BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima)

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa dihindarkan. Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang dinginkan masyarakat, sebagai salah satu stakeholders. Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

HASIL PENELITIAN DOSEN

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, kontribusi penelitian, dan jadwal penelitian. pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan atau kegagalan program

PERENCANAAN ANGGARAN BERDASARKAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KINERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

BAB II PERENCANAAN KINERJA

MAKSI Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

Pengaruh Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

Oleh : Benfrizs C Reynolds Malau,SE. Bappeda Kab. Mamberamo Raya

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN. pengertian tertentu dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

PENDAHULUAN. Indonesia sejak orde lama sampai sekarang telah menerapkan beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini semakin meningkat tuntutan masyarakat kepada pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan masyarakat, tidak dipergunakan untuk kepentingan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik itu organisasi swasta maupun organisasi milik pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. daya daerah, dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi. keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif, transparan, dan

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran kinerja pemerintah merupakan hal yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, perkembangan sektor publik dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR

BAB V KESIMPULAN. pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan atau kegagalan program

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN. 2.1 Sejarah Singkat dan Aktivitas Utama Instansi Sejarah Singkat Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Anggaran Berbasis Kinerja pada pemerintah daerah pertama sekali digulirkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang berisi panduan untuk membuat anggaran kinerja, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan pelaksanaan anggaran. Regulasi ini kemudian disempurnakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, maka penyusunan APBD dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan di dalam dokumen perencanaan. Dengan demikian tercipta sinergi

dan rasionalitas yang tinggi dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan. Penganggaran berbasis kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif. Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan

menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006). Indikator kinerja yang ditetapkan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja meliputi masukan (input), keluaran (output) dan (outcome). Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu organisasi dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan. Keluaran (output) adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang

dapat berupa fisik dan/atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran organisasi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap organisasi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu kegiatan. 2.1.2. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Sistem informasi merupakan seperangkat komponen yang saling berhubungan yang berfungsi mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi baik dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer (Laudon dan Laudon, 2000).

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu sistem yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah diperlukan oleh pemerintah daerah sebagai salah satu alat untuk melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan keuangan setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ada pada pemerintahan daerah. Dari sistem informasi pengelolaan keuangan daerah, pimpinan SKPD dapat memonitor sudah sejauhmana suatu program atau kegiatan telah terlaksana, sudah seberapa besar penyerapan dana atas program atau kegiatan yang telah dilakukan sehingga dapat dinilai apakah program atau kegiatan yang dilakukan sudah ekonomis, efisien dan efektif. Hasil akhir dari sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dapat berupa formulir-formulir yang dibutuhkan para pengelola keuangan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) antara lain laporan berkala maupun laporan tahunan. Banyak peneliti Winfield (1978), Chang and Mos (1985), Boyne and Law (1991) telah mengemukakan pentingnya laporan tahunan sebagai alat memperkuat akuntabilitas. Marston and Shrives (1991) menyimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan dokumen yang paling komprehensif yang tersedia bagi publik dan sebagai alat pengungkap utama. Parker (1982) menekankan pentingnya laporan

tahunan sebagai media komunikasi masa meski laporan tahunan bukanlah satusatunya sumber informasi tentang kinerja organisasi, namun masih dipandang sebagai sumber penting karena luas cakupan dan ketersediaannya. Informasi yang dikomunikasikan kepada stakeholder melalui laporan tahunan adalah fokus dari riset yang merupakan seperangkat alat dalam kerangka kerja akuntabilitas publik (Coy et al, 2002; Hooks et al, 2002). Zimmerman ( 1997) menyatakan bahwa fungsi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan dalam organisasi adalah: (a) memfasilitasi pembuatan keputusan (manajemen keputusan), dan (b) mengontrol perilaku. 2.1.3. Kinerja SKPD Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1). Kinerja mengacu pada suatu hasil yang dicapai atas kerja atau kegiatan yang telah dilakukan. Dalam konteks pemerintahan, kinerja akan dinilai sebagai suatu prestasi manakala dalam melaksanakan suatu kegiatan dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan yang berlaku, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Yusriati, 2008). Dengan demikian, ukuran kinerja dalam anggaran memberikan dorongan kepada para pelaksana anggaran untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai ukuran kinerja yang ditetapkan. Kegagalan dalam pencapaian kinerja menjadi satu ukuran untuk melakukan perbaikan pada masa yang akan datang. Sementara

keberhasilan atas kinerja membutuhkan suatu penghargaan untuk dapat meningkatkan produktivitas serta untuk mendapatkan dukungan publik terhadap pemerintah. Definisi yang dirumuskan oleh beberapa peneliti mengenai pengukuran kinerja cukup beragam, namun tetap bermuara pada satu kesepakatan bahwa dengan mengukur kinerja maka proses pertanggungjawaban pengelola atas segala kegiatannya kepada stakeholders dapat lebih obyektif. Hatry (1999) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai pengukuran hasil dan efisiensi jasa atau program berdasarkan basis regular (tetap, teratur). Dalam konteks pengukuran kinerja untuk instansi pemerintah, Whittaker (1995) mendefinisikan sebagai suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan (program) sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Sejalan dengan itu, Smith (1996) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja dapat membantu pengelola dalam memonitor implementasi strategi organisasi dengan cara membandingkan antara hasil (output) aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Dengan kata lain, pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Flynn (1997) manfaat pengukuran dan manajemen kinerja terutama adalah untuk meningkatkan akuntabilitas dan untuk menyediakan jasa publik secara lebih baik. Pengertian akuntabilitas lebih luas dari proses untuk menunjukkan

bagaimana penggunaan dana publik. Konsep akuntabilitas mencakup juga proses untuk menunjukkan apakah dana publik telah digunakan secara efisien dan efektif. Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hakhak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya. Wayne C. Parker (1996) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran kinerja suatu entitas pemerintahan, yaitu: (1) Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan, (2) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal, (3) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik, (4) Pengukuran kinerja mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan, dan (5) Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Fokus pengukuran kinerja pada awalnya adalah pada pengukuran tingkat efisiensi. Hal tersebut berhubungan erat dengan obyek pembahasan pada awalnya yaitu pengukuran kinerja kegiatan usaha swasta. Ketika kesadaran para pegambil kebijakan muncul bahwa kegiatan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya juga dapat diukur efisiensi dan efektivitasnya, maka pembahasan yang intensif mengenai pengukuran kinerja pemerintah dimulai. Meskipun demikian,

masalah muncul ketika disadari bahwa untuk pelayanan publik banyak sekali hal-hal yang bersifat kualitatif. Mengukur kinerja kegiatan suatu organisasi dapat mencerminkan baik tidaknya pengelolaan organisasi yang bersangkutan. Pengelola suatu organisasi perlu mengetahui apakah kegiatan pelayanan yang mereka berikan sudah memenuhi prinsip-prinsip ekonomis, efisien dan efektif. Hal ini merupakan wujud pertanggungjawaban pengelola kepada para stakeholders. Pengelola bertanggung jawab tidak hanya sebatas pelayanan fisik, melainkan lebih dari itu, yaitu pada pengelolaan usaha yang baik. Selanjutnya, Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa kinerja mencerminkan ekonomis, efisiensi dan efektifnya suatu pelayanan publik. Pengertian ekonomis adalah perbandingan input dengan output value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya. Pengertian efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai. Kegiatan

operasional dapat dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan. 2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu Dalam melakukan proses pengelolaan keuangan daerah, masing-masing SKPD sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 merupakan pengguna anggaran dan melakukan tugas antara lain dari proses perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pelaksanaan dan penatausahaan anggaran, akuntansi dan pelaporan, serta pertanggungjawaban. Peran dan fungsi SKPD menjadi sangat penting karena sebagai pengguna anggaran tiap SKPD melakukan hampir seluruh siklus pengelolaan keuangan daerah selain pengawasan dan pemeriksaan. Terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang menetapkan bahwa APBD harus disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja membuat SKPD sebagai unit pengguna anggaran dituntut untuk dapat mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang benar-benar baik, artinya sesuai dengan kebutuhan, ekonomis, efisien, dan efektif. Penelitian tentang pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD masih sangat sedikit dilakukan. Mahfatik (1997) melakukan penelitian dengan judul Pengukuran Kinerja Pemda, Studi Kasus pada Kabupaten Sleman, dengan variabel independen Pengeluaran Pemerintah dan variabel dependen Kinerja SKPD menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah pada setiap kategori infrastruktur cenderung lebih besar dari kebutuhannya dan kinerja yang dihasilkan

oleh pengeluaran Pemerintah Kabupaten Sleman untuk infrastruktur masih memberikan kelemahan dan ancaman pada tugas pokok dan fungsi unit kerja yang menangani. Priyono (2003) telah melakukan penelitian dengan judul Implementasi Model Pengukuran Kinerja SKPD Kabupaten Purworejo, menyimpulkan model pengukuran kinerja mudah dilaksanakan, namun memerlukan SDM yang memadai dan harus didukung dengan dana yang memadai. Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi dan Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD. (Studi pada Kab. Maluku Tengah di Provinsi Maluku), dengan variabel independen Pemahaman Sistem Akuntansi keuangan daerah dan Pengelolaan Keuangan Daerah dan variabel dependen Kinerja SKPD menyimpulkan secara simultan pemahaman mengenai sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah. Yusriati (2008), meneliti Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemkab. Mandailing Natal, dengan variabel independen Anggaran Berbasis Kinerja dan variabel dependen Kinerja SKPD menyimpulkan ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD, disisi lain penerapan anggaran berbasis kinerja di SKPD yang ada di Pemkab. Mandailing Natal masih relatif rendah. Julianto (2009), meneliti Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi, dengan variabel independen

Anggaran Berbasis Kinerja dan variabel dependen Kinerja SKPD menyimpulkan ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi. Arif Yulianto dan Asrori (2009), meneliti Model Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah Berbasis Partisipasi Pengguna untuk Meningkatkan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah pada Kabupaten Demak, dengan variabel independen Sistem Informasi Akutansi Pemerintahan Daerah dan variabel dependen Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah menyimpulkan bahwa Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah meningkatkan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah. Masih sedikitnya penelitian yang dilakukan tentang pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan satu variabel independen baru berupa Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Tinjauan atas penelitian terdahulu berupa nama peneliti, tahun penelitian, variabel yang digunakan serta hasil penelitiannya dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Sebelumnya No. Peneliti (Tahun) 1. Mahfatik (1997) 2. Priyono (2003) 3. Tuasikal (2007) 4. Yusriati (2008) 5. Julianto (2009) 6. Arif Yulianto dan Asrori (2009) Judul Variabel Hasil Penelitian Pengukuran Kinerja Pemda, Studi Kasus pada Kabupaten Sleman. Implementasi Model Pengukuran Kinerja SKPD Kabupaten Purworejo. Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi dan Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD (Studi pada Kab. Maluku Tengah di Provinsi Maluku). Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja SKPD di Pemkab. Mandailing Natal. Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi. Model Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah Berbasis Partisipasi Pengguna untuk Meningkatkan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah pada Kabupaten Demak. Pengeluaran Pemerintah dan Kinerja SKPD Pengeluaran pemerintah pada setiap kategori infrastruktur cenderung lebih besar dari kebutuhannya dan kinerja yang dihasilkan oleh pengeluaran Pemerintah Kabupaten Sleman untuk infrastruktur masih memberikan kelemahan dan ancaman pada tugas pokok dan fungsi unit kerja yang menangani. Kinerja SKPD Mudah dilaksanakan, namun memerlukan SDM yang memadai dah harus didukung dengan dana yang memadai. Pemahaman Sistem Akuntansi keuangan daerah, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kinerja SKPD Anggaran Berbasis Kinerja dan Kinerja SKPD Anggaran Berbasis Kinerja dan Kinerja SKPD Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah dan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Secara simultan pemahaman mengenai sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah. Ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD, disisi lain penerapan anggaran berbasis kinerja di SKPD yang ada di Pemkab, Mandailing Natal masih relatif rendah. Ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi. Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah meningkatkan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah.