BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

Pengenalan Teknologi 4G

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

oleh Ivan Farrell Setiono NIM :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

Analisis Throughput Pada Sistem MIMO dan SISO ABSTRAK

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

Analisis Kinerja SISO dan MIMO pada Mobile WiMAX e

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

Analisis Kinerja Jenis Modulasi pada Sistem SC-FDMA

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI PT TELKOM R&D CENTER BANDUNG

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

Analisis Unjuk Kerja Decision Feedback Equalizer Pada Sistem SCFDMA

BAB II KONSEP DASAR. 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

BAB III. i Nirkabel (Wireless) dengan terminal user yang dapat

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED MENGGUNAKAN ANTENA MIMO 2X2 PADA SISTEM LTE UNTUK MENINGKATKAN SPECTRAL EFFICIENCY

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI SUBSCRIBER STATION BERBASIS STANDAR TEKNOLOGI LONG-TERM EVOLUTION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS REDUKSI PAPR MENGGUNAKAN ALGORITMA DISTORTION REDUCTION

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

Kata Kunci: ZF-VBLAST dan VBLAST-LLSE.

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

BAB III PEMODELAN SISTEM

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

Analisa Kinerja Sistem MIMO-OFDM Pada Estimasi Kanal LS Untuk Modulasi m-qam

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI

ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) SPATIAL DIVERSITY MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX SKRIPSI

SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

EVALUASI KINERJA OFDMA DENGAN MODULASI ADAPTIF PADA KANAL DOWNLINK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Sistem Mimo dan Aplikasi Penggunaannya

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Teknologi Long Term Evolution (LTE) 2.1.1 Umum Layanan mobile broadband terus berkembang seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat dalam beraktivitas serta kebutuhan layanan internet. Berbagai teknologi seluler terus dikembangkan mulai dari GSM/GPRS/EDGE (2G), UMTS/HSPA (3G), dan teknologi LTE. LTE adalah standar terbaru dalam teknologi jaringan seluler dibandingkan GSM/EDGE and UMTS/HSPA. LTE adalah sebuah nama baru dari layanan yang mempunyai kemampuan tinggi dalam sistem komunikasi bergerak yang merupakan langkah menuju generasi ke-4 (4G) dari teknologi radio yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan telepon mobile. LTE adalah suatu proyek dalam third generation partnership project (3GPP). Evolusi jaringan seluler sampai ke teknologi LTE ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Evolusi jaringan LTE 5

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa LTE merupakan evolusi dari jaringan seluler yang dipersiapkan untuk teknologi 4G. Adapun tujuan pengembangan teknologi pada 3GPP adalah sebagai berikut [1] : 1. kebutuhan akan pengembangan jaringan 3G dalam waktu yang akan datang. 2. kebutuhan pelanggan akan kecepatan data yang tinggi dan quality of service (QOS). 3. pengembangan teknologi packet switching. 4. mengurangi biaya operasional karena arsitektur jaringan yang sederhana. LTE menawarkan beberapa keunggulan dan keuntungan bagi pelanggan dan pihak operator jaringan, yaitu : 1. Efisiensi spektrum dan throughput yang tinggi, LTE menggunakan OFDM pada arah downlink, dimana teknik ini tahan terhadap interferensi akibat lintasan jamak dan menggunakan single-carrier- FDMA (SC-FDMA) pada arah uplink yang memiliki peak average power ratio (PAPR) rendah. Selain itu LTE juga mendukung antena multiple input multiple output (MIMO) yang dapat meningkatkan BER dan bit rate [1, 2]. 2. latency yang rendah, jaringan LTE memiliki setup time dan transfer delay yang sangat rendah, serta waktu handover yang rendah [3]. 3. Mendukung bandwidth yang bervariasi, yaitu 1.4, 3, 5, 10, 15 and 20 MHz. 4. Memiliki arsitektur jaringan yang sederhana, hanya ada enodeb pada evolved UMTS terrestrial radio access (E-UTRAN). 5. Kompatibel dengan teknologi 3GPP sebelumnya dan teknologi lainnya. 6. Mendukung frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD). 2.1.2 Arsitektur Long Term Evolution Arsitektur jaringan LTE dirancang untuk tujuan mendukung trafik packet switching dengan mobilitas tinggi, quality of service (QOS), dan latency yang kecil. Pendekatan packet switching ini memperbolehkan semua layanan termasuk layanan voice menggunakan koneksi paket. Oleh karena itu pada arsitektur jaringan LTE 6

dirancang sesederhana mungkin, yaitu hanya terdiri dari dua node yaitu enodeb dan mobility management entity/gateway (MME/GW). Hal ini sangat berbeda dengan arsitektur teknologi GSM dan UMTS yang memiliki struktur lebih kompleks dengan adanya radio network controller (RNC). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan hanya adanya single node pada jaringan akses adalah pengurangan latency dan distribusi beban proses RNC untuk beberapa enodeb. Pengeliminasian RNC pada jaringan akses memungkinkan karena LTE tidak mendukung soft handover [1]. Arsitektur dasar jaringan LTE dapat dilihat pada Gambar 2.2. MME/SGW MME/SGW S1 S1 S1 S1 X2 enodeb enodeb X2 X2 enodeb Gambar 2.2 Arsitektur dasar jaringan LTE Semua interface jaringan pada LTE adalah berbasis internet protocol (IP). enodeb saling terkoneksi dengan interface X 2 dan terhubung dengan MME/SGW melalui interface S1 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Pada LTE terdapat 2logical gateway, yaitu serving gateway (S-GW) dan packet data network gateway (P-GW). S-GW bertugas untuk melanjutkan dan menerima paket ke dan dari enodeb yang melayani user equipment (UE). P-GW menyediakan interface dengan jaringan 7

UPLINK SC-FDMA packet data network (PDN), seperti internet dan IMS. Selain itu P-GW juga melakukan beberapa fungsi lainnya, seperti alokasi alamat, packet filtering, dan routing. 2.1.3 Aspek Interface Radio LTE Spesifikasi LTE telah ditetapkan oleh 3GPP untuk user equipment (UE) dan enodeb. Adapun spesifikasi teknik LTE yang telah ditetapkan meliputi mode akses radio, teknik akses jamak, mode transmisi MIMO, dan modulasi yang digunakan [2]. 2.1.3.1 Teknik Akses Pada LTE teknik akses yang digunakan pada transmisi dalam arah downlink dan uplink berbeda. Arah downlink adalah arah komunikasi dari enodeb ke UE, sementara arah uplink adalah arah dari UE menuju enodeb seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Pada arah downlink teknik akses yang digunakan adalah orthogonal frequency division modulation access (OFDMA) dan pada arah uplink teknik akses yang digunakan adalah single carrier frequency division multiple access (SC-FDMA). OFDMA adalah variasi dari orthogonal frequency division modulation (OFDM). enodeb DOWNLINK OFDMA UE Gambar 2.3 Arah transmisi downlink dan uplink Pada teknik OFDM setiap subcarrier adalah orthogonal sehingga akan menghemat spektrum frekuensi dan setiap subcarrier tidak akan saling 8

mempengaruhi. Akan tetapi salah satu kelemahan teknik akses ini adalah tingginya peak average power ratio (PAPR) yang dibutuhkan. Tingginya PAPR dalam OFDM membuat 3GPP melihat skema teknik akses yang berbeda pada arah uplink karena akan sangat mempengaruhi konsumsi daya pada UE sehingga pada arah uplink LTE menggunakan teknik SC-FDMA. SC-FDMA dipilih karena teknik ini mengkombinasikan keunggulan PAPR yang rendah dengan daya tahan terhadap gangguan lintasan jamak dan alokasi frekuensi yang fleksibel dari OFDMA [2][20]. 2.1.3.2 Mode Akses Radio Pada komunikasi seluler sangat penting untuk mempertimbangkan kemampuan jaringan untuk melakukan komunikasi dalam dua arah secara simultan atau dikenal dengan istilah komunikasi full duplex. Oleh karena itu untuk dapat melakukan komunikasi dua arah secara simultan, maka dibutuhkan suatu teknik duplex. Pada umumnya terdapat dua teknik duplex yang biasanya digunakan, yaitu frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD). FDD merupakan teknik duplex yang menggunakan dua frekuensi yang berbeda untuk melakukan komunikasi dalam dua arah. Dengan menggunakan FDD dimungkinkan untuk mengirim dan menerima sinyal secara simultan dengan frekuensi yang berbeda-beda. Dengan teknik ini dibutuhkan guard frequency untuk memisahkan frekuensi pengiriman dan penerimaan secara simultan, serta dibutuhkan proses filtering frekuensi yang harus akurat. Sedangkan TDD menggunakan frekuensi tunggal dan frekuensi tersebut digunakan oleh semua kanal untuk melakukan pengiriman dan penerimaan data. Setiap kanal tersebut di-multiplexing dengan menggunakan basis waktu sehingga setiap kanal memiliki time slot yang berbeda [24]. Perbedaan teknik FDD dan TDD dapat dilihat pada Gambar 2.4. 9

Frekuensi Teknik FDD Teknik TDD f do f up f do f up f up f do = frekuensi uplink = frekuensi downlink Waktu Gambar 2.4 FDD dan TDD pada LTE [24] Pada Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa dalam teknik FDD lebih banyak menggunakan spektrum frekuensi yang tersedia. FDD lebih unggul dalam menangani latency dibandingkan TDD karena kanal harus lebih lama menunggu waktu pemprosesan dalam multiplexing. Interface radio LTE mendukung frequency divison duplex dan time divison duplex (TDD), yang masing-masing memiliki struktur frame yang berbeda-beda. Pada LTE terdapat 15 band operasi FDD dan 8 band operasi TDD pada LTE. LTE juga dapat menggunakan fasilitas half-duplex FDD yang mengizinkan sharing hardware di antara uplink dan downlink dimana koneksi uplink dan downlink tidak digunakan secara simultan. LTE dapat menggunakan kembali semua band frekuensi yang digunakan pada UMTS. 2.1.3.3 Konfigurasi Antena Pada LTE Pada LTE terdapat beberapa konfigurasi antena yang digunakan untuk mengoptimasikan kinerja pada arah downlink dalam kondisi link radio yang bervariasi. Konfigurasi ini mengkombinasikan jumlah antenna, baik dibagian pengirim maupun di penerima sesuai dengan tujuan sistem jaringan yang diinginkan, seperti untuk memperbaiki kinerja penerimaan sinyal pada kondisi link radio yang buruk [3][21]. 10

2.1.2.3.1 Single Input Multiple Output (SIMO) Pada konfigurasi ini hanya digunakan satu buah antena pada ENodeB dan user equipment (UE) harus memiliki minimal dua antena penerima seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Konfigurasi ini disebut single input multiple output (SIMO) atau receive diversity. Konfigurasi ini diimplementasikan menggunakan teknik maximum ratio combining (MRC) pada aliran data yang diterima untuk memperbaiki SNR pada kondisi propagasi yang buruk, sehingga sinyal yang akan diproses selanjutnya adalah sinyal dengan kualitas SNR terbaik. Gambar 2.5 Konfigurasi SIMO 2.1.3.3.2 Multiple Input Single Ouput (MISO) Pada mode ini jumlah antena yang digunakan pada sisi penerima lebih dari satu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Konfigurasi Antena ini digunakan untuk skema transmit diversity dan tipe beam forming yang berbeda. Tujuan utama beam forming adalah untuk memperbaiki SNR dan tentunya memperbaiki kapasitas sistem dan daerah layanan [2]. Tx1 Tx2 Rx Gambar 2.6 Konfigurasi MISO 11

2.1.3.3.3 Multiple Input Multiple Output (MIMO) Teknik ini menggunakan antena lebih dari satu, baik di penerima maupun di pengirim. Teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan bit rate dan perbaikan BER. Transmisi dengan teknik MIMO mendukung konfigurasi dua atau empat antena pengirim dan dua atau empat antena penerima. Konfigurasi MIMO yang mungkin pada arah downlink adalah MIMO 2x2, MIMO2x4, MIMO 4x2, dan MIMO 4x4. Akan tetapi UE dengan 4 antena penerima yang dibutuhkan untuk konfigurasi MIMO 4x4 hingga saat ini masih belum diimplementasikan [2]. (a) (b) Gambar 2.7 Konfigurasi MIMO: spatial multiplexing(a) dan transmit diversity (b) Pada umumnya teknik MIMO terdiri atas teknik spatial multiplexing dan transmit diversity seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Teknik spatial multiplexing mengirimkan data yang berbeda pada masing-masing antena pemancar 12

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7(a), sedangkan teknik transmit diversity mengirimkan data yang sama pada masing-masing antena pemancar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8(b). Masing-masing teknik ini memiliki keuntungan tersendiri tergantung dari skenario yang ada. Misalnya, pada beban jaringan yang tinggi atau pada tepi sel, teknik spatial multiplexing keuntungan yang terbatas karena pada kondisi ini kondisi SNR cukup buruk. Sebaliknya teknik transmit diversity seharusnya digunakan untuk memperbaiki SNR dengan beamforming. Selanjutnya pada skenario dimana kondisi SNR tinggi, misalnya pada sel yang kecil, maka spatial multiplexing lebih baik digunakan untuk memberikan bit rate yang tinggi [2]. 2.1.3.4 Adaptive Modulation coding (AMC) LTE menggunakan modulasi dan pengkodean adaptif AMC untuk memperbaiki throughput. Teknik ini memvariasikan teknik modulasi dan pengkodean yang digunakan sesuai dengan kondisi kanal dari masing-masing user. Apabila kondisi link baik, LTE akan menggunakan teknik modulasi tingkat tinggi (lebih banyak bit/simbol), dimana akan meningkatkan kapasitas dan bit rate jaringan. Sebaliknya ketika kondisi kanal buruk misalnya akibat fading, maka LTE dapat merubahnya ke teknik modulasi tingkat lebih rendah untuk menjaga link margin radio yang sudah ditetapkan. Pada LTE digunakan 3 jenis modulasi, yaitu QPSK, 16- QAM, dan 64- QAM [4]. 2.2 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) OFDM atau singkatan dari orthogonal frequency division multiplexing merupakan metode modulasi multicarrier yang telah berhasil dikembangkan pada teknologi wireline, seperti digital subscriber line (DSL). OFDM adalah teknologi yang sangat tepat digunakan untuk lingkungan komunikasi mobile untuk bit rate yang tinggi. OFDM membagi aliran data seri dengan laju yang tinggi menjadi aliran data paralel dengan laju data yang rendah dan masing-masing laju data tersebut dimodulasi dengan carrier yang berbeda-beda. Durasi simbol sumber dari suatu data serial akan dikonversikan ke bentuk paralel menjadi durasi simbol OFDM yang dinyatakan seperti pada persamaan 2.1. (2.1) 13

Dimana N adalah jumlah subcarrier, T s adalah periode simbol OFDM, dan T d periode simbol sumber. OFDM merupakan teknik pengembangan dari frequency division multiplexing (FDM). Pada teknik FDM, subcarrier ini dibuat tidak saling overlapping seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Sedangkan pada OFDM setiap subcarrier memiliki frekuensi orthogonal sehingga memungkinkan kedua subcarrier saling overlap dan sangat menghemat spektrum frekuensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 [5]. Gambar 2.8 Sinyal subcarrier yang nonorthogonal Pada Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa OFDM menghindari rugi-rugi atau efisiensi bandwidth karena tidak ada jarak bandwidth di antara subcarrier dan hal ini memberikan keuntungan yang besar untuk teknik OFDM dibandingkan dengan teknik lainnya. f = 1 / Ts Amplitudo Gambar 2.9 Spektrum frekuensi subcarrier yang saling othogonal pada OFDM Frekuensi 14

Pada Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa jarak setiap frekuensi subcarrier agar orthogonal minimal harus dipisahkan sejauh 1/Ts dan dapat dinyatakan pada persamaan 2.2. (2.2) Orthogonal mengandung arti hubungan matematis antara frekuensi subcarrier. Hubungan matematis dari orthogonalitas dari subcarrier dituliskan seperti pada persamaan 2.3 [16]. (2.3) Misalkan terdapat dua buah subcarrier yang diwakilkan dengan persamaan, maka subcarrier tersebut dikatakan orthogonal jika perkalian dari periode dasar bersama mereka adalah nol seperti pada persamaan 2.4. (2.4) Sinyal yang ditransmisikan X k dapat diterima kembali pada receiver dengan menggunakan teknik korelasi sesuai dengan persamaan 2.5 [17]. 15

(2.5) Salah satu masalah pada komunikasi bergerak adalah adanya intersymbol interference (ISI) akibat adanya peristiwa multipath. Keuntungan utama dari OFDM adalah periode simbol OFDM lebih besar karena kecepatan transmisi di tiap subcarrier lebih rendah, sehingga kesensitifan terhadap peristiwa delay spread (Penyebaran sinyal yang tertunda) menjadi sangat berkurang. Hal ini akan menjadikan teknik OFDM dapat mengurangi pengaruh ISI. Selain itu Guard interval juga dapat disisipkan di antara simbol-simbol OFDM. Apabila guard interval lebih besar dari lebar waktu tunda multipath maka ISI akan dapat dihilangkan [2][18]. Pada umumnya kanal multipath memiliki suatu bandwidth, dimana variasi kanalnya yang relatif sama. Bandwidth ini dinamakan coherence bandwidth. Ketika sinyal-sinyal ditransmisikan melalui suatu kanal, apabila coherence bandwidth lebih kecil dibandingkan dengan bandwidth sinyal yang ditransmisikan, kanal tersebut disebut frequency selective channel. Pada kasus ini, sinyal tersebut akan terdistorsi atau mengalami pelemahan daya secara tidak seragam pada beberapa frekuensi tertentu. Sebaliknya jika coherence bandwidth lebih besar dibandingkan dengan bandwidth sinyal yang ditransmisikan, kanal tersebut disebut frequency non selective atau flat channel. Kanal ini akan mengakibatkan pelemahan daya secara seragam. Pelemahan daya akibat flat channel lebih mudah dikendalikan, sehingga kinerja sistem dapat ditingkatkan. Teknologi OFDM dapat mengubah frequency selective menjadi flat channel, karena transmisi menggunakan subcarrier dengan jumlah yang banyak sehingga kecepatan di setiap subcarrier sangat rendah dan bandwidth di setiap subcarrier sangat sempit dan lebih kecil dari coherence bandwidth [2][18]. 16

2.2.1 Sistem Tranceiver OFDM Prinsip kerja teknik OFDM adalah membagi deretan data serial laju yang tinggi ke dalam sejumlah deretan data paralel dengan laju yang lebih rendah dan kemudian ditransmisikan menggunakan subcarrier yang saling orthogonal. Adapun diagram blok dari tranceiver OFDM ditunjukkan oleh Gambar 2.10. Gambar 2.10 Sistem tranceiver OFDM Pada Gambar 2.10 dapat dilihat bahwa proses yang terjadi pada tranceiver meliputi proses serial to parallel converter, modulasi, IFFT, penambahan cyclic prefix (CP), serta proses parallel to serial converter, pemindahan cyclic prefix (CP), serial to parallel converter, FFT, demodulator, dan parallel to serial converter. 2.2.2.1 Transmiter OFDM Gambar 2.11 menunjukkan blok transmiter OFDM. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses yang terjadi pada transmitter, yaitu serial to parallel converter, modulasi, inverse fast fourier transform (IFFT), penambahan cyclic prefix (CP), serta proses parallel to serial converter. 17

Gambar 2.11 Transmitter OFDM Data yang masuk dengan kecepatan R pada serial to parallel converter akan memiliki kecepatan R / Nc pada setiap jalur paralel, dimana Nc adalah jumlah jalur paralel atau subcarrier. Misalkan data yang masuk adalah [ X(0), X(1),...,X(N-1) ], maka data tersebut akan dipisahkan menjadi beberapa bagian, yaitu X(0), X(1),..., X(N-1). Kemudian data tersebut dimodulasi dengan subcarrier yang berbeda-beda dengan masing-masing subcarrier dipisahkan sejauh f, maka sinyal termodulasi dinyatakan pada persamaan 2.6 [8] :, 0 t T s (2.6) Dimana X(k) adalah simbol paralel yang dikirim pada subcarrier ke-k yang dimodulasi dengan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12. j f k t e 2 X(0) X(0),.., X(N-1) S/P X(1) N 1 j2 f t S( t) X( k) e k k 0 X(2) Gambar 2.12 Proses konversi serial to parallel dan modulasi Setiap subcarrier memiliki frekuensi seperti pada persamaan 2.7. (2.7) 18

Kemudian sinyal hasil modulasi dimasukkan dalam blok IFFT untuk mengubah sinyal dalam domain frekuensi ke dalam sinyal domain waktu yang menghasilkan sinyal keluaran IFFT. Hal ini dilakukan dengan melakukan sampling pada persamaan S(t) dengan menggunakan kecepatan sampling 1/T d seperti pada persamaan 2.8 [8]., ( 2.8 ) Selanjutnya sinyal ini dikonversikan kembali ke serial dengan menggunakan parallel to serial converter. 2.2.2.2 Receiver OFDM Gambar 2.13 menunjukkan diagram blok receiver OFDM. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses yang terjadi pada receiver, meliputi pembuangan cyclic prefix (CP), serial to paralel converter, fast fourier transform (FFT), demodulasi, serta proses parallel to serial converter. Gambar 2.13 Sistem receiver OFDM Sinyal keluaran dari FFT dan demodulator dapat ditulis seperti pada persamaan 2.9 [8]., (2.9) dimana N 0 adalah noise dan N adalah jumlah subcarrier. Apabila tidak ada noise pada kanal, maka persamaan menjadi seperti pada persamaan 2.5. 19

(2.10) 2.3 Kanal AWGN Kanal AWGN merupakan kanal ideal yang memiliki bandwidth tidak terbatas dan respon frekuensinya tetap untuk segala frekuensi sehingga tidak menimbulkan distorsi atau perubahan sinyal yang dikirimkan. Kanal ini memiliki white noise dengan kerapatan spektrum yang tetap dan amplitudo terdistribusi Gaussian. Kanal ini tidak melibatkan pengaruh fading, interferensi, ketidaklineran kanal atau dispersi. White noise ini berasal dari berbagai sumber, seperti thermal noise atom dalam konduktor, shot noise, radiasi bumi atau objek lainnya, serta panas matahari [5 ]. Apabila sinyal s(t) dikirimkan melewati kanal AWGN n(t), maka sinyal yang tiba di penerima r(t) dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.11. r(t) = s (t) + n(t) (2.11) White noise memiliki kerapatan noise yang sama untuk setiap frekuensi seperti Gambar 2.14 dan dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.12 [13] (2.12) Dimana No adalah konstanta dan sering disebut kerapatan daya noise. Power Spectrum Density Kerapatan Daya No / 2 ( b ) Frekuensi f Gambar 2.14 Fungsi kerapatan daya AWGN 20

Pola kemunculan noise AWGN dianggap terdistribusi Gaussian dengan nilai rata-rata (μ) adalah nol dan variansi tergantung dari rapat daya yang diperkirakan dari noise tersebut seperti pada Gambar 2.14. Fungsi kerapatan probabilitas dapat ditunjukkan persamaan 2.13 [12]. (2.13) σ 2 = N 0 /2 dan No= ktb, sehingga σ 2 = ktb/2. Dimana : f(x) = Fungsi kepadatan probabilitas σ 2 = Variansi μ = rataan (mean), nilainya 0 x = variabel (tegangan atau daya sinyal) k = konstanta Boltzman (1,38 x 10-23 JK -1 ) T = Temperatur (Kelvin) B = Bandwidth (Hz) 2.4 Modulasi dan Teknik Modulasi Adaptif Pada LTE dengan Teknik modulasi Adaptif yang mampu menyesuaikan jenis modulasi sesuai dengan kondisi link saat itu. Modulasi yang dapat digunakan, yaitu QPSK, 16-QAM, dan 64-QAM 2.4.1 Modulasi Modulasi adalah proses pengkodean informasi dari sumber pesan dengan cara yang sesuai dengan proses transmisi. Pada modulasi digunakan sinyal carrier yang yang memiliki nilai frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai frekuensi sinyal pesan. Sinyal pesan disebut sebagai sinyal pemodulasi dan sinyal carrier disebut sinyal termodulasi. Pada umumnya modulasi dapat dilakukan dengan mengubah-ubah amplitudo, fasa, atau frekuensi dari sinyal carrier sesuai dengan amplitudo sinyal pesan [10]. Akan tetapi pada perkembangannya teknik modulasi sudah dapat mengkombinasikan perubahan amplitudo, fasa, dan frekuensi dalam suatu teknik modulasi. Adapun jenis-jenis modulasi yang digunakan pada teknologi LTE dalam arah downlink adalah QPSK, 16-QAM, dan 64-QAM. Perbedaan bit rate dan jumlah bit per simbol modulasi pada LTE ditunjukkan pada Tabel 2.1 21

Tabel 2.1 Perbandingan beberapa jenis modulasi pada LTE Jenis Modulasi Jumlah Bit /Simbol Bit rate QPSK 2 R 16-QAM 4 2R 64-QAM 6 3R Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa modulasi 64-QAM memiliki jumlah bit untuk membentuk satu simbol dibandingkan dengan modulasi lainnya sehingga memiliki bitrate tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan bit rate QPSK dan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan bitrate 16-QAM. 2.4.1.1 Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Teknik modulasi QPSK merupakan teknik modulasi pemetaan fasa yang mentransmisikan 2 bit pada setiap simbolnya sehingga teknik modulasi ini memiliki esifiensi bandwidth dua kali lebih baik dibandingkan BPSK. Sinyal QPSK untuk keadaan setiap simbol ditunjukkan oleh persamaan 2.14 [6]. (2.14) Dimana Ts adalah durasi dari simbol dan nilainya dua kali periode bit dan adalah energi sinyal. Dengan menggunakan rumus trigonometri, persamaan di atas dapat dituliskan seperti persamaan 2.15 [6]. ( 2.15) Karena sinyal QPSK dihasilkan oleh dua sinyal sinyal BPSK, maka untuk membedakan kedua sinyal tersebut digunakan dua sinyal carrier yang saling orthogonal, yaitu gelombang sinus dan cosinus dan dirumuskan pada persamaan 2.16 dan persamaan 2.17 [6]. 22

(2.16) (2.17) Kemudian subtitusi persamaan 2.16 dan 2.17 ke persamaan 2.15, sehingga persamaan sinyal QPSK dengan 4 keadaan dapat dinyatakan dengan persamaan 2.18 [6]. (2.18) Gambar 2.15 Modulator QPSK Pada Gambar 2.15 ditunjukkan skema modulator QPSK dan dapat dilihat bahwa sinyal input data terlebih dahulu dikonversikan ke bentuk paralel dengan masingmasing terdiri atas 2 bit, kemudian sinyal tersebut melalui low pass filter (LPF) dan selanjutnya melalui osilator lokal dengan frekuensi sinyal carrier berbeda fasa 90. Karena dalam satu simbol terdapat 2 bit, maka kemungkinan terdiri 4 kombinasi bit yang membentuk 1 simbol, yaitu 00, 01, 10, 11. Adapun Pemetaan bit tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.2. 23

Tabel 2.2 Pemetaan bit pada modulasi QPSK Kombinasi Bit Besar Fasa Resultan Amplitudo 11 π/4 01 3π/4 00 5π/4 01 7π/4 Secara konstelasi sinyal QPSK dapat direpresentasikan menggunakan dua dimensi diagram kontelasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16. Gambar 2.16 Konstelasi sinyal QPSK 2.4.1.2 Quadratute Amplitude Modulation (QAM) Pada modulasi M-QAM, amplitudo dari sinyal yang ditransmisikan dijaga tetap konstan. Dengan membuat amplitudo dan fasa berubah-ubah, suatu teknik modulasi quadrature amplitude modulation (QAM) diperoleh. Bentuk umum sinyal M-QAM ditunjukkan oleh persamaan 2.19 [6]. (2.19) Dimana E min adalah energi dari sinyal pada amplitudo terendah dan a i,b i adalah bilangan integer yang dipilih sesuai dengan letak titik sinyal. Nilai (a i, b i ) minimum adalah (±1,±1), dimana i = 1,2,, M. a i, b i adalah elemen dari matriks L x L dengan L = seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.20 [6]. 24

(2.20) Misalkan untuk 16-QAM (M = 4), maka matriks L x L dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.21. (2.21) Konstelasi sinyal 16-QAM dan 64-QAM dapat dilihat pada Gambar 2.17. Imaginer ( a ) Imaginer ( b) Gambar 2.17 Konstelasi sinyal 16-QAM (a) dan 64-QAM (b) 25

Pada Gambar 2.17 dapat dilihat bahwa pada modulasi 16-QAM terdapat 16 simbol yang berbeda dengan masing-masing simbol terdiri atas 4 bit. Sementara untuk 64- QAM terdapat 64 simbol yang berbeda dengan masing-masing simbol terdiri atas 6 bit. Pada modulasi M- QAM, alphabet α yang digunakan memenuhi persamaan 2.22. α M-QAM = [±( 2m- 1 ) ± ( 2m-1 )] (2.22) dimana m Є { 1,..., }. Maka dapat ditentukan besar alphabet α dari modulasi 16- QAM dan 64-QAM dinyatakan seperti pada persamaan 2.23 dan persamaan 2.24 [6]. (2.23) (2.24) Jadi total energi pada konstelasi M-QAM dapat dirumuskan seperti pada persamaan 2.25. Masing masing alphabet digunakan kali pada konstelasi sehingga untuk mendapatkan energi rata-rata dari konstelasi simbol dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.26. (2.26) 26

Energi rata-rata untuk 16-QAM adalah dan energi rata-rata untuk 64-QAM =. Oleh karena itu, untuk menormalisasi energi ratarata menjadi satu, maka digunakan faktor skala, untuk modulasi 16-QAM dan untuk modulasi 64-QAM [21]. 2.4.2 Teknik Modulasi Adaptif Sistem modulasi adaptif melakukan perubahan jenis modulasi sesuai dengan kondisi link radio saat itu. Misalkan, saat kondisi link radio baik, maka akan meningkatkan nilai SNR sehingga dapat digunakan teknik modulasi yang menghasilkan bit rate tertinggi dengan BER yang rendah. Saat link radio buruk akan menurunkan nilai SNR sehingga memaksa penggunaan teknik modulasi dengan bit rate yang lebih rendah untuk mempertahankan reabilitas link. Ketika kondisi link baik maka modulasi 64-QAM akan dipilih untuk digunakan daripada modulasi QPSK karena memiliki bit rate lebih cepat. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 2.18. Pada Gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin dekat daerah layanan dengan antena pengirim, maka digunakan modulasi dengan level lebih tinggi sehingga digunakan bit rate yang lebih tinggi. Modulasi adaptif memungkinkan adanya efisiensi spektrum dan kekebalan transmisi pada kondisi kanal yang bervariasi terhadap waktu [12]. Gambar 2.18 Penggunaan modulasi adaptif pada kondisi link radio yang berbeda 27

Pada teknik modulasi adaptif receiver akan mengirimkan channel quality indicator (CQI) berisi level SNR kepada transmitter dan nilai tersebut akan dibandingkan dengan nilai threshold SNR dan standar BER yang ditetapkan sebelumnya sehingga pengirim akan memutuskan untuk mengubah jenis modulasi pada transmisi berikutnya sesuai dengan informasi yang diterimanya dari penerima. 2.5 Teknik Transmisi Antena MIMO MIMO adalah antena cerdas yang menggunakan antena lebih dari satu, baik pada sisi transmitter ataupun receiver untuk memperbaiki kinerja komunikasi link radio seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.19. Teknologi MIMO sudah diimplementasikan pada standar teknologi komunikasi wireless seperti 3GPP LTE atau wimax karena teknologi ini menawarkan peningkatan throughput data secara signifikan dan jangkauan link tanpa penambahan bandwidth atau daya pancar. Teknologi ini memberikan efisiensi spektrum dan reabilitas link yang tinggi karena dapat mengurangi pengaruh fading [7]. Dengan Antena MIMO, maka interferensi yang sering mengganggu pada komunikasi seluler dapat ditekan sehingga dapat menaikkan signal to noise ratio (SNR). Selain itu kombinasi teknik OFDM dan MIMO atau MIMO-OFDM telah memberikan efisiensi spektrum yang tinggi karena OFDM membagi data serial dengan frekuensi tinggi menjadi data paralel dengan laju rendah yang dimodulasi menggunakan subcarrier-subcarrier dengan frekuensi yang orthogonal. Gambar 2.19 Antena MIMO 3x3 MIMO dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu teknik transmit diversity dan spatial multiplexing dan pemilihan ini tergantung pada kondisi kanal. Transmit diversity meningkatkan coverage dan quality of service (QOS) karena mengirimkan 28

aliran data yang sama ke penerima, sedangkan spatial multiplexing meningkatkan efisiensi spektrum karena mengirimkan aliran data secara independen dan terpisah pada masing-masing antena. Mode Operasi MIMO terdiri atas dua jenis, yaitu open loop dan closed loop. Pada MIMO-open loop system hanya mengetahui channel state information (CSI) pada sisi penerima, sedangkan MIMO-closed loop sudah mengetahui CSI pada sisi transmitter yang dapat digunakan untuk memperbaiki throughput dan reabilitas dari sistem. Teknik open loop pada spatial multiplexing menerapkan strategi pendeteksian pada sisi penerima secara linear, seperti zero forcing (ZF) dan minimum mean square error (MMSE), atau secara nonlinear, misalnya maximum likehood (ML), successive interference cancellation (SIC) atau parallel interference cancellation (PIC). Sementara Untuk teknik transmit diversity, misalnya space time block coding (STBC) dan space frequency block coding (SFBC). Teknik STBC yang cukup popular saat ini adalah teknik yang diperkenalkan alamouti dan selanjutnya dikembangkan menjadi teknik orthogonal space time block coding (OSTBC) untuk jumlah antena pemancar di transmitter lebih dari dua [7]. 2.5.1 Space Frequency Block Coding (SFBC) Teknik transmit diversity dimplementasikan dengan menggunakan space frequency block coding (SFBC) dan space time block coding (STBC). SFBC hampir memiliki kesamaan dengan teknik space time block coding (STBC) yang dikenal dengan alamouti code. Akan tetapi perbedaannya terletak pada domainnya, dimana SFBC berada pada domain frekuensi, sedangkan STBC berada dalam domain waktu [8]. STBC digunakan pada UMTS, tetapi pada LTE jumlah simbol OFDM pada suatu subframe selalu berjumlah ganjil, sementara STBC menggunakan pasanganpasangan simbol yang berpasangan pada domain waktu. Oleh karena itu teknik STBC tidak digunakan pada teknologi LTE [9]. Simbol-simbol yang ditransmisikan dari dua antena pengirim pada subcarrier yang berdekatan pada teknik SFBC dapat dituliskan sebagai berikut : 29

Antena = frekuensi dimana menyatakan simbol yang dikirimkan pada port antena ke-p pada subcarrier ke-k. Pada persamaan di atas dapat dilihat pada antena pertama dikirimkan S 0 dan S 1 pada frekuensi yang berbeda dan pada antena kedua dikirimkan simbol dan yang merupakan hasil konjugasi dari sinyal asli. Pada Gambar 2.20 dapat dilihat kombinasi SFBC dengan dua antena pengirim dan satu antena penerima. S0 S1 H11 S0 S1 Tx1 Tx2 H12 Rx -S1* S0* Gambar 2.20 Proses pengkodean SFBC dengan dua antena pengirim Pada Gambar 2.20 dapat dilihat bahwa sinyal yang sama dikirimkan pada kedua antena kemudian dipancarkan melewati antena yang berbeda. Sinyal yang dipancarkan oleh kedua antena tersebut melewati lintasan yang berbeda dan diasumsikan terdapat bahwa kanal adalah kanal fading, maka persamaan matematis dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.27 dan 2.28 [10]. (2.27) (2.28) Sinyal yang diterima pada penerima dinyatakan seperti pada persamaan 2.29 [1][10]: Y = HS + N (2.29) Subtitusikan persamaan 2.27 dan 2.28 ke persamaan 2.29. [ Y 0 Y 1 ]= [ H 11 H 12 ] 30

(2.30) (2.31) Dimana N 0 dan N 1 adalah noise AWGN, H adalah matriks kanal MIMO, dan Y 0, Y 1 merupakan sinyal yang diterima pada frekuensi yang berbeda. Kemudian kedua sinyal tersebut masuk ke bagian combiner dan hasil sinyal yang dikombinasikan dinyatakan seperti pada persamaan 2.32 [10]. (2.32) dimana dan merupakan hasil akhir sinyal yang diterima di receiver pada proses pengiriman simbol S 0 dan S 1. 31