KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

BENTUK, WARNA DAN UKURAN SURAT PERSETUJUAN PENGANGKUTAN ALAT BERAT DAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : 1453/HK.402/DRJD/2005

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1187/HK.402/DRJD/2002

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 85 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN KEWAJIBAN MELENGKAPI DAN MENGGUNAKAN SABUK KESELAMATAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

DEPARTEMEN PERBUHUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

KEPUTUSAN DI REKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1858/ HK.402/ DRJD/ 2003

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1186/HK.402/DRJD/2002

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR: SK 3229/AJ 401/DRJD/2006 TENTANG TATA CARA PENOMORAN RUTE JALAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.4285/AJ.402/DRJD/2007

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 09 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 05 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.2891 / AJ.405 / DRJD / 2007 SKK.747/HM.101/DRJD/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.3315/AJ.405/DRJD/ /HM.101/DRJD/2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 62 TAHUN 2011 PENGATURAN WAKTU OPERASI KENOARAAN ANGKUTAN BARANG 01 JALAN TOL OALAM KOTA 01 OKI JAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.2892 / AJ.405 / DRJD / 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1320/HK.205/DRJD/2005 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 26 TAHUN 2007 T E N T A N G TATA CARA PELAYANAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR WALIKOTA SURABAYA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006. Tentang

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG MEKANISME PELAYANAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 60 Tahun 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 37 TAHUN : 1997 SERI : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

- 2 - Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2007 TENTANG

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BUPATI BANGKA TENGAH

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 4135/KP.108/DRJD/2013 T E N T A N G KOMPETENSI INSPEKTUR SUNGAI DAN DANAU

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT SELAKU KOORDINATOR PELAKSANA TINGKAT NASIONAL ANGKUTAN LEBARAN TERPADU TAHUN 2006 (1427 H) TENTANG

K E P U T U S A N DI R EKT UR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, NOMOR : SK.1185/PR.301/DRJD/2002 T ENT ANG

c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan Persyaratan Teknis Sabuk Keselamatan dengan Keputusan Menteri Perhubungan;

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP.288 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 19 Tahun 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

b. bahwa dalam rangka kebutuhan transportasi dan penanggulangan muatan lebihdi pulau Jawa, diperlukan penetapan kelas jalan;

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

WALIKOTA TA PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya d

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2889/AJ.402/DRJD/2007 TENTANG

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

CONTOH : TANDA BUKTI PEMBAYARAN KARCIS ANGKUTAN ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI

PELAKSANAAN UJI COBA SISTEM INFORMASI KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN UNTUK DAERAH BALI DAN SUMATERA BAGIAN UTARA

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TANGGAP DARURAT KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR ANGKUTAN PENUMPANG DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa sebagian besar kendaraan bermotor angkutan penumpang khususnya mobil bus belum dilengkapi dengan perangkat fasilitas tanggap darurat sehingga berakibat tingkat fatalitas kecelakaan tinggi; b. bahwa masih terbatasnya ketersediaan fasilitas, pengetahuan dan pemahaman penanganan dan pengawasan terhadap fasilitas tanggap darurat baik bagi regulator, operator, awak kendaraan dan masyarakat pengguna jasa angkutan penumpang; c. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang Petunjuk Teknis Tanggap Darurat Kecelakaan Angkutan Penumpang. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527);

2 7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 1993 tentang Persyaratan Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, Kereta Tempelan, Karoseri, dan Bak Muatan serta Komponen-Komponennya; 8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor; 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 1993 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor; 10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum; 11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.266/AJ.404/DRJD/2002 tanggal 4 Arpil 2002 tentang Tata Cara Penelitian dan Pelaporan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan; 12. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.267/AJ.404/DRJD/2002 tanggal 4 Arpil 2002 tentang Pembentukan Tim Penelitian dan Pelaporan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat; 13. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 1186/HK.402/DRJD/2002 tanggal 22 Nopember 2002 tentang Pemberian sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Pengusaha Angkutan Penumpang Dalam Trayek Tetap dan Teratur; 14. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.508/431/LLAJ tanggal 28 Januari 2003 perihal Tempat Keluar Darurat; 15. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SE.01/AJ.402/DRJD/2003 tanggal 31 Januari 2003 perihal Surat Edaran kepada Pimpinan Perusahaan Karoseri/Bengkel Kosntruksi di Seluruh Indonesia; 16. Surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.004/4/6/ DRJD/2003 tanggal 15 Juni 2003 perihal Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Perusahaan Karoseri Kendaraan Bermotor; 17. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.501/1/17/DRJD/2003 tanggal 9 Oktober 2003 perihal Peningkatan Kewaspadaan dan Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan. M E M U T U S K A N Menetapkan : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang Petunjuk Teknis Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang.

3 BAB I PENGERTIAN TANGGAP DARURAT KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR ANGKUTAN PENUMPANG Pasal 1 Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang adalah suatu sikap atau tindakan tertentu awak kendaraan dan/atau penumpang yang harus dilakukan dengan cepat dalam menangani peristiwa kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Maksud dari tanggap darurat kecelakaan angkutan penumpang adalah : Agar penyelenggara angkutan penumpang baik instansi pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan/LLAJ (Penguji Kendaraan dan Petugas Terminal Bus) maupun perusahaan karoseri, perusahaan angkutan penumpang dan awak kendaraan mempunyai acuan dalam memeriksa dan mempersiapkan ketersediaan fasilitas tanggap darurat dalam kendaraan bermotor angkutan penumpang, sehingga awak kendaraan dan penumpang terlindungi secara maksimal dan mengetahui tata cara penanganan kondisi darurat bila terlibat dalam kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor angkutan penumpang. (2) Sedangkan tujuan dari tanggap darurat kecelakaan angkutan penumpang adalah : Untuk memastikan bahwa sarana kendaraan bermotor angkutan penumpang memiliki persyaratan minimum keselamatan senantiasa dalam keadaan berfungsi dan dipahami tata cara pengoperasiannya oleh setiap orang yang berada dalam kendaraan bermotor angkutan penumpang, dan dapat dioperasikan pada saat terjadi kecelakaan sehingga tingkat fatalitas dan jumlah korban saat terjadi kecelakaan dapat diminimalkan. BAB III PEDOMAN TANGGAP DARURAT KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR ANGKUTAN PENUMPANG Pasal 3 Pedoman tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang berupa : (1) Fasilitas tanggap darurat standard angkutan penumpang; (2) Sosialisasi Ketentuan dan Pelaksanaan Tanggap darurat Kecelakaan; (3) Penanganan saat terjadinya kecelakaan angkutan penumpang; (4) Pengawasan yang harus dilakukan; (5) Sanksi.

4 Bagian Pertama Fasilitas Tanggap Darurat Standard Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang Pasal 4 (1) Fasilitas tanggap darurat standard kendaraan bermotor angkutan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib disediakan oleh perusahaan karoseri kendaraan bermotor; (2) Fasilitas tangap darurat standard yang disediakan oleh perusahaan karoseri kendaraan bermotor pada setiap kendaraan bermotor angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengacu kepada rancang bangun yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat; Pasal 5 (1) Fasilitas tanggap darurat standard kendaraan bermotor angkutan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, berupa tempat keluar darurat yang terdiri dari jendela darurat dan pintu darurat; (2) Disamping kelengkapan fasilitas tanggap darurat standard kendaraan bermotor angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan karoseri diwajibkan pula melengkapi kendaraan bermotor angkutan penumpang berupa : a. Alat Pemukul/Pemecah kaca (martil); b. Alat pemadam kebakaran; c. Alat kendali darurat pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurang-kurangnya dua buah pada setiap kanan-kiri sisi dalam kendraaan bermotor sehingga mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan maupun penumpang yang bekerja secara otomatis. (3) Disamping kelengkapan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), perusahaan karoseri wajib melengkapi dengan informasi tertulis berupa tata cara pengoperasian fasilitas tanggap darurat kendaraan bermotor angkutan penumpang; (4) Informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa informasi yang jelas dan mudah terbaca dalam bentuk tulisan baik secara permanen (pada dinding bagian dalam kendaraan) ataupun dalam bentuk buku panduan; (5) Bentuk informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Contoh 1, Contoh 2 dan Contoh 3 Lampiran Keputusan ini. Pasal 6 Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standard kendaraan bermotor angkutan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis : 1. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya : a. Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan-kiri, jika muatannya tidak lebih dari 26 penumpang; b. dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan-kiri, jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang;

5 c. tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80 penumpang; d. empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80 penumpang; 2. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang, diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kiri-kanan; 3. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding belakang terdapat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 milimeter; 4. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan : a. memiliki ukuran minimum 600 milimeter x 430 milimeter dan apabila memiliki ukuran sekurang-kurangnya 1.200 milimeter x 430 milimeter disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat; b. mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas; c. sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing; d. tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung. 5. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan, harus memenuhi persyaratan : a. memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 milimeter; b. mudah dibuka setiap waktu dari dalam. 6. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata cara membukanya; 7. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya; 8. Kaca mobil bus wajib menggunakan kaca keselamatan (Safety Glass), dengan ketentuan sebagai berikut : a. Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated; b. Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis Tempered. Bagian Kedua Sosialisasi Ketentuan dan Pelaksanaan Tanggap Darurat Kecelakaan Pasal 7 (1) Untuk mengantisipasi dampak kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang dengan fatalitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), perusahaan angkutan penumpang wajib mensosialisasikan ketentuan dan pelaksanaan tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang, dalam bentuk : a. Informasi tertulis yang jelas dan mudah terbaca dalam bentuk selebaran yang diletakkan pada setiap tempat duduk penumpang; b. Informasi lisan yang disampaikan langsung oleh awak bus kepada penumpang sesaat sebelum bus diberangkatkan; c. Informasi sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b, memuat : 1. Letak dari fasilitas tanggap darurat kecelakaan;

6 2. Fungsi dari fasilitas tanggap darurat kecelakaan; 3. Cara penggunaan fasilitas tanggap darurat kecelakaan. Pasal 8 Untuk mengantisipasi dampak kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang dengan fatalitas tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), petugas terminal angkutan penumpang harus mensosialisasikan tata cara penggunaan fasilitas tanggap darurat kecelakaan angkutan penumpang kepada awak kendaraan dan penumpang sebelum kendaraan diberangkatkan. Pasal 9 (1) Untuk melakukan sosialisasi tata cara penggunaan fasilitas tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, perlu pula dilakukan pelatihan tanggap darurat secara berkala terhadap perusahaan angkutan penumpang dan awak kendaraan yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh instansi Perhubungan/LLAJ, Perusahaan Karoseri atau Perusahaan Angkutan Penumpang. (2) Hasil pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memenuhi target penguasaan tata cara penggunaan fasilitas tanggap darurat dan tindakan penyelamatan kecelakaan sampai dengan evakuasi korban terhadap awak kendaraan dan penumpang dengan sasaran dapat menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya keberadaan fasilitas tanggap darurat kecelakaan dan dapat terbiasa menggunakannya. Bagian Ketiga Penanganan Saat Terjadinya Kecelakaan Kendaraan Bemotor Angkutan Penumpang. Pasal 10 Pengemudi kendaraan kendaraan bermotor angkutan penumpang harus memiliki etika profesi dalam dirinya untuk melakukan penyelamatan penumpang apabila terjadi peristiwa kecelakaan. Pasal 11 (1) Pengemudi kendaraan bermotor angkutan penumpang dan pengemudi kendaraan bermotor lainnya yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas, wajib : a. Menghentikan kendaraannya; b. Menolong orang yang menjadi korban kecelakaan; c. Melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Repulik Indonesia terdekat. (2) Apabila pengemudi kendaraan bermotor angkutan penumpang dan pengemudi kendaraan bermotor lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada

7 ayat (1) huruf a dan b, kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan diri kepada pejabat polisi Negara Republik Indonesia terdekat. Pasal 12 Untuk meminimalkan tingkat fatalitas maupun jumlah korban kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang diperlukan langkah-langkah penanganan saat terjadinya kecelakaan lalu lintas oleh : a. Awak kendaraan; b. Penumpang; c. Petugas. Pasal 13 Langkah-langkah penanganan yang dilakukan oleh awak kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, adalah : a. Apabila kondisi memungkinkan, pengemudi segera menepikan kendaraan bermotornya dan langsung membuka pintu masuk/keluar penumpang yang menggunakan sistem otomatis melalui pusat kendali pembuka pintu utama atau melalui alat kendali darurat pembuka pintu utama yang berada pada sisi dalam kanan-kiri dinding kendaraan bermotor; b. Mematikan mesin; c. Memfungsikan fasilitas tanggap darurat yang berada dalam kendaraan seperti martil pemecah kaca, membuka tempat keluar darurat (jendela dan pintu), dan alat pemadam kebakaran apabila ada percikan api; d. Menyelamatkan penumpang untuk keluar dari kendaraan; e. Mencari bantuan kepada masyarakat sekitar lokasi atau melaporkan kepada instansi yang berwenang untuk menangani kecelakaan. Pasal 14 Langkah-langkah penanganan yang dilakukan oleh penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, adalah : a. Membantu awak kendaraan untuk memfungsikan fasilitas tanggap darurat yang berada dalam kendaraan bermotor seperti martil pemecah kaca, alat kendali darurat pembuka pintu utama yang berada pada sisi dalam kanan-kiri dinding kendaraan bermotor, membuka tempat keluar darurat (jendela dan pintu), dan alat pemadam kebakaran apabila ada percikan api; b. Menyelamatkan penumpang lain yang memerlukan bantuan (terluka, wanita dan anakanak); c. Mencari bantuan kepada masyarakat sekitar lokasi atau melaporkan kepada instansi yang berwenang untuk menangani kecelakaan. Pasal 15 Setelah memperoleh laporan baik dari awak kendaraan maupun masyarakat langkahlangkah penanganan yang dilakukan oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, adalah : a. Menjamin keselamatan jalan dan mengkoordinasikan pembukaan arus lalu lintas tetapi tidak memindahkan kendaraan-kendaraan yang terlibat kecelakaan sampai petugas

8 penyelidik kecelakaan mempunyai kesempatan untuk mencapai lokasi dan membuat evaluasi pendahuluan; b. Membuat perincian kecelakaan dari pengamatan dan wawancara; c. Apabila diperlukan mememinta bantuan ambulan, dan pemadam kebakaran untuk percepatan penanganan; d. Memberikan pertolongan pertama sampai dengan evakuasi korban; e. Memasang rambu-rambu peringatan untuk memberitahukan bahwa lalu lintas terganggu karena ada kecelakaan; f. Mengumpulkan saksi-saksi untuk dimintai keterangan berkaitan dengan peristiwa kecelakaan. g. Mengumpulkan bukti-bukti; h. Membersihkan lokasi kecelakaan dan membuka arus lalu lintas; i. Menyusun laporan. BAB IV PENGAWASAN TERHADAP FASILITAS TANGGAP DARURAT KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR ANGKUTAN PENUMPANG Pasal 16 Dalam rangka menekan tingkat fatalitas kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang, wajib dilakukan pengawasan terhadap fasilitas tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang oleh : 1. Kepala Dinas Perhubungan/LLAJ Propinsi, untuk melakukan pemeriksaan secara intensive tehadap fasilitas tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang, sebelum diterbitkan surat keterangan hasil pemeriksaan mutu; 2. Kepala Dinas Perhubungan/LLAJ Kabupaten/Kota, untuk melakukan pemeriksaan terhadap keberadaan fasilitas tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang, sebelum diterbitkan tanda bukti lulus uji berkala berupa Buku Uji; 3. Masyarakat khususnya pengguna jasa angkutan penumpang, mengingatkan awak kendaraan angkutan penumpang dalam hal : a. Tidak dilengkapi dengan fasilitas tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang; b. Fasilitas tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang tidak berfungsi sebagaimana mestinya; c. Fasilitas tanggap darurat kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang dalam kondisi tidak terawat. BAB V S A N K S I Pasal 17 (1) Dalam rangka menekan tingkat fatalitas kecelakaan kendaraan bermotor angkutan penumpang, terhadap pelaku yang secara nyata melakukan pelanggaran sehingga mengakibatkan kecelakaan akan diberikan sanksi pidana dan/atau perdata dan/atau PTUN dan/atau Administrasi;

9 (2) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas, bagi pengemudi yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak menghentikan kendaraannya, tidak menolong orang yang menjadi korban kecelakaan, dan tidak melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang- Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; (3) Sanksi pidana dan/atau perdata dan/atau PTUN dan/atau Administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas, bagi penguji kendaraan bermotor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (4) Sanksi pidana dan/atau perdata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas, bagi pemilik kendaraan bermotor dan/atau penanggungjawab perusahaan angkutan penumpang yang melakukan perubahan pada jenis dan tipe kendaraan serta tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya, akan dilakukan perbaikan seperlunya. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 15 Oktober 2003 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Ttd Ir. ISKANDAR ABUBAKAR M.Sc NIP. 120 092 889 Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Perhubungan; 2. Menteri Perindustrian dan Perdagangan; 3. Kepala Kepolisian Republik Indonesia; 4. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan; 5. Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan; 6. Para Gubernur Propinsi; 7. Direktur Lalu Lintas Mabes Polri; 8. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat; 9. Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat; 10. Para Bupati/Walikota; 11. Para Kepala Dinas Perhubungan/LLAJ Propinsi; 12. Para Kepala Dinas Perhubungan/LLAJ Kabupaten/Kota; 13. Ketua Umum DPP ASKARINDO; 14. Ketua Umum DPP Organda; 15. Ketua Umum DPP IPKBI.

Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 T anggal : 15 Oktober 2003 Contoh. 1.1 ALAT PEMECAH KACA PECAHKAN KACA DALAM KONDI SI DARURAT + 100 mm + 150 mm + 30 mm + 170 mm + 30 mm DEMI KEPENTINGAN BERSAMA MOHON ALAT INI TETAP PADA T EMPAT NYA DAN GUNAKAN HANYA PADA SAAT DARURAT + 200 mm Keterangan : 1. Martil berwarna merah dan terbuat dari besi atau sejenisnya 2. T ulisan berwarna merah dengan dasar putih

Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 T anggal : 15 Oktober 2003 Contoh 1. 2 PEMBUKA PI NT U UT AMA Penampang Kran Kran Pembuka DALAM KEADAAN DARURAT PECAHKAN KACA DAN GUNAKAN ALAT KENDALI DARURAT PEMBUKA PI NT U UT AMA + 100 mm Alat Kendali Darurat Dalam Keadaan Puntu Tertutup Arah buka Lubang Udara Keluar/masuk Selang Penghubung ke tombol hidrolis Lubang Udara Keluar/masuk Udara Klep Batang kendali buka/tutup pintu utama

Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 T anggal : 15 Oktober 2003 Contoh. 3 T ULI SAN PADA T EMPAT KELUAR/MASUK DARURAT PADA PI NT U DARURAT GUNAKAN PI NT U I NI DALAM KEADAAN DARURAT + 100 mm PADA KACA DALAM KEADAAN DARURAT PECAHKAN KACA I NI!! KACA

Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 T anggal : 15 Oktober 2003 Contoh 1. 3 ALAT PEMADAM KEBAKARAN

Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 T anggal : 15 Oktober 2003 Contoh. 2 PET UNJUK PRAKT I S T ANGGAP DARURAT Perhatikan dan pelajari tata cara penggunaan fasilitas tanggap darurat pada bus yang anda tumpangi, dalam keadaan darurat : Jangan panik, usahakan tetap tenang. 2. Apabila t er jadi kebakaran, berusahalah merunduk dan keluar dari dalam kendaraan karena as ap akan membumbung ke atas bila tersedia gunakan Pintu Darurat. 3. T ekan tombol darurat, apabila kendaraan menggunakan Pintu Hidrolis. 4. Pecahkan kaca kendar aan, dengan alat pemecah kaca yang tersedia atau alat lain yang memungkinkan. 5. Gunakan alat pemadam kebakaran api. 6. Pintu daurat harus selalu dalam keadaan tidak terkunci. 7. B ant ulah, orang yang memerlukan pertolongan.