CATATAN HASIL SIDANG TAHUNAN MPR 2000

dokumen-dokumen yang mirip
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA BAHAN TAYANGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Dasar Pemikiran Perubahan. Sebelum Perubahan. Tuntutan Reformasi. Tujuan Perubahan. Kesepakatan Dasar. Dasar Yuridis. Hasil Perubahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Badan Eksekutif, Legeslatif, Yudikatif

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 PEMBUKAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia / Hukum Undang-Undang Indonesia

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM SATU NASKAH

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

Pasal 3 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undangundang Dasar. ***) (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Pres

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

BAB IX oleh : Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.M.Hum Politik Hukum Pasca Pemilu 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

MAKALAH AMANDEMEN PASAL - PASAL DARI UUD Oleh : I MADE PANDE ADI GUNAWAN

MATRIKS UUD 1945 dan Hasil Amandemen UUD Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat UUD 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DAN AMANDEMENNYA

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

Struktur Pemerintahan. Kedudukan, fungsi, dan kewenagan lembaga-lembaga negara. UUD 1945 dan amandemennya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y.

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Paradigma Baru Ketatanegaraan Pasca Perubahan UUD 1945 Jumat, 09 Pebruari 2007

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

ANGGARAN DASAR KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2016 PEMBUKAAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

CATATAN-CATATAN TERHADAP HASIL Rumusan AMANDEMEN pertama dan kedua UUD 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

PENGANTAR CATATAN HASIL SIDANG TAHUNAN MPR 2000 Selama masa pemerintahan transisi, sepanjang tahun 1999-2000 lalu MPR telah 2 kali menyelenggarakan Sidang MPR. Yaitu Sidang Umum MPR 1999 dan Sidang Tahunan MPR 2000. Ada 3 materi pokok yang menjadi agenda pembahasan sidang paripurna MPR. Pertama, materi mengenai laporan lembaga-lembaga tinggi negara. Kedua, mengenai amandemen UUD 1945 dan Ketiga materi nonamandemen 1945. Sidang Tahunan MPR yang berlangsung 1-18 Agustus 2000 lalu merupakan Sidang Tahunan pertama yang dilakukan MPR. Sebelumnya hanya Sidang Umum (yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali) sajalah yang dilaksanakan MPR untuk mendengar progress report kinerja Presiden selama masa lima tahun sebelumnya. Sidang Tahunan MPR merupakan jenis persidangan baru yang disepakati dalam Sidang Umum MPR 1999 (Tap MPR No.II/MPR/1999-Pasal 52) yang Selanjutnya disempurnakan lagi dalam Sidang Tahunan MPR 2000 melalui Tap MPR No.III/MPR/2000, yang selengkapnya berbunyi, Bahwa yang dimaksud dengan Sidang Tahunan adalah : 1. Sidang yang diselenggarakan setiap setahun sekali diantara 2 masa Sidang Umum majelis pada masa jabatan keanggotaan majelis yang bersangkutan. 2. Sidang yang diselenggarakan untuk mendengar dan membahas laporan Presiden dan lembaga tinggi negara lainnya atas putusan majelis. 3. Sidang yang dapat menetapkan putusan majelis lainnya. HASIL SIDANG TAHUNAN MPR 2000 Dari pelaksanaan Sidang Tahunan MPR 2000 lalu telah diputuskan materi mengenai amandemen kedua UUD 1945 ditambah 9 Ketetapan MPR (materi nonamandemen). 1. Materi Amandemen Kedua UUD 1945 Semenjak diberlakukan kembali tahun 1959 melalui Dekrit Presiden tahun 1959, belum pernah sekalipun UUD 1945 diamandemen. Keberadaan UUD 1945 begitu disakralkan dan tidak ada satu ketentuanpun dalam UUD 1945 yang diamandemen. Baru pada Sidang Umum MPR 1999, dilakukan amandemen pertama terhadap UUD 1945 dan amandemen kedua pada Sidang Tahunan MPR 2000. Dan untuk selanjutnya, berdasarkan ketentuan Tap MPR No.IX/MPR/2000, MPR merekomendasikan penugasan Badan Pekerja MPR untuk mempersiapkan rancangan perubahan UUD 1945 yang sudah harus siap untuk dibahas dan disahkan oleh MPR sampai paling lambat Sidang Tahunan MPR 2002. Adanya perubahan UUD 1945 ini menunujukan adanya tuntutan

perubahan sistem dan kehidupan ketatanegaraan kita menuju ke arah yg lebih demokratis. Dari amandemen pertama yang dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999, MPR telah mengubah 9 pasal UUD 1945 yang berkenaan dengan soal kewenangan eksekutif-legislatif serta pembatasan masa kekuasaan Presiden. Dari hasil amandemen Kedua, MPR hanya berhasil memutuskan 7 dari 20 pasal yang diusulkan oleh PAH-I BP.MPR. Dan berbeda dengan amandemen pertama, dari amandemen kedua MPR tidak hanya mengubah tetapi juga menambah beberapa pasal baru dalam UUD. Perubahan dan penambahan itu menyangkut soal wilayah negara, warga negara dan penduduk, Hak Asasi Manusia (HAM), kewenangan DPR, Pemerintahan Daerah (otonomi daerah), Pertahanan dan Keamanan Negara, Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu kebangsaan. Selain itu disepakati pula untuk tidak dirubah klausul Pembukaan UUD 1945, Sistem negara kesatuan dan Sistem pemerintahan Presidensiil. Walaupun ada kemajuan dari amandemen kedua, misalnya dengan dimasukkannya materi HAM yang sebelumnya tidak diatur dalam konstitusi, dimana memang sudah seharusnyalah dalam konstitusi itu ada pengaturan dan jaminan secara jelas mengenai HAM. Tetapi ternyata secara keseluruhan hasil amandemen keduapun masih mengandung beberapa kelemahan. baik dari segi materi maupun dari segi proses penyusunannya. Dari segi prosesnya, MPR terlihat kurang tanggap dan aspiratif dalam menampung keinginan dan aspirasi masyarakat. Ini terlihat dari tidak diakomodirnya masukan-masukan yang disampaikan oleh kalangan masyarakat dalam hasil amandemen. Selain itu tidak adanya kesempatan sosilasi bagi masyarakat untuk dapat mengetahui draft usulan PAH I BP.MPR Beberapa materi amandemen UUD yang berasal dari usulan PAH-I BP.MPRpun ternyata kemudian bisa dimentahkan kembali begitu saja dalam sidang paripurna MPR. Dan dari hasil akhir amandemen kedua tersebut, MPR cenderung memutuskan amandemen terhadap materi-materi yang kurang substansial dan bukan pada hal-hal yang prioritas serta lebih mengutamakan kepentingan politik partai/golongannya dibandingkan kepentingan nasional jangka panjang. Materi yang diputuskan dari amandemen kedua UUD itupun terlihat kurang sistematis, parsial dan tidak mempunyai paradigma yang jelas. Ada beberapa kelemahan dari yang materi yang dihasilkan dalam amandemen kedua, yaitu : 1. Materi tentang HAM Rumusan HAM ini diputuskan pada Sidang Tahunan MPR 2000 ada dalam Bab XA, Pasal 28 yang terdiri dari 10 ayat (A J). Masuknya materi tentang HAM menjadi rumusan tersendiri dalam amandemen kedua UUD adalah merupakan suatu kemajuan karena memang sudah seharusnyalah materi tentang HAM diatur dalam konstitusi.

Namun demikian, materi tentang HAM yang ada dalam konsitusi itu ternyata menimbulkan persoalan baru. Beberapa persoalan-kelemahan yang terdapat dalam materi HAM ini diantaranya: Materi tentang HAM yang diatur dalam konstitusi itu tidak mengatur mengenai kewajiban negara untuk melindungi, menjamin, dan menegakan HAM tetapi lebih mengatur tentang kewajiban asasi individu. Dari materi HAM itu hanya ada 1 ayat saja yang menyebutkan tentang Hak warga negara (Pasal 28D ayat 3 : Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan). Padahal masih ada hak-hak warga negara lainnya yang seharusnya juga diatur dalam konstitusi. Dalam Pasal 28 I disebutkan tentang pemberlakuan asas non-retroaktif bagi para pelaku pelanggar HAM ( dan hak untuk tidak dituntut adalah suatu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun). Walaupun dimuatnya materi tentang HAM dalam konstitusi itu merupakan suatu langkah maju, tetapi pemberlakuan asas non-retroaktif bagi para pelaku pelanggar HAM adalah suatu kesalahan besar. Karena dengan berlakunya ketentuan ini, berarti para pelaku pelanggar HAM yang terjadi sebelum berlakunya ketentuan pasal 28I ini tidak dapat dituntut dimuka pengadilan. Pasal 28D (2) yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Ini menunjukan adanya semacam pemikiran untuk menghilangkan kewajiban/tanggung jawab negara dalam menjamin hak warga negaranya untuk bisa memperoleh pekerjaan serta imbalan dan perlakuan yang layak dalam hubungan kerj Penyusunan materi HAM dalam amandemen kedua ini kurang sistematis dan tidak didasari pembidangan HAM dalam Hak politik, Hak Ekonomi, dan Hak sosial-budaya. Perumusannyapun disatukan antara satu hal dengan yang lainnya, misalnya antara Hak/kebebasan memeluk agama disatukan dengan kebebasan berserikat dan berkumpul ; Hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dihadapan hukum disatukan dengan Hak untuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil&layak dalam hubungan kerja. Selain itu ada pula ketentuan pasal yang yang disebutkan 2 kali. 2. Kewenangan DPR Dari amandemen pertama dan kedua menunjukan adanya upaya untuk memperbesar porsi kewenangan DPR dan (secara tidak langsung) membatasi dominasi kekuasaan Presiden. Dalam amandemen pertama sebelumnya, penambahan kewenangan DPR ditunjukan dengan adanya pertimbangan DPR dalam hal Presiden mengangkat Duta/Konsul dan penerimaan/penempatan duta negara lain

(pasal 13), pemberian amnesti dan abolisi (pasal 14 ayat 2), pembentuk departemen (pasal 17 ayat 4), Dan kemudian dalam amandemen kedua, kekuasaan DPR ini ditambah dengan pemberian hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, Hak mengajukan pertanyaan, menyatakan usul dan pendapat, serta Hak imunitas (pasal 20A ayat 2 dan 3), Dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi legislasi oleh DPR, terdapat ketentuan dalam Pasal 20 ayat 5 yang mengharuskan Presiden untuk mensahkan dan mengundangkan RUU yang telah disetujui bersama Presiden dalam jangka waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui (Pasal 20 ayat 5 "Dalam hal rancangan UU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan ). Adanya ketentuan ini menimbulkan kontroversi karena menempatkan secara bersama kewenangan Presiden dan DPR untuk dapat mengesahkan undang-undang, dan ketentuan inipun telah menimbulkan abuse of power terhadap kewenangan DPR untuk mengusulkan rancangan undangundang sekaligus untuk memaksa Presiden agar mensahkan RUU yang diajukan DPR tersebut. 3. Pemerintahan Daerah Secara umum perumusan yang terkandung dalam pasal 18 ini tidak mensistematisir apa yang sesungguhnya harus diatur dalam UUD perihal otonomi daerah. Hampir semua obyek yang merupakan proporsi undangundang diatur dalam pasal ini. Seperti soal, pembagian wilayah (ps 18 ayat 1), pemilihan kepala daerah dan DPRD (ps 18 ayat 3&4), sampai soal pengakuan terhadap masyarakat hukum adat (ps. 18B ayat 2). Kalaupun itu mau diatur dalam UUD, persoalan kemudian adalah bias apa yang hendak ditekankan karena harus diatur (atribusi) lagi dalam undang-undang, dan apa yang hendak dikonsepsikan dalam konstitusi ini perihal pemerintahan daerah (otonomi daerah). Penggunaan kata dibagi dalam perumusan Negara kesatuan RI dibagi atas daerah provinsi-provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. dapat menimbulkan kontradiksi. Karena pengertian dibagi ini tergantung dari interprestasi pemerintah pusat yang tidak didasari realitas dan aspirasi masing-masing daerah. Dan seharusnya digunakan kata terdiri yang lebih menunjukan prinsip independensi dan egalitarian dalam mewujudkan otonomi daerah. Konsepsi otonomi daerah dalam rumusan pasal 18 (5) yang berbunyi Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, berbeda maknanya dengan apa yang sebelumnya dirumuskan dalam UU No. 22

tahun 1999 yakni Otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Dampak dari perbedaan ini disamping menimbulkan kotradiksi hukum, juga akan menimbulkan interpretasi yang beragam dalam pelaksanaannya. 4. Pertahanan dan Keamanan Negara Dalam pasal 30 (1) amandemen II UUD 1945 disebutkan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Dalam hal usaha pertahanan-keamanan negara ini seharusnya bukan menjadi kewajiban tetapi menjadi hak dan kehormatan bagi warga negara. Bila hal ini menjadi suatu kewajiban bagi warga negara, maka terlihat adanya paksaan dari negara kepada warga negaranya untuk ikut serta dalam usaha pertahanan-keamanan negara. Ketentuan pasal 30 ayat 3 dan 4 amandemen II UUD 1945 (tentang Pertahanan dan Keamanan Negara) ini memperbaharui ketentuan dari pasal 30 UUD 1945 (tentang Pertahanan Negara). Dalam ketentuan pasal 35 Amandemen UUD 1945 ini dipisahkan antara kekuatan pertahanan dan keamanan negara yang semula berada dalam satu sistem (Sistem HANKAMARATA), dimana sistem Pertahanan dipegang oleh kekuatan TNI dan sistem keamanan yang dipegang oleh POLRI. Dari pemisahan kedua sistem ini, yang perlu dicermati kemudian adalah siapa yang berwenang untuk menengahi apabila suatu saat terjadi persinggungan antara kekuatan pertahanan dan keamanan. 2. Materi non-amandemen UUD (Tap MPR 2000) Selain materi amandemen UUD, dari hasil Sidang Tahunan MPR 2000 lalupun telah diputuskan Tap MPR 2000 untuk materi non-amandemen UUD. Dari 9 Tap MPR non-amandemen itu, ada beberapa materi Tap MPR yang masih mengandung kelemahan: Tap MPR No.III/MPR/2001 Tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 5) MPR berwenang menguji UU terhadap UUD 1945 dan Tap MPR Berdasarkan Tap MPR ini disebutkan bahwa MPR diberi Kewenangan untuk melakukan uji materiil UU terhadap UUD dan Tap MPR. Tetapi kemudian pemberian kewenagan tersebut telah menimbulkan persoalan baru. Dimana Seharusnya kewenangan ini tidak diserahkan kepada lembaga politik semacam MPR. Pemberian kewenangan untuk melakukan pengujian secara materiil terhadap UU itu bisa diserahkan kepada MA ataupun kepada Mahkamah Konstitusi. Hal ini mengacu pada rancangan amandemen kedua UUD 1945, dimana sebelumnya pernah diusulkan pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan untuk melakukan uji materiil atas UU. Dan memang lebih tepat kiranya bila kewenangan tersebut diserahkan kepada salah satu lembaga tersebut (MA/MK) sebagai lembaga yudisial yang berkompeten

dan menguasai bidang hukum, khususnya dalam hal tekhnis peraturan perundang-undangan. TAP MPR NO.VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan POLRI (Pasal 7 ayat 3) Kepolisian Negara RI dipimpin oleh KAPOLRI yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Polemik mengenai penerapan ketentuan Pasal 7 (3) Tap MPR No.III/MPR/2000 ini diawali dengan pemberhentian Jenderal (Pol) Rusdiharjo sebagai Kapolri oleh (mantan) Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 18 September dan 5 hari kemudian mengangkat Jenderal (Pol) S.Bimantoro sebagai penggantinya tanpa persetujuan DPR. Berkaitan dengan hal tersebut, kemudian terjadi sengketa yuridis (perbedaan penafsiran) antara Presiden dan DPR. Atas pemberhentian Rusdiharjo sebagai Kapolri tersebut, Presiden berpendapat tidak perlu mendapat persetujuan dari DPR terlebih dahulu karena sebelumnya pengangkatan Jend (Pol) Rusdiharjo sebagai Kapolri-pun tidak berdasarkan Tap MPR No VII/MPR/2000 yang baru mulai berlaku tanggal 18 Agustus 2000. Sedangkan DPR sendiri berpendapat bahwa walaupun Rusdiharjo diangkat sebelum adanya Tap MPR No.VII/MPR/2000 tetapi tetap saja pemberhentiannya harus dengan persetujuan DPR sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 7 (3). Tap MPR No VII/MPR/2001 Tentang Peran TNI dan POLRI (Pasal 5 ayat 4 dan Pasal 10 ayat 2) Anggota TNI/POLRI tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. Keikutsertaan TNI/POLRI dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui MPR paling lama sampai tahun 2009. Kebijakan untuk menempatkan anggota TNI/POLRI di MPR sampai paling lama tahun 2009 ini selain tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat sebelumnya yang menyebutkan bahwa TNI/POLRI bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis, juga tidak sesuai dengan tuntutan sebagian masyarakat yang menghendaki dihapuskannya dwifungsi ABRI termasuk keikutsertaan TNI/POLRI di parlemen. Sebenarnya tidak tertutup kemungkinan bagi kalangan TNI/POLRI untuk bisa terjun dalam kehidupan politik. Namun sebagaimana kalangan sipil, anggota TNI/POLRI akan terjun dalam kehidupan politikpun sebelumnya harus melepaskan diri dari keanggotaannya di TNI/POLRI. Tap MPR No.III/MPR/2000 (Pasal 2) Tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangundangan

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah: 1. UUD 1945 2. Tap MPR 3. UU 4. PERPU 5. PP 6. KEPPRES 7. PP Ketentuan Pasal 2 Tap MPR No.III/MPR/2000 yang menyebutkan bahwa Kedudukan PERPU (Peraturan Pemerintahan Pengganti UU yang berada di bawah UU bertentangan dengan ketentuan Pasal 22 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa kedudukan PERPU sejajar dengan UU. 3. Laporan Lembaga Tinggi Negara Selain materi amandemen UUD 1945 dan materi non-amandemen, dari hasil Sidang Tahunan MPR 2000 lalu juga dibahas mengenai Laporan tahunan lembaga tinggi negara (Presiden, DPR, BPK, DPA dan MA) dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi dan wewenangnya masingmasing, yang selanjutnya disahkan dalam Tap MPR VIII/MPR/2000. Dari laporan tahunan lembaga-lembaga tinggi negara dalam Sidang Tahunan 2000 lalu tersebut ada beberapa catatan, yaitu : Laporan Presiden Bidang Politik dan Keamanan Presiden belum sepenuhnya dapat mengatasi gerakan separatisme yang dapat mengancam keutuhan wilayah negara serta kurangnya penanganan terhadap konflik horisontal yang terjadi di beberapa daerah. Untuk itu perlu kiranya Presiden memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap berbagai bentuk gerakan separatisme yang dapat mengancam keutuhan negara serta harus segera diambil tindakan yang tegas terhadap pihak manapun yang berusaha menimbulkan konflik horisontal yang dapat mengancam integrasi bangsa. Namun disamping itu dalam kehidupan berdemokrasi, Presiden telah memberikan ruang yang cukup besar bagi tumbuh-berkembangnya kebebasan dalam kehidupan berdemokrasi. Bidang Hukum dan HAM Masih kurangnya upaya pemberantasan dan penanganan kasus-kasus KKN yang dirasakan masih lamban, tidak transaparan, dan tidak tuntas. Untuk itu perlu kiranya Presiden secara sungguh-sungguh melaksanakan Tap MPR No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Masih belum tuntasnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan tetap masih berlangsungnya berbagai upaya pelanggaran HAM diberbagai wilayah. Sehingga Presiden harus segera mengungkapkan dan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi -

sebelumnya serta mencegah terjadinya kembali kasus pelanggaran HAM lainnya diwaktu mendatang. Laporan DPR Laporan BPK Dalam laporan tahunan BPK, terlihat banyak temuan BPK mengenai adanya penyimpangan keuangan belum sepenuhnya ditindaklanjuti secara hukum. Sehingga perlu adanya koordinasi dan tindaklanjut dari lembaga yudikatif (dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi yudikatif) untuk dapat menyelesaikan kasus penyimpangan keuangan dari hasil temuan BPK tersebut. Laporan MA Secara umum laporan tahunan MA belum menunjukan secara jelas mengenai upaya MA dalam penegakan supremasi hukum serta masih besarnya jumlah tunggakan perkara yang ada di MA. Untuk mengatasi penumpukan perkara di MA itu perlu kiranya ada pembatasan perkara yang masuk ke MA serta adanya peningkatan kualitas SDM bagi seluruh jajaran hakim di semua lingkungan peradilan agar integritas, moral, profesionalisme dan wawasannya dapat mendukung pelaksanaaan tugasnya. Selain itu perlu segera diwujudkannya eksistensi MA sebagai lembaga yang independen dan bebas KKN. Ada beberapa catatan dari hal-hal tersebut di atas yaitu : Dari materi amandemen UUD 1945 : Rumusan yang dihasilkan MPR mengenai materi amandemen UUD itu tidak sitematis serta tidak memiliki paradigma dan kaitan yang jelas antara satu pasal yang satu dengan pasal lainnya. Meskipun ada penambahan materi baru dalam konstitusi, khususnya mengenai HAM tetapi ternyata rumusan-rumusan HAM yang ada di dalamnya masih menimbulkan persoalan/kontraversi baru. Hasil amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan oleh MPR itu belum memperlihatkan hasil maksimal yang dapat merepresentasikan kehendak rakyat Indonesia serta menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepan. Indonesia baru yang lebih demokratis, sejahtera dan pluralis yang didasari nilai keadilan dan kemanusiaan.