BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 14 TAHUN 2007 KM. 74 Tahun 1990 TENTANG KENDARAAN PENGANGKUT PETI KEMAS DI JALAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN BARANG DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

b. bahwa dalam rangka kebutuhan transportasi dan penanggulangan muatan lebihdi pulau Jawa, diperlukan penetapan kelas jalan;

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

MATRIKS PERMASALAHAN KOMISI I BIDANG OVERDIMENSION DAN OVERLOADING RAKORNIS PERHUBUNGAN DARAT TAHUN 2018 JAKARTA, MARET 2018

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2889/AJ.402/DRJD/2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III LANDASAN TEORI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati jurang,

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari

VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS ANGKUTAN BATUBARA YANG MELALUI KOTA BANJARMASIN

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATRIK TURUNAN UU NO. 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ANGKUTAN BARANG PADA JEMBATAN TIMBANG

KELAS JALAN, MUATAN SUMBU TERBERAT, DAN PERMASALAHAN BEBAN LEBIH KENDARAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 1995 T E N T A N ß MUATAN SUMBU TERBERAT BAGI KENDARAAN BERMOTOR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERENCANAAN START

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TRANSPORTASI DARAT PERANGKUTAN JALAN RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 23 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk berdampak pada. perkembangan wilayah permukiman dan industri di daerah perkotaan, maka

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

2.1 ANALISA JARINGAN JALAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

Persyaratan Teknis jalan

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT SARANA PERHUBUNGAN DARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

PEMERINTAH KOTA BATU

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jalan adalah sarana transportasi darat yang yang mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan. Di samping itu, jalan merupakan prasarana distribusi barang dan jasa sehingga menjadi urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009). Tujuan utama pembuatan struktur perekerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan akibat beban atau muatan kendaraan sehingga nilai tekanan atau tegangan yang diterima oleh tanah dasar semakin berkurang (Wignall, 1999). Umur pelayanan adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu diberi lapisan permukaan yang baru (SNI 1732 1989 F). 2.1 Klasifikasi Jalan 2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan Berdasarkan Standar Geometri Jalan Perkotaan RSNI T-14-2004, klasifikasi menurut fungsi jalan sebagai berikut: 1. Jalan arteri: jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk 8

9 (akses) dibatasi secara berdaya guna. (Undang-undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) 2. Jalan kolektor: jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. (Undang-undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). 3. Jalan lokal: jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. (Undang-undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). 2.1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan 1. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan 2. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut kelas dan fungsi jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Undang-undang No 22 Tahun 2009 pasal 19 ayat (2) tentang kelas jalan.

10 No Kelas Jalan Fungsi Jalan Dimensi Kendaraan (maksimum) Lebar, mm Panjang, mm Tinggi, mm (UU No 22 Thn 2009 pasal 19 ayat (2) MST (ton) 1 I Arteri 2.500 18.000 > 10,0 2 II Arteri 2.500 18.000 10,0 3 IIIA Arteri atau 4.2000 mm dan 1,7x lebar 2.500 18.000 kolektor kendaraan 8,0 4 IIIB Kolektor 2.500 12.000 8,0 5 IIIC Lokal 2.100 9.000 8,0 (UU No 22 Thn 2009 pasal 19 ayat 2) Tabel 2.1 Kelas Jalan Muatan sumbu terberat (MST) adalah jumlah tekanan roda suatu sumbu kendaraan yang menekan jalan. (Perda Prov. DIY No. 04 2010) Konfigurasi As dan No MST, ton Catatan Roda Truk Sumbu Roda Tunggal 6 1 Tunggal Roda Ganda 10 2 3 Tabel 2.2 MST untuk Truk Angkutan Peti Kemas Sumbu Ganda (Tandem) Sumbu Tiga (Tripel) Roda Ganda 18 Roda Ganda 21 (KM Perhubungan No. 14 2007, pasal 8) Tidak diatur ijin untuk beroperasi pada fungsi jalan atau kelas jalan tertentu

11 3. Muatan Sumbu Terberat (MST) ditentukan dengan pertimbangan kelas jalan terendah yang dilalui, kekuatan ban, kekuatan rancangan sumbu, dan jumlah yang diperbolehkan yang ditetapkan oleh pabrikan. Perhitungan Muatan Sumbu Terberat menggunakan prinsip keseimbangan momen gaya. Muatan sumbu terberat untuk masing-masing kelas jalan ditunjukkan dalam daftar berikut bunyi dari pasal 11,PP.No.43/1993. a. Jalan Kelas 1 Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 b. Jalan Kelas II Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 c. Jalan Kelas IIIA Jalan koletor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk tidak melebihi 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8

12 d. Jalan kelas IIIB Jalan koletor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk tidak melebihi 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 e. Jalan Kelas IIIC Jalan koletor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk tidak melebihi 9.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 2.2 Perkerasan Jalan Perkerasan Jalan adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara aman. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti (Amirullah, 2015). 2.3 Muatan lebih (Overloading) Muatan lebih (overloading) adalah jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang diijinkan yang tertera dalam kartu uji dan tanda uji (Perda Prov. DIY No. 04 2010). Kerusakan pada perkerasan jalan disebabkan salah satunya oleh beban llau lintas berulang yang berlebihan

13 (overloading), panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu jalan yang buruk. Selain perencanaan jalan yang tepat agar jalan tidak mudah mengalami kerusakan pemeliharaan yang baik juga sangat berperan aga jalanr dapat melayani pertumbuhan lalu lintas selama umu rencana. Pemeliharaan jalan yang rutin maupun berkala peru dilakukan untuk mempertahankan kemanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan dan menjaga daya tahan sampai tercapainya umur rencana. 2.4. Umur Pelayanan Jalan Umur pelayanan adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu diberi lapisan permukaan yang baru (SNI 1732 1989 F). Faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan jalan adalah kelas jalan, faktor lingkungan, jenis tanah dan volume kendaraan yang lewat. Dalam perencanaan jalan faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap umur pelayanan jalan yang akan direncanakan sesuai dengan struktur jalan yang telah direncanakan. 2.5. Jembatan Timbang Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal (1) dan (2), bahwa pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan. Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal (1) dilakukan pengawasan muatan angkutan barang yaitu jembatan timbang. Keberadaan

14 jembatan timbang adalah salah satu kebijakan untuk melindungi kerusakan jalan akibat muatan lebih serta untuk keselamatan lalu lintas. Alat penimbangan yang dipasang secara tetap tersebut dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan dioperasikan oleh pelaksana penimbangan. Fungsi dan Kewenangan jembatan timbang diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang program pembangunan nasional, segala ketentuan mengenai jembatan timbang serta penetapan standar batas maksimum muatan dan berat kendaraan pengangkutan barang merupakan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. Penyelenggaraan penimbangan pada jembatan timbang menjadi tanggung jawab jawat Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang pengoperasiannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknik Dinas, tentang Tarif Ijin Dispensasi Kelebihan Muatan. Berikut adalah fungsi dan misi jembatan timbang: 1. Menjaga jalan dari kerusakan akibat beban muatan. 2. Memantau kendaraan angkutan barang dan penempatan muatan. 3. Sebagai sarana pengumpulan data lalu lintas untuk proses perencanaan dan pengendalian transportasi.