15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif masuk dalam Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Bagian Perencanaan Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober November 2012 dan pengolahan data dilakukan pada bulan Februari Juni 2012. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk penelitian adalah perangkat lunak (software) meliputi Arc GIS 9.3, Google Earth Pro 6.0.2074 dan Stitch Maps Plus 2.40. Bahan yang diperlukan untuk penelitian antara lain: 1. Peta DAS Solo, 2. Data curah hujan dan debit 3. Data koordinat lokasi SPAS dan Stasiun Pengukur Curah Hujan 4. Batas Sub DAS Solo tahun 2009 5. Peta jaringan sungai 6. Data Image Sub-sub DAS KST jaringan sungai dari Google Earth 7. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Jawa Timur 8. Peta penggunan lahan tahun 2009 9. Data jenis tanah 10. Data kelas lereng 11. Data sifat tanah dikaitkan dengan data yang diperlukan dalam model rasional dan SCS-CN.
16 3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data hidrologi dan data spasial (Geographic Information System) GIS. Data hidrologi meliputi data curah hujan 2005-2010 di Stasiun curah hujan (CH) Slahung, Sooko dan Purwantoro dan data debit SPAS Sekayu 2008 2010. Data spasial GIS meliputi koordinat Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) dan Stasiun CH, penggunaan lahan DAS Solo tahun 2009, jenis tanah, batas sub DAS Solo, jaringan sungai Balai pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS), kelerengan dan RBI kontur Jawa Timur. 3.3.2 Cara Pengumpulan Data 3.3.2.1 Data Hidrologi Data hidrologi yang meliputi data curah hujan, tinggi muka air (TMA) dan debit aliran sungai diperoleh dari Laporan Balai Besar Wilayah Sungi Bengawan Solo (BBWS BS), baik yang berupa cetakan (hard copy) maupun digital. Data curah hujan yang dikumpulkan berasal dari stasiun pengukur hujan Slahung, Sooko dan Purwantoro. Data TMA dan debit berasal dari SPAS Sekayu. 3.3.2.2 Data Ciri Fisik DAS dan Penggunaan Lahan Data ciri fisik DAS mencakup batas sub DAS, kelas kemiringan, dan sifat jenis tanah. Data penggunaan lahan mencakup penggunaan lahan sebagai faktor dalam menetukan nilai koefisien run off dan curve number. Batas sub DAS, kelas kemiringan dan sifat jenis tanah diperoleh dari BPDAS Solo. Data penggunaan lahan diperoleh dari BPDAS Solo. Data penggunaan lahan yang diperoleh yaitu data tahun 2009. 3.4 Analisis Data Spasial GIS Analisis data spasial GIS menggunakan software Arc-GIS 9.3. Penggunaan ArcToolbox di software Arc-GIS ini meliputi 3D Analyst Tools, Analysis Tools, Conversion Tools, Data Management Tools dan Spatial Analyst Tools, serta editor.
17 3D Analyst Tools digunakan untuk interpolasi data. Analysis Tools digunakan untuk memotong citra dengan format shapfile, overlay, buffer. Conversion untuk merubah format data spasial. Data Management Tools untuk mengubah project koordinat sistem. Sedangkan Spatial Analyst Tools digunakan untuk memotong citra dengan format raster dan analisis hidrologi seperti membuat jaringan drainase, panjang sungai dan luas area suatu DAS. Editor digunakan untuk koreksi hasil analisis dengan data RBI kontur Jawa Timur dan jaringan sungai BPDAS Solo. Pengambilan image dari Google Earth untuk mengetahui lebar jaringan sungai yang kemudian akan didigitasi dan direktifikasi dengan hasil analisis menggunakan peta kontur, RBI kontur dan jaringan sungai BPDAS. Analisis tersebut dengan menggunakan georeferensing, editor dan rektifikasi peta hasil koreksi dengan image tersebut. 3.5 Analisis Data Pendugaan Debit Puncak Analisis pendugaan debit puncak menggunakan model rasional dan SCS- CN bertujuan untuk mengetahui model terbaik diantara kedua model, serta kelebihan dan kelemahan dari model tersebut, khususnya di Sub-sub DAS KST. Kedua model tersebut memiliki persamaan dan sekaligus perbedaan dalam variabel persamaannya. 3.5.1 Analisis Curah Hujan Wilayah Perbedaan curah hujan disetiap stasiun pengukur curah hujan dalam suatu DAS perlu dilakukan analisis untuk mengetahui curah hujan rata-rata. Analisis yang digunakan yaitu menggunakan metode interpolasi IDW (Inverse Distance Weighted). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: P = (AxPx/A) P = Curah hujan wilayah (mm) Ax = Luas wilayah untuk stasiun x (ha) Px = Curah hujan pada stasiun x (mm) A = Luas wilayah/das (ha)
18 Gambar 1 Peta curah hujan wilayah menggunakan interpolasi IDW. 3.5.2 Metode Rational Persamaan yang digunakan untuk menghitung debit puncak aliran permukaan adalah sebagai berikut (Asdak 2002; Arsyad 2010): Qp = 0,0028 CiA Qp = Laju puncak aliran permukaan (m 3 detik -1 ) C = Koefisien aliran permukaan I = Intensitas hujan (mm jam -1 ) A = Luas daerah aliran (ha) 1. Koefisien Aliran Permukaan (C) Nilai C dipengaruhi oleh laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Nilai C dan konversi nilai C berdasarkan kelompok hidrologi di Sub-sub DAS KST disajikan pada Tabel 3.
19 Tabel 3 Luas (%) dan koefisien aliran permukaan tiap penggunaan lahan Kelas Tipe Tutupan Lahan Hidrologi Luas (%) C Sungai - 0,51 1,000 Semak Belukar C 0,01 0,450 Sawah A 0,83 0,200 Sawah B 2,62 0,400 Sawah C 6,33 0,500 Pertanian Lahan Kering Campur Semak A 7,07 0,200 Pertanian Lahan Kering Campur Semak C 9,38 0,500 Pertanian Lahan Kering A 5,35 0,200 Pertanian Lahan Kering B 5,50 0,400 Pertanian Lahan Kering C 18,58 0,500 Pemukiman/Lahan Terbangun A 0,21 0,500 Pemukiman/Lahan Terbangun B 4,57 0,500 Pemukiman/Lahan Terbangun C 2,10 0,500 Lahan Terbuka B 3,74 0,630 Lahan Terbuka C 0,02 0,687 Hutan Tanaman A 10,30 0,100 Hutan Tanaman B 7,04 0,300 Hutan Tanaman C 12,25 0,400 Hutan Sekunder B 0,25 0,020 Hutan Sekunder C 3,34 0,025 C Tertimbang 100 0,375 2. Intensitas Hujan (I) Intensitas hujan dapat dihitung dengan persamaan berikut (Subarkah 1980 dalam Pramono et al. 2009): I = intensitas hujan (mm jam -1 ) Tc = Waktu konsentrasi (jam) R = Hujan harian (mm) 3. Waktu Konsentrasi (Tc) Waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Kirpich 1940 dalam Arsyad 2010):
20 Tc = Waktu konsentrasi (menit) L = Panjang aliran (m) S g = Lereng daerah aliran 3.5.3 Metode SCS-CN Persamaan yang digunakan untuk menghitung debit puncak aliran permukaan adalah sebagai berikut (Neitsch et al 2005; Arsyad 2010): Qp = 0,0021 Q A/Tp Qp = Laju puncak aliran permukaan (m 3 detik -1 ) Q = Volume aliran permukaan (mm) A = Luas DAS (ha) Tp = Waktu puncak (jam) 1. Waktu Puncak (Tp) Waktu puncak dapat dihitung dengan persamaan berikut (Arsyad 2010): Tp = D/2 + 0,6 Tc D = Waktu (lamanya) hujan lebih (jam) Tc =Waktu konsentrasi (jam) 2. Waktu Hujan Lebih (D) Waktu hujan lebih dapat dihitung dengan persamaan (Seyhan 1990): R = 380 D 0,5 R = Curah hujan (mm) D = Lama hujan (jam) 3. Waktu Konsentrasi (Tc) Waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Kirpich 1940 dalam Arsyad 2010):
21 Tc = Waktu konsentrasi (menit) L = Panjang aliran (m) S g = Lereng daerah aliran 4. Volume Aliran Permukaan (Q) Volume aliran permukaan dalam metode SCS-CN dapat dihitung dengan persamaan berikut (Asdak 2002; Arsyad 2010): Q = Volume aliran permukaan (mm) P = Curah hujan (mm) S = Retensi potensial maksimum (mm) 5. Retensi Potensial Maksimum (S) Persamaan yang umum dalam menghitung retensi potensial maksimum dalam metode SCS-CN adalah sebagai berikut (Asdak 2002; Arsyad 2010): S = Retensi potensial maksimum (mm) CN = Bilangan kurva yang nilainya berkisar antara 0 hingga 100 6. Nilai Curve Number (CN) Nilai CN dipengaruhi oleh tutupan lahan, kondisi air tanah sebelumnya atau AMC (antecedent moisture condition) dan tekstur tanah. Nilai CN dan konversi nilai CN yang disesuaikan dengan kondisi tutupan lahan di Sub-sub DAS KST disajikan pada Tabel 4.
22 Tabel 4 Luas (%) dan CN tiap penggunaan lahan Kelas Luas Tipe Tutupan Lahan Hidrologi (%) AMC I AMC II AMC III Sungai - 0,51 100,00 100,00 100,00 Semak Belukar C 0,01 55,80 74,00 90,20 Sawah A 0,83 41,00 61,00 79,80 Sawah B 2,62 53,40 72,00 89,40 Sawah C 6,33 61,80 79,00 93,40 Pertanian Lahan Kering Campur Semak A 7,07 31,80 51,00 71,00 Pertanian Lahan Kering Campur Semak C 9,38 58,20 76,00 91,60 Pertanian Lahan Kering A 5,35 47,00 62,00 80,60 Pertanian Lahan Kering B 5,50 52,20 71,00 87,80 Pertanian Lahan Kering C 18,58 60,60 78,00 92,80 Pemukiman/Lahan Terbangun A 0,21 31,80 51,00 71,00 Pemukiman/Lahan Terbangun B 4,57 48,60 68,00 85,40 Pemukiman/Lahan Terbangun C 2,10 61,80 79,00 93,40 Lahan Terbuka B 3,74 49,80 69,00 86,20 Lahan Terbuka C 0,02 61,80 79,00 93,40 Hutan Tanaman A 10,30 19,80 36,00 61,00 Hutan Tanaman B 7,04 40,00 60,00 79,00 Hutan Tanaman C 12,25 54,60 73,00 89,40 Hutan Sekunder B 0,25 35,00 55,00 75,00 Hutan Sekunder C 3,34 51,00 70,00 87,00 CN Tertimbang 49,31 67,18 84,58 3.5.4 Koefisien Aliran Permukaan Nilai koefisien aliran permukaan adalah nilai perbandingan antara jumlah aliran permukaan dengan jumlah curah hujan. Untuk mendapatkan besarnya aliran permukaan, dilakukan pemisahan debit langsung dari debit total. Cara yang digunakan adalah cara yang paling mudah, yaitu dengan menarik garis lurus antara lengkungan dasar yang mengapit debit puncak. Gambar 2 merupakan contoh pemisahan antara aliran dasar dan aliran permukaan dari suatu hidrograf. Konversi debit dalam satuan m 3 /s menjadi satuan yang sama dengan curah hujan dilakukan dengan cara membagi m 3 /s dengan luas DAS (m 2 ).
23 600 0 Debit (m3/s) 400 200 50 100 CH (mm) 0 150 CH Debit Base Flow Gambar 2 Hidrograf untuk analisis koefisien aliran permukaan.
24