BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengembangkan potensi daerah tersebut maka pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan yang besar. Kondisi tersebut diperparah oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan seluruh sektor perekonomian, sehingga mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi UU Nomer No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mempunyai konsekuensi yang serius dalam pelayanan publik dan kinerja ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan sejak tahun anggaran 2001 merupakan peluang bagi pemerintah daerah di Indonesia untuk melaksanakan serta membiayai sendiri kemajuan pembangunan di daerahnya masing-masing. Sesuai dengan hasil penelitian serta evaluasi terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD), hanya beberapa daerah yang tergolong kaya yang mampu membiayai sendiri proyek-proyek pembangunannya. 1

2 Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Pasal 4 Nomor 106 Tahun 2000 yang menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memerhatikan asas keadilan dan kepatutan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan, pelayanan sosial masyarakat (Halim, 2008). Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Pengukuran kinerja pemerintah daerah mempunyai banyak tujuan. Tujuan tersebut untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk mampu membangun ukuran kinerja yang baik. Penggunaan indikator kinerja ini sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efesien dan efektif serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan,

3 maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan (Nugroho, 2012). Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberi wewenang menjalankan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Menurut Halim (2008), Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan yang tersedia. Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk melihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

4 Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, daerah harus dapat mengenali potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan, dan dokumentasi ke daerah dalam jumlah besar. Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Kemampuan suatu daerah menggali Pendapatan Asli Daerah akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan suatu daerah. Penelitian Julitawati dkk. (2012) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan suatu daerah menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin kecil pula ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat. Sumber keuangan yang berasal dari PAD lebih penting dibanding dengan sumber yang berasal dari luar PAD. Hal ini karena PAD dapat

5 dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah daerah demi kelancaran penyelenggaraan urusan daerahnya. Selain PAD, Dana Perimbangan juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap sturktur APBD. Dalam Undang-undang nomor 33 tahun 2004 Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. PAD dan Dana Perimbangan memiliki peranan yang besar sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan pada akhirnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Penurunan kegiatan ekonomi diberbagai daerah juga menyebabkan penurunan pendapatan daerah sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah daerah secara otonom. Begitu juga sebaliknya peningkatan kegiatan ekonomi diberbagai daerah akan meningkatkan pendapatan daerah sehingga pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah tidak terhambat.

6 Menurut Sularso (2011) belanja modal adalah pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya lebih dari satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan berakibat menambah belanja yang bersifat rutin. Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran menyatakan bahwa Belanja Modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset dan/atau menambah nilai aset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal sangat erat kaitannya dengan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah. Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan insfratuktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian didaerah. Kemajuan suatu daerah dapat ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, dimana salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah investasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Untuk dapat meningkatkan investasi maka kemampuan keuangan daerah juga harus memadai. Indikator besar kecilnya investasi daerah adalah tingginya rasio belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal pada pemerintah daerah juga dipengaruhi oleh baik tidaknya kinerja keuangan daerah.

7 Penelitian yang dilakukan oleh Julitawati, Darwanis, dan Jalaluddin (2012) mengahsilkan penelitian bahwa Pendapatan Asli daerah (PAD) dan Dana Perimbangan secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rukmana (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pajak daerah dan dana perimbangan yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, sedangan retribusi daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Secara simultan (bersama-sama) pajak daerah, retribusi daerah, dan dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Julitawati dkk. (2012) tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah tahun penelitian yaitu tahun 2012-2013, penambahan variable dependen yaitu belanja modal, dan Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan beberapa paparan dan penjelasan di atas, maka penulis memilih judul PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN, DAN BELANJA MODAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2013.

8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah? 2. Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah? 3. Apakah Belanja Modal berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk menguji dan menganalisis Pendapatan Asli Daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. 2. Untuk menguji dan menganalisis Dana Perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. 3. Untuk menguji dan menganalisis Belanja Modal terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, memperluas wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Kinerja Keuangan pemerintah daerah di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian di bidang yang sama. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian yang sejenis dan dapat mengembangkan melalui keterbatasan-keterbatasan yang ada. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengawasan pada proses penyusunan anggaran sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja pemerintah Kabupaten/Kota Jawa Tengah. E. Sistematika Penelitian Skripsi Untuk mempermudah pemahaman dan penelaahan penelitian, maka dibuat rancangan penulisan sebagai berikut:

10 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan diuraikan teori-teori yang mendasari penelitian ini, penelitian-penelitian terdahulu yang terkait, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai desain penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, variabel penelitian dan definisi operasional, serta metode analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil dari analisis pengujian hipotesis dan pembahasannya, dan analisis data. BAB V PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, keterbatasan penelitian dan saran-saran yang dapat dijadikan masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan.