RISALAH PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM DALAM TAFSIR TEMATIK AL-QUR AN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT PENDAPAT MASJFUK ZUHDI DAN NURCHOLIS MADJID

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

BAB IV. Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. semua yang diberi berbagai kelebihan dari mahkluk lainnya, sehingga mereka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram

PERNIKAHAN LINTAS AGAMA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

UMMI> DALAM AL-QUR AN

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

Kaum Muslim telah dilarang untuk merayakan hari raya orang-orang kafir atau musyrik.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya

PENGEJARAN DAN PEMBUNUHAN ISA AS. Pertanyaan Dari: H. Soekardi NBM , Baturetno (disidangkan pada hari Jum'at, 7 Shafar 1431 H / 22 Januari 2010)

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Tauhid untuk Anak. Tingkat 1. Oleh: Dr. Saleh As-Saleh. Alih bahasa: Ummu Abdullah. Muraja ah: Andy AbuThalib Al-Atsary. Desain Sampul: Ummu Zaidaan

STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DILAKUKAN DI LUAR NEGERI

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

DONOR ORGAN TUBUH. Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

Mam MAKALAH ISLAM. Hukum Perceraian di Luar Pengadilan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan

PERNIKAHAN MULTIKULTURAL (PERNIKAHAN ANTAR AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM) Oleh: Ali Mohtarom Universitas Yudharta Pasuruan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB I PENDAHULUAN. memaparkan bahwa dalam Al-Qur an, perkawinan itu disebut mitsaq

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

As dengan pada masa nabi berikutnya, selain berbeda, juga semakin teratur pada masa nabi Muhammad Saw.

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB V PENUTUP Kesimpulan

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB VII PENUTUP. Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendapat ulama Banjar terhadap akad nikah tidak tercatat secara resmi di

Adab-Adab Kepada Non muslim

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pemahaman Ayat Al-Qur an Terhadap Pendidikan. Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Aqidah

RAPOR MERAH KAUM FEMINIS Kritik atas Relativitas Tafsir Feminisme terhadap Al-Quran. Nunuy Nurjanah

BAB II TINJAUAN UMUM MAQASHID AL-SYARIAH DALAM HUKUM PERKAWINAN. Maqashid Syariah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

Bayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG

Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan urusan kami (tidak ada contohnya) maka (amalan tersebut) tertolak (Riwayat Muslim)

Membahas Kitab Tafsir

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

Tafsir Surat Al-Kafirun

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

SATUAN KEGIATAN LAYANAN DASAR UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB II PERKAWINAN BEDA AGAMA, UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Oleh : TIM DOSEN SPAI

INDAHNYA PERSATUAN DARI MANA MENGENAL MAZHAB SYI'AH?

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)

Bolehkah istri diperlakukan sebagai properti, seperti yang diakui oleh Manohara?

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

Tafsir Edisi 3 : Sekali Lagi: Pemimpin Perempuan!

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB III PENAFSIRAN AYAT 33 SURAT MARYAM

IMAMAH DALAM PANDANGAN POLITIK SUNNI DAN SYI AH

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

BAB IV ANALISIS TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-QURAN TELAAH PENDIDIKAN ISLAM

Fatwa Seputar Badal Haji dan Umrah. Serta Hukum Melaksanakan Umrah Berkali-Kali Bagi Jama'ah Haji Saat Berada di Makkah

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

Bab 26 Mengadakan Perjalanan Tentang Masalah Yang Terjadi dan Mengajarkan kepada Keluarganya

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an merupakan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan manusia,

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Hadist di atas menunjukkan bahwa peran keluarga khususnya orang tua sangat penting dalam membentuk karakter

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

UMAT Tengah. Oleh Nurcholish Madjid

Standar Kompetensi : 4. Membiasakan perilaku terpuji.

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

Transkripsi:

RISALAH PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM DALAM TAFSIR TEMATIK AL-QUR AN Imron Rosyadi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102 Telp (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448. ABSTRAK Pernikahan beda agama merupakan masalah yang serius dalam pergulatan pemikiran bangsa Indonesia antara yang pro dan kontra. Makalah ini menyoroti hukum pernikahan beda agama menurut Muhammadiya dengan menggunakan Tafsir Tematik al-qur an, setelah melakukan kajian ayat 221 al-baqarah dan al-mâidah ayat 5 serta melihat konteks keindonesiaan, pada akhirnya berkesimpulan bahwa haram hukumnya pernikahan orang Muslim dengan orang yang beda agama (di samping Yahudi dan Nasrani juga agama lainnya), baik bagi pria Muslim maupun wanita Muslim. Kata Kunci: Nikah, non muslim, Muhammadiyah Pendahuluan Hubungan antar umat beragama telah lama menjadi isu yang populer di Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia yang majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu, persoalan hubungan antar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah tetapi juga komponen lain dari bangsa ini, sebut saja misalnya, LSM, lembaga keagamaan, baik Islam maupun non Islam dan lain sebagainya. Muhammadiyah sebagai salah satu lembaga keagamaan yang berbasis Islam yang merupakan bagian dari komponen bangsa ini tertarik juga untuk men- Pernikahan Muslim dengan Non Muslim dalam... (Imron Rosyadi) 1

coba ikut mengurai gagasan secara akademis hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan di dalam hubungan antar agama ini adalah persoalan pernikahan Muslim dengan non-muslim (selanjutnya disebut: pernikahan beda agama). Sesuai dengan jargon Muhammadiyah yang menjadikan al-qur an dan al-sunnah sebagai dasar berpijak, maka perspektif Muhammadiyah dalam melihat pernikahan beda agama ini juga didasarkan pada dua sumber ajaran tersebut. Ketertarikan Muhammadiyah untuk terlibat dalam diskusi pernikahan beda agama, agaknya merupakan bagian dari sensifitas Muhammadiyah dalam merespon persoalan kewarganegaraan Indonesia yang multi agama dan etnis di satu sisi, dan fakta Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar warga negara Indonesia di pihak lain. Dua sisi tersebut dimungkinkan dapat berbenturan satu dengan lainnya. Dengan mendiskusikan persoalan ini, tampaknya Muhammadiyah bermaksud untuk dapat ikut menata problem kewarganegaraan Indonesia yang majemuk itu berjalan tanpa harus berseberangan dengan ajaran agama yang dipahaminya yang agama itu memang menjadi bagian dari sensifitas seorang Muslim. Sebagaimana diketahui bahwa di samping perintah agama, pernikahan merupakan bagian dari kemanusiaan seseorang. Perwujudan pernikahan seorang Muslim misalnya, dalam batasbatas tertentu memang melampaui batas agamanya ketika ia hidup dalam kema- jemukan warga dari aspek agama seperti di Indonesia ini. Dalam kondisi kemajemukan seperti itu, seorang Muslim hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan dan pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan. Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap masyarakat yang majemuk. Kajian yang dilakukan oleh Muhammadiyah tentang pernikahan beda agama ini, misalnya dapat dilihat dalam Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (MTPPI) PP Muhammadiyah, Tafsir al-qur an Tematik, diterbitkan oleh Pustaka Suara Muhammadiyah, 2000. Buku tafsir ini dibagi menjadi empat bab. Bab pertama membahas tentang prinsip-prinsip hubungan antar umat beragama. Bab kedua, diberi topik menjaga hubungan baik dan kerjasama antar umat beragama. Bab ketiga, mendeskripsikan tentang ahli kitab, sedangkan bab keempat membahas pernikahan beda agama dalam al-qur an. Makalah yang singkat ini tidak mencoba mendiskusikan semua topik seperti tertuang dalam buku tafsir tersebut, namun mencoba untuk mendiskusikan bab keempat dari buku tafsir itu, khususnya larangan pernikahan beda agama. Menurut Tafsir Tematik Al- Qur an, pernikahan beda agama dapat 2 SUHUF, Vol. 19, No. 1, Mei 2007: 1-8

ditemui dalam tiga surat, 1 yaitu surat al- Baqarah (2): 221 2 ; surat al-mumtahanah (60): 10 3 ; dan surat al-mâidah (5): 5 4. Surat al-baqarah (2): 221 berbicara tentang ketidakbolehan pria Muslim menikah dengan wanita musyrik, begitu juga sebaliknya ketidakbolehan wanita Muslimah dinikahkan dengan pria musyrik, sedangkan al-mumtahanah (60): 10, menegaskan bahwa baik pria Muslim maupun wanita Muslimah tidak diperkenankan menikah dengan orang kafir. 5 Adapun surat al-mâidah (5): 5 membolehkan pria Muslim menikahi wanita ahli kitab tetapi tidak sebaliknya. Dari tiga surat seperti disebutkan di atas, setidaknya bisa dipilah menjadi dua, yaitu pertama, bagi wanita Muslimah tidak boleh menikah, baik dengan pria musyrik maupun dengan ahli kitab. Adapun kedua, bagi pria Muslim, diberikan pilihan, tidak diperbolehkan menikahi wanita musyrik, sedangkan menikahi wanita ahli kitab diperbolehkan. Di sini, wanita non Muslimah dibedakan antara wanita musyrik dengan ahli kitab. Untuk mendiskusikan hukum pernikahan beda agama ini, Tafsir Tematik al-qur an membahas sosok wanita musyrik dan wanita ahli kitab seperti dikemukakan al-qur an pada surat al-baqarah: 221 dan al-mâidah: 5. Dua hal ini tampaknya menurut Tafsir Tematik Al- Qur an, menjadi kata kunci untuk masuk pada pembahasan hukum pernikahan beda agama itu dibolehkan atau diharamkan. 1 Lihat, MTPPI, Tafsir Tematik al-qur an (Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 2000), 159-162. 5 Surat al-mumtahanah (60): 10 ini tidak banyak diulas di dalam buku tafsir ini secara panjang lebar sebagaimana dua surat lainnya. Padahal ayat ini memiliki relevansi tinggi terhadap pemahaman pernikahan beda agama ini. Pernikahan Muslim dengan Non Muslim dalam... (Imron Rosyadi) 3

Pernikahan dengan Wanita Musyrik Membahas pernikahan dengan wanita musyrik ini, Tafsir Tematik al- Qur an, memuat komentar mufassir kenamaan, yaitu al-thabari. Al-Thabari, seorang mufassir klasik ini dalam bukunya: Jâmi al-bayân fi Tafsîr al- Qur an, 6 ketika membahas surat al- Baqarah (2): 221, menyebutkan ada tiga pendapat dalam menafsirkan wanita musyrik. Pertama, yang dimaksudkan wanita musyrik di situ adalah mencakup wanita-wanita musyrik dari bangsa Arab dan bangsa lainnya. Namun kemudian ketentuan hukumnya dihapus oleh al- Mâidah (5): 5, yang membolehkan pria Muslim menikah dengan wanita ahli kitab. Kedua, yang dimaksudkan dengan wanita muysrik dalam ayat itu adalah wanita musyrik dari bangsa Arab yang tidak memiliki kitab suci dan menyembah berhala. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa wanita musyrik dalam ayat ini mencakup semua perempuan yang menganut politheisme dalam segala bentuknya, baik Yahudi, Kristen maupun Majusi. Dari tiga pendapat di atas, al- Thabari sendiri berpendapat bahwa pendapat kedua lebih râjih. 7 Dengan kata lain, kata al-thabari, wanita dalam al-baqarah(2): 221 itu harus dibedakan dengan wanita ahli kitab. Pendapat al-thabari di atas sesuai dengan asbâb al-nuzulnya. Dalam asbâb al-nuzul dari al-baqarah: 221 ini dikisahkan bahwa Abdullah b. Rawahah menikah dengan seorang budak perempuan yang telah dimerdekakannya. Perempuan yang dinikahi Ibn Ruwahah ini sebelumnya adalah seorang musyrik Arab. Tindakan salah satu sahabat Nabi ini banyak menjadi pembicaraan di kalangan para sahabat dengan tanggapan yang minor. Tindakan Abdullah ini memang agak menentang arus umum pada waktu itu oleh karena banyak pria Muslim (para sahabat) yang berbeda dengan apa yang dilakukan Abdullah. Namun, al- Qur an justru membela tindakan Abdullah ini, lalu turunlah ayat 221 surat al- Baqarah tersebut. 8 Memperhatikan asbâb nuzulnya, seperti dijelaskan di atas, menurut hemat penulis, agaknya ada situasi yang menunjukkan adanya kekhawatiran Nabi atas realitas sahabat-sahabatnya, dimana masih banyak yang menikah dengan wanita musyrik. Dari asbâb al-nuzul ini dapat diketahui bahwa ayat ini agaknya merupakan antisipasi preventif al-qur an setelah melihat realitas para sahabat Nabi. Berdasarkan asbâb al-nuzul ayat 221 surat al-baqarah di atas, wanita 6 Al-Tabari, Jâmi al-bayân fi Tafsîr al-qur an (Beirut: Dar al-fikr, 1978), II, 221; PP Muhammadiyah, Tafsir Tematik, 170. 7 Al-Thabari, Jâmi al-bayân, 222. 8 Ibid. 223. 4 SUHUF, Vol. 19, No. 1, Mei 2007: 1-8

musyrik yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah wanita musyrik yang hidup pada zaman Nabi yang tidak beragama, yaitu wanita penyembah berhala dan tidak memiliki kitab suci. Pelarangan ini tampaknya dapat dipahami karena situasi waktu itu, khususnya bagi orang Islam masih dalam situasi konsolidasi sebagai komunitas yang baru tumbuh dalam waktu yang belum terlalu lama. Ayat ini turun ketika Nabi belum lama menjadi pemimpin kota Madinah. Tampaknya, Nabi sebagai pemegang otoritas merasa harus melakukan intervensi terhadap persoalan pernikahan orang Islam menjadi bagian dari tugas kekhalifannya. Di sini, Nabi menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai pemimpin masya-rakat Madinah dan tugas kenabian serta kerasulannya untuk membimbing umat Islam dengan cara mempertahankan keutuhan umat Islam. Melalui penegasan seperti dijelaskan secara tekstual dalam surat al- Baqarah: 221 di atas, pernikahan beda agama tidak begitu menjadi masalah ketika Nabi masih hidup oleh karena ketaatan kepada Nabi sangat tinggi. Namun, pemahaman ayat ini menjadi masalah ketika orang Islam telah berinteraksi dengan berbagai komponen bangsa lain pasca perluasan wilayah yang terjadi di dunia Islam, lebih-lebih masyarakat dewasa ini sebagai bentuk pergaulan yang telah mengalami globalisasi, hampir dipastikan sulit untuk menghindari interaksi dengan orang yang beda agama. Oleh karena itu, ada pertanyaan, apakah wanita muysrik seperti yang disebut dalam surat al-baqarah: 221 itu bisa disamakan dengan wanita non Islam yang hidup dewasa ini, yang situsasinya berbeda dengan masa Nabi? Dalam bebera kasus, pernikahan beda agama terjadi karena murni faktor kemanusiaan dari kedua belah pihak. Di sini, pemahaman ayat menjadi persoalan, dan dipihak lain, pemegang otoritas penafsiran, dalam hal ini Nabi telah wafat. Oleh karena itu, pluralitas pemahaman ayat tersebut menjadi sulit untuk dihindari kemunculannya. Meski demikian, mayoritas ulama tidak memperkenankan seorang lelaki muslim menikah dengan wanita musyrikah. Pernikahan dengan Ahli Kitab Pembahasan pernikahan dengan ahli kitab disinggung dalam surat al- Mâidah (5) ayat 5. Ayat ini turun 7 tahun setelah turunnya surat al-baqarah (2): 221. Berdasarkan pemahaman tekstual ayat ini, bagi pria Muslim, pernikahan dengan wanita ahli kitab diperbolehkan. Al- Thabari, seperti dikutip Tafsir Tematik al-qur an, 9 mengatakan bahwa wanita ahli kitab tidak termasuk wanita musyrik sehingga al-mâidah ayat 5, seperti disinggung di muka tidak bertentangan dengan al-baqarah: 221. 10 9 PP Muhammadiyah, Tafsir Tematik, 176-177. 10 Ibid., 222. Pernikahan Muslim dengan Non Muslim dalam... (Imron Rosyadi) 5

Ibnu Umar, salah satu putra Umar b. Khattab, berpendapat bahwa ahli kitab itu sebagai penganut kemusyrikan yang lebih besar daripada kemusyrikan yang dianut bangsa Arab. Apakah statemen Ibnu Umar ini berarti ia mengharamkan pernikahan dengan ahli kitab? Mengomentari pernyataan Ibn b. Umar ini, al-jashshas, salah seorang mufassir kesohor bermazhab Hanafi, seperti dikutip Tafsir Tematik al-qur an, menyatakan bahwa sebetulnya Ibn Umar tidak sampai mengharamkan, tetapi tidak senang melihat orang Islam menikah dengan ahli kitab. 11 Dalam satu riwayat, Umar b. Khattab, ketika mendengar karibnya Huzaifah menikah dengan seorang wanita Yahudi, Umar meminta dengan hormat kepada Huzaifah untuk dengan ikhlas mau menceraikan istrinya yang non Islam itu. Ketika ditanya, apakah permohonan Umar kepada Huzaifah itu menunjukkan bahwa Umar berpendat bahwa menikah dengan wanita ahli kitab itu haram? Saat itu, Umar b. Khattab, yang ketika memohon sedang memangku jabatan sebagai khalifah yang kedua dari khulafa rasyidun itu, menyatakan: tidak, tetapi saya khawatir kalian akan meninggalkan wanita beriman dan lebih memilih mereka. 12 Permintaan Umar b. Khattab ini nampak ada unsur sosiologis dalam rangka kepentingan wanita Muslimah. Seperti dilakukan oleh Nabi, Umar b. Khattab memang memiliki sensifitas untuk melindungi umat Islam. Wanita ahli kitab yang boleh dinikahi seperti dijelaskan dalam ayat di atas, adalah wanita yang menjaga kehormatan dan memiliki kitab, yaitu Yahudi dan Kristen. Dengan kata lain, Muhammadiyah berkesimpulan bahwa ahli kitab seperti disinggung al-qur an itu memang selalu terkait dengan umat Yahudi dan umat Kristen. Temuan ini sesuai dengan temuan Muhammad Ghalib dalam disertasinya, bahwa ahli kitab yang disinggung al-qur an itu adalah Yahudi dan Nasrani. 13 Berdasarkan pada ciri ini, yaitu wanita ahli kitab itu adalah wanita non Muslim yang memiliki kitab suci, dalam hal ini dari kalangan Yahudi dan Nasrani, maka wanita non Islam selain Kristen dan Yahudi tidak boleh dinikahi. Alasan Larangan Pernikahan Beda Agama Pada paparan-paparan seperti dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut Tafsir Tematik al- Qur an, al-qur an melarang seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah dengan orang musyrik. Tafsir Tematik al-qur an berpendapat bahwa surat al-baqarah (2): 221 telah menyebutkan apa yang biasa dikatakan sebagai alasan ( illah) penetapan larangan pernikahan dengan orang musyrik, yaitu 11 Al-Jashshash, Ahkâm al-qur an (Beirut: Dar al-kitab al- Araby, 1335 H), 332-3. 12 Al-Thabari, Jâmi al-bayân, II, 222. 13 Lihat, Muhammad Ghalib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya (Jakarta: Paramadina, 1998). 6 SUHUF, Vol. 19, No. 1, Mei 2007: 1-8

karena mengajak ke neraka. Kata musyrik dalam ayat tersebut, menurut analisis Tafsir Tematik al- Qur an, dengan demikian, merujuk pada agama. Alasan kesimpulan ini didasarkan pada iilah penetapan pelarangan wanita dan pria musyrik tidak boleh dinikahi, menurut ayat itu, karena akan mengajak pasangan hidupnya ke neraka, yang berupa kekafiran kepada Allah dan Rasul- Nya. Ajakan mereka ini secara diametral bertentangan dengan ajakan Allah yang mengajak kepada surga dan ampunan. 14 Pernikahan, kata Rasyid Ridha, 15 seperti dikutip Tafsir Tematik al-qur an, merupakan faktor yang memberikan ruang dan mendorong orang untuk bersikap toleran terhadap pasangannya dalam banyak hal. Setiap sikap mempermudah dan toleran terhadap pria dan wanita musyrik itu dilarang dan harus dihindari dampak buruknya, meskipun pendapat Ridha ini tidak disetujui oleh al-jashshas sebagai alasan utama. Kata al-jashshas, alasan seperti dikemukakan Ridha ini bukan illah mujibah tetapi illah penyerta semata bagi haramnya pernikahan dengan wanita dan pria musyrik. Menurutnya, sebab dilarangnya pernikahan itu adalah kemusyrikannya yang dianut oleh orang musyrik sendiri. Sebab kalau mengajak ke neraka itu dijadikan sebagai illah, al-qur an sendiri memperbolehkan pria Muslim menikahi wanita ahli kitab. 16 Dari bantahan ini tampaknya al-jashshash menyamakan antara wanita ahli kitab dengan wanita musyrik. Tafsir Tematik al-qur an sendiri agaknya menerjemahkan mengajak ke neraka itu sebagai memiliki nuansa agama. Kesimpulan ini, menurut analisis Tafsir Tematik al-qur an, karena orangorang yang dilarang untuk dinikahi itu dalam al-qur an disebut dengan menggunakan identitas agama. Di samping itu, ketika menetapkan aturan larangan pernikahan dalam surat al-baqarah: 221, kitab suci itu menggiringnya dengan pernyataan yang khas agama: mereka mengajak ke neraka, yang kemudian mereka dipahami sebagai alasan penyebab dan penyerta, seperti telah dikemukakan di muka. Meskipun berdasarkan pemahaman tekstual atas al-mâidah: 5 bahwa pria Muslim diperbolehkan menikahi wanita ahli kitab, namun karena al- Qur an, disimpulkan Tafsir Tematik al- Qur an, menyebutkan larangan itu terkait sebagai motif agama, maka dalam kontek Indonesia, menurut Tafsir Tematik al-qur an, bila pernikahan beda agama diperbolehkan, akan mengakibatkan rusaknya kerukunan antar agama yang telah diupayakan sedemikian rupa. Berdasarkan perspektif ini, pelarangan oleh MUI dan hukum positif, dalam 14 MTPPI, Tafsir al-qur an Tematik, 214. 15 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-manar, VI, 193. 16 Ibid., 215. Pernikahan Muslim dengan Non Muslim dalam... (Imron Rosyadi) 7

perspektif syari ah dapat dibenarkan. Tampaknya, Tafsir Tematik al-qur an berpendapat bahwa alasan pelarangan bukan semata karena berangkat persoalan agama semata, tetapi juga pernikahan itu sudah menjadi urusan publik. Kesimpulan Untuk menutup tulisan yang singkat ini, perlu disampaikan kesimpulan hukum pernikahan beda agama menurut Muhammadiyah. Seperti dikemukakan dalam uaraian-uraian di muka, bahwa Tafsir Tematik al-qur an, setelah melakukan kajian ayat 221 al-baqarah dan al-mâidah ayat 5 serta melihat konteks ke-indonesia-an, pada akhirnya berkesimpulan bahwa haram hukumnya pernikahan orang Muslim dengan orang yang beda agama (di samping Yahudi dan Nasrani juga agama lainnya), baik bagi pria Muslim maupun wanita Muslim. Analisisanalisis yang dikemukan untuk memperkuat kesimpulannya, tafsir ini melakukan analisis secara mendalam atas ayat yang melarang pernikahan beda agama, seperti telah dipaparkan di muka. Wallahu A - lam bi al-shawab. DAFTAR PUSTAKA Ismatu Ropi, Wacana Inklusif Ahl al-kitab, dalam Paramadina: Jurnal Pemikiran Islam, Volume 1, Nomor 2 1999. Al-Jashshash, Ahkâm al-qur an (Beirut: Dar al-kitab al- Araby, 1335 H). Muhammad Ghalib, Ahl al-kitab: Makna dan Cakupannya (Jakarta: Paramadina, 1998). Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-manar, VI. MTPPI, Tafsir Tematik al-qur an (Jogjakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 2000). Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif- Pluralis (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2004). Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog Antar Agama (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000). Al-Tabari, Jâmi al-bayân fi Tafsîr al-qur an (Beirut: Dar al-fikr, 1978), II. 8 SUHUF, Vol. 19, No. 1, Mei 2007: 1-8