BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencengahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Reber (dalam Fatimah, 2008,h.143) kemandirian adalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di dalam bidang pendidikan. Perubahan perubahan tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

LEMBARAN KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, persaingan yang sangat ketat terjadi di berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial, selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan norma hukum yang berlaku untuk setiap warga negara, aturan norma

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

DAFTAR ISI. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR. v. DAFTAR ISI.ix. DAFTAR SKEMA... xii. DAFTAR TABEL xiii. DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai status intimacy pada pria homoseksual di X Bandung dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua orang yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial. Melalui pacaran, individu berharap dapat lebih mengetahui sifat dan sikap dari pasangannya untuk menentukan hubungan kedepan. Dalam menjalin hubungan pacaran, terdapat fungsi dan pengharapan yang ingin diperoleh oleh individu yang menjalaninya. Fungsi utama dari pacaran adalah untuk mengembangkan hubungan interpersonal individu pada hubungan heteroseksual sampai dengan pernikahan. Melalui hubungan pacaran, individu juga memiliki pengharapan tersendiri akan pemuasan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan afeksi (Papalia, 2001). Pada masa dewasa awal, berpacaran sudah lebih terfokus dalam upaya mencari pasangan hidup, karena pada masa ini individu mulai berpikir untuk mencari pasangan hidup dengan membina hubungan saling mendukung untuk membangun kehidupan yang akan datang, sehingga proses pacaran bukan semata untuk kesenangan. Menurut Erikson, individu pada usia 18-40 tahun masuk pada fase intimacy vs isolation. Pada fase ini seseorang diharapkan sudah memiliki komitmen untuk menjalin suatu hubungan dengan individu lain. Individu sudah mulai selektif untuk membina hubungan yang akrab dengan individu lainnya. Tujuan dari menjalin kedekatan (pacaran) dengan individu lain adalah untuk menemukan dan mencari pasangan yang benar-benar tepat untuk dirinya dan kelak akan menjadi pasangan 1

2 hidupnya (Dusek, 1996). Individu yang telah mapan baik dalam segi finansial dan psikologis akan memiliki tujuan hubungan yang mengarah pada pernikahan. Pernikahan merupakan tujuan bagi setiap pasangan yang memasuki usia dewasa awal. Hubungan yang dijalani menjadi lebih serius dengan mendekatkan keluarga satu sama lain. Kedekatan yang dijalani oleh keduanya bukan hanya sekedar hubungan sebagai pasangan yang 'pacaran', namun pasangan tersebut akan mulai menata masa depan yang akan dijalani bersama. Setiap individu yang menjalani relasi interpersonal yang relatif lama umumnya memiliki keinginan untuk maju ke tahap yang lebih serius. Masing-masing pasangan akan berusaha mengenalkan dan mendekatkan diri dengan keluarga pasangan. Pasangan juga akan lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaan dan masalah yang dihadapi. Pasangan laki-laki akan lebih memikirkan dan merencanakan keuangannya untuk masa depan keluarganya kelak, begitu juga dengan perempuan yang harus memikirkan tanggung jawab dalam mengurus rumah tangga. Keinginan untuk menjaga hubungan pasangan yang sesuai dan sejalan agar hubungan intim tetap terjaga dan komitmen yang dijalani tidak akan lepas dari adanya sebuah konflik. Masalah-masalah besar maupun kecil akan muncul karena perbedaan pendapat, adanya sensitifitas tinggi diantara pasangan sehingga muncul kesalahpahaman yang berdampak pada pertengkaran, muncul keragu-raguan untuk menikah dengan calon yang telah ditetapkan, masalah keuangan untuk biaya menikah, mengurus persyaratan nikah, perbedaan - perbedaan kebudayaan, perbedaan agama dan interaksi antar individunya. Masalah-masalah tersebut dapat saja terjadi pada pasangan secara umum. Berkaitan dengan perbedaan kebudayaan dan perbedaan agama yang menjadi bagian dari kemungkinan munculnya konflik dalam hubungan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan yang cukup luas wilayahnya. Jumlah penduduknya

3 tahun 2014 sebesar 252.124.458 jiwa terdiri dari beraneka ragam suku, bahasa dan agama. Terdapat 6 agama yang diakui di Indonesia saat ini, yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu. Perbedaan agama di Indonesia akan memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung pada interaksi yang terjadi antara satu individu dengan individu yang lain dalam menjalin sebuah relasi interpersonal. Masalah umum yang sebelumnya telah dipaparkan mungkin saja dialami oleh pasangan satu agama, dan pada kenyataannya masalah pada pasangan beda agama dipandang lebih complicated. Dapat diketahui bahwa masalah yang dialami oleh pasangan beda agama lebih beragam serta memiliki lebih banyak kemungkinan-kemungkinan penyebab keruhnya hubungan pacaran pasangan tersebut. Pebedaan kepercayaan bukanlah hal yang diutamakan dalam relasi individu yang memutuskan untuk berpacaran, sejauh keduanya menyadari bahwa hubungan percintaan mereka bukanlah sesuatu yang serius. Namun, berbeda halnya dengan pasangan yang berfikir untuk meneruskan hubungan ke pernikahan. Perbedaan agama mungkin menjadi sorotan dan juga penyebab dibalik masalah-masalah yang muncul. Adanya perbedaan dalam prinsip hidup yang mendasar memberikan percikan api pada hubungan beda agama. Perbedaan agama tersebut menciptakan individu dengan ajaran dan norma-norma yang berbeda. Ajaran dan norma yang berbeda mengakibatkan kesulitan dalam pemecahan masalah yang muncul dalam hubungan individu karena perbedaan pola pikir dan prinsip hidup. Situasi tersebut muncul ketika status pacaran tersebut akan ditingkatkan ke tahap yang lebih serius, mulai dari pihak mana yang harus mengalah, biasanya baik pria maupun wanita saling bersikukuh dengan keyakinannya dan saling mengajak pasangannya untuk ikut keyakinannya, kalaupun ada yang mengalah dan bersedia mengikuti pacarnya, biasanya orang tua yang menolak bahkan mungkin memisahkan mereka ketika pasangan ingin melanjutkan hubungan pacaran ke tingkat yang lebih serius. Kesulitan akan dirasakan pada saat individu memiliki keinginan untuk mengenal lebih dekat

4 keluarga dari masing-masing individu pasangan beda agama tersebut. Merasa asing dan terkucil mungkin terjadi ketika yang bersangkutan berada di tengah keluarga besar pasangan dengan kebiasaan dan adat yang berbeda. Hubungan yang dijalani akan rentan putus pada pasangan beda agama karena tantangan yang akan dihadapi umumnya lebih besar daripada hubungan satu agama. Umumnya hubungan seperti ini akan jalan di tempat hingga bertahun-tahun. Rasa bersalah yang muncul dalam benak individu ketika menjalin hubungan dengan pasangan yang berbeda keyakinan, biasanya ada rasa bersalah yang menghantui, meskipun sedikit dan berhasil ditekan. Berdasarkan kutipan dari merdeka.com oleh Tantri Setyorini menyatakan bahwa, pasalnya sejak kecil dalam benak individu pada umumnya sudah ditanamkan bahwa keyakinan adalah benar, dan diharapkan untuk mencari pasangan dengan keyakinan yang sama. Orientasi masa depan dalam bidang pernikahan penting bagi seseorang terutama pada individu yang sudah masuk ke tahap perkembangan usia dewasa awal karena menyangkut cara seseorang untuk menentukan dan menghadapi masa depannya dalam hal pernikahan. Individu yang sudah memasuki tahap perkembangan dewasa awal memiliki tuntutan tahap perkembangan berkaitan dengan orientasi masa depan yang mengarah pada pernikahan. Beda halnya dengan individu yang masih pada tahap remaja. Menurut Erikson, proses mencarian jati diri baru mulai berlangsung dalam tahap perkembangan remaja (identity vs confusion) dan belum memiliki tuntutan khusus untuk menentukan masa depan pernikahannya. Adanya orientasi masa depan berarti seseorang telah melakukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul di masa depan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seseorang menentukan pasangan yang tepat untuk masa depannya. Orientasi masa depan yang sudah mulai direncanakan oleh pasangan dewasa muda akan menimbulkan banyak pertimbangan ketika adanya latar belakang berbedanya

5 kepercayaan. Seperti yang terjadi di Univertsitas "X" di Bandung ini yang merupakan kampus besar dengan keanekaragaman asal daerah, budaya, dan agama didalamnya. Meskipun mayoritas mahasiswa Universitas X di Bandung memeluk agama Kristen, masing-masing mahasiswa memiliki toleransi, keterbukaan, dan kebebasan dalam bersosialisasi dengan agama lain menjadi awal bagi mahasiswa mengenal individu lain. Dalam proses interaksi tersebut menimbulkan kemungkinan tumbuhnya rasa kenyamanan dengan lawan jenis tanpa memerhatikan kepercayaan yang berbeda. Dengan atas dasar rasa nyaman dan rasa sayang yang tumbuh, relasi tersebut menjadi semakin dekat dan intim. Seiring berjalannya waktu, mahasiswa yang menjalani hubungan berbeda agama ini menemukan permasalahan yang telah disebutkan sebelumya. Masalah-masalah tersebut muncul dan selalu berakhir dengan pertanyaan mengenai tujuan hubungan yang sedang dijalani saat ini dengan pasangan dapat mengarah ke pernikahan atau tidak. Semakin lama hubungan tersebut dijalani, mahasiswa yang menjalani hubungan ini akan berkembang pemikirannya untuk menentukan orientasi masa depan mengenai hubungan tersebut dengan latar belakang agama yang berbeda. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan peneliti kepada 10 mahasiswa yang menjalani hubungan berbeda agama, dapat diketahui 50% mahasiswa menyatakan bahwa mereka memiliki minat untuk membawa hubungan pacaran ini ke jenjang yang lebih serius, meskipun beberapa dari mereka menyatakan adanya sedikit rasa tidak yakin dengan masalah yang akan muncul sebagai pengahalang untuk mencapai tujuan, namun sejauh ini mereka mampu menyelesaikan permasalahan yang muncul baik dari lingkungan teman maupun lingkungan keluarga. Akan tetapi 50% diantaranya mengakui bahwa mereka belum memiliki minat untuk membawa hubungan yang dijalani ke jenjang yang lebih serius. Mereka memberikan sedikit penjabaran bahwa ada kebingungan untuk memulai, rasa takut terhadap penolakan orang tua dari pasangan, dan mereka mempertahankan karena sudah sangat sayang tetapi belum berani untuk membuat langkah yang lebih jauh.

6 Hal lain, 40% mahasiswa menyatakan bahwa mereka memiliki rencana-rencana yang berkaitan dengan masa depan hubungan mereka. Rencana yang diutamakan adalah mendekati dan meyakini orang tua pasangan mengenai keseriusan hubungan yang dijalani dengan pasangan, meskipun beberapa dari mereka mendapat respon baik dari keluarga akan tetapi mereka ada mendapatkan penolakan. Penolakan tersebut berupa kurang diikut sertakan dalam acara keluarga besar, orang tua tidak menatap saat berbicara, dan juga ada orang tua yang sama sekali tidak ingin bertemu. Penolakan itu tidak membuat mereka berhenti untuk mendekati keluarga, mereka dan pasangan membuat rencana lain untuk medekatkan diri seperti mendekati adiknya terlebih dahulu atau kakak. Berbeda dengan 60% mahasiswa lain, beberapa tidak memiliki rencana-rencana terkait tujuan hubungan mereka ke arah pernikahan. Beberapa dari mereka menjelaskan bahwa tujuan ada tetapi untuk mencapai hal tersebut mereka belum berbuat apapun. Mereka yang mendapat penolakan keras dari keluarga membuat mereka enggan memikirkan langkah perencanaan ke arah pernikahan. Adanya rasa keinginan yang kuat untuk menikah karena umur yang sudah matang tetapi mereka lebih memilih untuk mempertahankan hubungan yang jalan ditempat. Seiring dengan adanya tujuan yang telah ditetapkan, 50% pasangan suka berbincang mengenai hal-hal yang kurang dan harus diperbaiki dalam hubungan. Satu sama lain mengungkapkan perasaan dan gagasan untuk menentukan sebuah solusi permasalahan yang dihadapi. Masalah itu biasanya timbul dari adanya rasa jenuh karena hubungan yang beda agama yang dirasakan mereka sulit untuk mengarah ke pernikahan, kesalahan yang pasangan lakukan karena berbeda dengan kebiasaan keluarga, dan mengevaluasi perilaku yang baik pada saat pendekatan dengan keluarga besar. Akan tetapi beberapa dari mereka menyatakan bahwa terkadang mereka tidak menemukan jalan keluar karena alasan beda agama, permasalahan tersebut berakhir tanpa solusi dan mencoba melupakan masalah tersebut. Kemudian, 50% diantaranya berbincang hanya saat ada masalah yang sangat besar saja. Salah

7 satu diantara mereka justru menyatakan bahwa lebih baik tidak membahas permasalahan daripada harus berujung dengan pertengkaran. Berdasarkan paparan diatas, keinginan yang ada dalam diri mereka untuk menikah terbatas dengan keadaan dan permasalahan yang bagi sebagian orang sulit untuk diselesaikan meskipun tujuan mereka sama. Timbulnya masalah perbedaan kepercayaan tersebut menentukan prespektif hubungan mereka di masa depan yang nantinya akan mereka lalui bersama. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti orientasi masa depan bidang pernikahan pada pasangan dewasa awal yang berbeda agama. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana orientasi masa depan pada bidang pernikahan bagi mahasiswa dewasa awal yang pacaran berbeda agama di Universitas X Bandung 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran umum mengenai orientasi masa depan pada bidang pernikahan bagi mahasiswa dewasa awal yang pacaran berbeda agama di Universitas X Bandung.

8 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memeroleh derajat orientasi masa depan bidang pernikahan pada mahasiswa dewasa awal yang pacaran berbeda agama di Universitas X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Kegunaan ilmiah dari penelitian ini atara lain adalah untuk : Memberikan informasi mengenai orientasi masa depan pada bidang pernikahan bagi mahasiswa dewasa awal yang pacaran berbeda agama di Universitas X Bandung bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang Psikologi Keluarga. Memberikan masukan berupa informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan orientasi masa depan pada bidang pernikahan. 1.4.2 Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dari penelitian ini antara lain untuk memberikan informasi secara tertulis dari hasil penelitian pada mahasiswa dewasa awal yang pacaran berbeda agama di Universitas X Bandung mengenai gambaran orientasi masa depan bidang pernikahan mereka. Diharapkan mereka dapat membuat sebuah antisipasi yang tepat dalam menjalani hubungan tersebut ke jenjang yang lebih tinggi. 1.5 Kerangka Pemikiran Menurut Erikson, pada periode dewasa awal usia 18 sampai 40 tahun, individu mengalami proses belajar untuk membentuk keintiman dalam proses pembentukan identitas. Tugas individu pada periode ini adalah mengenal dan mengijinkan diri untuk mengenal orang

9 lain secara sangat dekat. Kedekatan ini dimulai dengan relasi interpersonal yang dijalani oleh individu tanpa memandang latar belakang individu lain untuk membangun sebuah kedekatan. Orientasi masa depan adalah bentuk antisipasi yang dimiliki individu terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul di masa depan. Dalam menetapkan dan meraih masa depan hubungan, pasangan tersebut akan melewati tiga proses yang dilakukan oleh pasangan tersebut (Nurmi, 1989). Pertama, motivasi yang meliputi minat dan harapan mahasiswa diperlukan untuk mengarahkan dirinya dalam menentukan tujuan hubungan dengan pasangan yang mengarah pada pernikahan. Pada tahap motivasi ini mahasiswa dibutuhkan rasa antisipasi dalam memandang masa depan, serta adanya dukungan tahap perkembangan. Mahasiswa yang memiliki motivasi menunjukan kemampuan untuk menetapkan tujuan dari hubungan pacaran yang dijalaninya saat ini melalui eksplorasi pengetahuan seperti mengenali dan mengantisipasi kejadian yang akan dilalui mahasiswa untuk mencapai hubungan pernikahan. Sehingga hasil dari tahap ini diharapkan mahasiswa mampu membuat tujuan hubungan yang dijalaninya saat ini dengan pasangan. Tujuan ini akan dibawa pada tahap berikutnya yaitu perencanaan. Saat mahasiswa telah menentukan tujuan dalam hubungan pacarannya, mahasiswa yang menjalani hubungan beda agama diharapkan memiliki rencana untuk membentuk langkah-langkah dalam merealisasikan tujuan dan harapan. Pengetahuan dan kemampuan dalam kognitif untuk menjalani tiga fase. Fase pertama dalam membuat perencanaan adalah mahasiswa yang berpacaran beda agama memiliki bayangan mengenai tujuan dari hubungan mereka di masa yang akan datang. Mahasiswa yang menjalani pacaran beda agama secara personal merasakan kenyamanan dan rasa sayang yang mengarahkan hubungan pacaran ke arah yang lebih serius yaitu pernikahan. Kedua, mahasiswa dengan pasangan menyusun gagasan tentang perencanaan strategi untuk merealisasikan pernikahan mereka dengan cara mengumpulkan dan mempersiapkan dasar-dasar yang akan mengarah pada keberhasilan

10 dalam mencapai tujuan hubungan mereka. Misalnya, dengan mempersiapkan finansial, mengenali kebiasaan keluarga pasangan dan kerabat pasangan. Proses ketiga, adalah mahasiswa dengan pasangannya mulai merealisasikan perencanaan yang telah ditetapkan bersama dengan gagasan strategi yang telah disusun bersama pasangan agar tercapai tujuan pernikahan yang diharapkan walau banyak proses yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pernikahan tersebut, seperti menghargai perbedaan kebiasaan, memahami aturan agama satu sama lain, dan yang paling utama adalah menyatukan dua keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda. Dari ketiga fase tersebut menghasilkan sebuah perencanaan yang menuntun mereka dalam menjalani proses ketiga, yakni evaluasi. Proses ketiga setelah perencanaan orientasi masa depan pernikahan adalah evaluasi. Pada proses ini melibatkan causal attributions and affect, yaitu kemampuan mengendalikan tujuan di masa depan yang secara tidak disadari diikuti dengan adanya peranan perasaan. Mahasiswa harus melakukan evaluasi dari tujuan dan perencanaan pernikahan yang telah disusun bersama pasangan. Pada proses ini, mahasiswa akan melakukan sebuah penilaian mengenai kemungkinan tercapai atau tidaknya pernikahan di masa yang akan datang dengan cara berkomunikasi. Individu dan pasangannya akan bertukar pikiran dan perasaan untuk mempertimbangkan dan menentukan sebuah hasil akhir dari terwujud atau tidaknya pernikahan beda agama di masa yang akan datang. Ketiga proses pembentukan orientasi masa depan pernikahan yang telah diuraikan diatas, memiliki hubungan antara satu dan lainnya. Tujuan masa depan pernikahan sebagai hasil pada tahap pertama membawa mahasiswa untuk menentukan sebuah perencanaan. Dalam proses pembentukan perencanaan ini dibutuhkan adanya pengetahuan dan kemampuan. Pada proses ketiga, mahasiswa mengevaluasi faktor penyebab keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan dan perencanaan yang telah dibentuk sehingga menghasilkan emosi dan causal attributions and affect. Setelah mahasiswa melewati ketiga

11 proses tersebut, emosi yang hasil akhir proses evaluasi ini akan mempengaruhi motivasi dalam menentukan tujuan dan menentukan pandangan kembali mengenai hubungan yang saat ini dijalani. Mahasiswa yang menjalani pacaran beda agama harus melewati ketiga tahap tersebut untuk menentukan orientasi masa depan pernikahan, namun terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi mahasiswa dalam menentukan orientasi masa depan pernikahan mereka, yang pertama adalah pengaruh dari tuntutan situasi. Mahasiswa akan memandang tujuan pernikahan yang akan dicapai tampak lebih jelas apabila mahasiswa dalam situasi yang mendesak, misalnya tuntutan keluarga untuk segera menikah atau dikarenakan usia yang sudah dianggap matang tanpa memandang dengan siapa mahasiswa tersebut akan menikah. Dalam situasi lain apabila mahasiswa tidak dalam sebuah situasi yang dituntut untuk menentukan sebuah keputusan yang mengarah pada pernikahan, hal tersebut akan memberikan pengaruh melemahnya penilaian individu untuk mencapai tujuan hubungan pacaran mereka ke arah pernikahan. Faktor kedua adalah kematangan kognitif. Kematangan kognitif adalah kemampuan individu dalam mencari informasi berbagai cara tindakan, kemampuan menguasai dan menyelesaikan masalah dalam mencapai tujuan tertentu untuk mengubah strategi, dan kemampuan untuk memahami serta merasakan pengaruh lingkungan terhadap usahanya membentuk orientasi masa depan. Individu yang memiliki kematangan kognitif akan memberikan dukungan dalam menjalani hubungannya dalam hal memecahkan masalah dan juga menentukan dengan pasti tujuan dari hubungan yang dijalani bersama pasangan. Akan tetapi individu yang memiliki kematangan kognitif yang kurang akan memengaruhi hubungan yang dijalani karena kurang mampu untuk menyelesaikan masalah dengan baik dan juga kurang mampu menentukan tujuan dari hubungan yang dijalani bersama pasangan.

12 Faktor ketiga adalah pengaruh social learning. Pengaruh social learing adalah pengalaman belajar mahasiswa yang diperoleh dari lingkungan sosial berupa penerimaan orang tua (parental acceptance) yang akan menghasilkan orientasi masa depan yang berbedabeda antara individu satu dengan yang lainnya. Mahasiswa yang menjalani hubungan beda agama jika memiliki pengalaman yang dibentuk oleh lingkungan hidup yang misalnya kuat dalam agama, akan memengaruhi mereka dalam membuat sebuah keputusan dalam hubungan yang dijalani baik dengan pasangannya. Seperti pengalaman mengenai penerimaan dari pihak orang tua mahasiswa terhadap hubungan pacaran yang berbeda agama, akan menyebabkan hubungan pacaran yang dijalani yang lebih positif dan penuh harapan untuk mencapai pernikahan beda agama. Ketika mahasiswa memiliki pengalaman berupa penolakan dari orang tua mengenai hubungan beda agama yang dijalani, maka penilaiannya terhadap hubungan yang dijalani menjadi negatif, sehingga effort untuk mencapai tujuan hubungan pun akan terhambat. Faktor keempat yang memengaruhi adalah proses interakasi. Proses interaksi adalah interaksi yang terjadi antara mahasiswa dan lingkungan terdapat kaitan dengan pembentukan orientasi masa depan pernikahan. Ditunjukan dengan seberapa jauh skemata yang dimiliki mahasiswa untuk menentukan informasi mana yang akan dipilih dan bagaimana informasi tersebut akan diintegrasikan ke dalam orientasi masa depan pernikahanya. Mahasiswa yang berada dalam lingkungan yang memberikan penilaian positif berupa dukungan dari teman atau informasi positif untuk mempertahankan hubungan beda agama dapat memberikan pengaruh terbentuknya harapan yang kuat dalam menjalani dan mewujudkan tujuan hubungan. Akan tetapi mahasiswa yang menerima penilaian negatif dari lingkungannya mengenai hubungan beda agama berupa pengabaian atau bahkan kehilangan dukungan dari lingkungan akan melemahkan kepercayaan mahasiswa tersebut dalam mempertahankan hubungan yang dijalani.

13 Faktor-faktor memiliki pengaruh proses pembentukan orientasi masa depan pernikahan mahasiswa yang berpacaran beda agama. Mahasiswa yang memiliki sebuah harapan dan tujuan untuk mencapai jenjang pernikahan, akan terlihat dari jelas atau ketidakjelasan hubungan pacaran beda agama yang djialani mahasiswa. Orientasi masa depan pernikahan dapat dikatakan jelas apabila mahasiswa menunjukan minat yang kuat serta menentukan tujuan dari hubungan pacaran beda agama yang dijalani, dari tujuan yang ditentukan mahasiswa membetuk strategi serta rencana hubungan pacaran untuk mengarah ke pernikahan dan mahasiswa yang berpacaran beda agama mengevaluasi dengan akurat terkait dengan realisasi tujuan pernikahan beda agama. Sedangkan, orientasi masa depan pernikahan dapat dikatakan belum jelas apabila salah satu dari ketiga proses tersebut tidak menunjukan minat yang kuat untuk menentukan tujuan dari hubungan pacaran beda agama yang dijalani mahasiswa, tidak membetuk strategi serta rencana dalam hubungan pacaran untuk mengarah ke pernikahan dan tidak adanya evaluasi yang akurat dalam merealisasikan tujuan pernikahan beda agama.

14 Faktor yang memengaruhi: 1. Pengaruh tuntutan situasi 2. Kematangan kognitif 3. Social learning 4. Proses interaksi Mahasiswa dewasa awal yang menjalani hubungan beda agama di Universitas X Bandung Orientasi Masa Depan bidang pernikahan Jelas Belum jelas Bagan 1.5 Kerangka Pikir

15 1.6 Asumsi 1. Mahasiswa dewasa awal yang berpacaran beda agama memiliki minat dan harapan dalam menjalani hubungan pacaran yang mengarah pada pernikahan. 2. Mahasiswa dewasa awal yang berpacaran beda agama memiliki rencana untuk membentuk sebuah langkah-langkah dalam merealisasikan tujuan dan harapan dalam hubungan pacaran di masa depan. 3. Mahasiswa dewasa awal yang berpacaran beda agama melakukan evaluasi berkaitan tujuan yang telah disusun mengenai kemungkinan tercapai atau tidaknya hubungan pacaran yang mengarah pada pernikahan. 4. Orientasi masa depan yang dimiliki oleh mahasiswa dewasa awal yang berpacaran beda agama juga dipengaruhi oleh tuntutan situasi, kematangan kognitif, social learning, dan proses interaksi.