Jakarta, 16 Februari 2015 Menimbang Stimulus APBN-P 2015 Alhamdulillah, akhirnya DPR pada Jumat pecan lalu mengesahkan Penyesuaian APBN tahun 2015. Pada umumnya kami menilai positif sebab realokasi dana subsidi BBM yang sangat besar dan tidak sustainable kini dapat diarahkan menjadi hal yang lebih produktif untuk memacu pembangunan Indonesia. Kami cermati secara DPR secara umum menerima usulan yang diajukan pemerintah. DPR menyepakati penyertaan modal negara (PMP) untuk BUMN Rp 64,8 triliun yang terdiri dari dari Rp 39,920 triliun untuk 35 perusahaan di bawah Kementerian BUMN dan Rp 24,962 triliun untuk lima perusahaan di bawah Kementerian Keuangan. DPR membatalkan suntikan modal Krakatau Steel sebesar Rp 956 miliar dan mengabulkan suntikan untuk PT Djakarta Lloyd Rp 350 miliar. Kami menilai PMP kepada BUMN ini lebih tepat ketimbang penyaluran melalui departemen kementerian. Sebab berbagai proyek infrastruktur vital pada dasarnya sudah jelas tersedia untuk segera dikerjakan oleh BUMN terkait. Kita berharap manfaat percepatan infrastruktur itu dapat memulihkan daya beli masyarakat dan daya saing ekspor Indonesia. Bagi investor, persetujuan PMP ini melandasi pertimbangan untuk tetap bullish pada sektor infrastruktur dan turunannya. Berikut ini rincian perusahaan yang mendapat persetujuan suntikan dana. Di bawah Kementerian BUMN: 1. PT Garam Rp 300 miliar 2. PT Pertani Rp 470 miliar 3. PT Sang Hyang Seri Rp 400 miliar 4. PT Perikanan Nusantara Rp 200 miliar 5. Perum Perikanan Indonesia Rp 300 miliar 6. Perum Bulog Rp 3 triliun 7. PT Perkebunan Nusantara-PTPN III Rp 3,15 triliun 8. PT Perkebunan Nusantara-PTPN VII Rp 17,5 miliar 9. PT Perkebunan Nusantara-PTPN IX Rp 100 miliar 10. PT Perkebunan Nusantara-PTPN X Rp 97,5 miliar 11. PT Perkebunan Nusantara-PTPN XI Rp 65 miliar 12. PT Perkebunan Nusantara-PTPN XII Rp 70 miliar 13. PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Rp 1 triliun 14. PT Angkasa Pura II Rp 2 triliun 15. PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) Rp 1 triliun 16. PT Pelni Rp 500 miliar 17. PT Djakarta Lloyd Rp 350 miliar 18. PT Hutama Karya Rp 3,6 triliun 19. Perum Perumnas Rp 1 triliun 20. PT Waskita Karya Rp 3,5 miliar 21. PT Adhi Karya Rp 1,4 triliun
22. PT Dok dan Perkapalan Surabaya Rp 200 miliar 23. PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Rp 900 miliar 24. PT Industri Kapal Indonesia Rp 200 miliar 25. PT Pelindo IV Rp 2 triliun 26. PT Kereta Api Indonesia (KAI) Rp 2 triliun 27. PT Pengembangan Pariwisata Indonesia Rp 250 miliar 28. PT Dirgantara Indonesia Rp 400 miliar 29. PT Pindad Rp 700 miliar 30. PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Rp 250 miliar 31. PT Aneka Tambang (Antam) Rp 3,5 triliun 32. PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Rp 1 triliun 33. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Rp 5 triliun 34. PT Askrindo Rp 500 miliar 35. Perum Jamkrindo Rp 500 miliar Di bawah Kementerian Keuangan: 36. PT Geo Dipa Energi Rp 607,3 miliar 37. PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Rp 20,35 triliun 38. PT PAL Indonesia Rp 1,5 triliun 39. PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Rp 1 triliun 40. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) Rp 1,5 triliun APBN-P 2015 berdasarkan sejumlah asumsi makroekonomi: Laju pertumbuhan ekonomi 5,7 persen Laju inflasi 5,0 persen Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp12.500 Tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6,2 persen Harga Indonesia Crude oil Price (ICP) $60 per barel Lifting" ribu barel per harti untuk minyak 825 dan gas 1.221 Volume subsidi BBM 17,9 juta kilo liter dan cost recovery sebesar $14 milyar Dalam APBN-P 2015, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja tahun ini sebesar Rp 1.984,1 triliun, dimana belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.319,5 triliun (Lihat Tabel) dan sisanya Rp 664,6 triliun berupa transfer ke daerah dan dana desa. Terlihat alokasi untuk subsidi BBM menurun drastis menjadi $64,7 triliun dari sebelumnya Rp276 triliun. Subsidi BBM termasuk untuk LPG tabung 3 Kg dan LGV. Untuk pertama kali, subsidi nonenergi, seperti untuk pangan dan pupuk, dapat lebih besar ketimbang subsidi BBM.
Selain menetapkan asumsi, APBN-P 2015 memuat sejumlah target pembangunan yang lebih terukur seperti tingkat pengangguran 5,6 persen, angka kemiskinan 10,3 persen, gini ratio 0,40 dan Indeks Pembangunan Manusia sebesar 69,4. Asumsi pertumbuhan ekonomi 5,7% memang lebih tinggi dibanding 5,4% proyeksi Asian Development Bank yang selama ini dinilai paling tepat. Jelas pemerintah harus bekerja keras memacu pengeluaran pemerintah agar menjadi stimulus bagi konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. Dengan membaiknya profil neraca pembayaran semestinya Bank Indonesia kembali focus pada upaya memacu pertumbuhan dengan mulai menurunkan bunga (lihat ulasan di bawah). Penggunaan asumsi ICP kemungkinan akan menjadi sorotan mengingat selama tahun berjalan harga minyak mentah telah naik sekitar 7,3% menjadi $55,2 per barel. Lihat peraga berikut. Ada peluang asumsi pemerintah tetap berlaku bila mencermati consensus Bloomberg forecast untuk pada tahun 2015 ini mencapai $57,3 per barel. Kami nilai asumsi kurs rupiah Rp12.500 cukup realistis walau pecan lalu sempat melemah hingga Rp12.800. Secara struktural pelemahan rupiah sangat dipengaruhi oleh faktor penguatan dollar global. Namun secara fundamental peluang penguatan rupiah terbuka bila deficit neraca minyak yang selama ini menggangu neraca pembayaran dapat dikurangi. Selama tahun 2013 dan 2014 lalu, deficit neraca minyak masing-masing mencapai $27 milyar atau $2,23 per bulan. Angka ini jauh lebih besar ketimbang foreign direct investment (FDI). Sentimen terhadap rupiah dapat membaik sekira pada bulan Maret 2015 ketika BPS melaporkan statistik perdagangan internasional Januari 2015, deficit neraca minyak menurun signifikan lebih rendah ketimbang $2,23 miliar. Peluang penguatan atau kestabilan rupiah terbuka bila mencermati penyusutan defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial yang diumumkan BI pecan lalu. Defisit transaksi berjalan menurun menjadi USD 26,2 miliar (2,95 persen PDB) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD 29,1 miliar (3,18 persen PDB). Memang betul perbaikan masih terbilang semu mengingat tetap ditopang oleh menurunnya impor akibat melemahnya permintaan domestik. Namun ada tanda baik berupa peningkatan ekspor manufaktur. Seperti yang disarankan oleh Prof Gustav Papanek, Indonesia semestinya mengkapitalisir kelemahan China berupa upah pekerja yang tinggi untuk memacu ekspor aneka produk manufaktur padat karya. APBN-P 2015 menetapkan defisit sebesar Rp 222,5 triliun atau sekitar 1,90 persen terhadap GDP. Prosentase defisit menurun dibandingkan sebelumnya 2,21% GDP. Penurunan defisit ini memberi ruang untuk mengurangi penerbitan obligasi negara yang pada gilirannya menurunkan risiko crowding-out effect seperti yang terjadi tahun 2014 lalu.
Terkait arus masuk dana asing, kami cermati peningkatan pesat arus masuk untuk saham. Seperti terlihat pada peraga, pada pecan lalu arus masuk ke Indonesia mencapai $271 juta. Angka ini lebih besar ketimbang Filipina dan Thailand. Akibatnya sepanjang tahun arus masuk ke dalam saham mencapai $481 juta. Di lain sisi, berdasarkan kenaikan tajam yield SUN, investor asing nampaknya mengurangi penempatan pada obligasi pemerintah. Kami cermati koreksi pada pasar obligasi negara dipengaruhi oleh peningkatan yield di Amerika Serikat sejak dua pekan lalu. Berbagai dinamika makro diatas, membuka peluang lebih besar bagi asset saham menyusul obligasi negara. Walau sudah terkoreksi, yield SUN bertenor 10 tahun Indonesia yang mencapai 7,5%, tetap memberikan landasan untuk peningkatan valuasi saham. Optimisme menguat apabila percepatan pengeluaran pemerintah memacu peningkatan arus cash flow perusahaan. Akhirnya, peraga Bloomberg dibawah ini, memberikan Acuan Teknikal untuk menambah investasi pada saham selama bulan Februari. Terlihat rata-rata kenaikan bulanan selama 10 tahun terakhir mencapai 1,45%. Angka historical lebih tinggi terlihat untuk bulan setelahnya. Berdasarkan pola bulanan tersebut, investor dapat menerapkan strategy Buy in November, Sell in July. Menurut tim marketing kami, Ronny Aprianto, strategi ini lebih baik ketimbang Sell in May and go away. Silakan uji. Salam Budi Hikmat Chief Economist and Director for Investor Relation Graha CIMB Niaga 21st Floor, Jl. Jenderal Sudirman kav. 58 Jakarta 12190 Phone: 62-21 250 5279 Fax: 62-21 2505277 Email: bahanatcw@bahana.co.id