BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA. Oleh :

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTURE PERINEUM PADA IBU BERSALIN SPONTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot. dasar panggul (Mongan, 2007, hlm 178).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organizatin (WHO) dinegara berkembang, kematian maternal berkisar antara per kelahiran hidup,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan. BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan.

BAB I PENDAHULUAN. hari) dan ada yang mengalami kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki,

Cirebon, Jawa Barat, Indonesia, ABSTRAK

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL

PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan Negara Negara


FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI PUSKESMAS PURI KABUPATEN MOJOKERTO

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : RATNA NURAINI

JURNAL SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan Universitas UBudiyah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. I dan II jarang terjadi perdarahan postpartum. morbiditas lainnya meliputi macam-macam infeksi dan penyakit yang

Analisis Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal Di Rsud Dr. Sam Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan suatu teori kontrol. Tetapi yang jika dihubungkan dengan perantara

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DAN PARITAS DENGAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN SPONTAN DI RSIA BUNDA ARIF PURWOKERTO TAHUN 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PARTUS LAMA DI RUANG KEBIDANAN RSUD IBNU SUTOWO BATURAJA TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. hamil saat proses melahirkan adalah episiotomi. Episiotomi yaitu tindakan bedah

PENGARUH DERAJAT LASERASI PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU POST PARTUM

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

HUBUNGAN ANTARA IBU HAMIL PRE EKLAMSI DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 99 persen kasus kematian ibu terjadi di negara berkembang. Hal ini terungkap

GAMBARAN RESPONDEN DENGAN ROBEKAN PERINEUM DI RB PANJAWI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. lahir. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap menunggu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Angka kematian maternal di negara negara maju berkisar antara 5-10

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN PARTUS PREMATUR DI RUANG (VK) BERSALIN BAPELKES RSD SWADANA JOMBANG. Sri Sudarsih*) ABSTRAK

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV )

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam pelayanan kesehatan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran

KARAKTERISTIKIBU BERSALIN DENGAN EPISIOTOMI DIRUMAH BERSALIN MARGA WALUYA SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI DESEMBER

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DENGAN KEMAJUAN PERSALINAN KALA 1 FASE AKTIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KAB. JOMBANG TAHUN 2013

HUBUNGAN ANTARA PARITAS DAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA PERIODE Lestrina *, Eny **

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan

DAFTAR PUSTAKA. APN, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini.Jakarta: JNPK-KR.

BAB V PEMBAHASAN. terbanyak mempunyai kelompok umur tahun yaitu sebanyak 37

BAB I PENDAHULUAN. riwayatkan dalam hadist. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam

Primigravida. Relationship With Birth Weight Normal On Labor Perineal Rupture Primigravida

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PRIMIPARA DI BPS BENIS JAYANTO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN kelahiran dibandingkan 16 per kelahiran di negara maju. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah tinggnya Angka Kematian Ibu.

HUBUNGAN GRAVIDITAS DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RSUD

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Puskesmas Limba B Kota Selatan Tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Section Caesarea

1. Pendahuluan. STIKES Widyagama Husada Malang

HUBUNGAN UMUR, PARITAS, DAN BERAT BAYI LAHIR DENGAN KEJADIAN LASERASI PERINEUM DI BIDAN PRAKTEK SWASTA Hj. SRI WAHYUNI, S.SiT SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN POSISI MENERAN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI RB KARTINI PUTRA MEDIKA KLATEN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMPLIKASI PASSENGER PADA IBU BERSALIN DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK. Yayuk Norazizah, Ristitiati, Ummu Latifah

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA POST PARTUM DI RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

HUBUNGAN ANTARA PERAWATAN LUKA PERINEUM DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU POST PARTUM. Nur Hasana* dan Irma Damayanti** ABSTRAK

PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA

METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

CUT ROSMAWAR¹ ¹Tenaga Pengajar Pada STIKes U Budiyah Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh seluruh wanita

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 2012

SISTEM RUJUKAN BIDAN DENGAN KASUS PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RSU DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Nunung Nurjanah Akademi Kebidanan Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat, Indonesia, ABSTRAK

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN LAMANYA PELEPASAN PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RUMAH BERSALIN AL-AMIN DONOYUDAN KALIJAMBE SRAGEN

Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD ROKAN HULU TAHUN 2010

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DENGAN DERAJAT LASERASI JALAN LAHIR PADA IBU PRIMIPARA DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

HUBUNGAN ANTARA PENDAMPINGAN PERSALINAN OLEH KELUARGA DENGAN LAMANYA PERSALINAN KALA II DI BPS HJ. YUSFA F. ZUHDI GEMPOL PADING PUCUK

HUBUNGAN PERSALINAN LAMA DENGAN KEJADIAN ATONIA UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2009

KARAKTERISTIK RESPONDEN YANG MENGALAMI ATONIA UTERI DI RSUD SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit sebelah depan perineum (Sarwono, 2007, hal. 171).

ISSN No Media Bina Ilmiah 29

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang kelima. Indonesia berada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar bealakang. Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat

Hubungan antara Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Retensio Plasenta Eufrasia Zau, Endang BS Akbid Griya Husada Surabaya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA DI RSIA NORFA HUSADA BANGKINANG TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

PIMPINAN PERSALINAN BY: ADE. R. SST

BAB I PENDAHULUAN. persalinan dan nifas (Riswandi, 2005). Angka Kematian ibu (AKI) di Indonesia

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir

AMNIOTOMI. Diadjeng Setya W

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana agar penduduk Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat dengan

Jurnal Siklus Volume 6 No 1 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010). waktu (yaitu 12 hari atau lebih melewati tanggal taksiran partus) dan ketuban

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 6, No. 3 Oktober 2010

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PIJAT PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa

BAB II TINJAUAN TEORI

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY C P 2002 DENGAN POST HPP KARENA RETENSIO PLASENTA DI RSUD dr.soegiri LAMONGAN TAHUN 2015

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY. N P2002 HARI KE-3 DENGAN BENDUNGAN ASI DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN Husnul Muthoharoh* RINGKASAN

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN RETENSIO URINE PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

HUBUNGAN SENAM NIFAS DENGAN PROSES INVOLUSIO UTERI DI DESA CANDIREJO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM SPONTAN DI BPM NY. NATALIA KECAMATAN GENUK KOTA SEMARANG

HUBUNGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA DENGAN VBAC (VAGINAL BIRTH AFTER CAESAREA) DI RSUD ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2012.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu

HUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Nifas

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM PADA IBU BERSALIN DI RSUD PRINGSEWU TAHUN 2016

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan di Indonesia dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya AKI di Indonesia termasuk tinggi, Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) AKI di Indonesia adalah 214/100.000 kelahiran hidup. Di negara maju hanya 27/100.000 kelahiran hidup sementara itu di negara berkembang AKI kira-kira mencapi 18 kali lebih tinggi sekitar 480/100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebabnya karena pertolongan persalinan di negara berkembang, khususnya di Indonesia ditolong oleh tenaga dukun. Penyebab utama kematian ibu di negara berkembang adalah faktor obstetri langsung, yaitu perdarahan post partum, infeksi dan eklamsi (Rahmaningtyas, Wijayanti, & Kokoeh, 2010). Kematian ibu bersalin dan ibu hamil sekarang sudah mencapai 25-50% hal ini merupakan masalah besar pada negara berkembang, kematian ini terjadi pada wanita usia subur. Kematian pada wanita bersalin merupakan penyebab kematian terbesar 1

2 kematian pada usia puncak produktifitasnya. Word Health Organization (WHO) memperkirakan ada 500.000 kematian ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahun 99 persen tejadi di negara berkembang, dan salah satu negara berkembang adalah Indonesia. Perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian ibu, kematian ibu ini disebabkan oleh perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri). Salah satu penyebab perdarahan adalah robekan jalan lahir (ruptur perineum), robekan ini dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan karena serviks atau vagina.ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Ruptur perineum disebabkan paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi (Nasution, 2007). Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup paritas, jarak kelahiran, dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi (Manuaba, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Hutomo (2009) yang berjudul Hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur perineum spontan di RSUD Kota Surakarta hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur perineum spontan di RSUD Kota Surakarta.

3 Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) yang berjudul hubungan berat badan lahir dengan derajat perineum ruptur pada persalinan normal Di RSIA x tahun 2011 menyimpulkan bahwa mayoritas ibu bersalin mengalami ruptur derajat I dengan berat badan lahir bayi cukup (antara 2500-4000 gram) sebanyak 40 orang (48,8 %), sedangkan paling sedikit ibu bersalin mengalami laserasi derajat IV dengan berat badan lahir bayi lebih (lebih dari 4000 gram) sebanyak 1 orang (1,2 %). Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah tahun 2013 merupakan salah puskesmas yang menerima persalinan dengan jumlah kunjungan rata-rata 120 ibu bersalin per tahunnya. Dari jumlah tersebut terdapat 56 ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum atau sekitar 46,7%. Hal yang mendasari penelitian dilakukan di Puskesmas Poned Darul Imarah karena masih banyak ibu bersalin yang menjalani ruptur perineum. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Normal di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah Tahun 2013 B. Rumusan Masalah Masih tingginya persentase kejadian di Puskesmas Poned Darul Imarah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya ruptur perinepum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah?

4 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh paritas terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah. b. Untuk mengetahui pengaruh jarak kelahiran terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah c. Untuk mengetahui pengaruh berat badan bayi terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah d. Untuk mengetahui pengaruh riwayat persalinan terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah

5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat di bangku kuliah serta sebagai tambahan tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum. 2. Bagi Petugas Kesehatan Sebagai masukan sumbangan tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum. 3. Bagi Ibu bersalin Dapat menjadi bahan masukan tentang pencegahan ruptur perineum dan mengenali tanda-tanda ruptur perineum.

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruptur Perineum 1. Pengertian Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Mochtar, 2005). Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus diperhatikan yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena. 2. Klasifikasi Ruptur perineum Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut: 6

7 a. Derajat satu : Robekan ini hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum. b. Derajat dua : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan otot perineum. c. Derajat tiga : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum, otot-otot perineum dan sfingterani eksterna. d. Derajat empat : Robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani yang meluas sampai ke mukosa rectum (Soepardiman, 2006). 3. Tanda-tanda dan gejala robekan jalan lahir Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal. Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan menggigil (Mochtar, 2005). 4. Penyebab Robekan Jalan Lahir Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah partus presipitatus seperti kepala janin besar, oresentasi defleksi (dahi, muka), primipara, letak sungsang, pimpinan persalinan yang salah, pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan embriotomi (Mochtar, 2005). Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi.

8 Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan di tengah masyarakat melalui bidan polindes, sehingga peranan dukun makin berkurang. Bidan dengan pengetahuan medisnya dapat mengetahui hamil dengan risiko tinggi dan mengarahkan pertolongan pada kehamilan dengan risiko rendah yang mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Dengan demikian komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan semakin berkurang (Wiknjosastro, 2006). 5. Risiko Robekan Jalan Lahir Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan yang dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun,anemia dan berat badan turun. Keluarnya bayi melalui jalan lahir umumnya menyebabkan robekan pada vagina dan perineum.meski tidak tertutup kemungkinan robekan itu memang sengaja dilakukan untuk memperlebar jalan lahir. Petugas kesehatan atau dokter akan segera menjahit robekan tersebut dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan sekaligus penyembuhan. Penjahitan juga bertujuan merapikan kembali vagina ibu menyerupai bentuk semula (Sutikno, 2006).

9 6. Tindakan Yang Dilakukan Menurut Mochtar (2005), tindakan yang dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah sebagai berikut : a. Memasang kateter ke dalam kandung kencing untuk mencegah trauma terhadap uretra saat penjahitan robekan jalan lahir. b. Memperbaiki robekan jalan lahir. c. Jika perdarahan tidak berhenti, tekan luka dengan kasa secara kuat kira-kira selama beberapa menit. Jika perdarahan masih berlangsung, tambahkan satu atau lebih jahitan untuk menghentikan perdarahan. d. Jika perdarahan sudah berhenti, dan ibu merasa nyaman dapat diberikan makanan dan minuman pada ibu. 7. Penanganan Robekan Jalan Lahir Menurut Mochtar (2005), penanganan robekan jalan lahir adalah : a. Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang bersih pada beberapa keadaan dilakukan episotomi. b. Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan menyebabkan luka lama sembuh. c. Dengan memberikan antibiotik yang cukup. Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan

10 dilakukan dengan cara jelujur menggunakan benang catgut kromik. Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anestesi jika masih terasa sakit. Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka. Jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Ikat benang dengan membuat simpul dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan 1,5 cm.melakukan pemeriksaan ulang pada vagina dan jari paling kecil ke dalam anus untuk mengetahui terabanya jahitan pada rectum karena bisa menyebabkan fistula dan bahkan infeksi (Depkes, 2009). Ruptur perineum derajat empat atau robekan yang lengkap memerlukan langkah-langkah yang teliti. Apeks robekan dalam mukosa, rectum harus di perhatikan dan tepi mukosa rectum dibalikkan ke dalam lumen usus dengan jahitan berulang. Jahitan ini diperkuat lagi dengan jahitan terputus sekeliling fasia endopelvis. Ujung robekan sfingterani cenderung mengalami retraksi ke lateral dan posterior. Setelah di identifikasi dan dijepit dengan forcep, ujung robekan didekatkan dengan dua atau tiga jahitan (Ben, 2008). 8. Pengobatan Robekan Jalan Lahir Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya plasenta.

11 Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna untuk mengurangi rasa ketidak nyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Mencegah kontaminasi dengan rectum b. Menangani dengan lembut jaringan luka c. Membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin, 2006). 9. Komplikasi Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segeradiatasi, yaitu : a. Perdarahan. Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes, 2008). b. Fistula. Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing atau rectum yang

12 lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia (Depkes, 2008). c. Hematoma. Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah. Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan varikositas vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah ruptur perineum ( Martius, 2007). d. Infeksi. Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 38 o C. Robekan jalan lahir selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (ruptur uteri). Penanganan yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat

13 satu sampai dengan derajat empat. Ruptur perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya ruptur perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, di isolasi, dan di lakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi (Liwellyin, 2008). Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini adalah penyebab terjadinya ruptur perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda dan gejala yang terlihat serta upaya lanjutan yang berkaitan dengan penanganannya. B. Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan. Persalinan dimulai (inpartu) pada saat uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Saifuddin, 2006). Menurut Auvenshine dan Enriquez(2010) adapun faktor-faktor persalinan adalah : a. Jalan lahir (passage) b. Janin ( passenger) c. Tenaga atau kekuatan (power) d. Psikis wanita e. Penolong persalinan.

14 Tahap pertama persalinan adalah ketika serviks terbuka penuh untuk membiarkan kepala bayi lewat, sebelum terbuka serviks tebal, agak keras menjadi tipis dan lembut dengan perlahan ditarik oleh kontraksi otot-otot uterus. Jika kemajuan persalinan berjalan lambat perubahan posisi dan pergerakan seringkali membantu mempercepat proses persalinan dan mengurangi rasa nyeri. Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus danpembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala tiga dan kala empat persalinan disebut juga kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga dan kala empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) serta kala dua (kala pengeluaran bayi). Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor-faktor terkait dengan persalinan mencakup mulai dari jalan lahir, janin, tenaga dan kekuatan, psikis wanita dan penolong persalinan. C. Faktor-faktor terjadinya Ruptur Perineum Mochtar (2005) menyebutkan bahwa terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup paritas, jarak kelahiran dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi. 1. Paritas. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu baik hidup maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari

15 satu. Hal ini dikarenakan karena jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang (Wiknjosastro, 2006). Penelitian terdahulu yang berjudul Hubungan antara Paritas Dengan Kejadian Ruptur Perineum Spontan Pada Ibu Bersalin Di Bps Ny "S" Desa Cangkir Kecamatan Driyorejo tahun 2011. Dengan hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden merupakan multipara, dan sebagian besar tidak mengalami ruptur perineum (56,5%). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian ruptur perineum spontan pada ibu bersalin (Nuryati, 2011) 2. Jarak kelahiran. Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi (Depkes, 2007). Penelitian terdahulu yang berjudul tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin di RSU Dr. Pirngadi Medan Periode Januari Desember 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan jarak kelahiran dengan derajat ruptur perineum.

16 3. Berat badan bayi. Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran beran badan janin (Chalik, 2009). Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor ibu dalam hal paritas memiliki kaitan dengan terjadinya ruptur perineum. Ibu dengan paritas satu atau ibu primipara mengalami resiko yang lebih tinggi. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun juga termasuk dalam kategori risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi dalam persalinan. Dalam kaitannya dengan terjadinya ruptur perineum, maka berat badan bayi yang berisiko adalah berat badan bayi diatas 3500 gram. Penelitian terdahulu yang berjudul tentang Hubungan antara berat badan lahir dengan ruptur perineum pada persalinan spontan di RSIA Bunda Arif Purwokerto tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ibu bersalin paling banyak melahirkan bayi dengan berat badan lahir cukup (BBLC), paritas ibu bersalin paling banyak adalah ibu bersalin multipara, angka kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak mengalami ruptur perineum. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan yang significant antara berat badan lahir dengan ruptur perineum. (Destiaty, 2010).

17 4. Riwayat Persalinan. Riwayat persalinan mencakup episiotomi, ekstraksi cunam dan ekstraksi vakum. Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya ruptur perineum. a. Episiotomi. Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rekto vaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tujuan episiotomi adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (Handaya, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2007) tentang faktor-faktor penyebab terjadinya ruptur perineum pada ibu di Puskesmas Ngemplak menunjukkan bahwa ada kaitan yang erat (r=0,897) antara ruptur perineum dengan episiotomi. b. Indikasi. Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin. 1. Indikasi janin a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.

18 b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan janin besar. 2. Indikasi ibu Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perineum, misalnya pada primipara, persalinan sungsang,persalinan dengan ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan anak besar. Meskipun episiotomi rutin sering dilakukan di masa lalu (karena para penolong persalinan percaya bahwa dengan melakukan episiotomi akan mencegah penyulit dan infeksi, serta lukanya akan sembuh dengan baik dari pada robekan spontan, tetapi belum ada bukti yang mendukung hal tersebut episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan : a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma. b. Sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau empat yang terjadi tanpa episiotomi. c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan. d. Meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR, 2002). c. Jenis Episiotomi Berdasarkan lokasi sayatan episiotomi terdiri dari : 1. Episiotomi medialis. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingterani. 2. Episiotomi mediolateralis. Sayatan ini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju arah belakang dan samping.arah sayatan dapat

19 dilakukan kearah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. 3. Episiotomi lateralis. Sayatan ini dilakukan kearah lateral mulai dari angka 3 atau 9 sesuai denganarah jarum jam. 4. Ekstraksi Vakum. Ektraksi vakum merupakan suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin di lahirkan dengan ektsraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum yang dipasang dikepalanya (Soepardiman, 2005). Pada ekstraksi vakum, keadaan fisiologis yang diharapkan adalah terbentuknya caput suksadenum pada kepala janin sebagai kompensasi akibat penghisapan atau tekanan negatif. Alat ekstraktor vakum terdiri dari beberapa bagian : a. Pompa atau mesin penghisap dengan tekanan negatif b. Botol atau tabung udara dilengkapi dengan manometer untuk membuat dan mengatur tekanan negatif. c. Pipa atau selang penghubung antara mesin/botol dengan mangkuk ekstraktor vakum. d. Rantai atau gagang penarik terpasang pada mangkuk ekstraktor vakum. e. Mangkuk ekstraktor vakum yang terpasang pada kepala bayi (Soepardiman, 2005). Dari uraian tersebut terlihat bahwa riwayat persalinan memiliki kaitan dengan terjadinya ruptur perineum. Episiotomi merupakan tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput darah, jaringan

20 selaput darah jaringan pada septum rsekto vaginal, otot-otot dan fasial perineum dan kulit sebelah dalam perineum. Namun demikian, tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang terjadi lebih hebat. Ekstraksi vakum merupakan suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vakum yang dipasang dikepalanya. D. Kerangka Konsep Penelitian Mochtar (2005) menyebutkan bahwa terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri seperti paritas, jarak kelahiran dan berat badan lahir, riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi. Pedapat serupa juga disebutkan oleh Wiknjosastro (2006) yng menyebutkan bahwa ruptur perineum paling dominan disebabkan karena faktor ibu meliputi paritas, jarak kelahiran, riwayat persalinan dan berat badan lahir. Paritas Jarak kelahiran Berat badan bayi Ruptur Perineum Riwayat persalinan Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

21 E. Hipotesa 1. Ada pengaruh paritas terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah. 2. Ada pengaruh jarak kelahiran terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah. 3. Ada pengaruh berat badan bayi terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Emergensi Neonatal Dasar (Poned) Darul Imarah. 4. Ada pengaruh riwayat persalinan terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin normal di puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) Darul Imarah.

22 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian bersifat analitik. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum di Puskesmas Poned Darul Imarah dari bulan Januari 2012 sampai bulan Januari 2013 berjumlah 56 orang. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total populasi dimana seluruh populasi dijadikan sampel yaitu 56 orang. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Puskesmas Poned Darul Imarah 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai dari waktu pengajuan judul sampai dengan penulisan laporan akhir, dilaksanakan pada tanggal 01 sampai dengan 05 Juli 2013 22

23 D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder E. Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional 1 Kejadian ruptur perineum Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin 1 Paritas Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu 2 Jarak kelahiran Rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya Cara ukur Hasil ukur Skala ukur Variabel Dependen Observasi pada buku rekam medic, dengan kategori : - Ringan, bila ibu Ruptur Perineum derajat I - Berat, bila ibu Ruptur Perineum derajat II & III Variabel Independen Observasi pada kartu rekam medic, dengan kategori - Primipara jika wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya - Multipara jika wanita yang telah melahirkan 2 bayi atau lebih Observasi menggunakan form ceklist dengan kategori - Risiko jika jarak kelahiran kurang dari dua tahun - Tidak risiko, jika jarak kelahiran 2-3 tahun - Ringan - Berat - Primipara - Multipara - Grande multipara - Risiko - Tidak risiko Ordinal Ordinal Ordinal

24 3 Berat badan bayi Bobot massa tubuh bayi ketika dilahirkan Observasi menggunakan form ceklist dengan kategori - Berisiko jika < 2500 gr dan jika > 3500 gr - Tidak beresiko jika 2500 3500 gr - Berisiko - Tidak berisiko Ordinal 4 Riwayat persalinan Persalinan yang pernah dialami oleh ibu Observasi menggunakan form ceklist, dengan kategori : - Spontan, jika melahirkan dengan persalinan normal tanpa tindakan apapun - Tindakan, jika melahirkan dengan tindakan lain seperti ekstraksi vakum dan episiotomi - Spontan - Tindakan Nominal F. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari dua bagian yaitu : 1. Bagian A merupakan data demografi meliputi nama, usia dan alamat. 2. Bagian B merupakan terdiri dari : a. Pertanyaan nomor 1 untuk mengukur variabel ruptur perineum dengan pilihan jawaban derajat satu, derajat dua, derajat tiga dan derajat empat b. Pertanyaan nomor 2 untuk mengukur variabel paritas dengan pilihan jawaban primipara, dan multipara, masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 2

25 c. Pertanyaan nomor 3 untuk mengukur variabel jarak kelahiran dengan pilihan jawaban < 2 tahun, 2-3 tahun dan > 3 tahun masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 3 d. Pertanyaan nomor 4 untuk mengukur variabel berat badan bayi dengan pilihan jawaban < 2500 gr, 2500 3500 gr, > 3500 gr masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 3 e. Pertanyaan nomor 5 untuk mengukur variabel riwayat persalinan dengan pilihan jawaban ekstraksi vakum dan episiotomi masing-masing jawaban diberi skor 1 sampai dengan 2 G. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Proses pengolahan data dapat dilakukan melalui beberapa tahap. Menurut Budiarto (2006) tahap pengolahan data meliputi : a. Editing, adalah memeriksa dan menyesuaikan dengan rencana semula seperti apa yang diinginkan. b. Coding,adalah mengklasifikasikan jawaban menurut jenisnya dengan memberikan kode tertentu. c. Transfering, yaitu memindahkan jawaban responden dalam bentuk sistem d. Tabulating, adalah data yang sudah benar kemudian dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi

26 2. Analisa Data Selanjutnya dilakukan analisa data yang dilakukan meliputi a. Analisa univariat Digunakan dengan metode statistic deskriptif untuk masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi berdasarkan persentase dari masing-masing variabel.untuk menilai persentase kategori, pengelompokkan kata dipakai rumus persentase sebagai berikut (Sudjana,2005) fi P x100% n Keterangan : P = Persentase fi = Jumlah responden menurut kategori n = Jumlah sampel 100% = bilangan tetap b. Analisa Bivariat Untuk mengukur pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dilakukan analisa silang dengan menggunakan tabel silang (cross tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%). Pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS Ver 17 dengan metode statistik Chi-square test. Penilaian dilakukan sebagai berikut : 1. Jika p value 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat.

27 2. Jika p value> 0,05, maka disimpulkan tidak ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat.

28 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA RUPTUR PERINEUM PADA IBU BERSALIN NORMAL DI PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENCY DASAR (PONED) DARUL IMARAH ACEH BESAR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh Oleh: ROSDIANA NIM: 121010210030 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U BUDIYAH PROGRAM DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA ACEH 2013

29 Kuesioner Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Normal di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar Poned Darul Imarah Aceh Besar No. Rekam Medik : Bagian A Nama : Umur : Alamat : Bagian B 1. Ruptur perineum Ringan Berat 2. Paritas 3. Jarak Primipara Multipara Risiko Tidak Risiko 4. Berat badan bayi < 2500 gram 2500-3500gram > 3500 gram 5. Riwayat persalinan Spontan Tindakan

30 DAFTAR PUSTAKA Budiarto, 2006. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta Depkes. 2007. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini. JNPK KR, Jakarta, 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta, 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta Handaya. 2009. Penanganan preeklampsia/eklampsia. Prosiding Seminar Konsep Mutakhir Preeklampsia, Jakarta JNPK-KR, 2002. Buku Pegangan pelatih Asuhan Persalinan Normal. Jakarta Liewellyin, 2008. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates, Jakarta Marthius, 2007. Bedah kebidanan Martius, EGC, Jakarta Mochtar, 2005, Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Edisi III, EGC, Jakarta Machfoedz, 2009. Metode Penelitian, Fitramaya, Yogyakarta Nasution, 2007. Penanganan Kasus Kedarutan Obstetri. Http:www.library.usu.ac.id. Tanggal 12 Oktober 2007. Riskesdas, 2010. Riset Kesehatan Dasar. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Rukiyah, A.Y, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan II (Persalinan). CV. Trans Info Media, Jakarta Rahmawati, 2011. Perawatan Masa Nifas. Fitramaya, Yogyakarta Soepardiman. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Obstetri. Http://www.geocities.com. Tanggal 10 Oktober 2011. Sutikno, 2006. Aneka Tindakan Usai Melahirkan. Http:www.tabloid. nakita. Tanggal 10 Oktober 2007

31 Saifuddin. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Bina Pustaka, Jakarta Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Alfabeta, Bandung Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito, Bandung Wiknjosastro, H. (2002). Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.