PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BUPATI ACEH TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Perda No. 6 / 2002 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 14 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 5 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 08 TAHUN 2006 BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa sumber daya air perlu dilestarikan agar air tetap tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang cukup serta berkesinambungan; b. bahwa untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran yang merupakan bagian dari kegiatan konservasi sumber daya air; c. bahwa ketentuan konservasi sumber daya air merupakan salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang; d. bahwa untuk pelaksanaan hal-hal tersebut pada huruf a huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Konservasi Sumber Daya Air. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034) ; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indenesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180); Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910); Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4161); Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056), Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694); Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran Dan Pengrusakan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2004 Nomor 05 Seri E). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU dan BUPATI LAMANDAU

MEMUTUSKAN: M e n e t a p k a n : P E R A T U R A N D A E R A H T E N T A N G KONSERVASI SUMBER DAYA AIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau. 2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggara Urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas Otonomi dan Tugas Pembentukan dengan prinsif otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsif Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Lamandau. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau. 6. Badan Lingkungan Hidup adalah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lamandau. 7. Air adalah semua air yang berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun dibawah permukaan tanah termasuk air hujan dan tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat dilaut. 8. Sumber air adalah wadah air baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah. 9. Konservasi air adalah segala upaya untuk pelestarian dan atau pengawetan sumber daya air, agar air tetap tersedia dalam jumlah yang cukup secara berkesinambungan dan terjaga kualitasnya. 10. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. 11. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 12. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. 13. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 14. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 15. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya. 16. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 17. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung. 18. Kawasan Resapan Air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. 19. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 20. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan disekeliling mata air yang mempunyai manfaat yang penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.

21. Kawasan Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi danau/waduk. 22. Bekas Sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi akibat proses alamiah atau yang karena kegiatan manusia. 23. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. 24. Daerah Pengaliran Sungai adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, ruang air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan. 25. Bantaran Sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. 26. Tata Pengaturan Air adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan rakyat. 27. Daerah Manfaat Sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah sempadan yang telah dibebaskan. 28. Kawasan Perkotaan adalah wilayah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa Pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 29. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai. 30. Bangunan Sungai adalah konstruksi yang dibangun dalam rangka perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pengendalian sungai seperti bendungan, bendung, tanggul, pintu air, bangunan pembagi air, krib (pengarah air), bangunan perlindungan tebing dan sebagainya. 31. Tata Pengairan adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan atau bangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik pembinaannya disuatu wilayah pengairan tertentu. 32. Sumur Resapan Air Hujan adalah sarana untuk penampungan air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah. 33. Ruang Terbuka Hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai Kawasan Hijau Pertamanan Kota, Kawasan Hijau Hutan Kota, Kawasan Hijau Rekreasi Kota, Kawasan Hijau Pemakaman, Kawasan Hijau Pertanian, Kawasan Hijau Jalur Hijau, Kawasan Hijau Pekarangan. Ruang Terbuka Hijau dalam jangka panjang berfungsi ekologis yakni untuk peresapan air dalam rangka peningkatan kandungan air tanah. 34. Penghijauan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan kondisi lahan beserta semua kelengkapannya dengan melakukan penanaman pohon pelindung, perdu/semak hias dan rumput/penutup tanah dalam upaya melestarikan tanaman dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. 35. Pohon Pelindung adalah pohon yang pertumbuhan batangnya mempunyai garis tengah minimal 15 centi meter, berketinggian minimal 3 meter sampai tajuk daun, bercabang banyak, bertajuk lebar serta dapat memberikan perlindungan/naungan terhadap sinar matahari (trembesi, bungur, tanjung, sono kembang, sawo kecik, dan sebagainya). 36. Tanaman Perdu adalah tanaman yang pertumbuhan optimal batangnya mempunyai garis tengah 1 sampai 10 centi meter, dengan ketinggian maksimal 3 sampai 4 meter (soko, bunga merak, kemuning, kembang sepatu dan sebagainya). 37. Semak Hias adalah tanaman yang pertumbuhan optimal batangnya bergaris tengah maksimal 5 centi meter dengan ketinggian 2 meter (Philodendron, Diffenbachia, Plumbago, Heliconia dan sebagainya).

38. Sarana Penunjang adalah bangunan yang digunakan sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan tujuan dikeluarkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk : a. Mengatur, membina dan mengawasi segenap kegiatan pelestarian/pengawetan sumber daya air agar akibat kegiatan-kegiatan tersebut tidak berpengaruh buruk terhadap keberadaan sumber daya air; b. Melakukan pelestarian terhadap sumber-sumber daya air agar sumber daya air tersebut tetap dapat menghasilkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat untuk dikonsumsi guna memenuhi berbagai kebutuhan manusia akan air dalam kuantitas/jumlah yang tetap mencukupi secara berkesinambungan; dan c. Melakukan penampungan air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah, sehingga mengurangi limpasan permukaan yang sangat berlebihan/banjir. B A B III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup konservasi atau Kegiatan Pelestarian terhadap sumber daya air adalah Pelestarian sumber daya air yang berasal dari air hujan dan sumbersumber air lainnya. B A B IV ZONA KONSERVASI AIR Pasal 4 Konservasi air pada suatu kawasan, ditetapkan dalam zona-zona sebagai berikut: a. Zona Konservasi Kawasan Siap Bangun dan Kawasan Terbangun. Kawasan Siap Bangun adalah suatu kawasan yang keberadaannya merupakan rencana kawasan hunian atau kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan dan atau jenis kawasan lainnya yang keadaan lahannya sudah dimatangkan atau sedang dipersiapkan pematangannya untuk kegiatan pembangunan. Kawasan terbangun, merupakan suatu kawasan yang keberadaannya sudah berdiri berbagai bangunan beserta fasilitasnya; dan b. Zona Konservasi Kawasan Belum Terbangun adalah suatu kawasan yang keberadaannya masih merupakan lahan terbuka, terdiri dari lahan kering atau tegalan atau pekarangan dan atau lahan basah atau persawahan. Pasal 5 Penetapan batas masing-masing Zona Konservasi Air sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, dilakukan berdasarkan penelitian dan pengukuran secara teknis dilapangan dan atau berdasarkan surat-surat ijin pengelolaan lahan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau. BAB V BENTUK KONSERVASI AIR DI MASING-MASING ZONA Pasal 6 Bentuk kegiatan konservasi air di masing-masing zona adalah sebagai berikut :

a. Untuk zona konservasi air kawasan siap bangun dan kawasan terbangun adalah berupa sumur resapan air hujan, kolam penampungan air hujan dan tanaman pohon/penghijauan dalam hal ini pengadaan Ruang Terbuka Hijau; b. Untuk zona konservasi air kawasan belum siap bangun adalah berupa tanaman pohon/penghijauan penanaman dan pemeliharaan tanaman pohon/penghijauan. BAB VI PEMBATASAN KEGIATAN DAN KEHARUSAN KEGIATAN PADA MASING-MASING ZONA Pasal 7 Kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan pada kawasan siap bangun dan kawasan terbangun, khususnya berkaitan dengan sumur resapan air hujan adalah : a. Mengalirkan air limbah rumah tangga dan atau air limbah industri, baik yang sudah diproses melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) maupun yang belum terproses lewat IPAL kedalam sumur resapan air hujan; b. Mengumpulkan, menyimpan bahan-bahan yang membahayakan air di dekat sumur resapan air hujan; dan c. Mengalirkan air limbah atau bahan-bahan yang membahayakan air ke perairan di atas tanah atau air bawah tanah. Pasal 8 Kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan pada kawasan belum siap bangun adalah : a. Merubah lahan yang diperuntukkan untuk penghijauan/hutan; b. Pembabatan tanaman secara intensif; dan c. Mengalirkan air limbah atau bahan-bahan yang membahayakan air ke perairan di atas tanah atau air bawah tanah. Pasal 9 Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada kawasan siap bangun dan kawasan terbangun, khususnya berkaitan dengan sumur resapan air hujan adalah : a. Membuat bak pengendapan lumpur untuk media endapan sebelum air hujan dimasukkan ke sumur resapan; b. Mengadakan pemeriksaan setiap 6 bulan sekali untuk menjamin kontinuitas operasionalnya sumur resapan meliputi: aliran masuk, bak kontrol dan kondisi sumur resapan. Pasal 10 Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada kawasan belum siap bangun adalah : 1. Memelihara tanaman-tanaman yang sudah ada; 2. Meremajakan pohon pada pematang lahan-lahan yang tanamannya sudah tua dan mati; 3. Membuat terasiring bagi lahan yang kemiringannya tajam atau kemiringannya diatas 15 derajat; dan 4. Mengadakan ruang terbuka hijau.

BAB VII GARIS SEMPADAN SUNGAI Bagian Kesatu Penetapan Sempadan Sungai Pasal 11 (1) Penetapan Garis Sempadan Sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. (2) Penetapan Garis Sempadan Sungai bertujuan : a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu dari aktivitas yang berkembang disekitarnya; b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai; dan c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi. Pasal 12 Garis Sempadan Sungai didalam kawasan perkotaan dan diluar kawasan perkotaan, dibedakan dalam : a. Sungai bertanggul; b. Sungai tidak bertanggul. Pasal 13 (1) Penetapan Garis Sempadan Sungai untuk sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Penetapan Garis Sempadan Sungai untuk sungai tidak bertanggul didalam kawasan perkotaan, ditetapkan : a. Sungai yang mempunyai kedalaman sampai dengan 3(tiga) meter, ditetapkan jarak sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; b. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter, ditetapkan sekurang-kurangnya jarak 15 (lima belas) meter yang dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan c. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter ditetapkan jarak sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter yang dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Pasal 14 (1) Penetapan Garis Sempadan Sungai untuk sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul dan disesuaikan dengan keperluan sebagaimana yang tertuang dalam rencana detail kawasan tersebut. (2) Penetapan Garis Sempadan Sungai untuk sungai tidak bertanggul diluar kawasan perkotaan ditetapkan: a. Untuk sungai besar yaitu: - sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih; - Untuk sungai kecil yaitu: sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dan 500 (lima ratus) Km2;

b. Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul diluar kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan; dan c. Garis Sempadan Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar ditetapkan sekurang-kerangnya 100 (seratus) meter, sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Pasal 15 Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut: a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi kearah darat; b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter disekitar mata air; dan c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai yang berfungsi sebagai jalur hijau. Bagian Kedua Pemanfaatan Daerah Sempadan Sungai Pasal 16 (1) Pemanfaatan lahan di Daerah Sempadan Sungai untuk kawasan lindung dapat dikembangkan sebagai kawasan umum serta pengembangan kawasan rekreasi dan kegiatan lain sepanjang tidak terganggu fungsi lindungnya; (2) Pemanfaatan lahan di Daerah Sempadan Sungai dapat dilaksanakan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut: a. Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan; b. Untuk penggalian, penimbunan, pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon, pipa gas atau air minum, pemasangan tiang atau pondasi prasarana dan sarana transportasi; c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta rambu-rambu pekerjaan; d. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan kemasyarakatan yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai; e. Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air; dan f. Untuk pengembangan khusus tepi sungai bagi kawasan perkotaan. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memperoleh ijin Bupati dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. (4) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas daerah sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melalui pembebasan tanah. Pasal 17 Pada Daerah Sempadan Sungai dilarang : 1. Membuang sampah, limbah padat dan atau limbah cair; 2. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian atau tempat usaha, serta bentuk pemanfaatan yang bersifat perorangan.

Bagian Ketiga Daerah Pemanfaatan Sungai Pasal 18 (1) Pengelolaan, Pembinaan dan Pemanfaatan Daerah manfaat Sungai dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), dilakukan inventarisasi yang mencakup: a. Palung Sungai, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, panjang, debit dan kapasitas; b. Daerah Sempadan yang dibebaskan, memuat informasi antara lain mengenai lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana; dan c. Mata air memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi dan debit air. Pasal 19 (1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan di Daerah Manfaat Sungai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Memenuhi persyaratan yang telah ditentukan; b. Harus dengan ijin Pejabat yang berwenang; c. Mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan Daerah ini; dan d. Tidak mengganggu upaya pembinaan sungai. (2) Ijin pemanfaatan lahan di Daerah Manfaat Sungai yang berada pada wilayah sungai diberikan oleh Bupati dengan rekomendasi teknis dari Pejabat yang ditunjuk. (3) Masyarakat yang memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dapat dikenakan konstribusi dalam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai yang berupa uang atau tenaga. (4) Tata cara pemanfaatan lahan didaerah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Daerah Penguasaan Sungai Pasal 20 (1) Penetapan Daerah Penguasaan Sungai dimaksudkan agar Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin bagi pemanfaatan dan keselamatan masyarakat umum. (2) Batas Daerah Penguasaan Sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari elevasi banjir rencana disekeliling daerah genangan, sedangkan yang berupa daratan banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir tahunan sekurang-kurangnya dengan periode ulang 50 (lima puluh) tahunan. (3) Rencana peruntukan Daerah Penguasaan Sungai ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan memperhatikan kepentingan instansi lain yang bersangkutan. Pasal 21 (1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan di Daerah Penguasaan Sungai untuk kegiatan atau keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 ayat (3).

(2) Izin pemanfaatan lahan didaerah penguasaan sungai yang berada di daerah sempadan maupun diluar daerah sempadan diberikan oleh Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) Tata cara permohonan dan pemberian ijin sebagaimana dimaksud ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Bekas Sungai Pasal 22 (1) Lahan Bekas Sungai adalah merupakan inventarisasi kekayaan milik negara yang berada dibawah pembinaan Kepala Daerah. (2) Bupati dan Pejabat yang ditunjuk melakukan inventarisasi lahan Bekas Sungai dan mengadakan pemuktahiran data inventarisasi minimal 1 kali dalam 5 tahun. (3) Pemanfaatan lahan yang terkena Bekas Sungai diperioritaskan untuk : a. Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru; b. Keperluan pembangunan sarana dan prasarana pekerjaan umum; c. Keperluan budidaya dengan syarat tertentu; dan d. Keperluan pembangunan lainnya dengan cara tukar bangun sesuai dengan peraturan yang berlaku. (4) Pemanfaatan lahan Bekas Sungai dilaksanakan atas ijin Bupati. (5) Tata cara permohonan dan pemberian ijin pemanfaatan lahan bekas sungai sebagaimana dimaksud ayat (3), ditetapkan Peraturan Bupati. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 23 Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Konservasi Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran, tanggung jawab dan kemitraan semua pihak baik pejabat pemerintah/swasta/pengusaha dan masyarakat dalam upaya pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian Sumber Daya Air. Pasal 24 (1) Pembinaan teknis dalam Konservasi Sumber Daya Air dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Instansi terkait. (2) Guna pengendalian, pemanfaaatan Sumber Daya Air, setiap usaha atau kegiatan oleh dan/ atau untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi Konservasi Sumber Daya Air tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh ijin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Dalam surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan pengendalian dan pelestarian Sumber Daya Air dan dapat ditambah persyaratan lain yang ditetapkan Bupati. (4) Ketentuan perizinan dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati Lamandau sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (5) Bila dipandang perlu Bupati dapat membentuk Tim Pengawas Terpadu.

BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 25 (1) Pembangunan bangunan sungai ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum dibiayai oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing. (2) Pembiayaan pembangunan bangunan sungai untuk usaha-usaha tertentu yang diselenggarakan oleh perorangan, Badan Hukum, Badan Usaha dan Badan Sosial dibiayai oleh yang bersangkutan. (3) Masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari adanya bangunan sungai sebaigamana yang dimaksud pada ayat (1), dapat diikut sertakan dalam pembiayaan untuk pembangunan tersebut sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya. BAB X HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 26 (1) Setiap orang atau badan, berhak mendapatkan asistensi dalam konservasi Sumber Daya Air. (2) Upaya konservasi air, dilakukan sesuai dengan adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat. (3) Setiap orang atau badan, berkewajiban ikut serta dalam konservasi Sumber Daya Air. (4) Masyarakat wajib mentaati ketentuan-ketentuan konservasi Sumber Daya Air yang ditetapkan oleh Bupati. (5) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pengamanan Sumber Daya Air. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 27 (1) Barang siapa dengan sengaja melanggar terhadap ketentuan Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (4), diancam sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran. BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Selain oleh penyidik POLRI, penyidik atas tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kabupaten yang pengangkatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah: a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Air agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi dan atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Air;

c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi dan atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Air; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Air; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Air; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e, h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Air; i. Memanggil orang yang didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Air menurut hukum dapat dipertanggungjawabkan. BAB XIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 29 (1) Dalam hal ketentuan konservasi Sumber Daya Air tidak dipenuhi oleh orang atau badan maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berwenang menerapkan sanksi administrasi. (2) Sanksi administrasi terdiri atas: a. Teguran tertulis; b. Penghentian kegiatan; c. Pembekuan aktifitas; d. Pencabutan izin; BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 (1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka peraturan-peraturan yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku; (2) Terhadap pemanfaatan lahan di Daerah Konservasi Sumber Daya Air yang telah ada sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini, agar melakukan penyesuaian paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini. (3) Terhadap kegiatan konservasi Sumber Daya Air yang sudah dilaksanakan pada saat Peraturan Daerah ini diundangkan dimana kualitas dan kuantitasnya memenuhi syarat, dianggap sudah memenuhi Peraturan Daerah ini. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 32 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau. Ditetapkan di Nanga Bulik pada tanggal 14 Mei 2012 BUPATI LAMANDAU, MARUKAN Diundangkan di Nanga Bulik pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU ARIFIN LP. UMBING LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR SERI E

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA AIR I. UMUM 1. Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan pembantu produksi, disebut, dengan hak guna usaha air. Jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber air yang bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan dengan kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi. 3. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut termasuk hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya. Pemerintah atau Pemerintah Daerah menjamin alokasi air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut dengan tetap memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban dan ketentraman. 4. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor, antarwilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air. Berdasarkan

pertimbangan tersebut Peraturan Daerah ini lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi. 5. Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan membina adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk meningkatkan penyadaran, perilaku dan kemampuan melalui kegiatan advokasi, penyuluhan, dan bantuan teknis dengan cara menempatkan dan menugaskan tenaga pendamping masyarakat. Yang dimaksud dengan kegiatan pengawasan dalam ayat ini mencakup pengamatan secara cermat atas praktik penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air, baik dalam konteks kesesuaiannya dengan rencana pengelolaan yang sudah ditetapkan maupun dalam konteks ketaatannya termasuk tindak lanjutnya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7

Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Huruf d Pasal 11 Pasal (1) Pasal (2) Pasal 12 Pasal 13

Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Ayat (3) Ayat (4) Huruf d Huruf e Huruf f

Pasal 18 Pasal 19 Huruf d Ayat (3) Ayat (4) Pasal 20 Ayat (3) Pasal 21 Ayat (3) Pasal 22

Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Huruf d Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Ayat (3) Ayat (4) Perizinan dimaksud termasuk perjanjian yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya air yang telah dibuat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah. Ayat (5) Ayat (3) Ayat (3) Ayat (4)

Pasal 27 Pasal 28 Ayat (5) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan hasil penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik POLRI. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa hasil penyidikannya telah memenuhi ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan koordinasi antara pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan pejabat penyidik POLRI dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k

Huruf d Pasal 29 Pasal 30 Ayat (3) Pasal 31 Pasal 32 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2012 NOMOR SERI E