Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Laporan Keempat

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Krisis harga minyak yang sempat melonjak hingga lebih dari 120 dolar

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PENDAHULUAN. harus disediakan oleh pemerintah. Tiap seluruh warga masyarakat / setiap orang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Selama beberapa periode belakangan ini, pembangunan sosial di Indonesia

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pendunduk yang berusia diatas 60 tahun atau lanjut usia

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

Pelayanan Antidiskriminasi

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

I. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 08 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di

PENANGGULANGAN KEMISKINAN HLM, LD Nomor 4 SERI D

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

Hasil Survey AKSES & PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI BAGI PEREMPUAN MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

I. PENDAHULUAN. dan tantangan strategis, baik dari segi eksternal maupun internal, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh. merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

Transkripsi:

Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Laporan Keempat

2 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) The Asia Foundation Tim Penulis Decentralization and Local Governance : Hana Satriyo [hsatriyo@tafi ndo.org], Alam Surya Putra [alam@tafi ndo.org], Adi Abidin [adiabidin@tafi ndo.org], Hari Kusdaryanto [hari@tafi ndo.org], Luce Agnes Bulosan [bluce@hotmail.com] Peneliti Lapangan: Mawardi Ismail, Lister Berutu, Budi Agustono, Afriva Khaidir, Alimin Siregar, Johannes, Retno Susilowati, Mulyanto, Bagus Giripurwo, Syarif Makya, Juni Thamrin, Edy Priyono, Syafruddin, Diana Handayani, Nick Wiratmoko, Konta Damanik, Agus Hadna, Partini, Bambang Budiono, Early Rachmawati, Mochamad Roem, Pahrian Siregar, M. Taufi k, S. Fadillah, Hairansyah, Nurliah, Asri Hadi, Vecky Rumate, Bambang Surpiyanto, Valentina Syahmusir, Abdul Latief, Darwis, Dias Pradadimara, Astika Ketut Sudhana, Dwi Sudarsono, Syahrul Mustofa, Laurensius Rani, Blasius Urikame, Musa Sombuk, Yosner Simanjuntak.

Laporan ke-4 3 PRAKATA Ketika era desentralisasi dimulai pada bulan Januari 2001, berbagai pihak memperkirakan bahwa pelayanan publik akan menurun ketika pemerintah daerah mengambil alih kewenangan yang ada dimana sebelumnya tidak bertanggung jawab atas pelayanan publik. Tiga tahun kemudian, sebagian besar pelayanan publik umumnya tetap berjalan dan tampak menunjukkan bahwa pemerintah daerah dapat mengelola pelayanan sebaik yang dilakukan oleh pemerintah pusat. IRDA Keempat dilakukan oleh The Asia Foundation bersama mitra kami untuk meneliti standar pelayanan publik di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai upaya untuk menguji desentralisasi secara berkala yang selama ini belum pernah dilakukan, The Asia Foundation dan mitra peneliti di daerah telah mampu menganalisa permasalahan dengan tepat dan yang lebih penting lagi, mampu mengemukakan perubahan nuansa yang ada sesuai dengan kondisi daerah di berbagai wilayah Indonesia. Laporan IRDA Keempat menguraikan pengalaman 40 pemerintah kabupaten / kota di berbagai wilayah di Indonesia dalam mengelola dan menjalankan kewenangan baru. Laporan ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung praktek-praktek yang baik dalam penyelenggaraan desentralisasi dan menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang lebih baik. The Asia Foundation berharap bahwa temuan-temuan dan rekomendasi dalam laporan ini akan memberi masukan yang bermanfaat tentang wacana tata pemerintahan daerah di Indonesia. Laporan ini diharapkan juga memberikan bahan yang baik bagi pemerintah, kelompok masyarakat dan lembaga donor melalui solusi yang kreatif dan baru dalam menghadapi tantangan tata pemerintahan daerah yang baik di Indonesia. Dalam pelaksanaan riset di 40 pemerintah kabupaten/kota di berbagai wilayah di Indonesia, The Asia Foundation bekerjasama dengan 28 instistusi lokal yang berpengalaman. Mereka telah menjadi bagian yang sinergis dari proses IRDA baik secara individu maupun sebagai jaringan, dan merupakan sumber daya yang luar biasa bagi pemerintah dan lembaga donor internasional yang memerlukan bantuan dalam kapasitasnya meningkatkan penguasaan lokal. Kami berterima kasih kepada para mitra peneliti lokal sebagaimana terlampir dalam Lampiran B, atas kegiatan penelitian di tingkat lokal dan mengirimkan data yang akurat dan dapat dipercaya kepada The Asia Foundation dan mitra yang ada di pemerintahan Indonesia. IRDA didukung pendanaannya oleh U.S. Agency for International Development (USAID). Kami secara khusus menyampaikan terima kasih kepada Jessica R. Tulodo atas dukungan dan perhatiannya kepada IRDA. Douglas E. Ramage Representative The Asia Foundation

4 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Daftar Isi RINGKASAN EKSEKUTIF 5 PENDAHULUAN 8 I : JASA LAYANAN UMUM YANG DISEDIAKAN LANGSUNG OLEH PEMERINTAH DAERAH 13 A. Layanan Kesehatan Ibu dan Anak 16 B. Pendidikan Dasar Sembilan Tahun 27 C. Perijinan Usaha 36 D. Pencatatan Sipil 44 II : PRASARANA UMUM YANG DISEDIAKAN OLEH BUMN/BUMD 51 A. Layanan Ketenagalistrikan 52 B. Layanan Penyediaan Air Bersih 57 C. Layanan Telekomunikasi 62 III : KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT 66 IV : KEMAJUAN DESENTRALISASI DIPANDANG DARI PRISMA 70 PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT LAMPIRAN A 73 LAMPIRAN B 75 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Daerah Penelitian IRDA keempat 8 Gambar 2. Model Tanpa Sistem Satu Atap 36 Gambar 3. Model Kantor Pelayanan Satu Atap 37 Gambar 4. IRDA merupakan proses yang bersifat siklis 73 dengan beberapa tahapan. DAFTAR TABEL Tabel 1. Ketersediaan Petugas Kesehatan 17 Tabel 2. Harga Obat dan Praktek Dokter Umum di Puskesmas 19 Tabel 3. Persentase Guru yang Memenuhi Kualifikasi 27 DAFTAR KOTAK Kotak 1. Profil Responden 9 Kotak 2. Institusi-institusi Penyelenggara dan Ketertiban Masyarakat 60

Laporan ke-4 5 RINGKASAN EKSEKUTIF Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) adalah suatu alat untuk memantau pelaksanaan desentralisasi berdasarkan UU No. 22 dan 25/1999 dengan tujuan memberikan umpan balik secara independen kepada pihak-pihak yang berkepentingan di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia. Program ini diprakarsai oleh the Asia Foundation pada tahun 2001 dengan dukungan dari the United States Agency for International Development (USAID). Laporan ini menyajikan hasil penelitian IRDA Keempat. Tiap-tiap IRDA memberikan informasi tentang isu-isu yang dipandang penting oleh pihak-pihak terkait di Indonesia. IRDA Keempat difokuskan pada tiga bidang utama yang penting. Yang pertama adalah masalah jasa layanan publik yang disediakan langsung oleh pemerintah daerah. IRDA Keempat ini mengkaji empat macam jasa layanan publik tersebut, yaitu meliputi layanan kesehatan ibu dan anak, pendidikan dasar sembilan tahun, pemberian ijin usaha, serta registrasi kependudukan. Bidang kedua yang menjadi fokus adalah penyediaan sarana dan prasarana umum, meliputi jasa telekomunikasi, penyediaan air bersih, dan kelistrikan, yang disediakan baik oleh BUMN maupun BUMD. Yang ketiga adalah pemeliharaan ketertiban dan keamanan masyarakat. Secara keseluruhan, wewenang diatas masih berada di tangan pemerintah pusat, akan tetapi berdasarkan UU Otonomi Daerah, beberapa aspek dari penyediaan jasa layanan publik tersebut juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Layanan oleh Pemerintah Daerah Dalam menilai penyediaan layanan kesehatan di daerah, IRDA Keempat menfokuskan pada perawatan kesehatan ibu dan anak. IRDA Keempat menemukan bahwa di semua daerah penelitian di Indonesia telah menyediakan layanan kesehatan bagi ibu dan anak. Pada umumnya, layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah lebih murah daripada yang diberikan oleh pihak swasta. Namun demikian, akibat kurangnya jumlah dokter spesialis serta rendahnya kualitas layanan yang disediakan oleh rumah sakit atau klinik milik pemerintah daerah, banyak penduduk dari golongan mampu yang kemudian beralih ke rumah sakit atau klinik swasta. Di daerah pedesaan, perawatan kesehatan bagi ibu dan anak seringkali sulit dijangkau. Beberapa pemerintah daerah mencoba menanggulangi masalah ini dengan menyediakan puskesmas keliling guna melayani daerah-daerah yang sangat luas. IRDA Keempat juga menemukan bahwa desentralisasi atau otonomi daerah masih belum mengubah orientasi masyarakat tentang layanan kesehatan ibu dan anak ke arah layanan yang lebih bersifat inovatif dan partisipatif. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun telah dilaksanakan di semua daerah penelitian. Seperti halnya pada layanan kesehatan, masalah sumber daya manusia juga masih menjadi kendala, khususnya kurangnya jumlah guru yang memiliki spesialisasi tertentu. Di daerah pedesaan

6 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) serta daerah terpencil lainnya merupakan wilayah yang paling banyak mengalami bukan saja karena kekurangan tenaga guru melainkan juga kurangnya jumlah sekolah yang dapat dijangkau. Beberapa prakarsa yang diambil oleh pemerintah daerah meliputi penyediaan asrama bagi para siswa yang tinggal di daerah pedesaan, bus sekolah gratis, dan perpustakaan keliling. Sejak berlakunya otonomi daerah, uang sekolah mengalami kenaikan. Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS) telah mendorong peningkatan partisipasi masyarakat warga dalam manajemen sekolah, khususnya bagi persatuan orang tua murid. Ini merupakan langkah yang positif ke arah sistem pendidikan yang lebih demokratis dan bertumpu pada masyarakat. Mempermudah proses perijinan usaha adalah langkah sederhana yang dapat diambil pemerintah daerah guna menarik para investor. Beberapa pemerintah daerah telah membentuk lembaga perijinan terpadu guna meningkatkan efisiensi. Kendati sistem pelayanan satu atap (UPT/ UPSA) belum menjadi cara yang umum digunakan di daerah, namun beberapa pemerintah daerah telah merasakan manfaat dari sistem pelayanan satu atap tersebut. Hampir semua pemerintah daerah mengeluhkan kurangnya berbagai fasilitas pokok seperti misalnya perangkat komputer yang telah menghambat kerja mereka di dalam proses perijinan usaha. Layanan pencatatan sipil juga menghadapi kendala yang kurang-lebih sama dengan layanan perijinan usaha. Efisiensi di dalam pengolahan dokumen masih menjadi tantangan yang harus dihadapi. Beberapa pemerintah daerah telah menyadari akan perlunya peningkatan layanan di bidang pencatatan sipil. Beberapa prakarsa yang telah diambil oleh pemerintah daerah dalam upaya meningkatan layanan pencatatan sipil dengan cara seperti pembentukan instansi khusus serta penyediaan fasilitas di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa. Pada umumnya, pemerintah daerah mengakui, dan masyarakat juga sependapat, bahwa pemerintah daerah kurang memperhatikan masalah pemerataan layanan pencatatan sipil, khususnya bagi kalangan penduduk miskin maupun masyarakat yang tinggal di daerahdaerah terpencil. Namun demikian, bagi penduduk usia lanjut, beberapa pemerintah daerah telah menerbitkan KTP seumur hidup yang memberikan hak kepada pemegang KTP tersebut untuk mendapatkan subsidi khusus seperti misalnya potongan harga atas sarana transportasi. Prasarana Umum oleh Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Listrik Negara (PLN) mempunyai tugas dan kewenangan untuk menyediakan tenaga listrik bagi masyarakat. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah adalah mengembangkan Rencana Induk Ketenagalistrikan Daerah guna mengidentifikasi kebutuhan, wilayah pengembangan, serta program-program pembiayaan. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rencana ini bukan hanya mengenai kekurangan pasokan listrik tetapi juga semakin meningkatnya biaya

Laporan ke-4 7 penyediaan tenaga listrik tersebut. Beberapa pemerintah daerah telah melakukan investasi pembangunan pembangkit listrik guna meningkatkan pasokan listrik yang disediakan oleh PLN. Di beberapa wilayah, pemerintah daerah menggunakan sumber daya alam dalam rangka pembangkitan tenaga listrik. Penyediaan air bersih dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pasokan air bersih yang harganya terjangkau terus menjadi perhatian yang serius di semua daerah. Rata-rata 30 persen masyarakat sudah mendapatkan fasilitas air bersih tersebut, di mana angka terendah terdapat di Kota Dumai yang hanya 3 persen dan angka tertinggi di Kota Semarang yang mencapai 47 persen. Kurangnya keterampilan manajemen serta investasi yang kurang memadai di hampir semua PDAM telah menjadi kendala bagi pengembangan PDAM lebih lanjut serta akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih. PT TELKOM, sebuah BUMN yang dikelola oleh pemerintah pusat, merupakan penyedia utama layanan telekomunikasi. Jasa layanan telepon seluler menjadi layanan tambahan di beberapa wilayah. Beberapa pemerintah daerah mulai memahami akan makin pentingnya layanan telekomunikasi sebagai bagian dari jasa layanan kepada masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang sedang mengembangkan e-governance. Selama ini, koordinasi antara pemerintah daerah dengan perusahaan penyedia jasa telekomunikasi masih dirasakan kurang, khususnya dalam menentukan daerahdaerah prioritas pembukaan sambungan baru. Koordinasi pada umumnya hanya sebatas pada pemasangan kabel telepon dan pemeliharaan telepon umum. Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Lingkungan yang aman dan damai merupakan salah satu prasyarat bagi pembangunan. Pada umumnya, masyarakat di daerah melaporkan bahwa mereka merasa aman dan ketertiban umum telah terkendali. Masyarakat berpendapat bahwa aparat keamanan pemerintah harus menjamin penegakan hukum, menciptakan serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Saat ini, ada lima instansi yang terlibat di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat; tiga instansi di tingkat daerah dan dua instansi di tingkat pusat. Instansi keamanan dan ketertiban daerah meliputi Polisi Pamongpraja, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas), serta Badan Koordinasi Intelijen Daerah. Instansi di tingkat pusat meliputi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian RI (POLRI), di mana keduanya memiliki struktur birokrasi yang menjangkau wilayah nasional hingga kecamatan. Di samping itu, Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIDA), yang berdasarkan undang-undang tidak lagi menjadi bagian dari instansi pemerintah daerah, masih tetap berdiri. Di beberapa daerah, instansi tersebut telah diperluas menjadi MUSPIDA Plus, dengan melibatkan anggota yang lebih luas, dan berfungsi sebagai mekanisme koordinasi khususnya dalam keadaan darurat.

8 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) PENDAHULUAN: IRDA MEMPERDALAM PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG JASA LAYANAN DASAR, PRASARANA UMUM, DAN KEAMANAN DI DAERAH Tidak seperti upaya-upaya sebelumnya dalam rangka desentralisasi di Indonesia, UU otonomi daerah tahun 2001 telah dilaksanakan dalam suasana yang lebih demokratis, dan pemerintah daerah kini memiliki wewenang dan tanggung jawab yang lebih luas dari segi fungsi pemerintahan. Jumlah dan peran para pemain politik serta pihak-pihak terkait yang mempengaruhi kehidupan politik dan pengambilan kebijakan publik telah bertambah, di samping juga semakin terbukanya ruang bagi perdebatan politik. Penelitian secara saksama terhadap para pemain politik memperlihatkan lingkungan yang sudah berubah dan kompleks. Para pemain politik di tingkat daerah bukan hanya terdiri dari pemerintah daerah, DPRD, media massa lokal, dan masyarakat lokal saja. Otonomi daerah telah membagi negara (didefinisikan di sini sebagai pemerintah, birokrasi dan perangkat pemerintahan lainnya) ke dalam entitas yang lebih otonom dari segi kekuasaan antartingkat pemerintahan--pusat/nasional, provinsi, serta kabupaten dan kota. Meskipun desentralisasi telah berjalan, Gambar 1. Daerah Penelitian IRDA Keempat

Laporan ke-4 9 para pemain di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi dapat mencampuri kegiatan pemerintahan yang lebih rendah dengan berbagai cara seperti misalnya melalui peraturan pemerintah, kontrol keuangan, pegawai yang memiliki loyalitas ganda, maupun pelaksanaan berbagai macam program pemerintah. Yang lebih penting lagi, seperti apa gambaran kewenangan yang terdesentralisasi dalam kerangka UU yang berlaku sekarang ini masih menjadi isu perdebatan yang hangat. Pemain-pemain dari berbagai tingkat pemerintahan terlibat dalam persaingan sengit di berbagai bidang, sehingga meningkatkan potensi bagi intervensi yang mendalam terhadap kehidupan politik dan pengambilan kebijakan di daerah. Lebih lanjut, kewenangan yang masih dipunyai oleh kedua tingkat pemerintahan yang lebih tinggi -- pusat dan provinsi terus berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan politik dan pengambilan kebijakan di daerah, khususnya di bidang keamanan, ekonomi, dan kehakiman. Otonomi daerah ditujukan untuk memajukan demokrasi, dan hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan akses yang lebih luas di bidang politik dan pengambilan keputusan kepada pemain-pemain di daerah, dan dengan meningkatkan akuntabilitas serta kepekaan pemerintah daerah. Oleh karena itu, penelitian yang cermat terhadap peran berbagai pemain politik sangatlah penting guna memahami kondisi demokratisasi, serta guna menentukan langkah-langkah berikutnya yang dapat diambil guna memajukan demokrasi. Penelitian semacam itu sangatlah penting khususnya pada saat sekarang ini, karena pemerintah pusat dan DPR telah mengisyaratkan dilakukannya perubahan segera terhadap UU No. 22 dan 25/1999, yang memberikan kerangka bagi otonomi daerah. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan otonomi daerah, termasuk asosiasi pemerintah daerah, kalangan akademisi, instansi-instansi pemerintah pusat, dan masyarakat pada umumnya, mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan kepekaan pemerintah terhadap aspirasi rakyat. Pihakpihak yang terkait tersebut meyakini bahwa Kotak 1. PROFIL RESPONDEN Total Responden 3,837 Laki-laki 2,419 Perempuan 1,418 Total Pejabat Pemerintah 47% Desa/Kelurahan 10% Kabupaten/Kota 33% Provinsi 4% Total Masyarakat Warga 53% Jumlah Diskusi Kelompok 273

10 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) suasana semacam itu, di mana hubungan antara pemerintah dan masyarakat menjadi lebih berimbang melalui demokratisasi, akan menjadi wadah utama bagi reformasi lebih lanjut di Indonesia. dasar, pelaksanaannya, dan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Namun demikian, keempat faktor tersebut sangatlah penting dalam memahami hubungan antara layanan dasar dan pengentasan kemiskinan. Berdasarkan latar belakang ini, IRDA IV difokuskan pada penilaian terhadap penyediaan jasa layanan umum dari sudut pandang dua pemain utama dalam politik daerah pemerintah sebagai penyedia layanan dan masyarakat sebagai pemakai. Dengan mempertimbangkan kompleksitas dari kebijakan otonomi daerah, penelitian ini menggunakan tiga bidang pelayanan sebagai pendekatan guna mengukur laju desentralisasi di Indonesia: (1) layanan dasar (perawatan kesehatan ibu dan anak, pendidikan dasar sembilan tahun, perijinan usaha, dan pencatatan sipil); (2) prasarana umum (air bersih, listrik, dan telekomunikasi), dan (3) keamanan, termasuk kepolisian dan ketertiban masyarakat. Bagian II akan membahas tentang layanan dasar. Sebagian besar layanan dasar menjadi wewenang pemerintah daerah (kabupaten dan kota), meskipun pemerintahan yang lebih tinggi seringkali turut campur tangan secara signifikan melalui isu kebijakan dan sumber daya yang mempengaruhi penyediaan jasa layanan. Di tiap bidang layanan, IRDA IV meneliti empat faktor: (1) ketersediaan, (2) kemudahan diperoleh/biaya yang terjangkau, (3) pemerataan, dan (4) partisipasi serta keterlibatan pihak-pihak terkait. Keempat faktor ini sering terabaikan dalam debat perumusan kebijakan seputar desain layanan Ketersediaan - Faktor ini mempertimbangkan bentuk-bentuk layanan dasar yang tersedia di daerah serta layanan apa yang menjadi prioritas. Layanan yang tersedia di daerah bisa jadi merupakan kelanjutan dari layanan yang telah ada sebelum pelaksanaan otonomi daerah. Bisa jadi pula, pemerintah daerah telah menambah atau mengubah bentuk layanan-layanan dasar ini. Dalam mempertimbangkan ketersediaan jasa layanan, kriteria pokoknya adalah jumlah dan kualitas petugas jasa layanan maupun kecukupan fasilitas dan prasarana pendukungnya. Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau - Faktor ini mempertimbangkan berbagai isu, termasuk tingkat pengetahuan masyarakat akan jasa layanan tersebut, harga jasa layanan, mekanisme yang digunakan untuk menetapkan harga jasa layanan, lokasi jasa layanan, dan fasilitas transportasi. Pemerataan - Faktor ini mempertimbangkan tentang apakah ada program khusus yang dirancang bagi kaum miskin, kaum perempuan,

Laporan ke-4 11 dan penduduk yang tinggal di daerah terpencil. Selain itu, dipertimbangkan pula masalah penyesuaian mekanisme penyediaan jasa layanan guna mengakomodasiberbagai kebutuhan khusus dari kelompok-kelompok masyarakat ini. Partisipasi dan Keterlibatan Para Pihak yang Terkait - Faktor ini mempertimbangkan partisipasi masyarakat di dalam menetapkan prioritas, mengembangkan, dan memantau kegiatan penyediaan jasa layanan. Salah satu hal yang menjadi fokus utama adalah mekanisme yang digunakan dalam menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat, khususnya kaum perempuan, ke dalam proses perumusan kebijakan. Beberapa isu lain meliputi peluang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan serta partisipasi pihak swasta sebagai mitra usaha, baik yang bersifat nirlaba maupun pencari laba, dalam rangka penyediaan jasa layanan umum. Bagian III membahas tentang sarana dan prasarana umum. Sebagian besar sarana dan prasarana umum, termasuk listrik, air bersih, dan telekomunikasi, tidak disediakan oleh pemerintah daerah melainkan oleh instansiinstansi lain seperti badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik pemerintah daerah (BUMD), dan di beberapa daerah juga melibatkan perusahaan swasta. BUMN menyediakan listrik dan telekomunikasi, masing-masing melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT TELKOM, sementara jasa penyediaan air bersih di hampir semua daerah dilakukan oleh BUMD, yakni Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pemerintah daerah tidak memiliki wewenang untuk menentukan lokasi dan wilayah cakupan dari penyediaan jasa prasarana umum, termasuk juga di dalam menentukan prioritas ataupun penyusunan rencana pengembangannya. Hal ini sangatlah penting dalam konteks otonomi daerah, karena prasarana umum yang memadai merupakan faktor penentu utama dari kualitas hidup, perkembangan sosial dan ekonomi, serta kemampuan daerah untuk menarik investasi dan kegiatan bisnis di wilayahnya. IRDA IV meneliti dinamika yang terjadi antarberbagai instansi, khususnya antara pemerintah daerah dengan perusahaan penyedia prasarana umum, dengan menggunakan kerangka penelitian sebagai berikut: Pokok Persoalan - Persoalan ini menyangkut keprihatinan pemerintah daerah (kabupaten/kota), perusahaan penyedia jasa layanan, baik BUMN maupun BUMD, dan masyarakat sehubungan dengan penyediaan jasa prasarana umum. Sebagian merupakan dampak dari desentralisasi, sedangkan sebagian lainnya tidak. Prakarsa - Baik pemerintah daerah maupun perusahaan penyedia jasa layanan telah mengambil berbagai prakarsa guna menanggulangi berbagai keprihatinan di atas dan/atau memberikan jasa layanan yang lebih baik.

12 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Koordinasi - Telah tampak adanya upayaupaya koordinasi antara pemerintah daerah dan perusahaan penyedia jasa layanan. Upaya-upaya ini sangatlah penting karena mencerminkan tingkat pemahaman pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakat, dan taraf kepekaan perusahaan penyedia jasa layanan terhadap kebutuhan ini serta melibatkan pemerintah daerah di dalam perencanaan dan perancangan jasa layanan yang akan diberikan. Bagian IV membahas tentang masalah keamanan, yang meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat, menyusul pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Menurut UU Otonomi Daerah No. 22/1999, kewenangan di bidang pertahanan dan keamanan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan kepada daerah. Akan tetapi, UU tersebut juga memuat ketentuan yang memaksa pemerintah daerah untuk bertanggung jawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayahnya, serta terhadap penegakan hukum dan UU di daerahnya. Oleh karena itu, dalam suasana otonomi daerah, kerja sama antarberbagai instansi yang bertanggung jawab terhadap masalah keamanan dan ketertiban masyarakat sangatlah penting. IRDA IV meneliti tentang dinamika wewenang, tanggung jawab, dan tugas pemerintah daerah serta pemerintah pusat.

- Laporan ke-4 13 Jasa Layanan Umum Yang Disediakan Langsung Oleh Pemerintah Daerah A. LAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK B. PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN C. PERIJINAN USAHA D. PENCATATAN SIPIL Kerangka UU tentang otonomi daerah UU No. 22 dan 25/1999 - telah mengamanatkan sederetan tugas dan wewenang pemerintah daerah, dan juga menyediakan sumber dana dan sumber daya manusia guna menjalankan tanggung jawab tersebut. Harapannya adalah bahwa pembagian tugas akan memungkinkan berbagai tingkat pemerintahan yang berbeda tersebut untuk memusatkan perhatian pada pelaksanaan tugas-tugas tertentu saja. Sementara pemerintah pusat dapat memusatkan perhatian pada berbagai kebijakan yang bersifat strategis dan nasional, dan provinsi dapat menangani masalah koordinasi antardaerah kabupaten/kota serta penyediaan jasa layanan yang lebih canggih, pemerintah kabupaten/kota akan terlibat di dalam kegiatan penyediaan jasa layanan secara langsung guna memenuhi kebutuhan masyarakat di daerahnya. Akan tetapi, kerangka UU itu sendiri menciptakan beberapa kerumitan sehubungan dengan pembagian tugas antartingkat pemerintahan dan menghambat pelaksanaan tugas tersebut. UU itu seolah-olah memberikan sebagian besar tugas kepada pemerintah daerah, dan hanya sebagian kecil saja yang masih dipegang oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah diwajibkan menjalankan tugas di bidang-bidang tertentu: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, transportasi, industri dan perdagangan, investasi, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi,ketenagakerjaan, dan urusanurusan lain yang sifatnya umum. Akan tetapi, sampai sejauh mana beban tanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas-tugas tersebut tidak begitu jelas sehingga sangat menyulitkan mereka di dalam menentukan batasanbatasan wewenangnya. Persoalan ini sering menjadi bahan perdebatan yang memanas antar berbagai tingkat pemerintahan dan instansi, terutama antara instansi pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota, sementara pemerintah provinsi kadang kala bertindak sebagai penengah.

14 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Definisi yang jelas mengenai batasanbatasan tanggung jawab tersebut sangatlah penting guna menjamin bahwa penyediaan layanan dasar kepada masyarakat dapat melancarkan proses transisi menuju sistem yang terdesentralisasi. Definisi tersebut juga sangat penting guna menjamin bahwa semua anggota masyarakat di manapun mereka berada mendapatkan layanan yang sama. Langkah pertama ke arah ini terlihat dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP) No. 25/2000 yang mengatur tentang tugastugas pemerintah pusat dan tugas-tugas pemerintah propinsi sebagai daerah otonom. PP ini disusun dengan berlandaskan pada UU No. 22 dan 25/1999, yang menegaskan tentang perlunya dilakukan pembatasan terhadap kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hampir semua tugas pemerintahan, sesuai dengan azas kewenangan umum. Sekalipun demikian, masih ada dua hambatan utama sehubungan dengan masalah batas kewenangan. Yang pertama adalah bahwa kewenangan pemerintah provinsi masih tidak jelas kendati pemerintah telah mengeluarkan PP No. No. 25/2000. Ini membuat hubungan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota menjadi renggang, dan bahkan tegang dalam beberapa hal, karena pemerintah kabupaten/kota cenderung berinteraksi secara langsung dengan pemerintah pusat. Persoalan kedua muncul akibat kurang terkoordinasinya UU sektoral di Indonesia, di mana tiap-tiap sektor memberlakukan perangkat UU-nya sendiri nyaris tanpa konsultasi lintas sektoral. Bahkan UU yang mengatur segala hal seperti UU No. 22/1999 tidak mempunyai kedudukan yang lebih tinggi ketimbang UU sektoral lainnya, sehingga membuat upaya sinkronisasi menjadi semakin sukar dilakukan. Perdebatan antarberbagai tingkat pemerintahan dan instansi terus berlangsung sejak prakarsa otonomi daerah diberlakukan pada 1 Januari 2001. Banyak pihak yang terus dihantui kekhawatiran kalau-kalau penyediaan layanan dasar oleh pemerintah menjadi terganggu ataupun macet. Akan tetapi, sebagaimana yang berhasil diamati sejak pelaksanaan IRDA I, kekhawatiran ini tidak menjadi kenyataan, dan pemerintah daerah sungguh-sungguh mampu mempertahankan penyediaan jasa layanan yang sebelumnya disediakan oleh pemerintah pusat. Mengingat adanya keruwetan dalam hubungan yang baru antartingkat pemerintahan serta hambatan pelaksanaan tugas yang terkait dengan penyediaan jasa layanan, IRDA IV meneliti permasalahan tersebut di bidang layanan tertentu secara lebih terinci setelah berlakunya otonomi daerah. IRDA IV difokuskan pada empat bidang layanan: perawatan kesehatan ibu dan anak di sektor kesehatan, pendidikan dasar sembilan tahun, perijinan usaha di sektor industri dan perdagangan, dan pencatatan sipil di sektor pemerintahan umum. Keempat jasa layanan ini dipilih karena dua macam alasan. Pertama, keempat jasa layanan tersebut sangatlah penting bagi seluruh anggota masyarakat, dan masyarakat sangat menaruh perhatian terhadap pokok-pokok persoalan yang terkait dengan layanan-layanan itu. Kedua, mengingat akan hakikat dari jasa layanan tersebut, berarti pemerintah pusat dan pemerintah provinsi juga mempunyai andil yang besar dalam hal prioritas dan sumber daya.

Laporan ke-4 15 LAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Dari 18 jenis layanan kesehatan yang biasanya disediakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat memilih untuk menyediakan sebagian atau seluruhnya sekaligus. Layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah pusat meliputi peningkatan gizi, perawatan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pengendalian wabah penyakit, layanan Potret Layanan Kesehatan Ibu dan Anak Ketersediaan - Pemerintah daerah pada umumnya hanya melanjutkan jasa layanan kesehatan ibu dan anak yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah pusat, seperti misalnya perawatan kandungan dan persalinan, penyuluhan, imunisasi, peningkatan gizi, dan pemberian vitamin pelengkap. Akan tetapi, seperti halnya yang terjadi sebelum pelaksanaan otonomi daerah, jasa layanan yang tersedia amat terbatas akibat terbatasnya dana dan sumber daya manusia di hampir semua daerah. Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau - Berbagai upaya telah dilakukan agar fasilitas layanan dapat lebih mudah dicapai oleh masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil, namun demikian kemudahan ini masih dirasakan belum merata. Pemerintah daerah menggunakan beberapa strategi penetapan biaya guna menutup biaya operasional sambil terus berusaha mempertahankan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Di beberapa daerah, masyarakat menilai harga layanan kesehatan ini tergolong mahal. Pemerataan - Ada beberapa program dan prakarsa khusus yang dicanangkan bagi kaum miskin, kaum perempuan, serta anggota masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, namun pelaksanaannya belumlah memuaskan. Beberapa pemerintah daerah menyediakan puskesmas keliling sebagai sarana guna menjangkau daerah-daerah terpencil, namun tetap saja masih ada anggota masyarakat yang belum terlayani. Partisipasi dan Keterlibatan Pihak Terkait - Ada beberapa struktur dan mekanisme yang menyediakan wadah bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi, termasuk bagi kaum perempuan. Namun demikian, sebagian di antaranya masih dalam tahap pengembangan. Pernyediaan layanan kesehatan ibu dan anak yang telah didesentralisasikan kepada daerah memberi manfaat berupa makin banyaknya orang yang mendapatkannya dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat di daerah mengenai pentingnya hidup sehat. Akan tetapi, kurangnya pemahaman tentang isu-isu kesehatan penting di kalangan anggota DPRD, ditambah lagi dengan tidak dilibatkannya kaum perempuan di dalam proses pengambilan keputusan bidang kesehatan, telah menghambat pengembangan program ini.

16 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) kesehatan dasar, pengelolaan puskesmas, layanan laboratorium klinik, pengembangan obat-obatan tradisional, dan lain-lain. Perawatan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu jasa layanan yang selalu tersedia di semua daerah penelitian IRDA, dan dianggap sebagai program prioritas di bidang kesehatan. Oleh karena itu, IRDA IV difokuskan secara khusus pada bentuk layanan ini. Ketersediaan Setelah empat tahun pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah masih mempertahankan dan melanjutkan layanan dan program kesehatan ibu dan anak yang sebelumnya disediakan oleh pemerintah pusat. Program-program di bidang kesehatan meliputi pengadaan posyandu (Pos Layanan Terpadu), pelatihan bagi para bidan desa guna meningkatkan kualitas layanan yang mereka berikan, pemberian makanan tambahan untuk bayi, dan juga Gerakan Sayang Ibu. Kendati pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program-program ini, perlu dicatat bahwa pemerintah pusat ataupun pemerintah propinsi masih berperan dominan dalam artian bahwa mereka paling banyak menentukan jenis program kesehatan yang akan disediakan, dan pemerintah kabupaten/ kota hanya sedikit memberikan masukan di dalam perancangan dan perencanaan program tersebut. Perencanaan di bidang kesehatan masih bersifat terpusat, sementara pelaksanaannya telah didesentralisasikan kepada daerah. Dinas kesehatan kabupaten/ kota masih lebih suka menunggu arahan dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Namun demikian, beberapa daerah (seperti misalnya Kabupaten OKI dan Kota Metro) telah mengembangkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), yang mencakup layanan kesehatan ibu dan anak, dan hampir semua pemerintah kabupaten/kota mempunyai program bagi para suami dari ibu-ibu hamil. Ini merupakan skema baru yang diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan pusat, namun skema tersebut belum diwajibkan untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah karena standar minimumnya belum ditentukan. Pemerintah kabupaten/kota melaporkan bahwa alokasi APBD untuk program kesehatan terutama digunakan untuk membiayai pembelian obat-obatan, meskipun mereka berharap mampu memprioritaskan layanan pencegahan penyakit di masa mendatang. Pemerintah kabupaten/kota juga menerima bantuan keuangan untuk layanan kesehatan dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Bantuan lainnya meliputi programprogram yang didukung oleh lembagalembaga donor seperti UNICEF di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Manokwari, GTZ di Kabupaten Sumba Timur, UNFPA di Kabupaten OKI dan Kabupaten Nusa Tenggara Timur, serta CARE International di Kabupaten Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar dana yang diterima dari lembaga donor difokuskan pada penyediaan obat-obatan. Pemerintah kabupaten/kota bersedia bekerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya dan bersikap terbuka bagi bantuan berupa peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak. Pemerintah kabupaten/kota juga melaporkan bahwa mereka kekurangan tenaga dokter umum dan dokter spesialis. Di Kabupaten OKI, misalnya, ada ada seorang dokter anak. Keadaan ini agak sedikit berbeda dalam hal jumlah bidan. Di beberapa daerah, seperti misalnya di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Bandung, jumlah bidan sudah mencukupi, dan para bidan tersebut tersebar

Laporan ke-4 17 secara merata di seluruh wilayah. Di daerah-daerah lain, seperti misalnya di Kabupaten Bone dan Kabupaten Lombok Barat, hanya ada sedikit sekali bidan, dan/atau penyebarannya tidak merata. Tabel berikut ini mengilustrasikan ketersediaan petugas kesehatan di daerah-daerah yang menjadi sampel penelitian IRDA: TABEL 1. Ketersediaan Petugas Kesehatan Lokasi Populasi Dokter Umum Ahli Kandungan/ Spesialis Lain Dokter Gigi Bidan Paramedis Kota Banda Aceh 209,334 27 4 13 93 na Kab. OKI 948,600 39 2 na 276 147 Kab. Bangka 600,600 61 na na 211 90 Kab. Bandung 3,428,700 193 38 95 651 865 Kab. Bantul 754,974-313 (termasuk dokter umum dan doketr gigi) - 164 305 Kab. Sidoarjo 1,548,820 85 113 53 308 1,122 Kab. Kutai Kertanegara 314,613 76 2 28 220 na Kab. Bone 629,794 35 na na 160 na Kab. Buton 446,080 38 1 7 478 na Kab. Lombok Barat 686,609 30 na na 116 84 Kab. Manokwari 193,246 13 na na 229 na na: data tidak tersedia. Laporan dari masyarakat pengguna jasa layanan kesehatan menunjukkan bahwa, di semua daerah penelitian IRDA, jenis layanan kesehatan ibu dan anak yang tersedia relatif sama, kecuali untuk Kabupaten Bengkulu Selatan, di mana layanan yang tersedia hanyalah imunisasi dan keluarga berencana (KB). Semua pemerintah kabupaten/kota memiliki fasilitas layanan kesehatan berupa puskesmas, pustu (puskemas pembantu), dan posyandu. Para bidan dilaporkan tersebar hingga ke tingkat kecamatan. umum yang tersedia tidaklah mencukupi. Keadaan ini bahkan jauh lebih buruk dari segi ketersediaan tenaga dokter spesialis, seperti misalnya dokter spesialis kandungan ataupun dokter gigi. Tenaga dokter spesialis ini hanya tersedia di puskesmas-puskesmas yang ada di wilayah perkotaan. Keluhan lain yang muncul adalah tentang kurangnya persediaan obat generik serta kurangnya disiplin di antara para pegawai puskesmas, khususnya para pegawai pembantu yang sering datang terlambat. Namun demikian, masyarakat pengguna layanan kesehatan menyuarakan berbagai keluhan yang berbeda. Misalnya, tidak tersedianya obat-obatan di posyandu, khususnya di Kabupaten Dairi, serta buruknya kondisi fisik fasilitas kesehatan yang ada, khususnya di Kota Semarang, Kabupaten Kebumen, dan Kota Salatiga. Beberapa responden melaporkan bahwa jumlah dokter Kemudahan Diperoleh/Biaya yang Terjangkau Ada beberapa perbedaan cara yang digunakan untuk menentukan besarnya biaya layanan kesehatan ibu dan anak. Di hampir semua daerah penelitian, harga layanan kesehatan ditetapkan melalui peraturan daerah (perda). Akan tetapi, di Kabupaten Gianyar, harga layanan kesehatan ditetapkan melalui SK

18 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) LANGKAH-LANGKAH BIJAK Beberapa desa di Kabupaten Sidoarjo menyediakan dana yang diambil dari anggaran desa bagi pemberian layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan ibu dan anak. Dengan rubrik nasional Gerakan Sayang Ibu, ada berbagai program khusus di daerah bagi para ibu hamil. Beberapa contohnya antara lain pembentukan forum musyawarah bagi para suami dari ibu-ibu tersebut di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Indramayu; program tabungan bagi para ibu hamil dan penggunaan mobil pribadi untuk ambulans desa di Kabupaten OKI dan Kabupaten Bandung; serta Asuransi Kesehatan Prabayar di Kabupaten Gorontalo. Gerakan Remaja Sayang Ibu (GEMAS), yang difokuskan pada peningkatan kesadaran di kalangan remaja serta layanan pra-kelahiran, pemberian 10 kali pemeriksaan medis dan pengobatan gratis bagi ibu hamil. Pada kunjungan berikutnya, para ibu tersebut harus membayar minimal untuk biaya pendaftaran pemeriksaan dan obat serta biaya dokter bagi mereka yang menjalani perawatan. Di Kecamatan Buluh Kasap, Kabupaten Dumai, pegawai puskesmas memberikan karcis berhadiah bagi ibu-ibu yang memeriksakan anak-anak mereka ke posyandu. Bupati, dan di Kabupaten Kupang, masingmasing puskesmas dapat menentukan harga tanpa adanya campur tangan sama sekali dari dinas kesehatan daerah setempat. Pihak pemerintah daerah dan puskesmas pada umumnya berharap memperoleh dana yang cukup dari layanan kesehatan yang diberikan guna menutup biaya pokok operasional. Akan tetapi, pada saat yang sama, masyarakat menginginkan layanan kesehatan dengan harga yang terjangkau. Anggota masyarakat yang merasa tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah bisa mendapatkan layanan yang sama dari klinik ataupun dokter perorangan, dan ini merupakan solusi yang lazim bagi mereka yang mampu membayar. Namun demikian, sebagian besar masyarakat tidak mempunyai pilihan semacam itu, karena biaya pengobatan di klinik ataupun dokter perorangan jauh lebih mahal dibandingkan dengan di puskesmas. Masyarakat pengguna layanan kesehatan di beberapa daerah, seperti misalnya di Kabupaten Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Buton, Kota Dumai, dan Kabupaten Minahasa, menjelaskan bahwa biaya layanan kesehatan yang harus mereka bayar tergolong cukup mahal. Akan tetapi, pada umumnya mereka mengakui bahwa biaya pengobatan di puskesmas masih lebih murah ketimbang biaya pengobatan oleh dokter perorangan. Tabel berikut ini memperlihatkan harga obat dan praktek dokter umum di beberapa puskesmas yang menjadi sampel penelitian. Perihal penentuan lokasi puskesmas, para pejabat pemerintah daerah menjelaskan bahwa keputusan untuk membangun puskesmas di suatu tempat didasarkan pada faktor kepadatan jumlah penduduk, kemudahan untuk diperoleh dengan sarana transportasi umum, dan berdasarkan permintaan masyarakat. Faktor permintaan

Laporan ke-4 19 TABEL 2. Harga obat dan praktek dokter umum di puskesmas Lokasi Kab. Deli Serdang Rp. 9,000 Biaya Pelayanan Umum dan Obat Kab. Dairi Rp. 11,000 50,000 Kota Dumai Rp. 8,000-17,500 Kab. Solok Rp. 3,500 Kab. Malang Rp. 1,500 35,000 Kota Balikpapan Rp. 3,000 Kab. Minahasa Rp. 3,500 Kab. Gorontalo Rp. 1,500-10,000 masyarakat menjadi pertimbangan utama apabila masyarakat setempat menyediakan lahan guna membangun puskesmas. Ada pula upaya-upaya untuk memberikan layanan kesehatan di dekat tempat tinggal penduduk melalui pengadaan puskesmas keliling, seperti misalnya di Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten OKI, yang tujuan utamanya adalah melayani penduduk yang tinggal di daerah terpencil ataupun pedalaman di mana tidak ada bidan. Di samping itu, pemerintah daerah terus membangun puskesmas yang baru, dan menugaskan para bidan desa ke daerah-daerah pelosok di Kabupaten Minahasa, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Manokwari, dan Kabupaten Gorontalo. Masyarakat mengakui peran penting puskesmas sebagai ujung tombak penyediaan layanan kesehatan bagi ibu dan anak. Puskesmas dinilai sebagai fasilitas yang paling erat hubungannya dengan dokter, bidan, dan obat-obatan. Ada pula pustu (puskesmas pembantu) yang terletak di desadesa atau kelurahan. Akan tetapi, masyarakat pada umumnya dan khususnya mereka yang tinggal di daerah terpencil berpendapat bahwa lokasi kedua jenis fasilitas kesehatan itu sulit diperoleh. Ini menunjukkan perlunya penyebaran unit-unit puskesmas keliling di daerah-daerah terpencil ataupun pedalaman. Terbatasnya jumlah puskesmas yang dapat dicapai oleh masyarakat merupakan salah satu alasan utama mengapa masyarakat beralih ke dukun dan bidan yang kurang terlatih guna memperoleh layanan kesehatan (misalnya di Kabupaten Bone). Penyebaran informasi turut menunjang peningkatan akses, dan semua pemerintah daerah menyebarkan informasi yang terkait dengan layanan kesehatan ibu dan anak melalui berbagai cara, termasuk melalui media informasi dan mengadakan tatap muka dengan masyarakat. Media informasi tersebut meliputi brosur, selebaran, buku, dan poster. Dinas kesehatan daerah mengadakan rapat di antara para pegawai puskesmas, dan kemudian para pegawai puskesmas ini menyebarkan informasi kepada masyarakat setempat baik melalui pertemuan kelompok ataupun penunjukan seseorang untuk memerikan penerangan kepada masyarakat. Kendati langkah ini pada umumnya telah dilakukan di semua daerah penelitian IRDA, namun hampir semua pertemuan tersebut diselenggarakan di ibukota kabupaten/kota, bukan di daerahdaerah terpencil atau pedalaman. Akibatnya adalah bahwa penyebaran informasi menjadi tidak merata. Menanggapi persoalan ini, beberapa pemerintah kabupaten/kota bertindak lebih aktif. Misalnya, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Gianyar, dan Kota Semarang mempunyai program radio dan programprogram media lainnya tentang perawatan kesehatan ibu dan anak yang menjangkau daerah-daerah yang jarang penduduknya.

20 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Pemerataan Pemerataan di bidang layanan kesehatan ibu dan anak sangat tergantung pada keberadaan program-program khusus serta akses yang lebih baik bagi kaum perempuan dan masyarakat miskin. Pemerintah daerah menyediakan sejumlah program yang memungkinkan orang-orang miskin untuk mendapatkan akses layanan kesehatan. Yang paling menonjol adalah dana dari kompensasi subsidi menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak dan gas (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan, PKPS-BBM Bidkes). Program lainnya adalah Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS Kesehatan). Hanya kedua program inilah yang mencakup layanan kesehatan ibu dan anak. Para peserta program-program ini menerima Kartu Sehat, atau yang juga dikenal sebagai Kartu Keluarga Miskin. Mereka dapat menunjukkan kartu ini ke puskesmas dan rumah sakit guna mendapatkan layanan ra wat inap maupun rawat jalan secara gratis. Sistem Kartu Sehat bukanlah tanpa masalah, dan yang paling menonjol selama ini ada dua hal. Yang pertama adalah penyalahgunaan Kartu Sehat oleh orangorang yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat untuk menerima subsidi berupa layanan kesehatan secara gratis. Orangorang yang menyalahgunakan program ini sebenarnya mampu membayar biaya perawatan medis. Penyalahgunaan semacam ini merajalela karena adanya KKN di dalam sistem pembagian Kartu Sehat. Kedua, adanya perlakuan yang bersifat diskriminatif kepada para pemegang Kartu Sehat baik di rumah sakit maupun di puskesmas. Para pasien pemegang Kartu Sehat cenderung mendapatkan pelayanan yang kurang baik. Program lain yang digunakan untuk mem bantu kaum perempuan dari kalangan miskin adalah apa yang disebut sebagai Program Makanan Tambahan. Program ini dinilai sangat penting bagi daerah-daerah miskin ataupun yang letaknya sangat terpencil di mana banyak penduduknya yang kekurangan gizi sehingga sangat berpengaruh terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita. Masyarakat pada umumnya menyambut baik program ini, namun program ini menjadi salah satu program yang ditiadakan karena dana yang tersedia dialokasikan ke program-program lain. Berbagai keluhan yang disampaikan oleh anggota masyarakat sehubungan dengan penghentian program ini terutama banyak dijumpai di Kota Banda Aceh, Kabupaten Bangka, dan Kabupaten Kebumen. Tidak semua pemerintah daerah mempunyai program berbeda yang ditujukan bagi penduduk yang tinggal di daerah terpencil atau pedalaman, meskipun beberapa diantaranya telah mencoba menyediakan puskesmas keliling agar lebih mudah dicapai oleh masyarakat. Pemerintah daerah juga bekerja sama dengan TNI dalam menyelenggarakan program KB di daerah-daerah terpencil, seperti yang terjadi di Kabupaten Banjar, sebagai bagian dari program Pelayanan TNI bagi Masyarakat. Namun demikian, keterbatasan akses serta kualitas layanan yang kurang baik menjadi beban ganda bagi masyarakat tersebut. Puskesmas pada umumnya dibuka pada pagi hari karena banyak kaum ibu yang lebih suka mendapatkan layanan kesehatan pada pagi hari. Namun demikian, layanan puskesmas juga disediakan pada siang hari, yakni setelah kaum ibu pulang dari tempat kerjanya.

Laporan ke-4 21 Sebagai contoh, melalui penetapan khusus, layanan pada siang hari disediakan di pantai utara Kota Semarang bagi kaum ibu yang bekerja di tambak udang maupun perusahaan penangkapan ikan. Di beberapa daerah, seperti di Kota Pontianak, puskesmas yang menyediakan layanan kesehatan bagi kaum ibu dibuka selama 24 jam sehari. Partisipasi dan Keterlibatan Pihak-pihak Terkait Pemerintah daerah menilai posyandu, yakni pos pelayanan terpadu di desa yang dikelola oleh para sukarelawan, merupakan cara yang efektif untuk melibatkan masyarakat setempat di dalam penyediaan jasa layanan kesehatan bagi ibu dan anak. Posyandu serta para bidan desa menjadi pelaku penting di dalam pelaksanaan program-program kesehatan seperti misalnya pengawasan gizi bayi, imunisasi, KB, dan pemeriksanaan ibu hamil. Program posyandu melibatkan kaum perempuan setempat sebagai kader kesehatan dan melatih mereka di bidang perawatan kesehatan dasar anak, seperti misalnya menimbang bayi, mencatat jadwal imunisasi anak-anak, dan meningkatkan pengetahuan tentang makanan bergizi. Posyandu memiliki banyak kegunaan sebagai perencana dan pelaksana program kesehatan, serta sebagai wadah guna menampung keluhan masyarakat. Di semua daerah penelitian IRDA, pemerintah daerah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan para kader maupun para bidan yang bertugas di posyandu. Mereka juga melibatkan masyarakat setempat di dalam pelatihan kader dan peningkatan keterampilan melalui lokakarya singkat, pelatihan, dan penyebaran informasi. Ada beberapa lembaga setempat yang dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat warga dalam rangka perawatan kesehatan ibu dan anak. Beberapa contohnya meliputi komisi pelayanan khusus, sukarelawan pelayanan kesehatan ibu dan anak, badan pelayanan kesehatan masyarakat, dan Komisi Kesehatan. Semua lembaga tersebut telah mulai bertindak sebagai forum bagi penyampaian aspirasi masyarakat serta bagi pelibatan masyarakat di dalam prakarsa-prakarsa seperti pembuatan kotak pos dan program penanganan pengaduan masyarakat. Komisi Kesehatan merupakan lembaga baru yang dibentuk dalam rangka otonomi daerah, dan tiap daerah diberi keleluasaan untuk membentuk dan menetapkan fungsinya. Kini, lembaga semacam itu umumnya masih dalam tahap pengembangan. Di beberapa daerah, mereka mulai bertindak sebagai saluran guna menangani pengaduan masyarakat, namun pemerintah daerah belum menyusun mekanisme guna merespons berbagai pengaduan tersebut. Beberapa Komisi Kesehatan bertindak sebagai saluran guna menyampaikan informasi tentang perencanaan dan program kesehatan. Kendati upaya ini masih terbatas sifatnya dan belum tersebar secara merata, namun beberapa pemerintah daerah telah mengundang sektor swasta, baik swasta nirlaba maupun organisasi profit, untuk menjadi mitra di bidang pelayanan kesehatan ibu dan anak. Beberapa contohnya meliputi pihak swasta pengelola laboratorium klinik di rumah sakit umum milik pemerintah daerah (RSUD) maupun dokter perorangan yang memberikan layanan kesehatan di puskesmas dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ini bukanlah sebuah fenomena baru, karena banyak pihak swasta yang telah

22 The Asia Foundation Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) PRAKARSA YANG MELIBATKAN PEREMPUAN DALAM PEERAWATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Kaum perempuan di Kota Palu memberikan masukan tentang layanan perawatan kesehatan melalui Badan Peduli Kesehatan Masyarakat Palu. Di Kota Balikpapan, Forum Kaukus Perempuan, yang terdiri dari kaum perempuan yang duduk di DPRD, akademisi, dan tokoh-tokoh masyarakat, memberikan masukan tentang berbagai program kesehatan melalui dengar pendapat dengan Pemerintah Kota Balikpapan. Koalisi Metro Sehat menjadi mitra bagi Pemerintah Kota Metro dalam rapat-rapat dengan berbagai kelompok perempuan yang membahas tentang perlunya pening katan mutu pelayanan di puskesmas. Keterlibatan kaum perempuan pada umumnya masih terbatas pada perolehan layanan kesehatan tanpa terlibat di dalam pengambilan kebijakan tentang program-program kesehatan. Namun demikian, hampir semua kader posyandu adalah kaum perempuan, dan program posyandu diharapkan mampu meningkatkan partisipasi perempuan di dalam proses pengambilan keputusan, setidak-tidaknya tentang program yang akan dilaksanakan di posyandu mereka. Kaum perempuan harus pula mampu memberikan masukan tentang kebutuhan posyandu mereka. Beberapa daerah telah mengembangkan beberapa prakarsa khusus bagi keterlibatan kaum perempuan. Beberapa organisasi masyarakat lainnya, seperti misalnya organisasi keagamaan, juga telah terbukti efektif di dalam memotivasi keterlibatan kaum perempuan, namun pemerintah daerah ternyata belum memanfaatkannya secara optimal untuk keperluan ini. lama mengisi kesenjangan pelayanan di bidang kesehatan. Beberapa contohnya meliputi Rumah Sakit Muhammadiyah dan klinik-klinik swasta. Pemerintah dan masyarakat di daerah juga berusaha mendorong perusahaanperusahaan besar untuk membuka fasilitas kesehatan yang dimilikinya bagi masyarakat umum. Ini terutama terjadi pada beberapa perusahaan minyak seperti Pertamina, Total, and Unocal di Kota Balikpapan.