Pencucian Secara Kimia Membran Ultrafiltrasi Sistem Aliran Cross Flow Pada Proses Penyaringan Air Terproduksi

dokumen-dokumen yang mirip
Pencucian Secara Kimia Membran Ultrafiltrasi Sistem Aliran Cross Flow Pada Proses Penyaringan Air Terproduksi

PENGARUH PENCUCIAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI MENGGUNAKAN SURFACTAN DAN NaOH PADA PROSES PENYARINGAN AIR TERPRODUKSI

BAB III. Aliran Sirkulasi Permeat. Membran Ultrafiltrasi Selulosa Asetat. Pompa Penampung Permeat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Laboratorium Lingkungan Jurusan S1 Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5, Simpang Baru, Panam, Pekanbaru 28293

Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5 : 2 (November 2016) 1-7.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DEGUMMING CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI

I 0.00% E % % % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Pendahuluan ABSTRACT

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN (MEM)

Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan

Abstrak. 1. Pendahuluan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN MEMBRAN: PENGARUH WAKTU PENGADUKAN PELAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT TERHADAP KINERJA MEMBRAN

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016

EFFISIENSI COOLING POND UNTUK PENURUNAN KONSENTRASI PHENOL PADA SISTEM PENGOLAHAN AIR BUANGAN

PEMISAHAN LIMBAH CAIR KROM HASIL

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI

EFEKTIFITAS SURFAKTAN DAN RECOVERY MEMBRAN DALAM DIFUSI FENOL ANTAR FASA TANPA ZAT PEMBAWA. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh KHAIRUNNISSA NO.

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

KINERJA MEMBRAN KERAMIK BERBASIS TANAH LIAT, ZEOLIT DAN SERBUK BESI DALAM PENURUNAN KADAR FENOL

PENGARUH KOMBINASI PROSES PRETREATMENT (KOAGULASI-FLOKULASI) DAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS UNTUK PENGOLAHAN AIR PAYAU

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

PEMANFAATAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI KOAGULAN PADA PENGOLAHAN AIR PAYAU MENJADI AIR MINUM MENGGUNAKAN PROSES KOAGULASI ULTRAFILTRASI

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

Pokok Bahasan XI PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

DEGUMMING DAN PENYISIHAN FFA DARI CPO PARIT DENGAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI SISTEM ALIRAN CROSS-FLOW

Pengolahan Limbah Cair Industri Karet Dengan Kombinasi Proses Pretreatment Dan Membran Ultrafiltrasi

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI Cr(VI) DARI ALIRAN LIMBAH ELEKTROPLATING DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR EMULSI TESIS MAGIS'1'ER. .

Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Panam, Pekanbaru

LAPORAN AKHIR. Laporan Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat. Menyelesaikan pendidikan Diploma III. Pada Jurusan Teknik Kimia.

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN

Abstrak. Kata kunci: Flotasi; Ozon; Polyaluminum chloride, Sodium Lauril Sulfat.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium

SAT. Pembuatan Zat Warna Alami dari Kunyit dengan Membran Ultrafiltrasi. Syarfi. 1. Pendahuluan. Jurnal Teknobiologi, IV(1) 2013: 29 33

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MINYAK BUMI PADA JOB PERTAMINA-MEDCO E & P TOMORI SULAWESI KABUPATEN MOROWALI UTARA PROVINSI SULAWESI TENGAH

Pemisahan Emulsi Minyak Dalam Air dengan Membran Berslot Mode Operasi Dead End

PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENYISIHAN COD LIMBAH CAIR PKS DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 1, 2004,

PENGAMBILAN MINERAL ELEKTROLIT DARI LIMBAH GARAM (BITTERN) UNTUK SUPLEMEN MINERAL IONIC PADA AIR MINUM

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 3% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

Uji Selektifitas Transpor Fenol Melalui Teknik Membran Cair Fasa Ruah

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 4% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LAPORAN AKHIR MEMBRAN POLYSULFONES ASIMETRIK UNTUK PENGOLAHAN AIR SUMUR KERUH SECARA ULTRAFILTRASI

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan

PENURUNAN WARNA REAKTIF DENGAN PENGOLAHAN KOMBINASI KOAGULAN PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

Pengaruh Steam Quality Terhadap Produksi Minyak di PT CPI. Abstract

KEMAMPUAN MEMBRAN HIBRID NILON 6,6-KAOLIN UNTUK MENGURANGI INTENSITAS WARNA AIR GAMBUT

Nurandani Hardyanti *), Sudarno *), Fikroh Amali *) Keywords : ammonia, THMs, biofilter, bioreactor, honey tube, ultrafiltration, hollow fiber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. Metodologi Penelitian

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK PEMBEKUAN FILLET IKAN KAKAP MERAH

Variasi Konsentrasi Larutan Dan ph Larutan Sodium Dodesil Sulfat Terhadap Proses Pemisahan Pada Membran Selulosa Asetat

JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 2, No. 1, (2013) ( X Print) 1

PROSES PEMISAHAN ION NATRIUM (Na) DAN MAGNESIUM (Mg) DALAM BITTERN (BUANGAN) INDUSTRI GARAM DENGAN MEMBRAN ELEKTRODIALISIS

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 2% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

STUDI TENTANG BAHAN PENIMBUL FOULING DAN CARA PEMISAHANNYA PADA CELLULOSA ACETATE BLEND MEMBRAN RO

EFEKTIVITAS POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM MENURUNKAN TOKSISITAS LEACHATE (AIR LINDI) DENGAN BIOINDIKATOR IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

Evaluasi Efisiensi Proses Crude Oil Dehydtation di CGS 5 Lapangan X Provinsi Riau

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

ANALISIS PENGOLAHAN HASIL SAMPING N₂O DENGAN KARBON AKTIF DAN SEDIMENTASI UNTUK MENURUNKAN NILAI TDS DAN TSS

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

LAPORAN AKHIR EFEKTIVITAS MEMBRAN KERAMIK BERBASIS TANAH LIAT, ZEOLIT, PASIR SILIKA DAN SERBUK BESI PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT (POME)

VOLUME 5 NO. 1, JUNI 2009

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri

Transkripsi:

Pencucian Secara Kimia Membran Ultrafiltrasi Sistem Aliran Cross Flow Pada Proses Penyaringan Air Terproduksi Anggi Dwi Saputra, Syarfi, Khairat Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya Panam Pekanbaru 28293 Email: Matsighiru@yahoo.com Abstract Produced water is water that obtained from the process of oil mining. Based on the characteristic that the produced water is classified as to the wastewater, required treatment before being discharged into water bodies. One of the alternative technologies that can be used for produced water treatment is membrane technology. The main challenge in the use of membrane technology is fouling. This research aims to study the trans-membrane pressure on flux, study the effectiveness and efficiency of NaOH and detergent in the regeneration process of ultrafiltration membranes on operation filtration of produced water. The study was conducted using ultrafiltration membranes by feeding produced water. The method used is by varying the operating pressure of 0.5 bar and 1 bar, variations in the concentration of NaOH and Detergents 0.5%, 1% and 1,5%. Filtration process of produced water lasted for 120 minutes and each leaching time is 30 minutes, the highest effectiveness rate of 30.55% obtained by using detergent 1.5%, the highest leaching efficiency based on flux recovery value is 69.66% and 30.55% for removal resistance, the highest flux value after chemical leaching obtained 0.8950 ml/menit.cm2 in trans-membrane pressure of 0.6 bar and the concentration of the detergent 1.5%. Keywords: Cross flow; Detergen; NaOH; Produced water; Ultrafiltration. Abstrak Air terproduksi adalah air yang dihasil dari proses pertambangan minyak bumi. Air terproduksi berdasarkan karakteristiknya tergolong dalam limbah cair, diperlukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air. Salah satu teknologi alternatif yang dapat digunakan untuk pengolahan air terproduksi adalah teknologi membran. Tantangan utama dalam penggunaan teknologi membran adalah fouling. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tekanan transmembran terhadap fluks, mempelajari efektifitas dan efisiensi bahan pencuci NaOH dan Detergen dalam proses regenerasi membran ultrafiltrasi pada operasi penyaringan air terproduksi. Penelitian dilakukan menggunakan membran ultrafiltrasi dengan umpan air terproduksi. Metoda yang digunakan adalah dengan memvariasikan tekanan operasi 0,5 bar dan 1 bar, variasi konsentrasi NaOH dan Detergen 0,5%, 1% dan 1,5%. Proses penyaringan air terproduksi berlangsung selama 120 menit dan waktu masing-masing pencucian adalah 30 menit, tingkat efektifitas pencucian tertinggi didapat 30,55% menggunakan detergen 1,5%, efisiensi pencucian tertinggi berdasarkan nilai flux recovery 69,66% dan berdasarkan nilai resistance removal 30,55%, nilai fluks tertinggi setelah dilakukan pencucian kimia didapat 0,8950 ml/menit.cm 2 pada tekanan trans-membran 0,6 bar dan konsentrasi bahan kimia pencuci detergen 1,5%. Kata kunci: Cross flow; Detergen; NaOH; Produced water; Ultrafiltration.

P-4 P-4 P-3 P-2 P-1 P-3 V-1 1 2 3 Bar P-5 4 5 P-2 P-6 1 2 3 Bar 4 5 V-1 P-5 1. Pendahuluan Air terproduksi adalah air yang didapat dari hasil proses pertambangan minyak bumi yang terangkat ke permukaan. Air terproduksi dari proses pertambangan biasanya mengandung partikel padat yang berasal dari reservoir, nonemulsified oil, stable emulsified oil, insoluble solid, karbon, cat, NH 3, H 2 S, fenol, COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biology Oxygen Demand) serta beberapa logam berat. Berdasarkan karakteristik di atas maka air terproduksi tergolong dalam limbah cair yang dihasilkan dari proses pertambangan migas dan akan berbahaya bila limbah ini langsung dibuang ke badan air. Teknologi membran adalah salah satu teknologi pengolahan air, dimana membran mampu memisahkan komponen kimia secara spesifik, dapat beroperasi pada suhu rendah, kontinu, hemat energi, prosesnya tidak destruktif terhadap zat-zat yang dipisahkan dan tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan sehingga dapat disebut sebagai clean technology. Perkembangan pesat industri menuntut perbaikan teknologi ke arah yang lebih baik lagi, yaitu meminimalkan kelemahankelemahan yang dapat menurunkan kinerja membran ultrafiltrasi. Permasalahan umum yang sering terjadi pada membran yakni terjadinya fouling karena akumulasi material yang tertahan pada membran. Fouling diduga dapat direduksi dengan tindakan pencucian menggunakan chemical agent cleaning seperti Detergen dan NaOH. Detergen adalah pembersih sintetis campuran berbagai bahan, seperti surfaktan yang merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). NaOH sangat tepat sebagai zat pembersih untuk silica, koloid anorganic dan foulant dari material organik/biologi [Scott, 1995]. Penelitian ini akan mempelajari tekanan trans-membran terhadap fluks, mempelajari efektifitas dan efisiensi bahan kimia pencuci NaOH dan Detergen dalam proses regenerasi membran ultrafiltrasi pada operasi penyaringan air terproduksi. Dalam mengkaji tingkat efektifitas NaOH dan Detergen untuk proses pencucian membran pada operasi penyaringan air terproduksi. Ada dua parameter yang perlu diamati sebagai metoda pengendali fouling, yakni tekanan operasi transmembran dan konsentrasi bahan kimia pencuci. 2. Metode Penelitian Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Air terproduksi (air formasi) yang berasal dari sumur minyak (reservoar) lapangan duri setelah dilakukan proses pemisahan antara minyak dan air di CGS-1 (Central Gathering Station-1). b. Bahan kimia NaOH dan Detergen sebagai chemical cleaning agent. c. Aquades sebagai bahan pembilas. Peralatan yang digunakan adalah satu unit modul membran ultrafiltrasi, pompa jenis diafragma, timbangan analitik, stopwatch. gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, gelas beaker, ember penampung, derigen ukuran 5 L dan 35 L. 5 Umpan 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 Tangki Umpan Air Terproduksi L Pompa E-4 Control Valve (V1) E-1 Pressur Gauge Inlet (P1) Retentat Membran Ultrafiltrasi E-5 Permeat Pressur Gauge Outlet (P2) Control Valve (V2) ml 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 E-3 100 E-2 Gelas Ukur Permeat Gambar 1. Diagram alir penyaringan air terproduksi sistem aliran cross flow

Variabel penelitian ini terdiri atas variabel tetap dan variabel tidak tetap. Variabel tetap : Waktu untuk pembilasan dengan aquades, t = 30 menit. Waktu untuk pemisahan air terproduksi, t = 120 menit. Waktu untuk pencucian menggunakan Chemical cleaning agent (NaOH dan Detergen), t = 30 menit. Variabel tidak tetap : Perlakuan pada air terproduksi dengan memvariasikan tekanan pompa: P = 0,5 bar & 1 bar. Perlakuan pada chemical cleaning agent dengan memvariasikan konsentrasi: C = 0,5%, 1% & 1,5%. Mulai Pencucian 1 (aquades) Penyaringan air terproduksi Pencucian 2 (aquades) Pecucian dengan chemical cleaning agent Pencucian 3 (aquades) Penyaringan air terproduksi Prosedur Penelitian. Pengukuran volume aquades pada pencucian awal di aliran permeat per 5 menit selama 30 menit pada tekanan 0,5 bar. Hasil hitungan fluks dikatakan sebagai Jwi. Selanjutnya, pengukuran volume hasil pemisahan air terproduksi di aliran permeat per 5 menit selama 120 menit pada tekanan 0,5 bar. Pada tahap ini fluks ditandai sebagai Jf. Kemudian dilakukan pengukuran volume pembilasan dengan aquades, dialiran permeat per 5 menit selama 30 menit pada tekanan 0,5 bar. Hasil hitungan fluks diakatakan sebagai Jww. Pengukuran volume pencucian kimia menggunakan NaOH 0,5%, pada tahap ini pengukuran volume di aliran permeat per 5 menit selama 30 menit pada tekanan 0,5 bar. Fluks hasil hitungan disebut sebagai Jcc. Kemudian dilakukan pengukuran volume untuk pembilasan akhir dengan aquades, pengukuran ini dilakukan selama 30 menit yang diukur per 5 menit, Hitungan fluks pada tahap ini ditandai sebagai Jwc. Tahapan tersebut dilakukan sama untuk variabel lainnya dan bahan kimia pencuci lainnya seperti detergen. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran volume pemisahan air terproduksi tanpa perlakuan pencucian dengan aquades, pencucian dengan bahan kimia maupun pembilasan akhir dengan aquades. Prosedur penelitian tersaji pada Gambar 2. 3. Analisa Hasil Analisa efesiensi dan efektifitas pencucian Hasil dan kesimpulan Selesai Gambar 2. Flow chart prosedur penelitian Analisa yang dilakukan untuk pencucian secara kimia adalah dengan menghitung persen resistant removal (RR%) dan flux recovery (FR%) (efisiensi pencucian) pada berbagai kondisi konsentrasi chemical cleaning agent terhadap masing-masing kondisi operasi filtrasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung persen resistant removal dan persen flux

recovery (Kazemimoghadam M dan Mohammadi T, 2006) sebagai berikut : RR (%) = [(Rf Rc)/Rf] x 1001 FR (%) = [(Jwc - Jww)/(Jwi Jww)] x 100 Rumus yang digunakan untuk menghitung fluks (Faibish RS dan Cohen Y, 2000) adalah sebagai berikut: Jt = Qf/A sebesar 0,1 bar maka dari hasil perhitungan didapat tekanan transmembran sebesar 0,3 bar. Pada tekanan operasi membran (P1) 1 bar didapat nilai tekanan operasi P2 sebesar 0,2 bar maka dari hasil perhitungan didapat tekanan trans-membran sebesar 0,6 bar. Rumus yang digunakan untuk menghitung resistan membran mengikuti hukum darcy (Miscolia D A, 2000) yakni : Rm = P/µ.J Tekanan Trans-membran dihitung dengan rumus : Ptm = [(Pi + Po)/2] Pp Untuk menghitung efektivitas pencucian dapat menggunakan rumus berikut (Scot JB, 2006) : Cleaning efectivness (%) = (1-avg(uncleaned fluks/cleaned fluks)*100 4. Hasil dan pembahasan Efisiensi Pencucian. Efisiensi pencucian dindikasikan oleh parameter Fluks Recovery (FR) dan Resistant Removal (RR). Kedua indikator ini oleh Mohamadi et all [2002] dan Kazemimoghadam dan Mohammadi [2007] telah dijadikan sebagai tolok ukur guna melihat efisiensi pencucian. Parameter tersebut mengindikasikan sejauh mana proses pencucian dari hasil penyaringan air terproduksi mampu meningkatkan kembali kinerja membran baik setelah pembentukan fouling maupun setelah pencucian membran. Tekanan trans-membran 0,3 bar dan 0,6 bar pada gambar 3 dan gambar 4 didapat dari hasil perhitungan antara nilai tekanan operasi membran P1 ditambah tekanan operasi yang didapat pada P2 lalu dibagi dua. Pada tekanan operasi membran (P1) 0,5 bar didapat nilai tekanan operasi P2 Gambar 3. Nilai FR Pada Masing Masing Konsentrasi Bahan Pencuci dan Perubahan Tekanan Trans-Membran Dalam Proses Penyaringan Air Terproduksi. Flux Recovery (FR) tertinggi mencapai 69,66% untuk pencucian menggunakan detergen dengan konsentrasi 1,5% pada tekanan trans-membran 0,6 bar, sedangkan nilai FR terendah 25,46% untuk pencucian dengan menggunakan NaOH 0,5% pada tekanan trans-membran 0,3 bar. Dari gambar 3 terlihat bahwa persentase nilai FR cenderung lebih tinggi pada tekanan trans-membran 0,6 bar dibandingkan dengan tekanan transmembran 0,3 bar kemudian kecenderungan naiknya nilai presentase FR didapat ketika konsentrasi bahan pencuci kimia dinaikkan dari 0,5% hingga 1,5%. Data tersebut menunjukkan bahwa efisiensi pencucian sangat dipengaruhi oleh tekanan transmembran, konsentrasi bahan pencuci dan jenis bahan pencuci yang digunakan. Pada gambar 3 untuk konsentrasi NaOH 1,5% menunjukkan nilai presentase FR menurun ketika tekanan trans-membran naik, sedangkan pada konsentrasi NaOH 0,5% dan 1% mengindikasi kenaikan presentase FR saat tekanan trans-membran

dinaikkan. Hal ini menunjukkan bahwa NaOH sebagai chemical cleaning agent yang kurang stabil bila dibandingkan dengan detergen yang mengindikasikan kestabilan perolehan nilai presentase FR yang terus naik ketika konsentrasi dan tekanan trans-membran juga dinaikkan. Suatu pemahaman awal bahwa bahan pencuci jenis detergen terlihat lebih efisien dalam peningkatan nilai presentase FR dibandingkan jika menggunakan NaOH. Perbandingan antara NaOH dan Detergen dalam proses pencucian membran setelah terbentuknya fouling mengindikasikan bahwa NaOH adalah chemical cleaning agent yang lebih lemah dan tidak stabil bila dibandingkan dengan detergen yang mengandung larutan penstabil emulsi yang disebut sebagai surfactant. Detergen merupakan larutan bipolar yang artinya mempunyai dua kutub yang berbeda, yakni hidrofolik dan hidrofobik, secara umum rantai hidrofolik adalah ikatan yang mampu mengikat air dengan baik sedangkan rantai hidrofobik mampu mengikat minyak dengan baik. Fouling yang terbentuk pada permukaan membran akibat kandungan minyak yang terdapat pada air terproduksi akan berikatan dengan rantai hidrofobik yang terdapat pada detergen. Oleh karena itu, pengembalian nilai presentasi flux ke arah permeat setelah proses pencucian kimia (back wash) pada membran lebih tinggi dibandingkan menggunakan NaOH. Semakin tingginya kandungan surfactant yang terlarut didalam larutan pelarut akan menyebabkan nilai persentase flux recovery semakin tinggi juga. Nilai Resistant Removal (RR) yang didapat dari penelitian ini berada dibawah 50% dengan nilai RR tertinggi mencapai 30,55% untuk pencucian menggunakan detergen 1,5% pada tekanan transmembran 0,6 bar. Selanjutnya nilai RR terendah 16,64% untuk pencucian menggunakan NaOH 0,5% pada tekanan trans-membran 0,3 bar. Penjelesan mengenai resistant removal (RR) dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Nilai RR Pada Masing Masing Konsentrasi Bahan Pencuci dan Perubahan Tekanan Trans-Membran Dalam Proses Penyaringan Air Terproduksi. Kenaikan tekanan trans-membran dan konsentrasi berbanding lurus dengan nilai RR yang didapat. Kemampuan bahan pencuci detergen pada konsentrasi 1,5% dalam mengikat foulant dengan daya dorong tekanan trans-membran 0,6 bar telah mampu menaikkan nilai presentase RR. Gambar 5. Pengaruh Kenaikan Tekanan dan Konsentrasi Terhadap Nilai FR dan RR. Dari data FR dan RR masing masing bahan pencuci diperoleh efisiensi pencucian rata-rata berbanding lurus dengan perubahan tekanan trans-membran. Secara rata rata nilai FR dan RR cenderung leih tinggi dengan

meningkatnya tekanan trans-membran. Hal ini disebabkan daya dorong tekanan yang timbul dari pompa menyebabkan larutan mempunyai kemampuan melewati membran sebagai permeat. Hal ini bisa dilihat pada gambar 5. Efektivitas Pencucian. Gambar 6. Efektifitas Pencucian Bahan Kimia Terhadap Variasi Konsentrasi dan Tekanan Trans-Membran. Pada gambar 6 terlihat bahwa tingkat efektifitas pencucian dipengaruhi oleh konsentrasi dan tekanan trans-membran. Tingkat konsentrasi bahan kimia pencuci yang lebih tinggi akan memvariasikan nilai persentase efektifitas pencucian ke arah yang lebih baik. Perubahan tekanan operasi trans-membran juga menghasilkan nilai presentase yang lebih tinggi. Suatu reaksi kimia terjadi antara chemical cleaning agent dengan material yang terdeposit pada permukaan membran. Detergen pada konsentrasi 1,5% dengan tekanan trans-membran 0,6 bar merupakan tingkat efektifitas pencucian tertinggi pada operasi membran ini, yakni mencapai 30,55%. Tingkat efektifitas pencucian terendah 16,65% didapat pada bahan kimia pencuci NaOH dengan konsentrasi 0,5% dan tekanan trans-membran 0,3 bar. Hal ini dianalisis karena kemampuan surfactant yang terkandung didalam detergen terlihat lebih baik bila dibandingkan NaOH yang bersifat basa dalam mengurangi fouling yang terbentuk pada permukaan membran. Namun demikian, NaOH dengan konsentrasi 1,5% dibandingkan dengan detergen 0,5% pada tekanan trans membran yang sama-sama 0,3 bar masih lebih baik tingkat efektifitasnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa kemampuan NaOH akan meningkat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi detergen yang lebih rendah. Jika dalam penggunaan konsentrasi dan tekanan trans-membran yang sama, detergen masih lebih baik dibandingkan dengan NaOH, hal ini dikarenakan detergen mengandung surfaktan yang memiliki sifat bipolar, sedangkan NaOH adalah zat pembersih tanpa surfaktan yang kurang stabil dalam proses pencucian karena hanya mengandung garam alkali. Fenomema Fluks Pada Operasi Membran. Fenomena fluks pada operasi membran dalam proses penyaringan air terproduksi dapat dilihat pada gambar 7 dan gambar 8. Proses ini menggambarkan penurunan fluks awal terjadi saat proses penyaringan air terproduksi pada menit ke-35 dan naik kembali setelah dilakukan pencucian menggunakan bahan kimia Detergen dan NaOH pada menit ke-155. Jika dilihat berdasarkan perbedaan bahan pencuci, detergen jelas menunjukkan pengembalian nilai fluks setelah terjadinya fouling dengan lebih baik dibandingkan NaOH. Nilai fluks tertinggi setelah dilakukan pencucian kimia didapat 0,8950 ml/menit.cm 2 pada tekanan trans-membran 0,6 bar dan bahan pencuci kimia detergen 1,5%.

Gambar 7. Fenomena Fluks Pada Proses Filtrasi Awal Sampai Pencucian Akhir Menggunakan Detergen Gambar 8. Fenomena Fluks Pada Proses Filtrasi Awal Sampai Pencucian Akhir Menggunakan NaOH Tekanan operasi dari masing-masing bahan pencuci dalam mengembalikan nilai fluks agar lebih optimal juga sangat mempengaruhi. Tekanan trans-membran 0,6 bar menunjukkan kenaikkan nilai fluks yang lebih baik setelah dilakukan pencucian oleh masing-masing bahan pencuci bila dibandingkan dengan tekanan trans-membran 0,3 bar. 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan. Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Efektifitas pencucian tertinggi yakni 30,55% dengan menggunakan bahan kimia pencuci detergen 1,5% dan tekanan trans-membran 0,6 bar. 2. Efisiensi pencucian tertinggi berdasarkan nilai flux recovery yang didapat 69,66% dan nilai Resistance

Removal tertinggi didapat 30,55% dengan menggunakan bahan kimia pencuci detergen 1,5% dan tekanan trans-membran 0,6 bar. 3. Nilai flux recovery tertinggi yang didapat ketika menggunakan bahan kimia pencuci NaOH adalah 40,30% pada konsentrasi 1,5 bar dan tekanan trans-membran 0,3 bar. 4. Bahan kimia pencuci NaOH dianggap tidak stabil dalam menaikkan nilai flux recovery ketika tekanan trans-membran dan konsentrasinya dinaikkan. 5. Jenis bahan pencuci dan tekanan operasi membran sangat mempengaruhi nilai fluks, dengan kondisi lebih baik ketika menggunakan tekanan transmembran 0,6 bar dan jenis bahan kimia pencuci detergen. Saran. Pada penelitian lanjutan disarankan untuk mempelajari pengaruh larutan pencuci yang lain sesuai dengan karakteristik membran dan air terproduksi, sehingga didapat perbandingan larutan pencuci lainnya dalam menentukan tingkat efektifitas pencucian membran dalam proses penyaringan air terproduksi. Selanjutnya, perlu dilakukan pengecekan kualitas air terproduksi yang telah dilakukan penyaringan menggunakan membran ultrafiltrasi dengan membandingkannya setelah dilakukan pencucian menggunakan bahan kimia tertentu. DAFTAR PUSTAKA [1] Assomadi, A.F, dan Purwanti, I.F., 2007, Pengolahan Air Terproduksi Menggunakan Sequencing Batch Reactor (SBR), Penelitian, ITS. [2] Benny, A., 2011, Pencucian Kimia Membran Ultrafiltrasi Sistem Aliran Cross Flow Pada Proses Pengolahan Lindi Sampah TPA Muara Fajar Pekanbaru, Penelitian, UNRI. [3] Cheryan, M., 1986, Ultrafiltration and Microfiltration handbook, Technomic Publishing, Lancaster, PA, p120-154. [4] Costa, A.R., 2006, Mechanisms of Colloidal Natural Organic Matter Fouling in Ultrafiltration, Journal Membrane Science 281, 716-725. [5] Faibish, R.S., dan Cohen, Y., 2000, Fouling Resistance Ceramic Supported Polymer membrans for Ultrafiltration of Oil in Water Microemulsions, Journal of Membran Science(185), 129-143. [6] Harjanto, T., 2009, Studi Pengolahan Limbah Radioaktif Cair dengan Teknologi Membran, Jurnal Teknologi Membran, vol.13, No.4, ISSN: 0853-9103, PPPN-BATAN. [7] Humphrey, J.L., dan Keller, G.E., 1997, Separation Process Technology, McGraw-Hill Publisher, New York. [8] Hutapea, F.P., 2012, Pemanfaatan Limbah Kulit Nenas Untuk Produksi Bioetano Melalui Sakarifikasi Fermentasi Serentak Dengan Enzim Selulase, Penelitian, UNRI. [9] Karamah, E.F., dan Lubis, A.O., 2010, Pralakuan Koagulasi Dalam Proses Pengolahan Air Dengan Membran: Pengaruh Waktu Pengadukan Pelan Koagulan Aluminium Sulfat Terhadap Kinerja Membran, Penelitian, UI. [10]Kazemimoghadam, M. dan Mohammadi, T., 2006, Chemical Cleaning of Ultrafiltration Membran in Milk Industry, Desalination 204, 213-218. [11]Lim, A.L., dan Bai, R., 2003, Membrane fouling and cleaning in microfiltration of activated sludge wastewater, Journal of Membrane Science 216, 279 290. [12]Masciola, D.A., 2000, Development of a Membrane Resistance Based Modeling Framework for Comparison of Ultrafiltration Processes, Thesis, West Virginia. [13]Mohammadi, T., Madaeni, S.S., dan Moghadam, M.K., 2002, Investigation

of membrane fouling, Desalination 153, 155-160. [14]Mulder, M., 1996, Basic Principles of Membrane Technology, Kluwer Academic Publishers, Netherland. [15]Scott, J.B., 2006, Oil Removal for Produced Water Treatment and Micellar Cleaning of Ultrafiltration Membrane, Thesis, Texas A&M University. [16]Scott, K., 1995, Handbook of Industrial Membranes, edisi ke-1, Elsevier Advanced Technology, Oxford, 78-528. [17]Weast, R.C., 1976, Handbook of Chemistry and Physics, CRC Press, Cleveland, Ohio, F-40. [18]Zulkarnain, T., 2000, Pengolahan Limbah Cair Emulsi Minyak dengan Teknologi Membran Ultrafiltrasi, Tesis, ITB.