tuntutan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan anak mulai mengalami pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai tingkah laku

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

manusia. Bersifat ekstrim, penderita bisa menyiksa dirinya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Masalah gangguan kesehatan jiwa menurut data World Health

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

TUGAS MATA KULIAH METOPEN PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA EPILEPSI DI KECAMATAN MANYARAN DAN KECAMATAN JATIPURNO KABUPATEN WONOGIRI

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dengan penyakit kronis pada stadium lanjut tidak hanya mengalami

keluarga lainnya yang pada akhirnya bisa menimbulkan depresi. Ganguan tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya kematian (Notoatmojo, 2003).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan orang-orang yang memiliki gangguan komunikasi, halusinasi dan delusi yang berlebihan, salah satu diantaranya yaitu Schizophrenia. Schizophrenia adalah kekacauan jiwa yang ditandai dengan kehilangan kesadaran dalam hidup yang ditandai dengan adanya halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran abnormal yang mengganggu kerja dan fungsi sosial (Wayan Westa, 2007). Schizophrenia merupakan sekumpulan fenomena mental dan perilaku yang dapat menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, cara berpikir yang salah, dan konsepsi yang tidak logis (Chaplin, 2000). Sekitar satu persen dari populasi Amerika Serikat terkena Schizophrenia, dengan jumlah keseluruhan lebih dari dua juta jiwa (APA, Cowan dan kandel, dalam Anita, 2004). Menurut hasil penelitian multinasional World Health Organization (WHO) terdapat sekitar dua puluh empat jiwa di seluruh dunia mengidap Schizophrenia (Olson, dalam Wulan, 2008). Berdasarkan laporan kesehatan mental pada tahun 2003-2004, sebanyak 4.684 pasien Schizophrenia (pada tahun 2003 sebanyak 1.072 jiwa dan 3.612 jiwa pada tahun 2004). Menurut psikolog Prof. Dr. Dadang Hawari (2001), jumlah penderita schizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya stres yang muncul di daerah perkotaan. Schizophrenia menyerang anak-anak usia 6 (enam) hingga 14 tahun (24.74%), orang dewasa usia 20 hingga 40 tahun (11.35%) menurut Rob Nicolson, M.D., Frances B. Brookner, Psy.D., dkk (dalam medicastore, 2007). Schizophrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal awal usia 20 tahun-an, pada masa di mana otak sudah mencapai kematangan yang penuh. Pada sekitar tiga dari empat kasus, tanda-tanda pertama darischizophrenia tampak pada usia 25 tahun, tepatnya pada saat orang mulai keluar dari lingkungan keluarga 1

2 menuju ke dunia luar (Cowan & Kandel; Harrop & Trower, dalam Rachma Wulan, 2008). Schizophrenia yang menyerang anak-anak usia 6 (enam) hingga 14 tahun diawali dengan terjadinya pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab di kehidupan sehari-hari. Pada mulanya, anak tampak menjadi kurang peduli akan penampilannya. Mereka tidak mandi secara teratur atau menggunakan pakaian yang sama secara berulang-ulang. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku mereka menjadi bertambah aneh dan terjadi penurunan dalam performa kerja dan tugas sekolah. Pembicaraan mereka semakin tidak jelas dan melantur. Perilaku menjadi semakin aneh seperti menimbun makanan, mengumpulkan sampah, atau berbicara sendiri dijalan adalah awal dimana gangguan mulai menjadi akut yang disertai dengan halusinasi, waham, dan meningkatnya perilaku yang aneh. Apabila Schizophrenia dibiarkan maka anak akan mengalami kesulitan dalam berpikir atau berbicara dengan tidak jelas, dan menyimpan ide yang tidak biasa yang tidak dapat diterima secara akal sehat dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, seperti keyakinan tentang telepati atau pandangan akan masa depan (dalam Hillary, 2007). Berkembangnya pola kronis, yang ditandai dengan terjadinya episode-episode akut dan berlanjutnya hendaya kognitif, emosional, dan motivasional antarepisode (Wiersma dkk, dalam Anita, 2004). Diantara episode-episode akut, orang yang mengalami skizofrenia mungkin tetap tidak dapat berpikir secara jernih dan mungkin kehilangan respons emosional yang sesuai terhadap orang-orang dan peristiwaperistiwa dalam hidupnya (Mandal, Pandey, & Prasad, dalam Wulan, 2008). Keluarga yang memiliki kerabat yang menderita Schizophrenia cenderung tidak dapat menerima keadaan, mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan penderita dan pola asuh yang baru, bahkan keluarganya mengasingkan penderita ke rumah sakit jiwa. Fenomena ini diperparah dengan lingkungan sekitar penderita yang mencela, dan mengucilkan penderita Schizophrenia (dalam Wulan, 2008). Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter dapat menjadikan anak mengalami Schizophrenia, hal ini dapat terjadi karena orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk berpendapat, menjaga jarak dengan anak, mengejar anak dengan

3 tuntutan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan anak mulai mengalami pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab di kehidupan sehari-hari, menjadi kurang peduli akan penampilannya dengan tidak mandi secara teratur, tidak menyikat gigi, menggunakan pakaian yang sama secara berulang-ulang, terjadi penurunan-penurunan dalam performa kerja dan tugas sekolah, pembicaraan anak semakin tidak jelas dan melantur, anak suka berperilaku tidak wajar seperti menimbun makanan, mengumpulkan sampah, atau berbicara sendiri dijalan, kemudian muncul halusinasi, waham, dan meningkatnya perilaku yang aneh sebagai gejala dari Schizophrenia (dalam Anita, 2004). Apabila Schizophrenia dibiarkan maka anak akan mengalami kesulitan dalam berpikir atau berbicara dengan jelas, dan menyimpan ide yang tidak biasa, seperti keyakinan tentang telepati atau pandangan akan masa depan (American Journal Of Psychiatri, 2008). Keluarga merupakan pembentuk kepribadian yang sangat berpengaruh dalam proses perkembangan anak, hal ini disebabkan karena orang tua mempunyai pola asuh untuk anak-anaknya guna merawat, mengajarkan cara berinteraksi dan bersosialisasi, mengacarkan bagaimana bertingkah laku yang dapat diterima dalam norma masyarakat. Pengasuhan merupakan suatu proses mengembangkan dan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai untuk merencanakan kapan akan memiliki anak, melahirkannya, membesarkannya dan memberikan kasih sayang untuknya (Morrison, 2004). Pada pola asuh otoriter dengan ciri orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk berpendapat, selalu dikejar tuntutan orang tua akan menyebabkan timbulnya rasa tertekan pada anak (Hardy & Heyes dalam Khotimah, 2007), ditambah lagi dengan adanya komunikasi double-blind, apabila ini dibiarkan maka kemungkinan anak akan merasa stress, frustasi, tertekan sehingga dapat menjadi penyebab dari munculnya Schizophrenia (Nevid, 2005). Menurut Baumrind (dalam Berk, 1994) pola asuh Authoritarian dimana Orang tua berlaku sangat ketat dan mengontrol anak dengan mengajarkan standar dan tingkah laku. Pola asuh ini mengakibatkan kurangnya hubungan yang hangat dan komunikatif dalam keluarga. Anak dari pola asuh ini cenderung moody, murung, ketakutan, sedih, menggambarkan kecemasan dan rasa tidak aman dalam berhubungan dengan

4 lingkungannya, menunjukkan kecenderungan bertindak keras saat tertekan dan memiliki harga diri yang rendah, yang memungkinkan munculnya Schizophrenia. Pada umumnya orang yang terkena Schizophrenia disebabkan karena rasa tertekan, stress, frustasi, merasa terbuang, takut. Dua sumber utama yang berperan sebagai sumber stres dalam keluarga yang dapat meningkatkan risiko Schizophrenia pada pasien yang memiliki kerentanan genetis yaitu komunikasi double-blind (komunikasi dimana orang tua menjaga jarak dengan anak) dan ekspresi emosi yang negatif dalam keluarga (menolak anak, membentak anak, menyakiti anak baik secara fisik maupun psikologis). Apabila kedua sumber stres ini tidak dapat di atasi, maka akan membuat Schizophrenia semakin berkembang menjadi semakin kompleks (dalam Nevid, 2005).

Please download full document at www.docfoc.com Thanks