BAB II PENGATURAN KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA. pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

RANCANGAN PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Versi Final 1. RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015

BAB II HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM PERSEROAN. memberikan pengertian dari saham. Dalam undang-undang hanya disebutkan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan)

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 106)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS

RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. A. Dasar Hukum Peralihan Saham Pada Perseroan Terbatas

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN PASAL 2 Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

Transkripsi:

18 BAB II PENGATURAN KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Pada ketetuan Pasal 1 UU PT disebutkan apa yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas, yaitu : Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Melalui batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat kita kemukakan di sini : 27 1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum; 2. Didirikan berdasarkan perjanjian; 3. Menjalankan usaha tertentu; 4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham; 5. Memenuhi persyaratan undang-undang. Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang perorangan) dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum. 28 27 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2000), hlm. 7. 28 Ibid., hlm. 8.

19 Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan (Pasal 1 ayat (2)) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Keberadaan status badan hukum baru diperoleh setelah adanya pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya. 29 Pada UU PT ditegaskan bahwa perseroan merupakan badan hukum yang hidup karena undang-undang menghendaki. Sejalan dengan hal tersebut, Yahya Harahap menyebutkan bahwa PT sebagai badan hukum adalah makhluk hukum (a creature of law). Hal ini berbeda dengan KUHD yang tidak tegas menyebutkan suatu perseroan merupakan badan hukum. 30 Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam UU PT. Unsur-unsur tersebut adalah : 31 1. Organisasi yang teratur Organisasi yang teratur ini dapat diketahui dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi, dan komisaris (Pasal 1 angka (2) UU PT). Keteraturan organisasi perseroan dapat 29 Ibid. 30 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 14. 31 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 9.

20 diketahui melalui ketentuan UU PT, anggaran dasar perseroan, keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, keputusan dewan komisaris, keputusan direksi dan peraturan-peraturan perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu. 2. Harta kekayaan sendiri Memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. 3. Melakukan hubungan hukum sendiri Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut direksi dan komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi berada dalam pengawasan dewan komisaris di dalam melaksanakan kegiatannya, yang dalam hal-hal tertentu membantu direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut. 4. Mempunyai tujuan sendiri Tujuan tersebut ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan/laba karena perseroan menjalankan perusahaan. Perseroan terbatas dapat dipersamakan dengan Limited Liability Company yang oleh Bainbridge memiliki ciri-ciri: 32 32 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op.Cit., hlm. 15-16.

21 1. Associates; (pendirian Limited Liability Company (LLC), didasarkan pada berkumpulnya subjek hukum dan berkumpulnya modal); 2. A business purpose; (pendirian dari LLC, harus ditujukan untuk kepentingan mencari keuntungan); 3. Continuity of life; (hidupnya LLC terpisah dari hidupnya para pengurus (management), pergantian manajemen tidak mengakibatkan kematian dari LLC); 4. Centralization of management; (pendiri LLC terpisah dari LLC sebagai legal entity, dalam penyelenggaraan kegiatan LLC, pendiri tidak dapat mencampuri manajemen dari perseroan); 5. Limited liability; (LLC secagai legal entity, memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari pendirinya dan bersifat mandiri, oleh karena itu pendiri sebagai pemegang saham terbatas tanggung jawabnya pada saham yang dimilikinya); 6. Free transferability of ownership; (kepemilikan atas saham suatu LLC adalah tidak diam, tetapi dapat diperdagangkan dan dialihkan kepada pihak lain, sehingga kepemilikan atas saham suatu LLC tidak selalu dimiliki oleh pendiri). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui ciri pokok dari PT, yaitu mempunyai kekayaan sendiri, ada para pemegang saham yang bertindak sebagai pemasok modal, tanggung jawabnya tidak melebihi modal yang disetor, harus ada pengurusan yang terorganisir guna mewakili perseroan dalam menjalankan aktivitasnya dalam lalu lintas hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan serta tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan-perikatan

22 yang dibuat oleh PT. 33 Sebagai badan hukum, PT menyandang hak dan kewajibannya tersendiri, terlepas dari hak dan kewajiban para pemegang saham, anggota direksi dan komisaris PT sehingga PT dikatakan memiliki sifat tanggung jawab yang terbatas, yaitu terbatas bagi para pemegang saham, anggota direksi dan komisaris perseroan. 34 Suatu PT secara hukum baru ada sebagai subjek hukum yaitu berstatus badan hukum setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman. Hal ini berarti bahwa sebelum pengesahan itu PT tidak ada atau bukan sebagai subjek hukum. 35 Sebagai badan hukum, orientasi pendirian PT adalah melakukan kegiatan usaha yang menghasilkan laba/keuntungan. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Kegiatan usaha yang dilakukan perseroan adalah dalam bidang ekonomi baik industri, perdagangan maupun jasa yang bertujuan memperoleh keuntungan/laba. Pendirian perseroan sebagai suatu bentuk perjanjian wajib memiliki objek tertentu. Objek tersebut dicerminkan dalam bentuk pendirian perseroan dengan tujuan untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang halal. Perseroan tidak dapat didirikan dan dijalankan jika ia tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas. 36 B. Organ-Organ dalam Perseroan Terbatas Sebagai suatu badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang-perorangan, dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang hanya mungkin dilaksanakan 33 Ibid. 34 Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hlm. 1. 35 Hardijan Rusli, Op.Cit., hlm. 25. 36 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm. 12-13.

23 oleh orang-perorangan, seperti yang diatur dalam buku pertama Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan sebagian dari buku kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang kewarisan. Pelaksanaan segala hak dan kewajiban tersebut dilaksanakan oleh organ perseroan dimana ilmu hukum telah merumuskan fungsi dan tugas dari masing-masing organ perseroan tersebut, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Organ-organ tersebut antara lain adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. 37 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Sebagaimana diketahui, UU PT tidak lagi mengenal RUPS sebagai organ perseroan yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam perseroan. 38 Pada Pasal 1 angka 4 UU PT dinyatakan pengertian Rapat Umum Pemegang Saham yaitu: Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undangundang ini dan/atau anggaran dasar. Adapun wewenang RUPS yang diberikan oleh UU PT adalah sebagai berikut : 39 a. Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan sehingga perbuatan hukum calon pendiri tersebut mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum (Pasal 13 ayat (1) UU PT); 37 Ibid., hlm. 77. 38 Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 3. 39 Ibid., hlm. 4.

24 b. Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan pendiri setelah pendirian PT namun sebelum PT memperoleh status badan hukum (Pasal 14 UU PT); c. Menyetujui usulan perubahan anggaran dasar perseroan (Pasal 19-28 UU PT); d. Menyetujui penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal 34 ayat (3) UU PT); e. Menyetujui hak tagih pemegang saham atau kreditor terhadap perseroan sebagai kompensasi penyetoran saham dalam permodalan perseroan (Pasal 35 UU PT); f. Menyetujui maksud perseroan untuk membeli kembali saham (buy back) yang telah dikeluarkan (Pasal 38 UU PT); g. Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan atas maksud perseroan untuk membeli kembali saham (buy back) yang telah dikeluarkan kepada dewan komisaris (Pasal 39 UU PT); h. Menyetujui penambahan modal perseroan yaitu modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor (Pasal 41 ayat (1) UU PT); i. Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan pelaksanaan keputusan RUPS tentang penambahan modal perseroan kepada dewan komisaris (Pasal 41 ayat (2) UU PT); j. Menyetujui pengurangan modal perseroan, yaitu modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor (Pasal 44 UU PT); k. Menyetujui pemindahan hak atas saham apabila disyaratkan oleh anggaran dasar perseroan (Pasal 57 ayat (1) huruf b UU PT)

25 l. Menolak untuk mengesahkan laporan keuangan perseroan yang termasuk dalam kualifikasi perseroan yang bergerak di bidang pengerahan dana masyarakat atau perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan utang atau perseroan yang merupakan perseroan terbuka atau perseroan merupakan persero atau perseroan yang mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau perseroan yang laporan keuangannya wajib diaudit Akuntan Publik sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, yang mana direksi perseroan tersebut ternyata tidak menyerahkan laporan keuangan perseroan tersebut kepada akuntan publik untuk diaudit (Pasal 68 ayat (1) dan (2) UU PT); m. Menyetujui laporan tahunan perseroan dan mengesahkan perhitungan tahunan perseroan (Pasal 69 ayat (1) UU PT); n. Menyetujui penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan (Pasal 71 ayat (1) UU PT); o. Mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus (Pasal 73 ayat (2) UU PT); p. Menyetujui penggabungan (merger), peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran perseroan (Pasal 89 ayat (1) UU PT); q. Mengangkat anggota direksi (Pasal 94 ayat (1) UU PT) dan anggota dewan komisaris (Pasal 111 ayat (1) UU PT);

26 r. Memberhentikan anggota direksi (Pasal 94 ayat (5) jo Pasal 105 ayat (1) UU PT) dan anggota dewan komisaris (Pasal 115 ayat (5) dan Pasal 119 UU PT); s. Menetapkan pembatasan atau persyaratan kewenangan direksi (Pasal 98 ayat (3) UU PT); t. Menunjuk pihak di luar anggota direksi dan dewan komisaris Perseroan untuk mewakili perseroan dalam hlm terdapat seluruh anggota direksi dan dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf c UU PT); u. Menyetujui maksud direksi untuk mengalihkan kekayaan atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari kekayaan bersih perseroan (Pasal 102 ayat (1) UU PT); v. Menyetujui atau menolak rencana/maksud direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas perseroan (Pasal 104 ayat (1) UU PT); w. Mencabut atau menguatkan keputusan dewan komisaris yang memberhentikan sementara anggota direksi (Pasal 106 ayat (6) UU PT); x. Mengangkat komisaris independen (Pasal 120 ayat (2) UU PT); y. Menyetujui rancangan penggabungan yang disusun direksi dan sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dewan komisaris perseroan (Pasal 123 ayat (3) UU PT); z. Menunjuk likuidator (Pasal 142 ayat (3) jo Pasal 145 ayat (2) UU PT); 2. Direksi Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan PT adalah direksi. Direksi disebut cukup penting karena direksilah yang

27 mengendalikan perusahaan dalam kegiatan sehari-hari. Tidak berlebihan jika masyarakat berpandangan posisi direksi dalam suatu perusahaan identik dengan pemilik perusahaan. Pandangan yang demikian tidaklah sepenuhnya dapat disalahkan, terlebih lagi dalam PT Tertutup dimana pemegang sahamnya didominasi oleh kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang duduk di posisi direksi pun adalah dari kalangan pemilik perusahaan sendiri. 40 Menurut Pasal 1 angka 5 UU PT yang dimaksud dengan direksi adalah sebagai berikut: Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Defenisi di atas memperlihatkan bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yaitu melakukan pengurusan perseroan (sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan) dan mewakili perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan). Ada tiga macam tanggung jawab anggota direksi yang diatur dalam Pasal 97 UU PT, yaitu seperti berikut : 1. Bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dengan itikad baik. 2. Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. 40 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hlm. 43.

28 3. Bertanggung jawab secara renteng dalam hal direksi terdiri atas dua orang atau lebih atas kerugian yang sama seperti pada poin 2 di atas. 41 Ada beberapa kewajiban direksi yang ditetapkan oleh UU PT, antara lain sebagai berikut : 42 1. Direksi wajib : a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat direksi. b. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan. c. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan perseroan. 2. Anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota anggota direksi yang bersangkutan dan atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Anggota direksi yang tidak melaksanakan kewajiban dimaksud dan menimbulkan kerugian bagi perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut. 3. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan perseroan atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari lima puluh persen jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. 4. Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan, seperti berikut : a. Akta Pendirian beserta surat pengesahan menteri Hukum dan HAM. 41 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 103. 42 Ibid., hlm. 104.

29 b. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Hukum dan HAM (untuk perubahan yang bersifat mendasar). c. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM (untuk perubahan lainnya). 3. Dewan komisaris Dewan komisaris menurut Pasal 1 angka (6) UU PT adalah sebagai berikut: Dewan komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Dewan komisaris mempunyai tanggung jawab melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan tersebut ditujukan atas kebijakan pengurusan perseroan, dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Pengawasan dan pemberian nasihat tersebut dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 43 Ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh dewan komisaris yaitu sebagai berikut : 44 a. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya. Risalah rapat dewan komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan 43 Ibid., hlm. 106. 44 Ibid., hlm. 108.

30 dan diputuskan dalam rapat tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan salinannya adalah salinan risalah rapat dewan komisaris karena risalah asli tersebut dipelihara direksi. b. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan saham atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain. Demikian juga dengan setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan. c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS. Laporan dewan komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) UU PT. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, dewan komisaris punya kewajiban dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dewan komisaris yang dalam keadaan dan waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 118 ayat (1) berlaku semua ketentuan, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga. 45 C. Saham sebagai Bukti Kepemilikan 1. Pengertian Saham Saham disebut dengan andeel di dalam bahasa Belanda,dan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah share atau stock. Saham adalah suatu kepentingan kepemilikan (ownership interest) dalam suatu perusahaan, yang biasanya tercipta 45 Ibid., hlm. 109.

31 dengan memberikan kontribusi ke dalam modal dari perusahaan yang bersangkutan. 46 Ada yang memberi arti kepada saham (in casu saham perusahaan) sebagai suatu bagian dalam kepemilikan suatu perusahaan atau suatu modal yang ditanam dalam suatu perusahaan seperti yang diwakili oleh bagian-bagian dari modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat saham. 47 Sementara itu, dalam Black s Law Dictionary disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan saham (share of corporate stock) adalah bagian yang proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu perusahaan selama masa eksistensinya dan dalam asetnya manakala perusahaan dibubarkan. 48 Setiap saham yang telah diterbitkan harus menunjukkan nilai nominal atau biasa disebut dengan nilai pari. Secara teori, nilai nominal saham memberikan arti nilai yang merupakan tanggung jawab pemegang setiap lembar saham. Nilai nominal saham juga menunjukkan hak pemegang saham atas aktiva bersih setelah kewajiban kepada pihak ketiga dilunasi pada saat perseroan dilikuidasi. Hakikat tanggung jawab terbatas pemegang saham terletak pada berapa besar nilai nominal saham yang dimiliki. Saham yang dijual di bawah nilai nominal saham menyebabkan si pemegang saham memiliki kewajiban kontijensi membayar 46 Ibid., hlm. 109. 47 Munir Fuady (selanjutnya disebut Munir Fuady I), Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 35. 48 Ibid.

32 sebesar nilai disagio 49 tersebut kepada perseroan apabila perseroan tidak mampu melunasi kewajibannya pada saat dilikuidasi. 50 Saham merupakan modal perseroan yang paling utama pada saat perseroan tersebut didirikan, dan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU PT, modal perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham ini, berbeda menurut jenis perseroannya, dapat dikeluarkan dalam macam dan bentuk yang beragam, selama saham-saham ini dikeluarkan dalam nominal mata uang Indonesia. Ketentuan UU PT tidak menutup kemungkinan peraturan perundangundangan di bidang pasar modal mengatur modal perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal. 51 Pada ketentuan Pasal 31 Ayat (1) dan Pasal 33 Ayat (1) UU PT dikenal tiga macam modal dalam perseroan, yaitu modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Besarnya modal yang disetor harus sama dengan modal yang telah ditempatkan dan diambil bagian seluruhnya oleh para pemegang saham. Modal ditempatkan dan modal yang disetor tersebut sekurang-kurangnya harus mewakili 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh modal dasar perseroan. Selanjutnya, setiap peningkatan modal ditempatkan oleh perseroan harus disetor penuh. Peningkatan modal ditempatkan ini dilakukan dalam bentuk pengeluaran saham baru oleh perseroan. Pada prinsipnya dalam suatu perseroan, setiap pengeluaran saham baru harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham yang ada 49 Pengertian Nilai disagio adalah selisih kurang antara nilai yang sebenarnya dan nilai nominal yang tercantum pada satu sekuritas di nilai tukar alat pembayaran luar negeri atau turunnya nilai uang logam karena aus. Diakses melalui www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank, pada tanggal 16 April 2014. 50 Marisi P. Purba, Aspek Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas Suatu Pembatasan Kritis Atas Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), hlm. 36. 51 Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan (Medan : USU Press, 2012), hlm. 37.

33 dalam perseroan secara proporsional dengan pemilikan sahamnya untuk masingmasing kelas saham. 52 Peningkatan modal dapat dilakukan dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut : 53 a. Dari pihak eksternal perusahaan, b. Dari pihak pemerintah, dan c. Peningkatan modal dari sumber internal fund. Saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu PT. Demikian juga yang dirumuskan dalam Pasal 51 UU PT disebutkan modal adalah tentang sesuatu yang abstrak yang lebih merupakan wujud kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang pendiri atau pemegang saham sebagai suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan berdasarkan perjanjian pendirian perseroan terbatas, sedangkan saham merefleksikan sesuatu hak yang merupakan benda yang dapat dikuasai dengan hak milik, yang memiliki wujud konkret, yang dapat dilihat dan dikuasai secara fisik oleh setiap pemegang saham dalam suatu PT. 54 Secara teoritis dalam berbagai kepustakaan hukum perusahaan dikemukakan berbagai jenis saham. Misalnya dari sudut pandang manfaat, pada dasarnya saham dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yakni sebagai berikut: 55 a. Saham biasa (common stocks). Kedudukan para pemegang saham sama dan tidak ada yang diistimewakan untuk jenis saham ini. b. Saham preferen (preferred stocks) atau sering juga disebut saham prioritas. Pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu untuk jenis saham ini. Hak- 52 Ibid., hlm. 38. 53 Munir Fuady I, Op.Cit., hlm. 52. 54 Megarita, Op.Cit., hlm. 39. 55 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 50.

34 hak tertentu tersebut antara lain diberikan hak prioritas untuk membeli saham jika diterbitkan saham baru, diberi hak untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi direksi atau komisaris. Pada umumnya, hak semacam ini dicantumkan dalam anggaran dasar. Klausul semacam ini secara teknis yuridis dikenal dengan klausul oligarki. Selain penggolongan dari segi manfaat, saham juga dapat dilihat dari segi peralihannya yaitu sebagai berikut : 56 a. Saham atas tunjuk (bearer stocks). Nama pemiliknya tidak disebutkan dalam sertifikat saham untk jenis saham ini, sehingga pengalihannya mudah, cukup dari tangan ke tangan. Siapa yang menguasai atau memegang saham dianggap sebagai pemilik. b. Saham atas nama (registered stocks). Nama pemilik dicantumkan dalam sertifikat saham. Cara pengalihannya harus mengikuti prosedur tertentu yakni dengan dokumen peralihan hak. Nama pemiliknya dicatat dalam daftar buku pemegang saham dengan adanya dokumen peralihan hak. Jika nama pemegang saham sudah tercatat, maka mempunyai hak-hak sebagaimana lazimnya pemegang saham Sesuai dengan ketentuan Pasal 53 Ayat (1) UU PT bahwa PT di dalam anggaran dasar harus ditetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih yang salah satu di antaranya adalah saham biasa. Klasifikasi saham yang ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai Pasl 53 ayat (4) UU PT adalah sebagai berikut : a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; 56 Ibid., hlm. 51-52.

35 b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris; c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif; e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang sagam klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi. 2. Arti Kepemilikan Saham Bagian dari modal atau saham dapat diketahui siapa pemiliknya dan berapa jumlahnya melalui daftar buku pemegang saham. 57 Pada Pasal 50 ayat (1) UU PT ditegaskan bahwa sebagai tanda bukti kepemilikan, maka nama pemegang saahm dicatat dalam buku Daftar Pemegang Saham. Perusahaan dapat menjalankan aktivitasnya sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perusahaan dengan terkumpulnya modal tersebut. Jika perusahaan mendapatkan keuntungan, maka pemilik modal (pemegang saham) berhak menikmati keuntungan yang lebih dikenal dengan dividen. Besarnya dividen akan ditentukan dalam RUPS. 58 Seperti yang telah dijelaskan, saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu PT. Modalnya sudah diinvestasikan di dalam perseroan dan ia berkedudukan sebagai pemegang saham. Saham sebagai bagian 57 Ibid., hlm. 53. 58 Ibid., hlm. 54.

36 dari modal mempunyai konsekuensi yakni bagi pemilik saham mempunyai hakhak yang melekat kepada saham yang dimilikinya. 59 Sebagai pemilik dari saham yang telah menyertakan modal dalam PT, maka UU PT telah mengatur hak-hak yang melekat oleh sebab kepemilikan saham tersebut. Pasal 52 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : 1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; 2. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; 3. Menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT ini. Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam : 60 1. Hak individual yang melekat pada diri pemegang saham pribadi, yang dapat dibagi lagi ke dalam: a. Hak yang melekat pada penyelenggaraan atau pelaksanaan suatu Rapat Umum Pemegang Saham; b. Hak yang sama sekali tidak berkaitan atau berhubungan dengan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. 2. Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif (derivative suit atau derivative action). Hak individual pemegang saham dalam PT adalah hak yang melekat pada diri pemegang saham, atas setiap lembar saham yang dimilikinya. Pada UU PT, hak-hak yang individual pemegang saham dapat ditemukan pengaturannya dalam: 61 59 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 49. 60 Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hlm. 69. 61 Ibid., hlm. 71.

37 a. Pasal 43 ayat (1) UU PT, yaitu hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah saham yang seimbang dengan pemilikan sahamnya untuk kualifikasi saham yang sama, manakala PT bermaksud mengeluarkan saham baru dengan kelas saham yang sama. b. Pasal 43 ayat (2) UU PT, yang menyatakan dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, pemegang saham yang ada berhak mengambil bagian terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham seseuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya. c. Pasal 51 jo. 48 ayat (1) UU PT tentang hak untuk memperoleh setiap lembar saham yang dikeluarkan oleh PT. d. Hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham yang dimiliki olehnya sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU PT. e. Hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama, apabila ada pemegang saham yang bermaksud untuk menjual sahamnya (Pasal 57 ayat (1) UU PT). f. Pasal 60 ayat (2) UU PT, yang menyatakan bahwa saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar. g. Pasal 61 ayat (1) UU PT yang secara tegas memberikan hak kepada setiap pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang

38 dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi dan/atau dewan komisaris. h. Pasal 62 ayat (1) UU PT, yaitu hak untuk meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa perubahan anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan atau penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan. i. Pasal 71 UU PT terkait dengan pembagian dividen dan Pasal 72 terkait dengan dividen interim/sementara 62. j. Pasal 79 ayat (2) UU PT terkait dengan hak 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menetukan suatu jumlah yang lebih kecil untuk meminta penyelenggaraan RUPS. k. Pasal 80 ayat (1) UU PT, terkait dengan keadaan dimana direksi atau dewan komisaris atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang ditentukan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumya meliputi tempat kedudukan 62 Dividen interim/dividen sementara adalah dividen yang dinyatakan dan dibayarkan sebelum laba tahunan perusahaan ditetapkan. Biasanya pembayaran dilakukan secara berkala (per triwulan) selama tahun berjalan. Diakses melalui www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank, pada tanggal 16 April 2014.

39 perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS. l. Pasal 82 ayat (4) UU PT, mengenai hak untuk meminta salinan bahan RUPS dari perseroan. m. Pasal 85 ayat (1) UU PT, pemegang saham berhak menghadiri RUPS dan mengggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. n. Pasal 138 ayat (1) UU PT memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara untuk memohon pemeriksaan PT. o. Pasal 144 ayat (1) UU PT memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, berhak mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS. Selain itu hak-hak tersebut di atas, hak pemegang saham juga dapat dikategorikan juga ke dalam : a. Hak untuk melakukan pengendalian terhadap PT, berlaku bagi pemegang saham mayoritas/pengendali b. Hak untuk melakukan pengawasan terhadap PT, dinikmati oleh pemegang saham minoritas (non-pengendali). Selain memiliki hak oleh karena kepemilikan saham, pemegang saham juga memiliki kewajiban. Kewajiban pemegang saham yang paling utama adalah menyetor bagian saham yang harus dibayar dan selama belum dibayar penuh, ia

40 tidak dibolehkan pindah ke tangan lain tanpa persetujuan PT. Kewajiban umum pemegang PT adalah mengurus harta kekayaan perseorangan, mengemudi usahausaha perseroan dan mewakili PT di dalam dan di luar hukum. 63 Sebagai pemegang saham, maka ada tanggung jawab terbatas yang melekat pada saham yang dimiliki pemegang saham. Salah satu prinsip dari PT adalah terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham sebatas besarnya saham yang dimilikinya dan prinsip ini yang dapat membedakan PT dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT yaitu pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertangggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ini mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. D. Jenis-Jenis Kepemilikan Saham dalam Perseroan Terbatas 1. Kepemilikian Melalui Holding Company 64 Di dalam struktur kepemilikan saham PT dimungkinkan terjadinya pemilikan saham oleh satu induk perusahaan ke dalam lebih dari satu anak perusahaan dan selanjutnya, sehingga membentuk suatu kepemilikan bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu Holding company dengan anak perusahaan, cucu perusahaan dan seterusnya. 2. Kepemilikan Piramid oleh Perseroan 65 63 Farida Hasyim, Hukum Dagang (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.155. 64 Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hlm. 41. 65 Ibid., hlm. 42.

41 Di samping kepemilikan melalui holding company, seringkali dalam kepemilikan saham perseroan, terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan piramid adalah pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan, sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada pemegang saham mayoritas perseroan tersebut. 3. Kepemilikan Sendiri oleh Perusahaan 66 Larangan kepemilikan sendiri adalah larangan yang ditujukan kepada suatu PT untuk menjadi pemilik dan atau menguasai sahamnya sendiri secara langsung. Dikatakan langsung karena perseroan memiliki dan atau menguasai sahamnya sendiri tanpa melalui perseroan perantara. Kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan atas saham-saham miliknya sendiri jelas dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam PT, oleh karena PT tersebut menjadi tidak dapat lagi dikontrol dan diawasi. Bersatunya pemilikan dan pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi sebagai wakil perseroan sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi pengurusan dan perwakilan jelas sangat bertentangan dengan prinsip Good Corporate Governance sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang. 4. Kepemilikan Oleh Anak Perusahaan 67 Larangan kepemilikan jenis ini seringkali disebut juga dengan larangan kepemilikan saham sendiri secara tidak langsung. Disebut tidak langsung adalah karena perseroan memiliki dan atau menguasai sahamnya sendiri melalui perseroan perantara. Kepemilikan tidak langsung atau penguasaan langsung perseroan oleh anak perusahaannya jelas dapat mengurangi efektifitas kontrol dan 66 Ibid., hlm. 44. 67 Ibid., hlm. 46.

42 pengawasan serta dikhawatirkan dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam PT, oleh karena PT tersebut tidak lagi dapat saling mengontrol dan dikontrol serta dilaksanakan fungsi pengawasan dengan baik. Akibat terjadinya pemilikan dan pengurusan secara silang antara dua perseroan. Larangan kepemilikan sendiri diatur pada Pasal 36 dan Pasal 37 UU PT. 5. Kepemilikan Silang 68 Penyebutan istilah kepemilikan silang (cross holding) ditemukan dalam Penjelasan Pasal 36 ayat (1) UU PT. Kepemilikan silang menurut penjelasan Pasal 36 ayat (1) UU PT adalah : Kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu Perseroan antara atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama. Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada Perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu Perseroan antara atau lbih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama. Pengertian larangan kepemilikan silang dari pengertian di atas adalah larangan kepemilikan yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru untuk dimiliki anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya. Hanya kepemilikan saham yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru saja yang dilarang dengan tegas dari tiga jenis kepemilikan saham PT oleh anak perusahaan. 6. Kepemilikan oleh Nominee 69 Keberadaan pemegang saham nominee bukanlah hal yang baru, khususnya bagi negara-negara dengan tradisi hukum Anglo Saxon. Penunjukan nominee 68 Ibid., hlm. 49. 69 Ibid., hlm. 51.

43 shareholders diperkenankan untuk dilakukan secara resmi, selama dan sepanjang terdapat dan atau didukung oleh dokumen formal legal yang menunjukkan keberadaan struktur nominee ini, serta tentunya tidak menyebabkan terjadinya penyelundupan hukum atau mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap suatu ketentuan memaksa, termasuk di dalamnya kesusilaan dan ketertiban umum. Keberadaan dari dokumen penunjukan nominee tersebut sangat penting artinya, oleh karena melalui dokumen itulah dapat ditentukan secara tepat dan pasti hakhak dan keajiban-kewajiban yang melekat pada para pihak yang terkait, yaitu pihak yang menunjuk nominee shareholders dan nominee shareholders yang ditunjuk. Kepemilikan saham yang dinamakan dengan nominee shareholders hingga saat ini belum dapat diakui di Indonesia. 7. Kepemilikan Tunggal 70 Jika perseroan sudah berstatus sebagai badan hukum, maka pada rumusan Pasal 7 ayat (5) UU PT ditentukan bahwa : Setelah Perseroan memperoleh status sebagai badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang ebrsangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Rumusan tersebut menunjukkan bahwa perseroan masih dimungkinkan bagi perseroan untuk hanya memiliki satu pemegang saham, tanpa kekurangan satu apapun, termasuk sifat pertanggungjawabannya yang terbatas, tetapi hanya 70 Ibid., hlm. 61.

44 untuk masa atau kurun waktu 6 (enam) bulan saja. Jika masa enam bulan lewat dan pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, maka satu-satunya pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan dan atas permohonan dari pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan tersebut. E. Prinsip-Prinsip Umum Terkait Kepemilikan Saham 1. Penembusan Atas Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham (Piercing the Corporate Veil) Salah satu prinsip dari PT adalah terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham sebatas besarnya saham yang dimilikinya, dan prinsip ini yang dapat membedakan PT dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT, yaitu : (1) Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertangggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Namun, dalam keadaan tertentu prinsip tersebut tidak berlaku mutlak, yaitu jika dapat dibuktikan bahwa ada hal-hal tertentu yang menyebabkan para pemegang saham harus bertanggung jawab sampai kepada harta pribadi. Hal ini dikenal dengan prinsip Piercing the Corporate Veil atau Doorbraak Van Aansprakelijkheid atau Penembusan Atas Tanggungjawab Terbatas Pemegang Saham. 71 71 Habib Adjie, Status Badan hukum, Prinsip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas (Bandung : Mandar Maju, 2008), hlm. 31.

45 2. Keterbukaan (Disclousure/transparancy) Setiap pemegang saham suatu PT mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang benar tentang perseroan. Harus ada kejelasan tentang hal apa saja yang telah dan akan dilakukan perseroan, karena ada kemungkinan jalannya perseroan tidak sebagaimana yang dikehendaki oleh para pemegang saham, oleh karena itu dalam pengelolaan perseroan harus ada keterbukaan, pengurus perseroan harus dapat informasi yang diminta atau dibutuhkan oleh para pemegang saham, jika tidak mau menerima, dalam keadaan tertentu dapat meminta bantuan kepada pengadilan negeri setempat. 72 72 Ibid., hlm. 51.