KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK GORENG BEKAS (WASTE VEGETABLE OIL) MENJADI BAHAN BAKAR BIODIESEL

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

Biotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

PENGARUH KONSENTRASI, WAKTU, PENGADUKAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP YIELD BIODIESEL DARI MINYAK DEDAK PADI

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK DEDAK DAN METANOL DENGAN PROSES ESTERIFIKASI DAN TRANSESTERIFIKASI

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

RANCANG BANGUN ALAT PEMBUATAN BIODIESEL BERBAHAN BAKU MINYAK JELANTAH (DITINJAU DARI WAKTU PEMANASAN TERHADAP VOLUME BIODIESEL)

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

REAKSI METANOLISIS LIMBAH MINYAK IKAN MENJADI METIL ESTER SEBAGAI BAHAN BAKAR BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS NaOH

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010

OPTIMASI PERBANDINGAN MOL METANOL/MINYAK SAWIT DAN VOLUME PELARUT PADA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN PETROLEUM BENZIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

RANCANG BANGUN ALAT PEMBUATAN BIODIESEL BERBAHAN BAKU MINYAK JELANTAH (DITINJAU DARI TEMPERATUR PEMANASAN TERHADAP VOLUME BIODIESEL)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

Pembuatan produk biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi

PEMANFAATAN MINYAK JELANTAH SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PRODUKSI METIL ESTER FEBNITA EKA WIJAYANTI

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH)MENGGUNAKAN REAKTOR MEMBRAN (VARIASI RASIO MOLAR UMPAN DAN KONSENTRASI KATALIS) Abstract

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4 Pembahasan Degumming

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS ENERGY PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE METANOL SUPER KRITIS

PRODUKSI BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS ORGANOTIMAH TESIS. Karya tulis ini sebagai salah satu syarat. untuk memperoleh gelar Magister dari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI

PERSAMAAN REGRESI HUBUNGAN SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUIC HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAIUN KATALIS KN03/ATAPULGIT

KARAKTERISTIK BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL KONSENTRASI RENDAH

Optimization Of Used Cooking Oil Into Biodiesel With Sulfated Zirconia Zeolit Catalyst

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ABSTRACT

Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku CPO Menggunakan Reaktor Sentrifugal dengan Variasi Rasio Umpan dan Komposisi Katalis

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ini sumber energi yang banyak digunakan adalah sumber energi yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KAPOK DENGAN PROSES ESTERIFIKASI TRANSESTERIFIKASI

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 3 (Desember 2010)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

PENGARUH JUMLAH KATALIS DAN WAKTU REAKSI TERHADAP KONVERSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS CaO DARI KULIT TELUR

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jom FTEKNIK Volume 3 No. 1 Februari

ANALISIS SIFAT FISIK DAN KIMIA BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MOTOR DIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

LAPORAN AKHIR. Dibuat sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

PENGARUH PENGGUNAAN KATALIS NaOH PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI TERHADAP KUALITAS BIOFUEL LIMBAH MINYAK TEPUNG IKAN SARDIN

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

Transkripsi:

KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK GORENG BEKAS (WASTE VEGETABLE OIL) MENJADI BAHAN BAKAR BIODIESEL Mawar Silalahi, Maulin Ariefiyanti Hidayah Jurusan Teknik Lingkungan, FALTL, Universitas Trisakti, Jl Kyai Tapa No.1, Jakarta 11440, Indonesia mawarsilalahi@trisakti.ac.id Abstrak Biodiesel sebagai bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak memiliki fungsi yang sangat penting demi tersedianya pasokan energi jangka panjang, biodiesel dapat dibuat dari limbah minyak goreng bekas. Industri makanan siap saji memproduksi limbah minyak goreng bekas bagi lingkungan, oleh karena itu sebaiknya limbah yang sudah tidak digunakan lagi, dikonversikan menjadi bahan bakar alternatif. Dari hasil test pendahuluan terhadap limbah Minyak goreng bekas restoran siap saji, minyak tersebut mengandung asam lemak bebas diatas 5%. Oleh karena itu dilakukan proses esterifikasi dua tahap, yaitu esterifikasi asam dengan katalis H 2 SO 4 dan esterifikasi basa (transesterifikasi) dengan katalis KOH. Pada tahap esterifikasi dilakukan beberapa variasi penelitian yaitu variasi mol metanol (5.3:1, 6.3:1, 7.3:1, 8.3:1, 9.3:1), variasi suhu (60ºC,70ºC,80ºC), variasi waktu (30,60,90,120 ) dan variasi katalis (0.5%, 1%, 1.5%, 2%). Dari esterifikasi didapatkan hasil FAME terbaik yaitu pada metanol 9.3 mol sebesar 96.46 %. Kemudian dilakukan analisis transesterifikasi dengan variasi mol metanol (5.3:1, 6.3:1, 7.3:1, 8.3:1) dan variasi waktu (90 dan 120 ). Dari transesterifikasi dapat diketahui bahwa waktu optimum pembentukan biodiesel ada pada waktu 90 menit dengan metanol 7.3 mol. Namun jika ditinjau dari sisi ekonomis, FAME sebesar 95.21% diperoleh saat metanol 6.3 mol. Presentase pembentukan FAME tiap satuan waktu juga diamati dalam penelitian ini untuk mengetahui kinetika pembentukan FAME serta penguraian trigliserida yang terjadi. Pada metanol 5.3 mol diperoleh konstanta reaksi sebesar 0.003170506/menit, sedangkan untuk metanol 5.5 mol diperoleh konstanta reaksi sebesar 0.006668549/menit dan untuk metanol 6.3 mol sebesar 0.004073389/menit. Abstract Transesterification Reaction Kinetics on Waste of Vegetable Oils from Fast Food Restaurant to obtain Biodiesel Fuels. Biodiesel is a biofuel substitute for fossil fuels have a very important function for the availability of longterm energy supply, biodiesel can be made from waste cooking oil. Fast food industry produce waste cooking oil for the environment, it should be converted into alternative fuels. From the results of preliminary tests on waste vegetable oils fast food restaurant, these oils contain free fatty acid above 5%. Therefore performed a two stage esterification process, the acid esterification catalyst H 2 SO 4 and base esterification (transesterification) with KOH catalyst. At this stage of esterification carried out several studies of variation variation mol methanol (5.3:1, 6.3:1, 7.3:1, 8.3:1, 9.3:1), variations in temperature (60 C, 70 C, 80 C), variation in time (30 ', 60 ', 90', 120 ') and variation of catalyst (0.5%, 1%, 1.5%, 2%). FAME results obtained from the esterification of the best in the methanol 9.3 mol of 96.46%. After esterification, we do the transesterification with methanol mole variation (5.3:1, 6.3:1, 7.3:1, 8.3:1) and the time variation of (90 'and 120'). From transesterification we can see that the optimum formation of biodiesel is on 90 minutes with 7.3 mole methanol. However, if viewed from the economic side, the FAME of 95.21% was obtained when 6.3 mole of methanol. Percentage formation of FAME per unit time is also observed in this study to determine the kinetics of the formation of FAME and triglyceride breakdown that occurred. At 5.3 mol methanol reaction constants obtained by 0.003170506/min, whereas for methanol 5.5 mol obtained for the reaction constants for methanol 0.006668549/min and 6.3 mol of 0.004073389/min. Keywords: Waste Vegetable Oil, Esterification, Transesterification, Kinetics. 167

1. Pendahuluan Bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel adalah bahan bakar transportasi berbasis komoditas pertanian yang biasanya digunakan untuk bahan makanan [1]. Konsumsi minyak goreng jelantah tidak bisa terlepas dari konsumsi minyak goreng yang merupakan asal mula minyak goreng jelantah. Potensi pasar minyak goreng sawit di Indonesia sangat besar, mengingat konsumsi minyak goreng sawit di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 1,47 juta ton dan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun seiring peningkatan jumlah penduduk. Jika diasumsikan bahwa minyak goreng jelantah nasional sebesar 20% dari total konsumsi minyak goreng sawit nasional maka akan terdapat sekitar 294.000 ton yang siap diolah menjadi Biodiesel. Minyak goreng bekas minyak goreng bekas berasal dari PT. Fastfood Indonesia dapat diolah kembali menjadi sumber energi dengan menentukan konsentrasi CH 3 OH, H 2 SO 4, dan KOH yang optimum dalam pembentukan biodiesel dan koefisien nilai kinetika kecepatan reaksi transesterifikasi. Untuk itu dilakukan proses esterifikasi minyak goreng bekas dengan metanol pada perbandingan mol 4.3 9.3 pada reaktor batch dan proses transesterifikasi dengan metanol pada perbandingan mol 5.3 8.3 pada reaktor batch. Reaksi pembentukan biodiesel adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol baik dengan adanya katalis ataupun tidak. Reaksi ini lazim disebut sebagai reaksi esterifikasi karena menghasilkan biodiesel sebagai senyawa esternya. Reaksi pembuatan biodiesel kerap juga disebut dengan reaksi alkoholisis karena menggunakan alcohol sebagai bahan pereaksi. Reaksi esterifikasi memakai asam kuat sebagai katalis. Beberapa asam kuat yang sering digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida, namun asam sulfat lebih sering digunakan karena kandungan air yang lebih sedikit. dihasilkan dari reaksi transesterifikasi trigliserida. Reaksi pembuatan biodiesel rentan terhadap terbentuknya sabun sebagai akibat adanya air dalam reaksi terutama dengan katalis basa. Terbentuknya sabun tidak diharapkan karena akan mengurangi jumlah biodiesel yang terbentuk. Terbentuknya sabun juga akan menjadikan kendala pada pengolahan selanjutnya seperti pencucian biodiesel dan pemisahan gliserol. Hal ini disebabkan oleh kandungan asam lemak bebas yang masih tinggi dan bereaksi dengan katalis basa yang akan membentuk sabun. Untuk mencegahnya dilakukan kontrol terhadap bahan baku terutama pada kandungan airnya. Persamaan reaksi transesterfikasi: Persamaan umum kinetika reaksi : Sehingga persamaan (2) menjadi Dimana k1cbo 3 = K1*, maka persamaan (3) menjadi Berdasarkan persamaan stokhiometrinya : CA = CAo (1 - XA) CB = CBo CAo.3XA = CAo (M-3XA) ; dimana M = CBo/CAo CC = CCo + CAo.3XA ; dimana = CCo = 0, maka CC = CAo.3XA CD = CDo + CAo.XA ; dimana CDo = 0, maka CD = CAo. XA Sehingga persamaan (4) menjadi: Trigliserida merupakan komponen utama penyusun minyak nabati. Trigliserida akan dipecah struktur rantainya menjadi asam lemak dan bereaksi dengan alkohol membentuk biodiesel dan gliserol. Jenis asam lemak ini akan berpengaruh pada sifat biodiesel yang Saat tercapai kesetimbangan, berlaku persamaan berikut: 168

Subsitusi persamaan (9) ke persamaan (7), diperoleh persamaan berikut: 2. Metode Penelitian ini menggunakan minyak goreng bekas dari restoran cepat saji, labu leher tiga yang masing-masing lehernya dilengkapi dengan termometer dan penutup, pemanas, dan reaktor berpengaduk. Bahan kimia yang digunakan adalah metanol pro analisis kemurnian 99% dan asam sulfat pro analisis kemurnian 98%. Transesterifikasi asam: Reaktan berupa minyak goreng bekas sebanyak 1 mol dipanaskan terlebih dahulu hingga kekentalannya berkurang, kemudian masukkan metanol sesuai variasi yang ditentukan yaitu, 4.3 mol, 5.3 mol, 6.3 mol, 7.3 mol, 8.3 mol dan 9.3 mol. Tiga variasi dilakukan pada penelitian ini, yaitu variasi waktu (30, 60, 90 dan 120 ),variasi katalis (0.5%, 1%, 1.5% dan 2%) & variasi suhu (60ºC, 70ºC dan 80ºC). Transesterifikasi basa: Reaktan berupa minyak goreng bekas sebanyak 1 mol dipanaskan terlebih dahulu hingga kekentalannya berkurang, kemudian masukkan metanol 5.3 mol, 6.3 mol, 7.3 mol dan 8.3 mol. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap transesterifikasi asam, bahwa pembentukan optimum FAME terletak pada waktu 1.5 dan 2 jam, maka pada proses transesterifikasi basa digunakan 2 variasi waktu dengan katalis 1.5% berat dan suhu 65ºC. Analisis biodiesel dilakukan dengan menggunakan metode titrasi kadar gliserol total, kadar gliserol bebas, bilangan asam dan FAME. Gambar 1. Hasil dan pembahasan Asam Lemak Bebas di Awal Penelitian Kinetika Transesterifikasi: Perhitungan kinetika rekasi transesterifikasi pada penelitian ini berdasarkan literatur yang menyatakan bahwa reaksi transesterifikasi adalah reaksi reversible dengan terdapat dua konstanta yaitu konstanta pembentukan FAME dan konstanta penguraian FAME di mana rumus yang akan digunakan telah dituliskan sebelumnya. Perubahan Asam Lemak Bebas Pada Mol Ratio Metanol dengan Trigliserida, Katalis Asam 1.8%, Suhu Reaksi 600 C, waktu Reaksi 2 Jam Pada uji kandungan asam lemak bebas awal menggunakan metode titrasi, didapatkan kandungan asam lemak bebas sebesar 5.57%. 3. Hasil dan Pembahasan Dari hasil perhitungan diperoleh asam oleat sebesar 21.67%, asam palmitat sebesar 16.93%, asam laurat sebesar 27.93%, dan asam erukat sebesar 35.62%. Kurva Perubahan FAME Terhadap Metanol, Katalis 1.8%, Suhu Reaksi 60ºC, Waktu Reaksi 2 jam, pada Gambar 2, FAME dengan rasio metanol 4.3 mol sebesar 93.73% dan meningkat sebanding dengan penambahan rasio metanol. FAME paling tinggi terdapat pada rasio metanol 9.3 mol yakni sebesar 96.46%. 169

Gambar 2. Pengaruh Mol Rasio Metanol dan Trigliserida pada Pembentukan FAME Dari hasil yang diperoleh, FAME yang dihasilkan berbanding lurus dengan penambahan rasio mol metanol. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi metanolisis, yaitu adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam kuat atau basa kuat) akan mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam-asam Brönsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat [2, 3]. Gambar 4. Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Pembentukan FAME; Kurva Perubahan FAME pada Metanol 4.3-9.3 Mol Terhadap Variasi Suhu (ºC), Katalis 1.8% Berat, Waktu Reaksi 2 jam. Pada Gambar 4, suhu reaksi pada 60ºC dengan waktu reaksi 2 jam, katalis 1.8% berat, FAME yang terbentuk 94.72% pada rasio metanol 4.3 mol. Hal ini menjadi petunjuk bahwa peningkatan rasio mol sebanding dengan perubahan rasio metanol. Pada rasio metanol 9.3 mol, suhu 60ºC membentuk FAME sebesar 96.84%. FAME yang terbentuk pada suhu 70ºC sebesar 94.92% untuk rasio metanol 4.3 mol dan 97.34% untuk rasio metanol 9.3 mol. Gambar 3. Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap pembentukan FAME Kurva Perubahan FAME pada Metanol 4.3-9.3 Mol Terhadap Variasi Waktu (Jam), Katalis 1.8% Berat, Suhu Reaksi 60ºC. Pembentukan FAME berkadar tinggi diperoleh pada waktu reaksi 1.5 jam yaitu sebesar 93.51% untuk rasio metanol 4.3 mol, yang bertambah sesuai perubahan rasio mol metanol hingga mencapai hasil tertinggi sebesar 95.41%. Pada pembentukan FAME waktu reaksi 2 jam, diperoleh kadar 93.10% untuk rasio metanol 4.3 mol dan memiliki kecenderungan untuk bertambah hingga dihasilkan FAME sebesar 97.57% pada metanol 9.3 mol Gambar 5. Pengaruh Katalis Terhadap Pembentukan FAME Kurva Perubahan FAME pada Metanol 4.3-9.3 Mol, Terhadap Variasi Katalis (% berat), Suhu Reaksi 60ºC,Waktu Reaksi 2 jam Berdasarkan Gambar 5, secara keseluruhan, semakin banyak penggunaan katalis, tidak menghasilkan FAME yang semakin besar. Factor-faktor suhu optimum dan waktu optimum mempengaruhi tinggi rendahnya FAME. Kelebihan katalis yang digunakan dapat menyebabkan adanya katalis yang tetap tinggal pada hasil ester dan dapat menyulitkan di tahap transesterifikasi. 170

Pada Gambar 7, sebagian rasio metanol 5.5 mol menghasilkan FAME yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio metanol 5.3 mol dan 6.3 mol. Sedangkan pembentukan FAME pada rasio metanol 5.3 mol pada saat 15 menit adalah sebesar 96.71%, lalu bertambah sebanding fungsi waktu hingga mencapai 97.95% saat 90 menit. Gambar 6. Pembentukan FAME pada tahap Transesterifikasi. Kurva Perubahan FAME pada Metanol 5.3-8.3 mol, Katalis 1.5% berat, Suhu Reaksi 65 C, Waktu Reaksi 1.5 dan 2 Jam; Waktu optimum dalam pembentukan FAME terletak pada waktu reaksi 1.5 jam. Untuk hasil FAME selanjutnya, pada rasio metanol 6.3 mol hingga 8.3 mol berbanding lurus dengan FAME terbentuk yaitu 95.21% untuk rasio metanol 6.3 mol, 95.74% untuk rasio metanol 7.3 mol, dan 96.65% untuk rasio metanol 8.3 mol. Pada waktu reaksi 2 jam, FAME yang dihasilkan berbanding lurus dengan rasio metanol pada tiap tahapan. Pada rasio methanol 6.3 mol diperoleh FAME sebesar 94.51%. FAME 94.94% diperoleh pada rasio methanol 7.3 mol, sedangkan FAME 94.96% dihasilkan dari rasio metanol 8.3 mol. Gambar 8. Konsentrasi Hasil Reaksi Transesterifikasi.Konsentrasi Produk Hasil Reaksi Transesterifikasi Metanol 5.3 mol, Katalis 1.5 % berat, Suhu Reaksi 65ºC, Waktu Reaksi 90 menit Gambar 9. Konsentrasi Produk Hasil Reaksi Transesterifikasi Metanol 5.5 mol, Katalis 1.5 % berat, Suhu Reaksi 65 o C, Waktu Reaksi 90 menit Gambar 7. Perubahan Konsentrasi FAME tiap Satuan Waktu. Kurva Perubahan FAME Pada Rasio Metanol 5.3:1 mol, 5.5:1 mol dan 6.3:1 mol, Katalis 1.5% berat, Suhu Reaksi 65ºC, Waktu Reaksi 90 menit. Pembentukan FAME dengan nilai terendah diperoleh dari rasio mol metanol 5.5 mol, yaitu sebesar 96.38%. Nilai konsentrasi naik secara konstan pada setiap 15 menit berikutnya, yang menghasilkan FAME sebesar 97.02% dan 97.19% pada saat waktu reaksi mencapai 30 menit. Pada waktu reaksi 45 menit diperoleh konsentrasi sebesar 97.33% dan 97.67% pada waktu reaksi 60 menit. Pada waktu reaksi 75 menit diperoleh konsentrasi sebesar 97.84% dan 98.05% pada 90 menit Gambar 10. Konsentrasi Produk Hasil Reaksi Transesterifikasi Metanol 6.3 mol, Katalis 1.5 % berat, Suhu Reaksi 65ºC, Waktu Reaksi 90 menit. Pada Gambar 8, 9 dan 10, laju reaksi Fatty Acid lebih cepat dibandingkan Trigliserida. Selain itu terdapat VC (Volatile Content) sebagai produk sampingan di sepanjang waktu reaksi. Terbentuknya VC sebagai produk sampingan mengindikasikan bahwa reaksi transesterifikasi antara senyawa Trigliserida dalam minyak dengan methanol berlangsung bertahap. Laju pembentukan FAME mulai terlihat pada waktu reaksi 15 menit di ketiga variasi mol metanol dan meningkat sebanding fungsi waktu. Menurut Rachmaniah, (2004) dalam penelitiannya 171

menggunakan minyak berkandungan asam lemak tinggi (15%, 60%, dan 70% FA), mencapai konversi FAME 85-98% dan untuk minyak mentah dedak padi berkandungan asam lemak rendah (3%, 7%, dan 10% FA) konversi FAME yang dicapai hanya berkisar 25-75% dengan waktu reaksi yang sama (1 jam). Nilai konstanta reaksi transesterifikasi diperoleh dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian dihitung dengan menggunakan metode trapezoidal sehingga didapatkan nilai konstanta masing-masing proses, yaitu konstanta penguraian trigliserida atau pembentukan FAME, konstanta penguraian FAME dan konstanta kesetimbangan reaksi [4, 5]. Tabel 1. Hasil perhitungan konstanta reaksi transesterifikasi K1: Konstanta pembentukan FAME K2: Konstanta penguraian FAME K : Konstanta Kesetimbangan Tabel 2. Hasil uji biodiesel pada 7.3 mol, katalis basa kuat (KOH) 1.5%, waktu reaksi 90 menit dan temperature reaksi 60 C asam lemak bebas yang tinggi atau tidak. Keberadaan asam lemak yang terlalu tinggi dalam bahan baku esterifikasi mengakibatkan terjadinya reaksi saponifikasi dan terbentuknya sabun yang akan mengurangi presentase pembentukan FAME. Hasil di atas menunjukkan bahwa setelah esterifikasi dua tahap, bilangan asam yang sebelumnya tinggi (5.57) dapat diturunkan, sehingga memenuhi persyaratan mutu biodiesel ester alkil (<0.8). Kadar ester adalah hasil dari reaksi esterifikasi, yang disebut sebagai FAME. Hasil di atas menunjukkan bahwa kadar ester alkyl yang dihasilkan belum memenuhi standard mutu biodiesel ester alkil. Namun bukan berarti bahwa konsentrasi 7.3 tidak dapat menghasilkan kadar ester yang baik. Hal ini dapat terjadi karena pada saat transesterifikasi terdapat beberapa kemungkinan kesalahan, baik pada saat melakukan reaksi maupun pada saat perhitungan. Titik nyala (Flash Point) adalah temperatur terendah yang menyebabkan bahan bakar dapat menyala. Hasil di atas menunjukkan bahwa titik nyala hasil transesterifikasi lebih besar dari titik nyala minimum menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) biodiesel, yaitu 166 dari nilai minimumnya 100. Viskositas atau kekentalan merupakan parameter yang sangat penting karena mempengaruhi kerja injektor pada mesin diesel. Viskositas juga menunjukkan sifat pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar. Bahan bakar harus mempunyai viskositas yang rendah agar dapat mengalir & teratomisasi karena putaran mesin yang cepat membutuhkan injeksi bahan bakar yang juga cepat. Biodiesel yang telah diproses dengan menggunakan esterifikasi dua tahap memiliki viskositas kinematik yang memenuhi standard yaitu sebesar 4.7 Mm 2 /s. Daftar Pustaka Makna perubahan nilai k dalam skala pilot adalah penggunaan methanol dalam proses esterifikasi maupun transesterifikasi. Pada penggunaan metanol 5.3 mol diperoleh nilai K sebesar 3.17x10-3, pada penggunaan metanol 5.5 mol diperoleh nilai K sebesar 6.66x10-3 dan pada penggunaan metanol 6.3 mol diperoleh nilai K sebesar 4.07x10-3. Jika ditinjau dari perolehan nilai K, pada penggunaan metanol 5.5 menghasilkan nilai K yang tertinggi dibanding 2 metanol lainnya. Jika nilai K semakin mendekati 1 maka reaksi yang berlangsung semakin baik. Maka dari tiga nilai K yang telah diperoleh, metanol 5.5 mol yang mendekati 1. Hal itu membuktikan bahwa belum tentu semakin besar jumlah metanol yang digunakan, terjadi reaksi yang sempurna di dalamnya. 4. Kesimpulan Bilangan asam dapat digunakan untuk mengetahui bahwa bahan baku yang digunakan masih memiliki [1] Encinar, J.M. 2007. Ethanolysis of used frying oil. Processing Technology 88 (2007) 513-522. [2] Fessenden & Fessenden, 1982. Kimia Organik. Edisi ketiga jilid 1. Terjemahan oleh Aloysius Adyana. 1990. Jakarta: Erlangga [3] Fessenden & Fessenden, 1982. Kimia Organik. Edisi ketiga jilid 2. Terjemahan oleh Aloysius Hadyana. 1990. Jakarta: Erlangga Hansock, et all. 2004. Production of vegetable oil Fatty Acid Methyl Esters from Used Frying Oil by Combined Acidic/Alkali Transesterfication. [4] Racmaniah, Orchidea, 2004. Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi menjadi Biodiesel dengan Katalis Asam, Tesis, Magister Teknik, Biodiesel preparation and characterization. Fuel Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. [5] Wang, et all. 2006. Comparison of twodifferent processes to synthesize biodiesel by Waste Cooking Oil. Department of Food Science and Engineering, Jinan University, Guangzhou. China. 172