SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

No. 10/ 25 /DPM Jakarta, 14 Juli SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum

No. 6/7/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum

No. 12/39/DPbS Jakarta, 31 Desember 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

No. 12/ 33 /DKBU Jakarta, 1 Desember 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

No. 15/44/DPbS Jakarta, 22 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

No.11/21/DKBU Jakarta, 10 Agustus 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

2017, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia t

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG

Contoh Surat Pengajuan FPJP

: Pengajuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Meterai dan ttd

No.6/9/DPM Jakarta, 16 Februari S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BANK INDONESIA No. 2/21/DPM Jakarta, 30 Oktober S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No.11/ 19 /DKBU Jakarta, 31 Juli 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 31 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No. 1/5/DPNP Jakarta, 10 Desember 1999 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 12/36/DPNP Jakarta, 23 Desember 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

- 1 - Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat.

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SURAT EDARAN. Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank atas Uang yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang Palsu oleh Bank

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum

No. 10/17/DPM Jakarta, 31 Maret Maret 2008 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/11/PBI/1999

No. 4/1/DPBPR Jakarta, 24 Januari 2002 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 20 /PBI/2009 TENTANG TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM STATUS PENGAWASAN KHUSUS

Lampiran 1. Kepada Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110

No. 6/17/DPM Jakarta, 6 April 2004 NoAAve SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/20/PBI/2000 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.81, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5012)

No. 2/27/DPM Jakarta, 13 Desember 2000 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.6/8/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

No. 17/48/DPD Jakarta, 7 Desember SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA

Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/ 7/PADG/2017 TENTANG TRANSAKSI SERTIFIKAT DEPOSITO DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No. 11/8/DPM Jakarta, 27 Maret Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

No. 10/16/DPM Jakarta, 31 Maret 2008 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

No. 9/36/DPNP Jakarta, 19 Desember 2007 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 11/ 32 /DPM Jakarta, 7 Desember 2009 SURAT EDARAN

No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

No.7/34/DPM Jakarta, 3 Agustus 2005 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM. Perihal : Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/3/PBI/2003 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

SURAT EDARAN. Kepada BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC

No. 10 /24/DPM Jakarta, 14 Juli SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM

No. 10 /2/DPM Jakarta, 31 Januari SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 17/45/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/1/PBI/1999 TENTANG FASILITAS PENDANAAN DALAM RANGKA MENGATASI KESULITAN PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM

SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM. Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum

No.6/4/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN. Kepada BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM, PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DAN PERUSAHAAN EFEK DI INDONESIA

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Sruktur Organisasi BNI Syariah Cabang Malang

No.3/21/DPM Jakarta, 3 September 2001 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA

No. 14 / 28 /DPM Jakarta, 27 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 13/ 17 /DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I. KETENTUAN UMUM

No. 15/12/DASP Jakarta, 8 April SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

No.11/ 17 /DPM Jakarta, 7 Juli SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

No. 13/ 27/DPM Jakarta, 1 Desember 2011 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN LEMBAGA PERANTARA

No.8/ 8 /DPbS Jakarta, 1 Maret 2006

Ketentuan butir I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

Transkripsi:

No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/35/PBI/2008 tanggal 5 Desember 2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4943), perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek bagi Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. 2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan

2 kegiatan usaha secara konvensional, tidak termasuk Badan Kredit Desa (BKD). 3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPR yang didasarkan pada Cash Ratio dengan menambahkan komponen Sertifikat Bank Indonesia serta aset antarbank dan kewajiban antarbank. Rasio Kebutuhan Kas merupakan perbandingan aset lancar terhadap kewajiban lancar. Aset lancar terdiri dari saldo kas, SBI yang tidak menjadi agunan, penempatan pada antarbank aktiva yang tidak menjadi agunan di bank umum atau BPR lain meliputi giro pada bank umum, serta tabungan dan deposito jatuh tempo pada bank umum atau BPR lain. Kewajiban lancar terdiri dari pos kewajiban segera, simpanan dana nasabah tidak terkait meliputi tabungan dan deposito jatuh tempo, serta kewajiban antarbank pasiva tidak terkait yang meliputi tabungan dan deposito yang jatuh tempo. 4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada BPR untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek yang dialami oleh BPR. 5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPR yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). 6. Sertifikat Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek. 7. Aset Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. II. PERSYARATAN

3 II. PERSYARATAN FPJP 1. BPR yang dapat mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP adalah BPR yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang memadai. 2. BPR sebagaimana ketentuan butir 1 wajib memiliki kriteria sebagai berikut: a. Memiliki penilaian Tingkat Kesehatan selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang Cukup Sehat; b. Memiliki Cash Ratio selama 6 (enam) bulan terakhir rata-rata paling kurang sebesar 4,05% (empat koma nol lima persen); c. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy Ratio) paling kurang 8% (delapan persen) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; dan d. Memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir. 3. Plafon FPJP diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka pendek BPR untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen). 4. BPR menjamin FPJP dengan agunan milik BPR berupa SBI dan/atau Aset Kredit dengan ketentuan: a. Dalam hal agunan berupa SBI, maka SBI dimaksud harus memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FPJP jatuh tempo. Perhitungan nilai jual SBI yang diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir V.1.a. b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit: 1) memiliki

4 1) memiliki perjanjian kredit yang masih berlaku selama jangka waktu FPJP. 2) memiliki kolektibilitas Lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir. Kolektibilitas adalah kualitas kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Produktif BPR untuk posisi akhir bulan sesuai dengan Laporan Bulanan BPR selama 3 periode pelaporan terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan. Kualitas kredit yang disampaikan dalam Laporan Bulanan BPR dimaksud harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia dalam hal terdapat perbedaan kualitas Aset Kredit yang disampaikan oleh BPR dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. 3) memiliki agunan. Aset Kredit yang dijaminkan harus memiliki agunan berupa: a. Aktiva tetap antara lain berupa tanah dan bangunan. b. Aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat keputusan pengangkatan/pensiun pegawai. 4) bukan merupakan kredit kepada pihak terkait BPR. Kriteria pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Perkreditan Rakyat. 5) baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK. 5. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut: a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 30 (tiga puluh) hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh tempo yang bertepatan dengan

5 dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional maka penyelesaian FPJP jatuh tempo adalah pada hari kerja berikutnya. b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu sama dengan jangka waktu FPJP yaitu 30 (tiga puluh) hari kalender dengan jangka waktu keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPR menerima FPJP. Contoh: Perjanjian pemberian FPJP ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Apabila BPR mengajukan perpanjangan FPJP dan atas perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP akan diberikan dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 31 Desember 2008 sampai dengan jatuh tempo 29 Januari 2009. Selanjutnya apabila BPR mengajukan perpanjangan FPJP yang kedua dan atas perpanjangan FPJP tersebut disetujui maka perpanjangan FPJP tersebut akan disetujui dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu sejak tanggal 30 Januari 2009 sampai dengan jatuh tempo 28 Februari 2009. Mengingat 28 Februari 2009 jatuh pada hari Sabtu maka penyelesaian FPJP dilakukan paling lambat tanggal 2 Maret 2009 (hari kerja berikutnya). 6. Permohonan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dapat diajukan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. BPR telah membayar seluruh bunga terhutang atas FPJP yang jatuh tempo; b. BPR

6 b. BPR tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen); dan c. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini. 7. BPR dapat mengajukan penambahan plafon FPJP yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPR, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan penambahan FPJP kurang dari 10% (sepuluh persen); b. BPR memiliki agunan yang masih mencukupi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan c. Jangka waktu penggunaan FPJP termasuk perpanjangannya belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender. 8. Tambahan plafon FPJP yang diajukan akan diakumulasikan terhadap jumlah FPJP yang belum dilunasi. 9. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJP adalah sampai dengan jatuh tempo FPJP. Contoh: FPJP diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJP adalah tanggal 30 Desember 2008. Tambahan FPJP diberikan kepada BPR pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJP adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008. 10. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas realisasi pemberian FPJP kepada BPR dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap simpanan nasabah BPR yang berlaku pada saat perjanjian atau addendum pemberian FPJP ditandatangani. Biaya

7 Biaya bunga FPJP dihitung secara harian dan dikenakan pada saat jatuh tempo FPJP. Dalam hal BPR mengajukan perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan mengenakan seluruh biaya bunga FPJP sampai dengan jatuh tempo. BPR harus menyediakan dana untuk pembayaran seluruh biaya bunga FPJP terhutang paling lambat pada saat pengajuan perpanjangan FPJP. III. PENGAJUAN PERMOHONAN, PENAMBAHAN ATAU PERPANJANGAN FPJP 1. Pengajuan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP oleh BPR kepada Bank Indonesia disampaikan pada setiap hari kerja. 2. Surat perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 1 diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJP. 3. BPR mengajukan permohonan, penambahan atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 1 kepada Bank Indonesia melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1, disertai dengan dokumen: a. Surat pernyataan yang terdiri dari: 1) Surat pernyataan bahwa BPR mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek disertai dengan penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-2; 2) Surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJP tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJP sesuai butir II.4, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR

8 BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-3; 3) Surat pernyataan kesanggupan BPR untuk membayar segala kewajiban terkait FPJP pada saat jatuh tempo, yang ditandatangani oleh direksi, komisaris dan Pemegang Saham Pengendali BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran-4; 4) Surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas kredit dan agunan yang menyertainya, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-5; b. Surat Kuasa dari BPR kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan seluruh rekening BPR di bank umum yang ditunjuk dan bank umum lainnya dalam rangka pembayaran segala kewajiban BPR terkait FPJP, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-6; c. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan pendanaan jangka pendek paling kurang berupa perhitungan Rasio Kebutuhan Kas, yang ditandatangani oleh direksi BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku sebagaimana contoh pada Lampiran-7; d. Daftar SBI dan/atau Aset Kredit yang diajukan menjadi agunan FPJP, yang ditandatangani oleh direksi dan komisaris BPR sesuai Anggaran Dasar BPR yang berlaku, sebagaimana contoh pada Lampiran-8; e. Konsep

9 e. Konsep akta yang akan ditandatangani oleh direksi BPR sesuai dengan Anggaran Dasar BPR bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris yang terdiri dari: 1) Konsep Akta Perjanjian Pemberian FPJP, sebagaimana contoh pada Lampiran-9; 2) Konsep Akta Gadai, dalam hal agunan berupa SBI, sebagaimana contoh pada Lampiran-10; 1) Konsep Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa Aset Kredit, sebagaimana contoh pada Lampiran-11; 2) Konsep Addendum Perjanjian Pemberian FPJP, dalam hal BPR mengajukan perpanjangan dan/atau penambahan, sebagaimana contoh pada Lampiran-12. 4. Surat permohonan, penambahan, perpanjangan FPJP yang dilengkapi dengan persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan butir 3 dan daftar kelengkapan dokumen permohonan, sebagaimana contoh pada Lampiran-16, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 5. BPR harus segera melengkapi dokumen pendukung sebagaimana ketentuan butir 3 apabila belum lengkap dan/atau belum sesuai dengan daftar Aset Kredit. 6. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia sebagaimana ketentuan butir 3.e dilakukan bersamaan dengan Perjanjian Pemberian FPJP. 7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses permohonan, penambahan, dan/atau perpanjangan FPJP termasuk pengikatan agunan, penambahan dan/atau penggantian agunan menjadi beban BPR penerima FPJP. IV. PENGAJUAN

10 IV. PENGAJUAN DAN PENGIKATAN AGUNAN FPJP 1. Dalam hal agunan berupa SBI, maka BPR harus menyampaikan dokumen berupa bukti bahwa SBI telah diagunkan (pledge) di BI-SSSS berupa print-out hasil pengagunan. 2. Mekanisme pengagunan SBI dilakukan sesuai mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930). 3. Jangka waktu pengikatan agunan FPJP berupa SBI sebagai berikut: a. Jatuh tempo pengikatan agunan FPJP berupa SBI adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah FPJP jatuh tempo. b. Dalam hal terjadi pelunasan FPJP pada saat jatuh tempo maka pengikatan agunan FPJP berupa SBI dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJP dilunasi. 4. Dalam hal BPR yang mengajukan FPJP tidak memiliki SBI atau SBI yang dimiliki tidak mencukupi sebagai agunan FPJP sehingga perlu menggunakan Aset Kredit maka BPR harus menyampaikan daftar Aset Kredit sebagaimana contoh pada Lampiran-8. 5. Dalam rangka keperluan pengikatan agunan FPJP, BPR menyampaikan: a. Dokumen asli perjanjian kredit antara BPR dan debitur; b. Dokumen asli pengikatan agunan atas perjanjian kredit antara BPR dan debitur secara notariil atau di bawah tangan; dan c. Bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan kredit BPR. 6. Dokumen sebagaimana ketentuan butir 4, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 7. Dalam hal sesuai perhitungan Bank Indonesia, Aset Kredit yang diajukan oleh BPR tidak mencukupi dan/atau tidak memenuhi kriteria agunan

11 agunan FPJP, BPR harus mengajukan Aset Kredit baru untuk memenuhi kecukupan agunan FPJP. 8. Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPR kepada Bank Indonesia mencakup: a. Hak tagih BPR yang timbul dari perjanjian kredit antara BPR dengan debitur; dan b. Segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPR antara lain namun tidak terbatas pada pendapatan bunga dan klaim asuransi kredit. 9. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 10. Penatausahaan dokumen Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia cq. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) atau Bank Indonesia cq. Kantor Bank Indonesia (KBI) sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat BPR. V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut: a. Dalam hal agunan berupa SBI: 1) nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP; 2) nilai agunan sebagaimana ketentuan butir 1) ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari FPJP atau perpanjangan FPJP; 3) nilai jual SBI sebagaimana ketentuan butir 1) dihitung berdasarkan nominal atau harga setiap seri SBI yang tercantum dalam BI-SSSS. Contoh perhitungan nilai jual SBI sebagaimana pada Lampiran-8; 4) harga

12 4) harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, nilai baki debet (outstanding) Aset Kredit yang menjadi agunan FPJP tersebut ditetapkan paling kurang 150% (seratus lima puluh persen) dari FPJP. 2. Dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Aset Kredit tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir II.4.b, BPR wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJP sehingga nilai Aset Kredit paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJP yang disetujui. 3. Penggantian dan/atau penambahan agunan FPJP berupa Aset Kredit dilakukan oleh BPR dengan menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana ketentuan butir IV.4 kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 4. Dalam rangka perpanjangan FPJP, BPR dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan pada FPJP sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan. VI. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP dalam hal: a. BPR memenuhi kriteria permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; dan b. BPR memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan Surat Edaran ini; 2. Dalam

13 2. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP, Bank Indonesia dan BPR menandatangani perjanjian pemberian FPJP atau addendumnya, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia. 3. Bank Indonesia mencairkan FPJP dengan mengkredit rekening BPR penerima FPJP di bank umum. 4. Bank Indonesia dapat menolak permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam Surat Edaran ini. 5. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJP sebagaimana ketentuan butir 4 kepada BPR melalui surat. VII. PELUNASAN FPJP 1. Dalam rangka pelunasan FPJP, BPR harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada rekening BPR di bank umum yang ditunjuk paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo. 2. Pada tanggal FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPR penerima FPJP di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan nominal FPJP. 3. Dalam hal setelah dilakukan pendebetan sebagaimana ketentuan butir 2, saldo rekening BPR di bank umum tidak mencukupi untuk membayar seluruh biaya bunga dan/atau nominal FPJP dan BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan. VIII. EKSEKUSI

14 VIII. EKSEKUSI AGUNAN FPJP 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP dalam hal FPJP jatuh tempo dan saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan nominal FPJP serta BPR tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJP. 2. Dalam hal agunan berupa SBI, Bank Indonesia melakukan proses eksekusi dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption) pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana ketentuan butir 1. 3. Dalam hal agunan berupa Aset Kredit, eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut: a. Menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang;xatau b. Memberi kuasa kepada BPR untuk melaksanakan penjualan hak tagih. 4. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP. 5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi beban BPR penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya. 6. Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJP belum dilunasi, BPR tetap dikenakan biaya bunga FPJP yang besarnya dihitung berdasarkan baki debet FPJP yang belum dilunasi dengan tingkat bunga FPJP terakhir. 7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan

15 agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPR di bank umum sebesar kelebihan nilai dimaksud. 8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari baki debet FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud. 9. Dalam hal saldo rekening BPR di bank umum yang ditunjuk atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana ketentuan butir 8, BPR wajib menyetor tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud. IX. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPR atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPR serta penggunaan FPJP, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJP yang disampaikan oleh BPR. 2. Bank Indonesia dapat meminta BPR untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPR atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan pendanaan jangka pendek BPR. 3. BPR wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X. 4. BPR wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana ketentuan butir X, berupa hardcopy dan softcopy yang terdiri dari: a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-13; b. Kolektibilitas

16 b. Kolektibilitas harian Aset Kredit yang dijaminkan, sebagaimana contoh pada Lampiran-14; dan c. Penggunaan FPJP harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-15. X. ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN, PENAMBAHAN, PERPANJANGAN DAN/ATAU LAPORAN FPJP Surat dan/atau dokumen dalam rangka permohonan, penambahan, perpanjangan dan/atau laporan FPJP oleh BPR disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1. Bank Indonesia up. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU), Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau 2. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana ketentuan butir 1, dengan tembusan kepada Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU). XI. SANKSI 1. Dalam hal BPR tidak melunasi FPJP, melakukan pelanggaran atas ketentuan Surat Edaran ini dan/atau berdasarkan pemeriksaan sebagaimana ketentuan butir IX.1 diketahui adanya penyimpangan penggunaan FPJP, maka BPR dikenakan sanksi berupa: a. Tidak dapat menerima FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan b. Sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan/atau pemberhentian pengurus BPR. 2. Apabila

17 2. Apabila Pengurus dan/atau pegawai BPR dengan sengaja memberikan keterangan atau dokumen yang diwajibkan dalam Surat Edaran ini secara tidak benar, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 3. Apabila Pengurus, Pemegang Saham Pengendali dan/atau pegawai BPR tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan dalam Surat Edaran ini, dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. XII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 12 Desember 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RATNA E. AMIATY DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM DKBU