarah Antar Desa (MAD) Prioritas dan Pendanaan dengan Musrenbang Kec. 1. Proses MAD Prioritas dan Pendanaan dilaksanakan sesuai ketentuan prinsip-prinsip pembangunan partisipatif; 2. MAD Prioritas dan Pendanaan sebagai kegiatan di dalam proses Musrenbang Kec.; 3. Hasil kegiatan Musrenbang Kec. dimaksud adalah: a. Prioritas usulan kegiatan yang didanai melalui dana-dana yang ada di kecamatan; b. Prioritas usulan kegiatan yang akan diajukan ke Musrenbang Kabupaten. 11

4. Hasil kegiatan Musrenbang Kec. dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Camat, Pimpinan Musyawarah dan 3 (tiga) orang wakil utusan; 5. Camat Menetapkan usulan kegiatan atau program sesuai hasil Musrenbang Kec. dengan Surat Penetapan Camat (SPC). 2.1.2. Unsur-unsur yang di Integrasikan Yang diintegrasikan adalah sistem. Unsur-unsur sistem dimaksud adalah: a. Nilai/Prinsip Nilai-nilai yang diwujudkan sebagai prinsip dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif yang bersifat ad hoc, diintegrasikan agar terpola dalam pelaksanaan pembangunan desa yang dikelola secara reguler. b. Mekanisme Pengambilan Keputusan Mekanisme atau tatacara pengambilan keputusan dalam musrenbang yang menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara terbuka, partisipatif dan berpihak kepada masyarakat miskin sebagai proses pengambilan keputusan dalam Musrenbang. c. Mekanisme Proses Perencanaan Proses perencanaan pembangunan partisipatif, mulai dari MMDD, Musdes Perencanaan, Musyawarah Antar Desa (MAD) Prioritas dan Pendanaan diintegrasikan ke dalam proses reguler, yaitu penyusunan RPJM-Desa dan merubah rencana kegiatan tahunan (RKP-Desa), Musrenbangdes dan Musrenbang Kec. Integrasi Program akan mengakhiri kelemahan mendasar perencanaan pembangunan partisipatif yang bersifat sementara dimana selalu berulang dan bersifat khusus, sekaligus meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan desa. d. Mekanisme Pengelolaan Kegiatan Pengelolaan kegiatan melalui mekanisme swakelola oleh masyarakat, yang menjadi salah satu keunggulan pembangunan partisipatif diintegrasikan kedalam sistem reguler agar terwujud pola standar pengelolaan kegiatan yang didanai dari berbagai sumber (ADD, Swadaya, Program, APBD, APBN dll.). e. Mekanisme Pertanggungjawaban Mekanisme atau tatacara pertanggungjawaban pengelolaan kegiatan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diterapkan dalam prinsip-prinsip pembangunan partisipatif diintegrasikan ke dalam mekanisme pertanggungjawaban sistem reguler sehingga tercipta pola standar pertanggungjawaban pengelolaan pembangunan desa. f. Pelaku Pengintegrasian pelaku berarti meleburkan fungsi ke dalam dan pendayagunakan personil pelaku program oleh lembaga-lembaga reguler (LPMD, Pemerintahan Desa, BPD dll). 12

2.2. Kebijakan Pengelolaan Pembangunan Partisipatif 2.2.1. Tujuan 1. Tujuan Umum adalah untuk meningkatkan efektifitas perencanaan pembangunan desa dengan menyatupadukan berbagai potensi kedalam sistem perencanaan pembangunan (reguler) dan menyelaraskan perencanaan teknokratis, politik dengan perencanaan partisipatif. 2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan kualitas proses dan hasil perencanaan pembangunan desa; b. Mendorong penyelarasan Penjaringan Aspirasi Masyarakat oleh DPRD dan penyusunan Rencana Kerja SKPD dengan hasil-hasil Musrenbang Kec.; c. Mendorong penyelarasan rencana kegiatan dengan kebijakan penganggaran; d. Meningkatkan kualitas dan prinsip-prinsip pengelolaan / manajemen Pemerintahan Desa (good governance) e. Meningkatkan kapasitas lembaga kemasyarakatan dan pemerintah, terutama Pemerintahan Desa dalam pengelolaan pembangunan partisipatif; f. Meningkatkan kapasitas pelaku masyarakat dan aparatur pemerintahan, utamanya aparatur Pemerintahan Desa. 2.2.2. Prinsip-prinsip Pengelolaan : 1. Desentralisasi Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam Sistem Negara Kesatuan RI. 2. Keterpaduan Keselarasan dan kesatupaduan kebijakan, arah dan/atau tindakan berbagai aspek kegiatan. 3. Efektif dan Efisien Proses (langkah dan cara kerja) program/kegiatan dan perilaku kelembagaan mampu membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. 4. Prioritas Masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kondisi mendesak dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan. 5. Partisipasi Membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi sebanyak-banyak pihak yang dapat memberikan kontribusi, terutama untuk mencapai suatu tujuan atau hasil yang telah ditetapkan. 6. Transparansi dan akuntabel Masyarakat memiliki akses yang terbuka terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dipantau dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, administratif maupun legal. 13

7. Keberlanjutan Mendorong tumbuhnya rasa memiliki sehingga lahir tanggungjawab untuk menjaga, mendayagunakan, mempertahankan dan mengembangkan kelangsungan sistem. 8. Pemberdayaan Upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas, kemandirian dan kesejahteraannya. 2.2.3. Kerangka Kerja 1. Otonomi Daerah Pengelolaan Pembangunan Partisipatif dilaksanakan dalam kerangka kerja Otomi Daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban (daerah otonom) untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Pemberdayaan Masyarakat 2.2.4. Strategi Pengelolaan Pembangunan Partisipatif menjadi sarana peningkatan kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan pembangunan. Terkait dengan Pengelolaan pembangunan partisipatif dalam upaya peningkatan kelembagaan pemerintah dan masyarakat, strategi pelaksanaan sebagai berikut : 1. Mendorong efektifitas pelaksanaan regulasi (Produk Hukum) Semua kegiatan yang dilakukan harus berdasar perundangundangan yang telah ditetapkan, baik yang berkaitan langsung maupun yang relevan bagi penguatan penyelenggaraan pembangunan partisipatif. 2. Menyatu dengan dan menguatkan mekanisme reguler Semua kegiatan yang dilakukan terintegrasi dan atau menjadi bagian dari kegiatan reguler sesuai dengan penyelenggaraan pemerintahan. 3. Menegaskan arah/orientasi aksi Kegiatan yang dilakukan sebagai upaya dan proses Pengelolaan pembangunan partisipatif memiliki arah dan titik sentuh yang jelas sesuai sasarannya yaitu: a. Pemerintah Daerah, diorientasikan untuk penguatan komitmen dan mendorong reorientasi kebijakan untuk penguatan pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat b. Masyarakat, diorientasikan untuk membangun kesadaran kritis dan peningkatan kapasitas c. DPRD, diorientasikan untuk meningkatkan keberpihakan kepada rakyat dan memberikan dukungan regulasi / perundang-undangan tentang permberdayaan masyarakat dalam pembangunan partisipatif. 4. Meningkatkan kesadaran kritis masyarakat desa dalam rangka meningkatkan kapasitas dan daya tawar politis rakyat dalam pengelolaan pembangunan; 14

5. Mendorong Pemerintah Daerah melakukan reorientasi kebijakan untuk penguatan pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat; 6. Mendorong DPRD meningkatkan keberpihakannya kepada rakyat dan membentuk Produk Hukum Daerah yang sesuai dengan kebutuhan penguatan pembangunan partisipatif. 2.2.5. Sasaran Sasaran pembangunan partisipatif adalah sebagai berikut : 1. Lokasi Sasaran Semua desa di wilayah Kabupaten Bulungan, sedangkan Kelurahan akan di atur kemudian. 2. Sasaran Strategis a. Peningkatan kapasitas dan peran serta masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan melalui prosedur yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. b. Peningkatan kapasitas dan peran lembaga kemasyarakatan desa dan antar desa dalam kegiatan pembangunan desa. c. Peningkatan fungsi lembaga pemerintahan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. d. Peningkatan kapasitas dan fungsi Pemerintah Daerah mendorong perencanaan dan penganggaran yang pro rakyat. e. Peningkatan peran DPRD dalam pembentukan regulasi / perundang-undangan daerah untuk penguatan pembangunan partisipatif berbasis pemberdayaan masyarakat. 2.2.6. Ketentuan Dasar Ketentuan pengelolaan pembangunan partisipatif merupakan ketentuan-ketentuan pokok yang digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dan pelaku lainnya dalam melaksanakan kegiatan, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian. Ketentuan dasar pengelolaan pembangunan partisipatif dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara lebih terarah. Ketentuan Dasar meliputi : 1. Kecamatan dan Desa Berpartisipasi Seluruh Kecamatan dan Desa di wilayah Kabupaten Bulungan berhak berpartisipasi dalam seluruh tahapan kegiatan pembangunaan partisipatif. Untuk dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pembangunan partisipatif, dituntut adanya kesiapan dari masyarakat dan desa dalam menyelenggarakan pertemuanpertemuan musyawarah secara swadaya dan menyediakan kaderkader desa yang bertugas secara sukarela serta adanya kesanggupan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan dalam pengelolaan pembangunan partisipatif. Kecamatan dan Desa yang dapat berpartisipasi tidak sedang terkena sanksi, baik sanksi program maupun sanksi lokal. 2. Kriteria Kegiatan Kegiatan yang akan dibiayai diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi kriteria : 15

a. Bermanfaat bagi masyarakat, lebih diutamakan bagi masyarakat miskin; b. Berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat; c. Dapat dikerjakan oleh masyarakat; d. Didukung oleh sumber daya yang ada; e. Memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan. 3. Prioritas Kegiatan yakni kegiatan-kegiatan yang sifatnya memenuhi kebutuhan antar kecamatan dan atau antar desa dalam satu kecamatan, dengan tetap memperhatikan kriteria jenis kegiatan pada Panduan Pelaksanaan PNPM-MPd Integrasi SPP-SPPN, serta adanya kepastian pengelola administrasi dan kegiatan. 4. Swadaya Masyarakat dan Desa Swadaya masyarakat dan desa merupakan salah satu kewajiban sebagai wujud partisipasi dan keseriusan masyarakat dalam mengusulkan usulannya. Orientasi setiap pelaksanaan kegiatan harus didasarkan atas keswadayaan dari masyarakat atau desa. Swadaya harus diwujudkan dalam bentuk uang tunai, tenaga dan/atau material, sedangkan hibah dalam bentuk lahan atau tanah yang terkena dampak pembangunan tidak bisa diperhitungkan dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan. Upah hari orang kerja (HOK) bagi tenaga kerja RTM, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh dipotong atau diminta sebagai bentuk kontribusi swadaya masyarakat, karena upah HOK ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan mereka. 5. Tenguyun atau Gotong-royong Untuk mewujudkan pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus mengedepankan pola tenguyun/gotong-royong sebagaimana kebiasaan di masing-masing lingkungan. Pada prinsipnya tenguyun atau gotong-royong merupakan bentuk swadaya masyarakat yang direncanakan atau tidak direncanakan dalam pembuatan desain dan RAB guna mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan secara utuh dan meningkatkan nilai guna/manfaat sesuai keinginan masyarakat setempat. Dasar tenguyun atau gotong-royong adalah kerelaan masyarakat, sehingga harus dipastikan bebas dari tekanan atau keterpaksaan dan diputuskan melalui proses musyawarah yang melibatkan semua unsur masyarakat. 6. Keberpihakan kepada perempuan Pemihakan memberi makna berupa upaya pemberian kesempatan, upaya pemihakan dan upaya perlindungan. Kegiatan dilaksanakan juga mengutamakan kepentingan dan kebutuhan kaum perempuan yang kurang beruntung, pemenuhan kebutuhan dasar, ekonomi dan politik serta perlindungan dari penguasaan aset produktif yang tidak seimbang. 7. Jenis Kegiatan yang dilarang (Negative list) Jenis kegiatan yang dilarang atau tidak boleh didanai melalui Pengelolaan Pembangunan Partisipatif adalah sebagai berikut : 16

a. Pembiayaan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan militer atau angkatan bersenjata, pembiayaan kegiatan politik praktis/partai politik. Kegiatan ini dilarang dengan alasan bahwa hanya menguntungkan kelompok tertentu saja dan jika dilakukan masyarakat umum dapat melanggar hukum dan mengganggu keamanan umum. b. Pembelian chainsaw, senjata, bahan peledak, asbes dan bahanbahan lain yang merusak lingkungan (pestisida, herbisida, obatobat terlarang dan lain-lain). Pengelolaan Pembangunan Partisipatif mendukung pelestarian alam dan melarang pembelian alat dan bahan yang dapat merusak alam. Seperti chainshaw biasa dipakai untuk menebang pohon di hutan, bahan peledak alam mengganggu keamanan dan kerusakan lingkungan, asbes dapat mengganggu kesehatan antara lain menjadi penyebab kanker paru-paru. Pestisida serta sejenisnya dapat merusak ekosistem dan kesehatan manusia. c. Pembiayaan Gaji Pegawai Negeri. Pengelolaan Pembangunan Partisipatif tidak boleh untuk membiayai gaji/honor Pegawai Negeri karena mereka sudah mendapatkan alokasi gaji dari pemerintah. d. Pembiayaan kegiatan yang memperkerjakan anak-anak dibawah usia kerja. Batasan anak berdasarkan Undang-Undang tentang Perlindungan anak adalah di bawah 18 tahun. Oleh karena itu Pengelolaan Pembangunan Partisipatif melarang dengan tegas mendanai kegiatan-kegiatan yang mempekerjakan anak-anak. e. Kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas perlindungan alam pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai cagar alam, kecuali ada ijin tertulis dari instansi yang mengelola lokasi tersebut. Pengelolaan Pembangunan Partisipatif tidak membiayai kegiatan di lokasi perlindungan alam karena turut mendukung pelestarian alam sebagaimana yang telah di atur di dalam Undang-Undang. f. Kegiatan pengolahan tambang atau pengambilan terumbu karang. Pengelolaan Pembangunan Partisipatif melarang untuk membiayai pengolahan tambang dan pengambilan terumbu karang karena kegiatan ini cenderung merusak alam. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh masyarakat cenderung tanpa memperhatikan dampak dari kerusakan alam tanpa rencana perbaikan atas kerusakan lingkungan yang terjadi. g. Kegiatan yang berhubungan pengelolaan sumber daya air dari sungai yang mengalir dari atau menuju negara lain. Pengelolaan sumber daya air sungai yang menuju ke negara lain memerlukan persyaratan tertentu yang cukup sulit untuk dikerjakan atau dipenuhi oleh masyarakat. Persyaratanpersyaratan ini diberlakukan agar tidak merugikan warga negara tetangga atau untuk menghindari keluhan dari negara tetangga. 17

h. Kegiatan yang berkaitan dengan reklamasi daratan yang luasnya lebih dari 50 Ha. Reklamasi daratan memerlukan perencanaan yang komprehensif. Perencanaan yang matang ini dimaksudkan untuk mengeliminir dampak yang akan terjadi. Perencanaan dan analisis dampak lingkungan memerlukan ketrampilanketrampilan khusus. Pengelolaan Pembangunan Partisipatif melarang masyarakat untuk melakukan kegiatan ini sekaligus untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih parah. 8. Sanksi Sanksi adalah tindakan atau hukuman yang diterapkan apabila terjadi pelanggaran atas kesepakatan yang telah dibuat dalam Pengelolaan Pembangunan Partisipatif. Sanksi bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab atau efek jera pihak terkait dalam kegiatan Pengelolaan Pembangunan Partisipatif. Sanksi dapat berupa : a. Sanksi masyarakat, yaitu sanksi yang ditetapkan melalui kesepakatan dalam musyawarah masyarakat. Semua kesepakatan sanksi dituangkan secara tertulis dan dicantumkan dalam berita acara pertemuan; b. Sanksi hukum, yaitu sanksi yang diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; c. Sanksi program adalah sanksi yang diberikan oleh program yang melaksanakan kegiatan pembangunan partisipatif di Kabupaten Bulungan. 18

BAB III PENGELOLAAN KEGIATAN 3.1. Jenis Kegiatan Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan melalui perencanaan partisipatif berdasarkan pengalaman pada pelaksanaan kegiatan sebelumnya maka perlu di jabarkan jenis kegiatan sebagai berikut: 3.1.1. Kegiatan Pengintegrasian Kegiatan yang dilakukan untuk mendorong terwujudnya pengintegrasian yaitu : a. Tahap Perencanaan di Desa 1) Melakukan review atau pembaharuan RPJM-Desa meliputi : a) Pengkajian Keadaan Desa (PKD); b) Penyusunan Rancangan RPJM-Desa; c) Pembahasan Rancangan RPJM-Desa; d) Penetapan RPJM-Desa; 2) Penyusunan RKP-Desa. 3) Penguatan Musrenbangdes. b. Peningkatan Manajemen Pemerintahan Desa meliputi : 1) Pembuatan Perdes tentang RPJM-Desa, APB-Desa dan Perdes lainnya. 2) Penyelenggaraan rapat BPD tentang LKPj Kepala Desa. c. Penyelarasan Perencanaan meliputi : 1) Penguatan Musrenbang Kec. 2) Fasilitasi Penyelarasan Jaring Asmara dengan Musrenbang (Desa dan Kecamatan); 3) Fasilitasi rapat koordinasi unit perencana SKPD dalam Forum SKPD; 4) Penguatan Musrenbang Kabupaten. d. Peningkatan dukungan Pemerintah Daerah dan DPRD meliputi : 1) Fasilitasi Hearing DPRD 2) Fasilitasi penyusunan Perda. 3.1.2. Kegiatan Peningkatan Kapasitas a. Peningkatan Kapasitas pelaku Masyarakat Dalam rangka peningkatan kapasitaas masyarakat maka perlu dilakukan pelatihan secara sistematis untuk meningkatkan kemampuan (pengetahuan dan ketrampilan) serta sikap pelaku sesuai tuntutan dan kebutuhan pengintegrasian, mencakup:. 1) Pelatihan Kades, LPMD, BPD, KPMD, Tim Penyusun RPJM-Des 2) Pelatihan Kecamatan BKAD, UPK, BP-UPK, TV. b. Peningkatan Kapasitas Pelaku Pemerintah 1) Untuk Sekdes, 2) Setrawan Kecamatan, 3) Setrawan Kabupaten, 4) Unsur lain yang dianggap perlu. 19

3.1.3. Kegiatan Pendukung Yaitu berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat open menu untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. a. Mekanisme Usulan Kegiatan 1) Tingkat Desa Untuk memanfaatkan dana BLM Integrasi, setiap desa boleh mengajukan paling banyak 3 (tiga) usulan dimana tiap usulan terdiri dari atas 1 (satu) jenis kegiatan/paket kegiatan. Tiga usulan dimaksud adalah usulan yang sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dimana satu usulan mewakili satu bidang kegiatan. Usulan dari semua desa dalam wilayah kecamatan akan diprioritaskan di tingkat kecamatan melalui musyawarah antar desa/musyawarah perencanaan pembangunan tingkat kecamatan untuk dipilih menjadi usulan prioritas tingkat kecamatan. 2) Tingkat Kecamatan Untuk memanfaatkan dana BLM Integrasi, setiap kecamatan mengajukan paling banyak 3 (tiga) usulan dengan ketentuan maksimal sebesar Rp.500.000.000,-/usulan. Usulan dari tingkat kecamatan akan dibahas dalam forum tingkat kabupaten melalui musyawarah antar kecamatan / musyawarah perencanaan pembangunan tingkat kabupaten untuk menentukan usulan prioritas dan selanjutnya ditetapkan menjadi usulan terdanai melalui BLM PNPM-MPd Integrasi dengan mengutamakan musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat harus merujuk pada ketentuan program dan hasil verifikasi usulan dari tim verifikasi. b. Ruang Lingkup Kegiatan 1) Bidang Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam kegiatan ini tidak disediakan tambahan permodalan namun sebagai upaya penurunan rumah tangga miskin maka disediakan komponen pendanaan untuk peningkatan kapasitas rumah tangga miskin. Kegiatan peningkatan kapasitas dapat dilakukan melalui: pelatihan-pelatihan seperti, pengenalan alat produksi yang baru, pelatihan teknologi produksi, pelatihan manajemen, dan sebagainya. Dasar pemikiran, berlatar belakang penduduk yang berasal dari berbagai suku asli dan juga transmigrasi maka kebutuhan akan peningkatan kapasitas diberbagai bidang untuk meningkatkan SDM dalam rangka mendorong peningkatan ekonomi lokal sangat diperlukan, apalagi secara geografis wilayah kabupaten Bulungan sebagian besar tergolong sangat sulit dijangkau. Tujuan, dengan peningkatan kapasitas masyarakat diberbagai bidang maka diharapkan muncul produk-produk unggulan lokal yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Ketentuan umum, pelatihan peningkatan kapasitas masyarakat mendukung kualitas dan produktivitas usaha kelompok masyarakat, diperbolehkan untuk pembelian barang modal dan produksi untuk kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, pembangunan prasarana/infrastruktur pendukung yang terkait 20

langsung dengan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat yang diusulkan. Pendanaan usulan peningkatan kapasitas masyarakat bersifat hibah kepada kelompok masyarakat pengusul. Mekanisme pengelolaan, Kemudahan, artinya masyarakat miskin yang mempunyai kegiatan usaha dan tergabung dalam kelompok dapat dengan mudah dan cepat mendapatkan pelayanan peningkatan kapasitas sesuai dengan kebutuhan. Akuntabilitas, artinya dalam melakukan pengelolaan dana peningkatan kapasitas harus dapat dipertanggung jawabkan secara transparan kepada masyarakat. 2) Bidang Kesehatan Kegiatan bidang layanan kesehatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan membantu mengatasi permasalahan kesehatan bagi rumah tangga miskin, seperti: dengan adanya perubahan perilaku tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat, perbaikan gizi, meningkatnya akses pelayanan kesehatan melalui pembangunan polindes dan posyandu, penyediaan obat dan peningkatan kapasitas kader kesehatan masyarakat, serta penciptaan lingkungan hidup yang sehat melalui pembangunan sarana dan prasarana kesehatan (sanitasi dan air bersih), adanya dana/tabungan jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Dengan kegiatan layanan bidang kesehatan diharapkan peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan, meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin dengan meningkatkan derajat kesehatan rumah tangga miskin, melalui peningkatan peran serta masyarakat dan mendekatkan bidang pelayanan kesehatan dasar yang murah, mudah dan terjangkau, serta dapat dikelola mandiri oleh masyarakat. Ketentuan Umum, kegiatan bidang kesehatan meliputi, penyuluhan masyarakat, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, peningkatan kesehatan lingkungan dan peningkatan kesehatan mandiri (ketentuan merujuk PTO PNPM- MPd). Mekanisme pengelolaan, usulan berasal dari masyarakat melalui proses perencanaan partisipatif, perencanaan kegiatan harus dikonsultasikan dan disetujui oleh tenaga medis setempat, kegiatan kesehatan dapat bersifat tahun jamak maksimal 3 tahun. Pelaksanaan kegiatan melibatkan semua unsur yang terkait di tingkat desa dan kecamatan. 3) Bidang Pendidikan Bidang pendidikan merupakan salah satu jenis kegiatan yang dapat dipilih masyarakat secara demokratis pada musyawarah desa dan musyawarah antar desa. Sejalan dengan prinsip open menu, semua jenis kegiatan yang mendukung peningkatan pelayanan pendidikan formal dan non formal (termasuk pelatihan ketrampilan masyarakat) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 21

Tujuan, mempercepat upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan menitikberatkan pada pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, dan peningkatan kapasitas rumah tangga miskin perdesaan sebagai bagian dari upaya mempercepat pengentasan kemiskinan. Ketentuan umum, kelompok penerima manfaat kegiatan pendidikan adalah rumah tangga miskin, anak rumah tangga miskin usia sekolah, sekolah dasar/mi dan SMP/MTs, guru non PNS, Komite Sekolah dan PAUD. Kegiatan dapat berupa beasiswa, peningkatan pelayanan pendidikan (penambahan buku, alat peraga, perlengkapan laboratorium, perlengkapan lainnya untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar) dan pelatihan ketrampilan bagi masyararakat. Mekanisme pengelolaan, usulan berasal dari masyarakat melalui proses perencanaan partisipatif, perencanaan kegiatan harus dikonsultasikan dan disetujui oleh tenaga pendidik setempat, kegiatan pendidikan dapat bersifat tahun jamak maksimal 3 tahun. Pelaksanaan kegiatan melibatkan semua unsur yang terkait di tingkat desa dan kecamatan. 4) Bidang Ekonomi Sebagian besar ibukota kecamatan di wilayah Kabupaten Bulungan belum memiliki lembaga keuangan semisal bank. Sangat dimungkinkan masyarakat di tingkat desa yang cukup jauh dengan ibukota kecamatan juga merasakan kesulitan permodalan, belum lagi tidak biasanya masyarakat di perdesaan untuk mengakses perbankan maka kegiatan bidang ekonomi dikhususkan untuk permodalan bagi kelompok masyarakat dengan mengacu kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) dalam PNPM-MPd dan peraturan yang berlaku pada PNPM-MPd. Tujuan, secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam pedesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan penciptaan lapangan kerja. Ketentuan umum, ketentuan pendanaan bidang ekonomi berupa pemberian modal untuk SPP mengikuti ketentuan dalam PNPM-MPd yang sudah berjalan. Pertimbangan pendanaan SPP akan diatur pada ketentuan lain agar selaras dengan kondisi kesehatan dan kekuatan Unit Pengelola Kegiatan setempat. Mekanisme pengelolaan, mekanisme pengelolaan mengikuti prosedur yang ada dalam PNPM-MPd. 5) Bidang Sosial Budaya Keragaman budaya di Kabupaten Bulungan merupakan modal bagi masyarakat untuk menjadi masyarakat yang berkualitas sehingga akan membawa dampak yang luas dalam proses pembangunan dimasa yang akan datang. Budaya asli yang mempunyai potensi untuk dilestarikan dan menjadi aset daerah akan mendukung perkembangan diberbagai bidang, terutama bidang pariwisata. Selain itu dengan kegiatan-kegiatan budaya akan memudahkan masyarakat untuk saling berkomunikasi mempererat tali persaudaraan yang mampu menjadikan wilayah kabupaten kondusif dalam proses pembangunan. 22