BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGALIHAN TUGAS NADZIR DALAM PENGELOLAAN OBYEK WAKAF DI KECAMATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR. Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN NADZIR DAN MANAJEMEN PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL KHOIRIYYAH SEMARANG

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB IV ANALISIS TENTANG TIDAK ADANYA PELAPORAN PENGELOLAAN WAKAF OLEH NADZIR KEPADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

BAB IV. mensyaratkan kekekalan di dalamnya dengan membeli sesuatu harta yang lain

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN SEMARANG

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan

BAB IV ANALISIS PENDELEGASIAN PENGELOLAAN WAKAF DI PONDOK PESANTREN AL-MA UNAH CIREBON

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB II TUGAS NADZIR DALAM PENGELOLAAN OBYEK WAKAF. dilaksanakan oleh nadzir yang mendapatkan kepercayaan dari pewakif untuk

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. masjid Quba sebagai wakaf pertama, kemudian beliau membangun masjid Nabawi

BAB III PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG. A. Selayang Pandang Kecamatan Pedurungan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf sebagai institusi keagamaan, di samping berfungsi ubudiyah. mewujudkan dan memelihara hablun min Allah dan hablun min an-nas.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO

BAB I PENDAHULUAN. bagi umat manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur an, Sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. meskipun belum dinamakan wakaf. Hal ini karena tempat-tempat ibadah berdiri

BAB IV ANALISIS TENTANG AKAD QIRAD}{ DI GERAI DINAR SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata

Pengertian. Masyarakat Madani. Karakteristik. Masyarakat Madani. Posisi Umat Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO 7 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI AIR IRIGASI DI DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYALURAN ZAKAT FITRAH UNTUK KEPENTINGAN MASJID DI DESA SOLOKURO KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

PENDAHULUAN. Belakangan ini di Indonesia muncul berita yang mengejutkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK WAKAF BERSYARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW bersabda, apabila manusia meninggal dunia, maka

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA WAKAF DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. SWT yang berkaitan dengan harta benda adalah wakaf. Wakaf telah

BAB IV ANALISIS PERWAKAFAN DI KJKS BMT AL-FATTAH PATI. A. Praktek Perwakafan Uang di KJKS BMT AL-FATTAH Pati

BAB I PENDAHULUAN. shalat dan puasa. Namun ada juga yang berdampak secara sosial, seperti halnya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. dalam Preambule Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya adalah memajukan

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA TAHUN 2015 M / 1436 H

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang. menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima iyah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

BAB IV ANALISIS PENARIKAN TANAH WAKAF UNTUK MEMBAYAR HUTANG AHLI WARIS

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENANGUNG JAWAB ATAS TANGGUNGAN RESIKO IJARAH. perbolehkan penggunaanya, Jelas, mempunyai tujuan dan maksud, yang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, yang diatur dalam Pasal 2 sampai

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN AKAD SIMPANAN QURBAN MENJADI PEMBIAYAAN QURBAN DI KJKS DAARUL QUR AN WISATAHATI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF

BAB III PROSEDUR PENDAFTARAN TANAH WAKAF

BAB I PENDAHULUAN. dalam judul skripsi makelar mobil dalam perspektif hukum islam (Studi di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi maksud-maksudnya yang kian hari makin bertambah. 1 Jual beli. memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pendapat Imam Al-Sarkhasi (mazhab Hanafiyyah) tentang Istibdal harta

BAB I PENDAHULUAN. para pemeluknya. Keduanya disebut dengan dua kalimat hablum minallah wa

SISTEM EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGALIHAN TUGAS NADZIR DALAM PENGELOLAAN OBYEK WAKAF DI KECAMATAN PEDURUNGAN SEMARANG Wakaf sebagai bentuk amal yang bernilai sosial tinggi, dari dulu hingga sekarang selalu menimbulkan polemik dan menyita perhatian banyak pihak, baik itu pemerintah, para ulama, ahli fiqh, cendekiawan, dan umat Islam pada umumnya. Karena betapa pentingnya fungsi sosial wakaf ini, terutama bagi umat Islam, maka tak ayal lagi perwakafan sering menimbulkan pro-kontra di berbagai kalangan. Mengingat begitu pentingnya peran wakaf dalam kehidupan sosial umat Islam ini, maka pemerintah melalui berbagai upaya berusaha untuk mengatur sedemikian rupa, baik melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah. Dalam rangka menjamin agar obyek wakaf berfungsi sesuai dengan tujuan wakaf, diperlukan manajemen (pengelolaan) dan pengurusan yang baik. Pengelola wakaf yang dikenal sebagai nadzir harus berusaha maksimal untuk mengelola dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran Islam. A. Analisis Proses dan Alasan-alasan Pengalihan Tugas Nadzir dalam Pengelolaan Obyek Wakaf di Kecamatan Pedurungan Semarang Keterkaitannya dengan Perundang-undangan tentang Wakaf Kehadiran undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf menambah lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia. Undang-undang ini merupakan undang-undang pertama yang secara 62

khusus mengatur tentang wakaf yang di dalamnya juga lebih menegaskan lagi kedudukan nadzir dalam perwakafan. Menurut UU No 41 Tahun 2004 pasal 1 ayat (4) disebutkan pengertian nadzir bahwa : Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. 1 Dari pengertian diatas tampak jelas nadzir tidak bisa lepas dalam setiap perwakafan, karena pihak yang menerima harta benda wakaf untuk kemudian dikelola ataupun dikembangkan adalah nadzir. Nadzir tidak hanya mengelola harta benda wakaf saja tetapi juga mengembangkannya. Ini dikarenakan harta benda wakaf tidak hanya dalam bentuk wakaf tanah, tetapi juga dalam bentuk uang, logam, hak atas kekayaan intelektual dan lainnya ini menekankan bahwa nadzir harus mampu dan sanggup untuk mengelola dan mengembangkannya secara produktif dan profesional.dalam PP No 42 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (4) disebutkan bahwa: Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. 2 Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan khususnya mengenai Pengelolaan dan Pengembangan obyek wakaf. Dalam penerapan UU No 41 Tahun 2004 dan PP. No. 42 Tahun 2006 tentang pengalihan tugas nadzir di Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang, ternyata memang bukan persoalan yang mudah untuk menerapkan suatu peraturan di lapangan. Dalam penelitian ini penulis meneliti di tiga tempat obyek wakaf yang berada di 1 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Republik Indosia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jakarta ; Harvindo, 2005, hlm. 2. 2 Lihat Pasal 1 (4) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 63

Kelurahan Kalicari, yaitu Musholla At-taqwa, Masjid Baitul Muttaqien dan Yayasan Pendidikan Islam Tarbiyatul Khairot. Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Pasal 11 bahwa kewajiban pokok nadzir, yaitu; (1) melakukan pengadministrasian harta benda wakaf (2) mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya; (3) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; (4) melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia Dikeluarkannya PP. No. 42 Tahun 2006 yang juga mengatur tentang hak dan kewajiban nadzir, dijelaskan bahwa dalam mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf, nadzir mempunyai tugas menyimpan lembar salinan Akta Ikrar Wakaf, memelihara tanah wakaf, memanfaatkan dan berusaha meningkatkan hasil wakaf sesuai dengan prinsip syari ah, serta menyelenggarakan pembukuan dan administrasi. Nadzir adalah figure penting yang menentukan berkembang atau tidaknya eksitensi wakaf. Karena penting tersebut, nadzir seringkali menjadi tertuduh atas obyek wakaf yang tidak produktif. Kecaman terhadap ketidakmampuan nadzir diantaranya dapat dilihat dari tata kelola yang tidak profesional dan juga minimnya upaya mengembangkan wakaf produktif. 3 Dalam UU No 41 Tahun 2004 ditemukan bahwa salah satu sifat nadzir adalah Amanah. Sifat amanah ini memang sangat diperlukan agar dalam pengelolaannya nanti tidak terjadi penyelewengan dan sesuai dengan apa yang diinginkan wakif. Apabila seseorang menyimpan harta kekayaannya sebagai amanah kepada yang dipercayai, ia wajib memelihara harta kekayaan yang 3 Andi Agung Prihatna, dkk. Wakaf Tuhan, dan Agenda Kemanusian (Studi Tentang Wakaf dalam Presepektif Keadilan Sosial di Indonesia), Jakarta; CSRC UIN Syarif Hidayatullah, 2006, hlm.52. 64

menjadi amanah tersebut sebagaimana ia wajib melindungi dirinya sendiri inilah yang harus menjadi panutan para nadzir dalam melaksanakan tugasnya. Secara garis besar persyaratan nadzir dalam Undang-Undang No 41 Tahun 2004 mengenai pengelolaan nadzir dalam bentuk perorangan, organisasi dan badan hukum sudah ditegaskan atau dispesifikan yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam, dimana tujuan utama dari wakaf itu adalah untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umum. Dengan adannya persyaratan bagi nadzir ini sangat penting sehingga diharapkan nadzir memang benar-benar orang-orang yang sanggup dan mampu untuk mengelola harta wakaf sehingga tujuan dari wakaf bisa tercapai dan terlaksana sebagaimana mestinya dan diharapkan tidak terjadi penyelewengan terhadap harta benda wakaf. Peruntukan benda wakaf merupakan langkah awal untuk dapat menggapai tujuan utama dari wakaf itu. Sehingga dalam menetapkan peruntukan ini harus sudah didasari rasa yang mantap dan optimis. Nadzir sebagai pengelola wakaf harus lebih siap dalam melaksanakan tugasnya, sehingga apa yang di inginkan wakif dapat terlaksana. Nadzir dalam Undang-Undang Wakaf mempunyai kedudukan yang sangat penting, disamping harus dapat mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nadzir juga dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf selama wakif tidak menentukannya dan bilamana wakif juga sepakat dengan peruntukan harta benda wakaf yang diajukan oleh nadzir. Disini dapat ditemukan bahwa pasal 13 Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2006 menjelaskan mengenai pelaksanaan Undang-Undang No 41 tahun 65

2004 Tentang wakaf. Nadzir bertugas melaporkan pengelolaan dan pengembangan obyek wakaf yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kepala Badan Wakaf Indonesia melalui Kantor Urusan Agama. Tugas nadzir yang begitu besar tanggung jawabnya menegaskan bahwa perwakafan tidak akan dapat berjalan apabila nadzir tidak dapat mengelolanya. Jadi jelas bahwa berfungsi dan tidaknya perwakafan sangat bergantung kepada nadzir sebagai pihak yang menerima harta benda wakaf untuk dikelola dan dikembangkan sebagaimana mestinya. Tetapi yang terjadi di Kecamatan Pedurungan pelaksanaan tugas nadzir tidak sesuai dengan ketentuan tersebut. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, ternyata dijumpai hal-hal yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dan PP No. 42 Tahun 2006. Tugas nadzir dalam pengelolaan obyek wakaf di Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang, yang telah kami teliti di tiga tempat obyek wakaf bahwa tugas nadzir hanya menerima dan menyakasikan obyek yang akan di wakafkan oleh pewakif. Tugas-tugas yang seharusnya dilaksanakan oleh nadzir di ambil alih oleh lembaga yang telah di bentuk oleh nadzir dan tokoh-tokoh masyarakat yang berada di kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang. Pada umumnya didalam kitab-kitab fiqh tidak mencantumkan nadzir sebagai salah satu rukun wakaf ini dikarenakan wakaf adalah ibadah tabarru namun memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari benda wakaf, maka kehadiran nadzir sangat diperlukan. 4 4 Ahmad Rofiq, Op. Cit., hlm. 498. 66

Dalam pasal 42 Undang-Undang No 41 Tahun 2004 ditegaskan lagi bahwa : Nadzir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Dari sinilah peran dan kedudukan nadzir dapat dilihat dikarenakan harta benda wakaf yang di amanatkan kepada nadzir wajib di kembangkan sehingga masyarakat bisa melihat apakah nadzir itu professional, mempunyai kreatifitas yang tinggi dan juga mempunyai kapabilitas dalam upayanya untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, di karenakan apabila nadzir sudah sanggup untuk menerima amanat harta benda wakaf maka nadzir harus bertanggung jawab atas pengelolaannya. Walaupun nadzir mempunyai kewajiban untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, akan tetapi dalam upayanya untuk mengelola dan mengembangkannya nadzir tidak dapat bekerja dengan sekehendak sendiri tetapi harus berpegang pada pasal 43 Undang-UndangNo 41 Tahun 2004 yaitu : 1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syari ah. 2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif. 3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syari ah. 67

Nadzir dalam pengelolaan dan pengembangan benda wakaf harus dilakukan sesuai dengan peruntukannya sesuai dengan penjelasan Peraturan Pemerintah No 42 tahun 20 Pasal 45 ayat (1) dan (2) bahwa : Ayat (1) : Nadzir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukannya yang tercantum dalam akta ikrar wakaf Ayat (2) : Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memajukan kesejahteraan umum, nadzir dapat berkerjasama dengan pihak lain sesuai dengan prinsip syari ah Kebanyakan nadzir yang ada di Kecamatan Pedurungan masih di dominasi oleh nadzir perorangan. Adanya nadzir dalam bentuk organisasi atau badan hukum akan lebih efektif dibandingkan dengan nadzir perorangan, dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf tersebut sesuai dengan fungsi, tujuan serta peruntukan wakaf. Dan lagi kontrol masyarakat terhadap nadzir organisasi ataupun badan hukum khususnya wakif atau keluarganya akan lebih mudah bila dibandingkan dengan nadzir perorangan. Nadzir yang telah ditunjuk oleh pewakif dan telah di angkat oleh KUA Kecamatan pedurungan, kemudian bermusyawarah dengan beberapa tokoh masyarakat membentuk dewan kepengurusan obyek wakaf. Dewan kepengurusan obyek wakaf tersebut membentuk lembaga yang terdiri bebarapa orang. Lembaga yang telah terbentuk di beri tugas dari dewan pengurus untuk mengurus, mengelola dan mengembangkan obyek wakaf tersebut dengan sebaik-baiknya. 68

lembaga tersebut menjalankan tugasnya dengan membuat program kerja untuk mengembangkan obyek wakaf. lembaga yang telah di bentuk oleh dewan kepengurusan obyek wakaf memberikan laporan pertanggungjawaban kepada dewan sejauh mana dalam mengelola dan mengembangkan obyek wakaf. Lembaga tersebut juga melaporakan hasil yang telah diperoleh Kepada Dewan kepengurusan. Untuk menjembatani agar umat tidak hanya terpaku pada aturan formal yang di buat pemerintah, KH. MA. Sahal Mahfudh berpendapat bahwa nadzir sebaiknya di bagi menjadi dua yaitu : 1. Nadzir syar i adalah nadzir perorangan, badan hukum atau lembaga yang secarah sah ditunjuk oleh wakif. 2. Nadzir Wadl i adalah nadzir perorangan, badan hukum atau lembaga yang secara sah ditunjuk dalam aturan formal yang ada. 5 Nadzir syar i yang telah ditunjuk oleh pewakif dipercaya karena lebih mempunyai sifat amanah yang dapat dipertanggungjawabkan, nadzir ini biasanya adalah tokoh masyarakat yang berada di daerah tersebut. Sedangkan nadzir Wadl i adalah nadzir yang diangkat secara sah sesuai dengan aturan formal karena mempunyai kemampuan untuk mengelola wakaf lebih produktif. Pembagian ini diharapkan untuk menemukan terobosan yang baru untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam pengelolaan obyek wakaf. Apabila terjadi sengketa dalam siapa yang lebih berhak menangani obyek wakaf, maka yang lebih dimenangkan adalah nadzir syar i karena nadzir syar i 5 Agus Fathuddin Yusuf, kata Pengantar buku Melacak Banda masjid hilang, Semarang; Aneka Ilmu, 2000, hlm. VIII. 69

mempunyai kwalitas yang lebih dapat dipercaya. Sekali lagi tititk beratnya terserah pada pewakif akan menyerahkan tugas untuk mengelola obyek wakaf. Bahkan menurut syar i wakif bisa menunjuk dirinya sendiri untuk menjadi nadzir. 6 Keberadaan nadzir desa di Kelurahan Kalicari Kecamatan pedurungan hanya sekedar formalitas, dalam arti di setiap kelurahan terdapat kepengurusan nadzir, tetapi tidak ada perannya atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Nadzir bekerja hanya dalam hal pensertifikatkan tanah wakaf, setelah itu tugas nadzir telah selesai. Ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 45 PP. No.42 tahun 2006, dimana seorang nadzir bertugas tidak hanya mengurus sertifikasi tanah wakaf, tetapi juga mempunyai kewajiban untuk mengelolanya dan berusaha untuk meningkatkan produktivitas tanah wakaf yang dikelolanya. Tata cara pengelolaan obyek wakaf di Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang dapat penulis simpulkan telah berjalan sesuai dengan peruntukan wakaf. Lembaga yang telah di bentuk oleh nadzir dan masyarakat, menjalankan tugasnya mengelola dan mengembangkan obyek wakaf menjadi lebih produktif. Fenomena pengalihan tugas nadzir yang telah dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Undangundang No. 41 Tahun 2004 Tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tidak menjelaskan adanya ketentuan tentang pengalihan tugas nadzir. 6 Ibid. 70

Peraturan-peraturan tersebut juga tidak melarang tentang pengalihan tugas nadzir dalam pengelolaan obyek wakaf. Menurut penulis pengalihan tugas nadzir dalam pengelolaan obyek wakaf tidak menjadi masalah apabila penunjukan tersebut bertujuan menjadikan pengelolaan obyek wakaf yang lebih produktif. Secara normatif, Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Tentang Wakaf disusun sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang muncul dalam bidang Perwakafan Nasional. Hal ini dapat ditilik melalui sejarah perwakafan di Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang tersebut, bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, dalam rangka mencapai kesejahteraan spirituil dan material menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pengalihan Tugas Nadzir dalam Pengelolaan Oyek Wakaf di Kecamatan Pedurungan Semarang Islam adalah agama samawi (agama wahyu) yang terakhir diturunkan oleh Allah SWT. Kepada umat manusia, melalui rasul dan nabi-nya yang terakhir, Muhammad. Islam mencakup ajaran yang sangat luas, yang tidak hanya berkaitan dengan ibadah, yaitu hubungan vertikal langsung dengan Allah, tetapi juga berkaitan dengan hubungan horisontal, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan Allah dengan alam sekitar, tidak hanya 71

mementingkan kehidupan akhirat, tetapi juga kehidupan dunia, tidak hanya mementingkan kehidupan materiil tetapi juga kehidupan spiritual. 7 Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku manusia mukhallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. 8 Pengusahaan berarti proses, cara, perbuatan mengusahakan, menyelenggarakan, dsb. 9 Dalam sistem perwakafan menurut fiqh, memang tidak disebutkan bahwa nadzir sebagai salah satu rukun wakaf, yang ada dalam fiqh adalah mauquf alaih (tujuan wakaf, penerima wakaf), sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Wahab sebagai berikut: ار ار و و ف وو وف و ووا ف Artinya: Adapun yang menjadi rukun wakaf adalah mauquf (harta yang diwakafkan), mauquf alaih (tujuan wakaf), sighat (pernyataan kehendak) dan wakif (orang yang mewakafkan). 10 Kitab-kitab fiqh secara umum juga tidak mencantumkan nadzir (pengelola wakaf) sebagai salah satu rukun wakaf. Tetapi jika ditinjau dari segi jaminan kelestarian dan kekekalan benda wakaf, agar tujuan wakaf sebagai sodaqoh jariyah dapat tercapai, maka adanya nadzir mutlak diperlukan. Ketentuan diperlukannya nadzir sebagaimana yang diatur dalam PP. No. 42 tahun 2006, terutama Pasal 4 tentang Hak dan Kewajiban Nadzir juga merujuk pada sejarah 7 Ahmad Thib Raya, Hj. Siti Musdah Mulia,Menyelami Seluk Beluk ibadah dalam Islam, Jakarta : Kencana, 2003, hlm. 14 8 Ibid, hlm. 37. 9 Ibid, hlm. 998. 10 Abi Yahya Zakaria al-anshari,vfath al-wahab, Juz 1, Semarang ; Toha Putra, 1990, hlm. 135. 72

Islam yang bersumber pada sahabat Umar Bin Khotob yang mewakafkan tanahnya. Nadzir di kelurahan kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang tidak secara langsung mengelola wakaf. Nadzir menyerahkan kewajibannya kepada organisasi dan yayasan yang telah dibentuk bersama dengan masyarakat. Organisasi dan yayasan tersebut bertanggungjawab dalam melaksanakan pengelolaan obyek wakaf. Dengan demikian keberadaan nadzir di Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan hanya sekedar formalitas, dalam arti di setiap obyek wakaf terdapat kepengurusan nadzir, tetapi tidak ada perannya atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Nadzir bekerja hanya dalam hal pensertifikatkan tanah wakaf, setelah itu tugas nadzir telah selesai. Ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 41 Tahun 2004 dan PP. No. 42 tahun 2006, dimana seorang nadzir bertugas tidak hanya mengurus sertifikasi tanah wakaf, tetapi juga mempunyai kewajiban untuk mengelolanya dan berusaha untuk meningkatkan produktivitas tanah wakaf yang dikelolanya. Para fuqoha berpendapat mengenai kebolehan seseorang dalam mengalihkan atau memberikan tugasnya kepada orang lain, bahwa orang-orang yang mempunyai otoritas untuk mengatur dirinya itu boleh memberi kuasa 11. Menurut mazdhab Syafi I bahwa hak mengurus harta wakaf bukan berada di tangan pewakif, kecuali dalam ikrar wakaf memang disebutkan demikian. Jika pewakif tidak menentukan siapa yang akan mengurus harta wakafnya, dalam hal 11 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jakarta ; Pustaka Amani cet. Ke III, 2007. hlm. 270. 73

ini terdapat tiga kemungkinan. Pertama, pengelolaanya berada di tangan pewakif sebab dialah orang yang bekepentingan agar tujuan wakaf tercapai. Kedua, pengelolanya berada di tangan pemakai manfaat sebab dialah orang yang menikmati hasil dan manfaat harta wakaf. Ketiga, pengelolaan harta wakaf berada di tangan pemerintah karena pemerintah berkewajiban untuk menjaga hak-hak orang yang berwakaf dan penerima manfaat wakaf. 12 Masa kerja nadzir tidak seumur hidup, seorang nadzir bisa berhenti kapanpun apabila disebabkan oleh hal-hal yang bisa membatalkan dia sebagai nadzir, seperti : 1. Meninggal dunia, 2. Mengundurkan diri, 3. Dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena : a) Tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaannya. b) Melakukan tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan jabatannya sebagai nadzir. c) Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir. 13 Dalam Ensiklopedi Hukum Islam menyatakan Ulama mensyaratkan harus: (a) Adil dalam arti orang yang selalu mawas diri dari perbuatanperbuatan terlarang, tetapi menurut ulama Hambali, orang fasik boleh menjadi nadzir, asal ia bertanggung jawab dan memegang amanah. (b) Memiliki pengetahuan dan hlm. 79. 12 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, Jakarta; PT Raja garafindo Persada, hlm. 113 13 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta; Darul Ulum Pres, 1999, 74

keterampilan dalam mengelola harta wakaf, termasuk kecakapan terhadap tindak hukum. (c) Menurut ulama mazhab Hambali apabila harta wakaf berasal dari orang muslim maka disyaratkan nadzirnya juga muslim. 14 Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa apa yang terjadi dengan nadzir di Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang baik mengenai syarat-syarat sebagai nadzir tidak sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah. Adanya pengalihan tugas nadzir kepada lembaga yang telah di bentuk oleh nadzir dan masyarakat, pengalihan tugas tersebut sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Menurut ulama fiqih, bahwa seseorang sebagai pemilik hak dibenarkan memindahkan haknya kepada orang lain, dengan ketentuan harus sesuai dengan cara yang di syari atkan dalam agama Islam. Dalam pemindahan hak yang terpenting diperhatikan adalah ketentuan Syara. 15 Menurut penulis proses pengalihan tugas nadzir tidak menjadi masalah apabila penunjukan tersebut bertujuan menjadikan pengelolaan obyek wakaf yang lebih produktif. DR. Mundzir Qhohaf berpendapat : Dalam mengelola obyek wakaf di butuhkan lembaga pengurus wakaf yang mempunyai kemampuan menejemen yang profesional. Kepengurusan wakaf terdiri dari nadzir dan dewan kepengurusan serta badan wakaf sesuai kondisi. Setiap aktivitas dalam organisasi tidak lepas dari manajemen.manajemen atau pengelolaan menempati pada posisi yang paling urgen dalam dunia perwakafan, karena yang paling menentukan benda (tanah) wakaf itu lebih 14 Abdul Azis Dahlan, et al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. Ke-1, 1996, hlm. 1910. 15 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam,Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003. hlm. 25. 75

bermanfaat atau tidak tergantung pada pola pengelolaannya, maka dalam pengelolaan wakaf harus menonjolkan pada sistem profesional agar keberadaan tanah wakaf tidak tersia-sia dan pengambilan kemanfaatan bagi masyarakat luas bisa lestari. Dalam hadist Bukhori menyebutkan: ا ھة ر الله ل ل ر ل الله و اذاو ا إ ) أھ ' &%$ا "# Artinya: Dari Abi Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila sesuatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. 16 Kebijakan nadzir dalam melakukan pendelegasian tugasnya kepada orang lain diharapkan untuk meningkatkan produktifitas obyek wakaf. Lembaga yang menengani wakaf harus mempunyai kemampuan dan menejemen yang kuat dalam mengelola obyek wakaf. Lembaga tersebut lebih diharapkan lebih profesional dalam menangani obyek wakaf. Dalam bab terdahulu dijelaskan nadzir dalam pengelola dan mengembangkan tanah wakaf dapat melakukan dan menerapkan prinsip manajemen kontemporer dengan menjunjung tinggi dan memegang kaidah al maslahah (kepentingan umum) sesuai dengan ajaran Islam, sehingga tanah wakaf dapat dikelola secara professional, dan terorganisir dengan baik. Dan hal ini menurut penulis yang terjadi di 3 (tiga) obyek wakaf di Kelurahan kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang lembaga yang menangani obyek wakaf cukup profesional. Keprofesionalan dari pengelola obyek wakaf 16 Abi Abdullah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Matan Al-Bukhori, Juz 2, Semarang; Toha Putra, 1992, hlm. 44. 76

dapat dilihat dengan penanganan yang baik terhadap keberadaan obyek wakaf yang bergerak dibidang tempat peribadatan dan pendidikan sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat luas. Kontribusi lembaga wakaf dalam bidang peribadatan menyediakan tempat untuk beribadah kepada Allah SWT secara nyaman dan kidmat. Walaupun yang mengelola wakaf di Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, namun itu tidak menjadi masalah karena lembaga yang telah dibentuk mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai pengelola wakaf dan itu bisa dilihat pada kecakapan nadzir di Kelurahan Kalicari kecamatan pedurungan Semarang dalam pengelolaan tanah wakaf, sehingga tidak ada sedikitpun obyek wakaf yang sia-sia dan selalu meningkatkan hasil obyek wakaf tersebut. Meskipun pola menejemen yang telah berjalan terkesan masih tradisional. Pola manajemen atau pengelolaan wakaf yang selama ini berjalan adalah manajemen yang terhitung masih tradisional, misalnya dari beberapa aspek : 1) Kepemimpinan Selama ini kepemimpinan dalam lembaga kenadziran masih bersifat sentralistik-otoriter (paternalistik) dan tidak ada sistem kontrol yang memadai. 2) Rekuitmen sumber daya manusia (SDM) kenadziran Sering kali kita temukan bahwa kebanyakan nadzir wakaf yang hanya didasarkan pada aspek ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz 77

dan lain-lain bukan dari aspek profesionalisme atau kemampuan mengelola. Sehingga banyak benda-benda wakaf yang tidak terurus atau terkelola secara baik. 3) Operasionalisasi pemberdayaan Pola yang digunakan ini lebih kepada sistem yang tidak jelas (tidak memiliki standar operasional) karena lemahnya sumber daya manusia (SDM), visi dan misi pemberdayaan. 4) Pola pemanfaatan hasil Dalam menjalankan upaya pemanfaatan hasil wakaf masih banyak yang bersifat konsumtif-statis sehingga kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak. 5) Sistem kontrol dan pertanggungjawaban Sebagai resiko dari kepemimpinan yang sentralistik dan lemahnya operasionalisasi pemberdayaan mengakibatkan pada lemahnya sistem kontrol, baik yang bersifat kelembagaan, pengembangan usaha maupun keuangan. 17 Menanggapi sistem manajemen atau pengelolaan dan kenadziran Ta mir Musholla At-taqwa, Ta mir Masjid Al-Muttaqien Yayasan Pendidikan Islam Tarbiyatul Khairot, penulis berpendapat bahwa pola pengelolaan obyek wakaf dan manajemen lembaganya sudah profesional dilihat dari komitmen, tanggung jawab yang tinggi dari lembaga dengan berusaha menjalankan program kerja dan visi yang ada serta melaksanakan sesuai dengan pekerjaannya, sehingga manfaat dari 17 Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta; Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2004, hlm. 105-106. 78

obyek wakaf dapat dirasakan masyarakat luas. Namun ketentuan tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku di Negara Indonesia, hal ini sepatututnya bagi kita untuk memperbaiki sisitem pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan obyek wakaf yang di terapkan oleh masyarakat Kelurahan Kalicari Kecamatan Pedurungan Semarang. 79