JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI PASSO KOTA AMBON

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA WAIHERU KOTA AMBON

IDENTIFIKASI NILAI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI, AMBON

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI TAWIRI KOTA AMBON

BAB III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Desa Bedono, Demak. Arif Widiyanto, Suradi Wijaya Saputra, Frida Purwanti

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

KAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI

Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang

PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 3, September 2014 (19 28)

ECONOMIC VALUATION OF MANGROVE FOREST ECOSYSTEM IN TELUK AMBON BAGUALA DISTRICT, MALUKU

KAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU

VALUASI EKONOMI MANGROVE DESA PEJARAKAN, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DAN SKENARIO PENGELOLAANNYA DI DESA MUARA BENGALON KECAMATAN BENGALON KABUPATEN KUTAI TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province

Analisis Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Oleh ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan 2) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

MANFAAT EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI TAMAN WISATA PERAIRAN PADAIDO KABUPATEN BIAK NUMFOR, PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA KARANGSONG, INDRAMAYU (ECONOMIC VALUATION OF MANGROVE ECOSYSTEM IN KARANGSONG VILLAGE, INDRAMAYU)

VALUASI EKONOMI PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN TERITIP KOTA BALIKPAPAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB III METODE PENELITIAN

Valuasi Ekonomi Sumberdaya di Teluk Palu, Kota Palu... (Fachruddin Hari Anggara Putera dan Alfiani Eliata Sallata)

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA MANGROVE STUDI KASUS DI SPTN I DAN SPTN II TAMAN NASIONAL SEMBILANG KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA PALAES KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERUBAHAN WARNA SUBSTRAT PADA DAERAH HUTAN MANGROVE DESA PASSO. (Change of Substrate Colour at Mangrove Forest in Passo Village)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI DESA TIWOHO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA WINDA DESITHA KALITOUW

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

Valuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Mangrove Di Desa Pulau Batang Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Kepuauan Riau

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekonomi Lingkungan. manusia dalam memanfaatkan lingkungan sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

NILAI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI DESA MOJO KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

IV. METODE PENELITIAN

RINGKASAN. Berbagai Macam Kegiatan Pertanian Di Pesisir Pantai Timur Kecamatan Tulung

Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG KABUPATEN PANGKEP

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

III. METODOLOGI PENELITIAN

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA MANGROVE DI KELURAHAN MANGUNHARJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji. Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

POTENSI EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN

Transkripsi:

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 8, Nomor 1, April 2012 AN APPROACH TO THE MANAGEMENT OF MUD CRAB Scylla serrata THROUGH THE REPRODUCTIVE STATUS OF MUD CRAB AND SOCIO-ECONOMY AND INSTITUTIONAL ASPECTS OF THE FISHERMEN AT PELITA JAYA, WEST SERAM DISTRICT ANALISIS EKONOMI TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI STRATEGI PENGELOLAAN BIVALVIA DI PERAIRAN PANTAI WAITATIRI BERDASARKAN TINGKAT PEMANFAATAN DAMPAK TOKSISITAS SUB KRONIS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) TERHADAP RESPONS HEMATOLOGI DAN PERTUMBUHAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) GROWTH AND MOULTING OF CRAYFISH TINGKAT PEMANFAATAN DAYA DUKUNG BIOMASSA STOK IKAN TERI MERAH (Encrasicholina heteroloba) DI TELUK AMBON DALAM KOMPOSISI DAN KEPADATAN SAMPAH ANORGANIK PADA BEBERAPA SUNGAI DI TELUK AMBON JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TRITON Vol. 8 No. 1 Hlm. 1-69 Ambon, April 2012 ISSN 1693-6493

12 Analisis Ekonomi Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove ANALISIS EKONOMI TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI (Economic Analysis of Mangrove Ecosystem in Tawiri Village) Stevanus M. Siahainenia Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Jl. Mr. Chr Soplanit, Poka-Ambon stevysiahainenia@gmail.com ABSTRACT : The objectives of this research are (1) to indentify economic values of mangrove ; (2) to estimate total economics value (TEV) of use-value and non use value of mangroves ; and (3) to describe alternative management options in terms of optimization and sustainability. Results of this research are as follows : (1) functions and benefits of mangrove ecosystem direct use value were fuel wood collection for the subsistence needs of local villagers, wild animals use by human for subsistence purposes ; indirect use were as follows: natural barrier to shoreline erosion, higly nutritious food source for animals; (2) The TEV of mangrove was Rp 24,887,887 per year, consisting of direct use value of Rp 11,299,500 per year and indirect use of Rp 9,098,077 per year ; (3) At the alternative management second option of the best Keywords : Economic analysis, mangrove ecosystem, indirect-use value, direct-use value PENDAHULUAN Sumberdaya alam merupakan asset penting bagi suatu negara dalam melaksanakan pembangunan, salah satunya adalah sektor ekonomi yang mana selain untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan suatu bangsa. Namun keberadaan suatu sumberdaya, pemanfaatannya terkadang tidak memperhatikan batas-batas kemampun atau daya dukung lingkungan untuk proses regenerasi sehingga manfaat biologis, fisik, ekologis maupun ekonomi dari sumberdaya tersebut dapat tidak tercapai. Salah satu sumberdaya alam hayati yang perlu mendapat perhatian, khususnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal dan berwawasan lingkungan agar sumberdaya tersebut tetap lestari, adalah mangrove. Menurut Bann (1998), keberadaan hutan mangrove mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia dan juga lingkungan yang ada disekitarnya. Sebagai ekosistem yang produktif, hutan mangrove memiliki fungsi utama, yakni fungsi fisik, biologis dan ekonomis. Ini berarti hutan mangrove memiliki fungsi strategis sebagai produsen

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 12 19 13 primer yang mampu mendukung dan menstabilkan ekosistem laut maupun daratan. Luas hutan mangrove di Maluku diperkirakan 1,19 juta ha dan tersebar luas di seluruh pulau yang terdiri atas 40 jenis pohon dari 24 suku (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ambon, 1996). Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Tahun 2003, pada perairan Teluk Ambon Bagian Luar (TAL), ternyata vegetasi mangrove yang terbesar hanya terkonsentrasi di pesisir Desa Tawiri, dengan luasan mencapai 3,085 ha. Namun karena pemanfaatan yang tidak bertanggung jawab maka telah terjadi kerusakan sebesar 32,47 % (1 ha) Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari menyebabkan ekosistem mangrove sering kali digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat setempat. Selain itu ada pemahaman sosial, bahwa sumberdaya tersebut sebagai milik bersama yang dapat dieksploitasi tanpa memperhatikan kelestariannya. Hasil observasi lapangan mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat desa Tawiri, seperti : penebangan mangrove untuk kayu bakar, penangkapan satwa, penangkapan biota laut (ikan, kepiting), bameti bahkan pembuangan hajat dan sampah. Sebagai akibat dari pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bijaksana menyebabkan kemampuan ekosistem tersebut dalam menyediakan jasa-jasa lingkungan semakin menurun. Hal ini terindikasi dengan penurunan hasil tangkapan nelayan di perairan sekitar ekosistem mangrove. Sebenarnya ekosistem mangrove dapat dijadikan nilai ekonomis bagi masyarakat setempat. Menurut Santoso (2005), nilai ekonomi yang dihasilkan hutan mangrove merupakan biaya kehilangan sebagai akibat dari pemanfaatannya yang salah. Mengingat masih rendahnya penghargaan terhadap potensi hutan mangrove dalam hubungan dengan nilai manfaatnya, maka perlu dilakukan suatu kajian secara komprehensif tentang analisis ekonomi terhadap keberadaan hutan mangrove tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui nilai ekonomi ekosistem hutan angrove yang berada di Desa Tawiri ; (2) mengkuantifikasikan total nilai dan pemanfaatan (use value) dan nilai bukan pemanfaatan (non-use value) dan (3) memberikan alternatif pemanfaatan ekosistem hutan mangrove yang lebih optimal dan berkelanjutan. METODE PENELITIAN Metode Pengambilan Data Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2011 di Desa Tawiri. Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh dengan cara observasi lapangan dan wawancara dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan serta data sekunder dari berbagai tulisan maupun sumber-sumber data yang relevan dengan penelitian ini. Penarikan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling. Responden adalah masyarakat Desa Tawiri yang berjumlah 28 orang. Aktivitas responden sehari-hari berhubungan dengan pemanfaatan hutan mangrove, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu dilakukan wawancara dengan beberapa informan dan aparat desa.

14 Analisis Ekonomi Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove Metode Analisis Data Penilaian ekonomi dari seluruh manfaat sumberdaya hutan mangrove, dengan menggunakan 3 tahapan, antara lain : (1) identifikasi manfaat dan fungsifungsi keterkaitan antar sumberdaya mangrove ; (2) kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang dan (3) penilaian alternatif alokasi pemanfaatan seluruh sumberdaya mangrove. 1. Identifikasi manfaat dan fungsi-fungsi keterkaitan antar sumberdaya mangrove. Manfaat langsung (direct-use value) dari hutan mangrove, dengan rumus : ML = ML 1 + ML 2 + ML 3 + ML 4 + ML 5 + ML 6 Dimana : ML = Manfaat Langsung ML 1 = Manfaat Langsung dari penangkapan soa-soa ML 2 = Manfaat Langsung dari penangkapan kus-kus ML 3 = Manfaat Langsung dari penggunaan kayu bakar ML 4 = Manfaat Langsung dari penangkapan ikan ML 5 = Manfaat Langsung dari pemanfaatan kerang ML 6 = Manfaat Langsung dari penangkapan kepiting Manfaat tidak langsung (indirect-use value) Manfaat tidak langsung dapat diakumulasi dengan penahan abrasi dan penyedia bahan organik bagi biota yang hidup pada ekosistem tersebut. Estimasi penahan abrasi dilakukan dengan cara mengalikan biaya yang dibutuhkan untuk membuat breakwater (dalam satuan rupiah per meter) dengan panjang pantai. Penilaian ekonomi secara biologis dilakukan dengan cara melihat fungsi mangrove sebagai penyedia pakan. Untuk menilai kelimpahan atau produksi suatu populasi dalam hal ini jenis kepiting, didasari atas Walpole, 1988 dalam Tupan, 2005), digunakan rumus: Y = a + bx Dimana : a,b = Penduga Y = Produksi kepiting per tahun X = Luasan hutan mangrove Perhitungan nilai total manfaat tidak langsung dari hutan mangrove, dengan rumus : MTL = MTL1 + MTL2 Dimana : MTL = Manfaat Tidak Langsung MTL 1 = Manfaat Tidak Langsung sebagai peredam gelombang (breakwater) MTL 2 = Manfaat Tidak Langsung sebagai penyedia bahan pakan alami Manfaat Pilihan (Option Value) Manfaat pilihan adalah suatu nilai yang menunjukkan kesediaan seseorang untuk membayar guna melestarikan ekosistem mangrove bagi pemanfaatan di masa akan datang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai manfaat, dirumuskan sebagai berikut : MP = MP b Dimana : MP = Manfaat Pilihan MP b = Manfaat pilihan biodiversty

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 12 19 15 Manfaat Keberadaan (Existence Value) Manfaat keberadaan adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan suatu ekosistem. Rumus yang digunakan : n ME = (ME i )/n i=1 Dimana : ME = Manfaat Eksistensi ME i = Manfaat Eksistensi dari responden ke-i n = Jumlah responden 2. Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang. Beberapa teknik kuantifikasi yang digunakan adalah : nilai pasar, harga tidak langsung, contingent valuation method dan total economic value, dengan rumus : TEV = UV + NUV TEV = DUV + IUV + OV + EV Dimana : UV = Nilai Pemanfaatan (Use Value) NUV = Nilai Bukan Pemanfaatan (Non Use Value) DUV = Nilai Pemanfaatan Langsung (Direct Use Value) IUV = Nilai Pemanfaatan Tak Langsung (Indirect Use Value) OV = Nilai Pilihan (Option Value) EV = Nilai Keberadaan (Exsitence Value) 3. Penilaian alternatif alokasi pemanfaatan seluruh sumberdaya mangrove Penilaian alternatif alokasi pemanfaatan dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai dari Net Present Value (NPV), dengan rumus : n NPV = (Bt Ct)/(1+r) i=0 Sedangkan untuk menilai efisiensi ekonomi digunakan perhitungan Benefit Cost Ratio (B/C), dengan rumus : n Bt/(1=r) t t=1 B/C = ---------------- n Bt/(1=r) t t=1 HASIL DAN PEMBAHASAN Manfaat Langsung Ekosistem Hutan Mangrove Teridentifikasi beberapa manfaat langsung dari kawasan hutan mangrove yang berada di desa Tawiri (Tabel 1), berupa : manfaat kayu bakar, manfaat satwa (soa-soa dan kus-kus), manfaat penangkapan biota laut (kepiting, kerang dan ikan). Nilai manfaat bersih yang diperoleh dari berbagai pemanfaatan secara langsung hutan mangrove adalah sebesar Rp. 7.245.000,00. Persentase manfaat bersih terbesar adalah pemanfaatan kerang-kerangan 19,79% atau Rp. 1.434.000,00. Hal ini disebabkan karena pengeluaran biaya total rendah sementar nilai manfaatnya tinggi. Sedangkan yang terkecil adalah pemanfaatan

16 Analisis Ekonomi Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove soa-soa 0,41% atau Rp. 29.500,00, karena nilai manfaat dan pengeluaran biaya total selisihnya kecil. Tabel 1. Nilai Manfaat Langsung Ekosistem Hutan Mangrove Jenis Manfaat Nilai Manfaat (Rp/ha/thn) Total Biaya (Rp) Manfaat Bersih (Rp/ha/thn) Persentase (%) Kayu bakar Soa-soa Kus-kus Ikan Kepiting Kerang 1.440.000 240.000 1.087.500 6.300.000 840.000 1.440.00 120.000 210.500 445.500 3.308.000 13.000 6.000 1.320.000 29.500 642.500 2.992.000 827.000 1.434.000 18,22 0,41 8,87 41,30 11,41 19,79 Jumlah 11.347.500 4.103.000 7.245.000 100 Sumber : Data Primer (diolah) Manfaat Tidak Langsung Manfaat tidak langsung hutan mangrove, teridentifikasi hanya untuk fungsi fisik dan biologis. Manfaat tidak langsung secara fisik disetimasi melalui pendekatan fungsi hutan mangrove sebagai peredam gelombang (breakwater). Untuk pembuatan breakwater dengan ukuran 1x0.15x1 m 3, dan daya tahan 10 tahun adalah sebesar Rp.278.679,00. Jika panjang garis pantai di desa Tawiri (dimana terdapat hutan mangrove) adalah 451 m, maka dibutuhkan breakwater sebanyak 225 buah sehingga keseluruhan nilai yang dibutuhkan sebesar Rp. 62.702.775. Manfaat tidak langsung secara biologis yang diestimasi melalui pendekatan fungsi hutan mangrove sebagai penyedia pakan (feeding ground). Jenis kepiting yang dominan tertangkap adalah Scylla oceania yang berjumlah 14 ekor, Portunus sanguinolentus yang berjumlah 40 ekor dan Muctiris longicarpus yang berjumlah 60 ekor. Dengan luas hutan mangrove sebesar 3,08 ha maka diperkirakan produksi kepiting sebesar 62,84 g/tahun. Harga pakan kepiting sebesar Rp. 7.500/gram dengan kebutuhan pakan 6 gram/ekor (Pieter, 2006). Sehingga diperoleh nilai manfaat tidak langsung (Tabel 2) dari penyediaan pakan sebesar Rp. 2.827.800/tahun. Manfaat tidak langsung dari keberadaan ekosistem hutan mangrove dalam fungsinya untuk menghindari abrasi di laut sebesar Rp. 6.270.227,50, dengan persentase fungsi sebesar 68,92%. Tabel 2. Nilai Manfaat Tidak Langsung Ekosistem Hutan Mangrove Jenis Manfaat Nilai Manfaat Persentase (Rp/Tahun) (%) Peredam gelombang Penyedia pakan 6.270.227 2.827.800 68,92 31,08 Jumlah 9.098.077 100 Sumber : Data Primer (diolah) Manfaat Pilihan Menurut Facrudin (1996), nilai biodiversity hutan mangrove di Indonesia sebesar US$1,500 per km 2 per tahun, apabila keberadaannya secara ekologis sangat penting dan tetap dipelihara relatif alami. Nilai pilihan diperoleh dari

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 12 19 17 perkalian antara nilai biodiversity dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, maka diperoleh Rp. 132.000,00/ha/tahun. Apabila luasan hutan mangrove di desa Tawiri sebesar 3,08 ha maka diperoleh manfaat pilihan adalah sebesar Rp. 406.560 per tahun Manfaat Keberadaan Nilai rataan Willingess to Pay (WTP) dari 28 responden diperoleh Rp. 3.750,00/ha/thn dikalikan dengan total kepala keluarga di Desa Tawiri sebanyak 1.089, sehingga agregat nilai sebesar Rp. 4.083.750,00, dengan demikian nilai manfaat keberadaan hutan mangrove seluas 3,08 ha adalah sebesar Rp. 1.325.892,85 Penilaian Manfaat Hutan Mangrove Berdasarkan hasil identifikasi, maka total nilai ekonomi yang diperoleh dari seluruh manfaat terhadap keberadaan hutan mangrove (Tabel 3) adalah sebesar Rp. 24.887.887,50/tahun. Nilai manfaat langsung adalah terbesar (Rp. 11.299.500,00 atau 45,40 %), sedangkan yang terkecil adalah manfaat pilihan (Rp. 406.560,00 atau 1,63 %). Tabel 3. Kuantifikasi Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove Jenis Manfaat Manfaat langsung Manfaat tidak langsung Manfaat pilihan Manfaat keberadaan Total nilai manfaat ekonomi Sumber : Data Primer (diolah) Nilai Manfaat (Rp/Ha/Tahun) Nilai Manfaat (Rp/Tahun) Persentase (%) 3.668.668,33 11.299.500,00 45,40 2.035.804,38 9.098.077,50 36,56 132.000,00 406.560,00 1,63 1.325.892,85 4.083.750,00 16,41 7.162.366,06 24.887.887,50 100 Alternatif Pemanfaatan Hutan Mangrove Kajian bagian ini diupayakan untuk memberikan pilihan yang berhubungan dengan pola pemanfaatan dan pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan untuk memperoleh nilai ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan luasan hutan mangrove saat kini (pada saat penelitian dilakukan) yakni 3,08 ha (status quo) dan kondisi awal luasan yakni 3,085. Sehingga dapat direkomendasikan untuk alternatif luasan mana yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Berdasarkan perhitungan cost benefit analysis (BCR) dan net present value (NPV) untuk luasan status quo 3,08 ha (alternatif I) dan luasan awal 3,085 ha (alternatif II), maka hasilnya mengindikasikan bahwa kedua alternatif ini memberikan nilai kelayakan positif (Tabel 4). Hal ini berarti keberadaan hutan mangrove (proyek) dari sisi ekonomi sangat layak untuk tetap dipertahankan. Kondisi ini terlihat dari nilai NPV adalah positif dan nilai BCR lebih besar dari 1 (BCR > 1). Nilai BCR 2,82 memberikan arti bahwa setiap satuan rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 2,82. Sedangkan nilai BCR 1,83 memberikan arti bahwa setiap satuan rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar

18 Analisis Ekonomi Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove Rp 1,83. Dengan demikian, apabila ada alternatif untuk memilih, sebaiknya alternatif II (mengembalikan luasan hutan mangrove pada kondisi awal dengan luas 3,085 ha) harus menjadi pilihan. Karena baik nilai NPV maupun BCR lebih besar dari nilai NPV dan BCR pada alternatif I. Dengan mengembalikan luas hutan mangrove pada kondisi awal maka ada peluang untuk memanfaatkan areal tersebut dengan meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga dapat memiliki nilai manfaat yang lebih besar lagi. Tabel 4. Hasil Perhitungan Ratio Benefit Cost dan Net Presen Value terhadap Alternatif Pemanfaatan Hutan Mangrove Alternatif Kondisi Pemanfaatan Luasan (Ha) NPV BCR I II Kondisi saat ini (status quo) Mengembalikan luasan pada kondisi awal 3,08 3,085 104.049.909,11 254.826.460,82 1,83 2,82 Sumber : Data Primer (diolah) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Nilai manfaat langsung dari hutan mangrove sebesar Rp. 11.299.500,00/tahun, nilai manfaat tidak langsung sebesar 9.098.077,50, nilai manfaat pilihan sebesar Rp. 406.560,00, nilai manfaat keberadaan sebesar Rp. 4.083.750,00 sehinggs total nilai ekonomi dari hutan mangrove adalah sebesar Rp. 24.887.887,50 per tahun (2) Alternatif luas lahan 3,085 ha harus menjadi pilihan karena secara ekonomi memiliki nilai BCR lebih besar dari alternatif luas lahan 3,08 ha. Untuk mendukung keberadaan hutan mangrove supaya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya, maka perlu adanya keberpihakan pemerintah dengan regulasinya sehingga pemanfaatan dan pengeloaan hutan mangrove dapat berkelanjutan dan lestari. DAFTAR PUSTAKA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ambon, 1996. Kelestarian Hutan Bakau di Maluku. Lembar Informasi Pertanian. Bann, C, 1998. The Economic Valuation for Tropical Forest Land Use Option : A Manual for Researchers. Economis and Enviroment Program for Southeast Asia (EEPSA). Facrudin, A, 1996. Analisis Ekonomi Pengelolaan Pesisir Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tesis. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pieter, M.P, 2006. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove (Studi Kasus di Desa Passo Kecamatan Teluk Ambon Baguala. Skripsi. Ambon : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. Ruitenbeek, H.J, 1991. Mangrove Management : An Economic Analysis of Management Option with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. Enviromental Management Development In Indonesia (EMD) Project. EMDI Enviromental Reports No. 8, Jakarta. Santoso, D (2005), Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Pondok Bali, Desa Legonwetan Kecamatan Legonkulon, Kabupatan Subang, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Jurnal TRITON Volume 8, Nomor 1, April 2012, hal. 12 19 19 Tupan, Ch. I, 2005. Hubungan Kepadatan Kepiting Bakau (Scylla spp) dengan Karakteristik Habitat pada Hutan Mangrove Perairan Pantai Desa Passo, Ambon. Ichthyos. Jurnal Penelitian Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Vol.4, No.2, Juni 2005.