PERIZINAN REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL (RDE) DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN KEBUTUHAN SDM REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL (RDE) TAHAP IMPLEMENTASI PROYEK

JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1)

KEBIJAKAN PENGAWASAN PLTN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGEMBANGAN PERATURAN TERKAIT PERIZINAN INSTALASI NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERIZINAN REAKTOR DAYA NON KOMERSIAL

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PLTN

PROGRAM PENDIRIAN LABORATORIUM ENERGI BARU DAN TERBARUKAN. Djarot S. Wisnubroto

PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

LAPORAN PERJALANAN DINAS

PENYIAPAN SDM UNTUK PLTN PERTAMA DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sangat terbatas, oleh karenanya Jepang melakukan terobosan inovasi dengan

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENYIAPAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) UNTUK MENYONGSONG ERA PLTN DI INDONESIA

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

TANTANGAN PUSAT LISTRIK TENAGA NUKLIR PERTAMA (PLTN I): SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Sosialisasi Internal BATAN Program Reaktor Daya Eksperimental

STUDI KOMPARASI PP NO. 43/2006, PP NO. 35/2002 DAN PP NO. 8/2007 TERHADAP RENCANA PENGELOLAAN DANA DEKOMISIONING REAKTOR DAYA

KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDEKATAN ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN (TRAINING NEEDS ASSESSMENT) PADA BADAN PENGAWAS PEMANFAATAN TEKNOLOGI NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGKAJIAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

REFURBISHING PENGENDALI ARUS LISTRIK PENGELASAN PADA MESIN LAS RESISTANCE SPOT WELDING ME-25 UNTUK PERAKITAN KELONGSONG BAHAN BAKAR NUKLIR PLTN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PENINGKATAN MUTU HASIL UJI KOMPETENSI PERSONIL PPR SEBAGAI STRATEGI PENGAWASAN TENAGA NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REGULASI TERKAIT KETENTUAN PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI DESAIN INSTALASI NUKLIR DI INDONESIA

IMPLEMENTASI JAMINAN MUTU DI RSG GAS*)

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

KESIAPAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GAMBARAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PENYUSUNAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERKIRAAN PARTISIPASI INDUSTRI NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PLTN HTR.

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 437 K/30/MEM/2003 TENTANG

KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PENENTUAN DECAY GAMMA REAKTOR HTGR 10 MWth PADA BERBAGAI TINGKAT DAYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PEMETAAN DAN PENYIAPAN SDM TAHAP PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN PLTN DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KOMPARASI ASPEK EKONOMI TEKNIK SC (STEEL PLATE REINFORCED CONCRETE) DAN RC (REINFORCED CONCRETE) PADA KONSTRUKSI DINDING PENGUNGKUNG REAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERANAN KONVENSI KESELAMATAN NUKLIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN PLTN SECARA GLOBAL

KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

INSPEKSI KESELAMATAN NUKLIR PADA INSTALASI NUKLIR : PERMASALAHAN DAN TANTANGAN *

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

Kajian Probabilitas Jatuhnya Pesawat Terbang Di Area Tapak Reaktor Daya Eksperimental (RDE) PUSPIPTEK Serpong

Persyaratan Keselamatan Untuk Keselamatan Reaktor Riset

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

Transkripsi:

74 ISSN 0216-3128 Moch. Djoko Birmano PERIZINAN REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL (RDE) DI INDONESIA Moch. Djoko Birmano Pusat Kajian Sistim Energi Nuklir - BATAN E-mail: birmano@batan.go.id ABSTRAK PERIZINAN REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL (RDE) DI INDONESIA. Saat ini BATAN sedang merencanakan untuk membangun Reaktor Daya Eksperimental (RDE) yakni reaktor nuklir riset yang dapat menghasilkan daya (listrik/panas), yang menurut rencana akan dibangun di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten dengan pilihan reaktor jenis HTGR (High Temperature Gas-cooled Reactor) berdaya 10MWth. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, bahwa setiap pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir dan instalasi nuklir lainnya serta dekomisioning reaktor nuklir wajib memiliki izin. Selanjutnya pengaturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir, yaitu berisi persyaratan dan tata cara proses perizinan baik sejak tapak, konstruksi, komisioning, operasi, maupun sampai dekomisioning, artinya perizinan dilaksanakan selama kegiatan pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning PLTN. Sedangkan untuk pengaturan perizinan yang lebih terperinci ada di pedoman atau ketentuan dalam Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN. Studi ini dilakukan untuk memahami aspek hukum dan kelembagaan, jenis dan tahapan, proses perizinan RDE dan mengidentifikasi strategi perizinan RDE agar tepat waktu sesuai yang direncanakan. Metodologi yang digunakan antara lain studi literatur, konsultasi dengan narasumber di BAPETEN, diskusi di seminar nasional termasuk FGD. Kata kunci : aspek hukum, jenis dan tahapan, proses, strategi, RDE, BAPETEN ABSTRACT THE STRATEGY OF EXPERIMENTAL POWER REACTOR LICENSING IN INDONESIA. Currently, BATAN has being planned to develop Experimental Power Reactor (EPR), that is the research nuclear reactor that can generate power (electricity or heat). The EPR is planned will be built in the National Center for Research of Science and Technology (Puspiptek) area at Serpong, South Tangerang, Banten Province, with the choice of reactor types is HTGR with the power size of 10 MWth. As stated in the Act No. 10 year 1997 on Nuclear Power, that every construction and operation of nuclear reactors and other nuclear installations and decommissioning of nuclear reactors required to have a permit. Furthermore, the its implementation arrangements is regulated in Government Regulation (GR) No. 2 year 2014 on Licensing of Nuclear Installations and Nuclear Material Utilization, which contains the requirements and procedures for the licensing process since site, construction, commissioning, operation, and decommissioning, it means licensing is implemented during the activity of construction, operation and decommissioning of NPPs.While, for the more detailed licensing arrangements available in the guidelines of BAPETEN Chairman Regulation (BCR). This study was conducted to understand the legal and institutional aspects, types and stages, and the licensing process of RDE, and identify licensing strategy so that timely as planned. Methodologies used include the literature study, consultation with experts in BAPETEN, discussions in the national seminar including FGD. Keywords : legal aspect, types and stages, process, strategy, EPR, BAPETEN PENDAHULUAN D alam rangka mewujudkan salah satu misi yang dituangkan dalam Renstra BATAN tahun 2015-2019 yakni unggul di kawasan regional serta bersama-sama institusi Pemerintah lainnya dalam mensejahterakan masyarakat, dengan didasari peraturan perundang-undangan yang berlaku BATAN mempertimbangkan untuk membangun dan mengoperasikan Reaktor Daya Eksperimental (RDE), yang dikategorikan sebagai Reaktor Daya Non Komersial (RDNK) yang rencananya akan dibangun di Puspiptek Serpong, Banten[1]. RDE adalah reaktor nuklir riset yang dapat menghasilkan daya (listrik atau panas), sehingga di samping sebagai reaktor demo untuk pembangkitan listrik, juga akan menjadi reaktor eksperimen aplikasi panas proses dalam rangka penguasaan konsep kogenerasi[1,2,3].

Moch. Djoko Birmano ISSN 0216-3128 75 Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 17 ayat (2) Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran[4], menyatakan bahwa setiap pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir dan instalasi nuklir lainnya serta dekomisioning reaktor nuklir wajib memiliki izin. Selanjutnya pengaturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir[5] dan PP Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir[6]. Dalam Peraturan Pemerintah ini dijelaskan bahwa yang wajib memiliki izin adalah reaktor nuklir berupa reaktor daya dan non daya yang pengoperasiannya bertujuan untuk komersial dan non komersial. Secara garis besar, PP ini berisi persyaratan dan tata cara proses perizinan baik sejak tapak, konstruksi, operasi, maupun sampai dekomisioning, artinya perizinan dilaksanakan selama kegiatan pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning PLTN. Pengertian pembangunan adalah kegiatan yang dimulai dari penyiapan tapak terpilih sampai dengan penyelesaian konstruksi, sedangkan pengoperasian adalah kegiatan yang mencakup komisioning nuklir, operasi, dan dekomisioning. Sedangkan untuk pengaturan perizinan yang lebih terperinci ada di pedoman atau ketentuan dalam Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN. Adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur perizinan reaktor nuklir di Indonesia ini merupakan salah satu infrastruktur dasar yang harus disiapkan dalam pembangunan PLTN yang dipersyaratkan oleh IAEA, yaitu Kerangka Legislasi (Legislative Framework) dan Kerangka Regulasi (Regulatory Framework)[7,8]. Studi ini dilakukan untuk memahami aspek hukum dan kelembagaan, jenis dan tahapan, proses per-izinan RDE dan mengidentifikasi strategi perizinan RDE agar tepat waktu sesuai yang direncanakan. Metodologi yang digunakan antara lain studi literatur, konsultasi dengan narasumber di BAPETEN, diskusi di seminar nasional termasuk FGD. Kegiatan studi ini sangat penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu bagian yang perlu disiapkan untuk proses perizinan pembangunan RDE. PEMBANGUNAN RDE Sebagai langkah awal untuk pembangunan dan pengoperasian Reaktor Daya Komersial (PLTN) mendatang di Indonesia, saat ini BATAN sedang merencanakan pembangunan RDE. RDE adalah Reaktor Daya Eksperimental, yang dikategorikan sebagai Reaktor Daya Non Komersial (RDNK). RDE ini akan diberi nama Reaktor Daya Serba Guna (RDSG)[9] mengingat kegunaannya di samping sebagai reaktor demo untuk pembangkitan listrik, juga akan menjadi reaktor eksperimen aplikasi panas proses dalam rangka penguasaan konsep kogenerasi, yang berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dapat dibangun dan dioperasikan oleh BATAN sebagai Badan Pelaksana[6]. Jenis teknologi RDE yang akan dibangun adalah reaktor temperatur tinggi berpendingin gas (High Temperaturre Gas Cooled Reactor, HTGR), yang termasuk jenis reaktor generasi ke-empat, dengan ukuran daya 10 MWth (atau output listrik sekitar 3 MWe)[10]. Desain RDE dibuat dengan mengacu pada reaktor HTGR berdaya kecil (sesuai dengan klasifikasi IAEA) yang telah beroperasi. Desain RDE yang akan dibangun harus merupakan teknologi yang sudah teruji yang ditandai dengan sudah terlisensinya atau terujinya komponenkomponen penyusun RDE sesuai dengan prosedur regulasi yang berlaku[11]. Kajian teknis terkait interkoneksi RDE dengan jaringan terpasang di kawasan BATAN Puspiptek sudah dilakukan. Jika memungkinkan listrik yang dihasilkan RDE bisa dimanfaatkan untuk kepentingan BATAN sendiri, yang secara peraturan dimungkinkan[12,13]. Kegiatan pembangunan dan pengembangan RDE dibagi dalam 5 tahap/fase[1], yaitu seperti pada Gambar 1. Pada saat ini fase kegiatan yang dilakukan adalah fase pra-proyek (Fase 1) yang merupakan tahap penyiapan proyek termasuk kelayakan proyek dan desain rekayasa awal (preliminary engineering design). Gambar 1. Fase proyek RDE.

76 ISSN 0216-3128 Moch. Djoko Birmano HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Hukum Dan Kelembagaan Perizinan RDE Landasan Hukum Perizinan RDE Perizinan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, termasuk RDE didasarkan pada pasal 17 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yaitu: a. Setiap pemanfaatan tenaga nuklir wajib memiliki izin, kecuali dalam hal-hal tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah b. Pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir dan instalasi nuklir lainnya serta dekomisioning reaktor nuklir wajib memiliki izin. c. Syarat-syarat dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. dan didasarkan pada pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir, yaitu: a. Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir serta Dekomisioning wajib memiliki izin. b. Izin Pembangunan Reaktor Nuklir meliputi: a. Izin Tapak; dan b. Izin Konstruksi. c. Izin Pengoperasian Reaktor Nuklir meliputi: a. Izin Komisioning; dan b. Izin Operasi. Kelembagaan Perizinan RDE Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) yang melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir. Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 76 Tahun 1998[14], Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) merupakan satu-satunya lembaga pemerintah yang berwenang mengawasi pemanfaatan tenaga nuklir, termasuk pengawasan terhadap pembangunan dan pengoperasian RDE. Pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan melalui peraturan, perizinan dan inspeksi dengan memperhatikan aspek keselamatan (safety), keamanan (security) dan safeguard[15,16]. Dalam kaitannya dengan pengawasan RDE, BAPETEN bertanggungjawab dalam menyiapkan peraturan dan pedoman yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan fasilitas yang akan dibangun untuk seluruh tahapan, yaitu tahap pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning. Dengan mengikuti hirarki perundangan, peraturan dan pedoman di Indonesia seperti Gambar 2, BAPETEN telah menerbitkan berbagai peraturan yang meliputi: Peraturan Pemerintah (PP); Peraturan Presiden (Perpres); Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN; Pedoman/standar. Gambar 2. Hirarki Perundangan, Peraturan dan Pedoman BAPETEN[4]. Selain menyusun peraturan dan pedoman, BAPETEN menyelenggarakan perizinan untuk tiap tahap pembangunan RDE berdasarkan peraturan dan pedoman serta semua ketentuan yang berlaku[15]. Di dalam menyelenggarakan perizinan, BAPETEN mengadakan review dan penilaian terhadap setiap dokumen perizinan yang diajukan oleh pemohon izin RDE yaitu BATAN, untuk memastikan dipenuhinya semua persyaratan terkait dengan tahap pembangunan dan pengoperasian. Terkait dengan kegiatan review dan penilaian dokumen perizinan, apabila diperlukan, BAPETEN dapat membentuk tim baik secara internal dalam BAPETEN maupun membuat tim independen melalui kerja sama dengan lembaga lain dengan tetap mengutamakan profesionalisme dan kemandirian[17]. Dalam proses review dan penilaian, BAPETEN bisa mengundang pemohon izin untuk menjelaskan atau memberikan klarifikasi tentang apa yang terkandung di dalam dokumen perizinan yang telah diaplikasikan. Selain itu, BAPETEN juga dapat melakukan pemeriksaan ke lapangan untuk memverifikasi apakah data yang tersedia di dalam dokumen perizinan sesuai dengan yang ada di lapangan. BAPETEN hanya akan menerbitkan izin setelah memperoleh keyakinan, bahwa semua persyaratan telah dipenuhi. Setelah izin diperoleh, Pemegang Izin dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kewenangan dan batasan yang ada di dalam izin tersebut. Selama pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengoperasian, BAPETEN melakukan inspeksi dalam rangka memastikan, bahwa Pemegang Izin memperhatikan setiap kondisi izin dan memenuhi semua ketentuan keselamatan, keamanan dan

Moch. Djoko Birmano ISSN 0216-3128 77 sefeguard. BAPETEN dapat memerintahkan kepada Pemegang Izin untuk melakukan tindakan perbaikan atau menghentikan kegiatan untuk sementara waktu, apabila BAPETEN menemukan adanya pelanggaran di lapangan, yang membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Jenis dan Tahapan Perizinan BAPETEN menyelenggarakan dan mengeluarkan 5 (lima) izin utama pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning RDE, yaitu: 1. Izin Tapak 2. Izin Konstruksi 3. Izin Komisioning 4. Izin Operasi, dan 5. Izin Dekomisioning. Izin Tapak adalah izin lokasi di daratan yang dipergunakan untuk pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning, yang terdiri dari 1 (satu) atau lebih instalasi nuklir beserta sistem terkait lainnya. Izin Konstruksi adalah izin untuk melakukan kegiatan membangun instalasi nuklir di tapak yang sudah ditentukan, meliputi pekerjaan arsitektur, sipil, mekanik, elektrik, tata lingkungan, pemasangan, dan pengujian struktur, sistem, dan komponen instalasi nuklir tanpa Bahan Nuklir. Izin Komisioning adalah izin untuk melakukan kegiatan pengujian untuk membuktikan bahwa struktur, sistem, dan komponen instalasi nuklir terpasang yang dioperasikan dengan bahan nuklir memenuhi persyaratan dan kriteria desain. Izin Operasi adalah izin untuk melakukan kegiatan pengoperasian yang mencakup komisioning dan operasi instalasi nuklir. Izin Dekomisioning adalah izin untuk melakukan kegiatan untuk menghentikan beroperasinya reaktor nuklir secara tetap, antara lain dilakukan pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir. Proses perizinan RDE merupakan proses yang berkesinambungan dalam 5 (lima) tahap yang harus dilalui dalam pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian suatu reaktor nuklir sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Meskipun pada umumnya pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir harus mengikuti proses perizinan lima tahap (Multi-step licensing) dan mengajukan izin untuk setiap tahap pembangunan, akan tetapi untuk desain reaktor tertentu atau dirancang sebagai reaktor modular (per modul) dan sudah mendapatkan sertifikat desain dari Badan Pengawas di negara pemasoknya, dimungkinkan untuk mengikuti proses perizinan gabungan/ perizinan tiga tahap (combined licensing)[18]. Pada PP No. 43/2006 hal ini dimungkinkan untuk mendapatkan izin tapak, izin gabungan (konstruksi, komisioning dan operasi) dan izin dekomisioining. Sedangkan pada PP No. 2/ 2014 secara eksplisit tidak terlihat, akan tetapi pada aturan tambahan (masa peralihan) masih berlaku sepanjang tidak bertentangan[19]. Proses Perizinan Tata cara permohonan dan penerbitan izin tiap tahap perizinan secara berurutan/sequensial ditunjukkan dengan diagram alir pada Gambar 3. Gambar 3. Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin RDE[19].

78 ISSN 0216-3128 Moch. Djoko Birmano Strategi Perizinan RDE BATAN sebagai pemilik dan pemohon izin RDE telah merencanakan jadwal induk pembangunan dan pengembangan proyek RDE yang terbagi menjadi lima (5) fase kegiatan (Gambar 1). Dalam jadwal induk tersebut terlihat bahwa kegiatan proyek RDE berlangsung selama 7 tahun (2014-2020), setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan komisioning dan operasi yang dimulai pada tahun 2021. Sehingga diperlukan waktu 6 tahun sejak sekarang hingga akhir tahun 2020 untuk pengurusan perizinan tapak, konstruksi, komisioning dan operasi. Hal ini merupakan kegiatan yang tidak mudah mengingat setiap tahap perizinan membutuhkan persyaratan yang banyak dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyiapkannya, baik persyaratan administratif ataupun persyaratan teknis. Selain itu, penilaian atau evaluasi teknis terhadap dokumen persyaratan perizinan yang dilakukan BAPETEN juga membutuhkan waktu yang yang tidak sebentar untuk menjamin keamanan dan keselamatan pembangunan dan pengoperasian RDE. Oleh karena itu, agar perencanaan pembangunan dan pengoperasian RDE dapat terlaksana sesuai dengan jadwal, maka perlu disusun dan disiapkan strategi dan langkah-langkah agar jadwal perijinan dapat terpenuhi tepat waktu. Dari hasil identifikasi, beberapa strategi dan langkahlangkah yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan jenis reaktor yang tepat Jenis reaktor yang dipilih untuk RDE sangat berpengaruh pada proses penilaian/evaluasi teknis, reaktor yang telah proven atau memiliki izin operasi dari negara pemasok akan menyingkat waktu perizinan. Selain itu, jenis reaktor yang dipilih haruslah yang sudah punya sertifikasi disain dari lembaga yang berwenang. Oleh sebab itu, dipilihnya teknologi reaktor HTR dari Nukem Technologies GmbH sebagai reference plant untuk mendisain RDE sangatlah tepat. Untuk melaksanakan pekerjaan penyusunan dokumen disain rekayasa awal RDE akan dilaksanakan oleh Konsorsium RENUKO (PT. Rekayasa Engineering - PT. Kogas Driyap Konsultan dan Nukem Technologies GmbH)[20]. Dokumen desain rekayasa awal ini diharapkan selesai pada bulan Desember 2015. Selain itu, tidak adanya perubahan dan modifikasi desain karena desain reaktor telah established sehingga tidak perlu ada penambahan waktu penilaian teknis oleh BAPETEN[19]. 2. Penerapan perizinan gabungan (combined licensing) Permohonan perizinan reaktor nuklir pada umumnya mengikuti proses perizinan bertahap (multi step licensing), dimana mengajukan izin untuk setiap tahap pembangunan dan pengoperasian. Rekapitulasi prakiraan waktu yang diperlukan dari tahap persetujuan evaluasi tapak hingga mulai operasi dengan proses multi step licensing menurut PP No. 2/2014 sangat tidak reasonable[19], seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Apabila pengajuan izin dilakukan secara seri mengikuti proses perizinan multi step licensing, maka proses perizinan dari evaluasi tapak hingga mulai operasi dapat memakan waktu yang sangat lama, dengan waktu maksimum 19 tahun. Hal ini tentu akan sangat menghambat pembangunan dan pengoperasian RDE. Tabel 1. Prakiraan waktu penilaian dokumen perizinan Multi Step.

Moch. Djoko Birmano ISSN 0216-3128 79 Untuk mengurangi lama perizinan tersebut, perlu diterapkan perizinan gabungan tiga tahap (combined licensing). Untuk desain reaktor tertentu atau dirancang sebagai reaktor modular (per modul) dan yang telah memiliki sertifikat desain dari badan pengawas dari negara pemasoknya (vendor), seperti jenis HTR dari Nukem Technologies GmbH yang digunakan sebagai reference plant untuk disain RDE, dimungkinkan untuk mengikuti proses perizinan gabungan tiga tahap, yaitu 1). Izin tapak, 2). Izin gabungan (konstruksi, komisioning dan operasi) dan 3). Izin dekomisioning. Izin gabungan disini dengan menggabungkan beberapa tahap perizinan yaitu tahap konstruksi, komisioning dan operasi menjadi satu tahap perizinan. Izin dimintakan secara sekaligus di depan sebelum masuk pada tahap konstruksi. Pada PP No. 43/ 2006 izin gabungan tiga tahap ini dimungkinkan, sedangkan pada PP No. 2/2014 secara eksplisit tidak terlihat, akan tetapi pada aturan tambahan (masa peralihan) masih berlaku sepanjang tidak bertentangan[19]. Penerapan perizinan gabungan tiga tahap ini bertujuan untuk mempersingkat administrasi dan lama perizinan, serta mempersingkat waktu penilaian/evaluasi teknis, karena pada kenyataannya materi persyaratan perizinan ketiga tahap ini memang berbeda kompetensi, sehingga penilaian teknis oleh BAPETEN dapat dilakukan secara paralel. Selain itu, perizinan gabungan tiga tahap ini juga mengurangi biaya pembangunan dan pengoperasian. Dari Tabel 1, apabila permohonan izin dilakukan serentak pada awal konstruksi, dengan asumsi penilaian dilakukan secara paralel maka waktu yang diperkirakan secara keseluruhan lebih moderate, paling lama 11,5 tahun, hal ini dengan asumsi penilaian dilakukan secara paralel, teknologi dan disain reaktornya sudah bersertifikasi, sehingga tidak ada perubahan desain dan modifikasi dari jenis reaktor RDE yang akan dibangun. Jika jenis reaktor RDE yang akan dibangun mengacu HTR dari Nukem Technologies GmbH, maka lama proses perizinan secara keseluruhan paling lama 11,5 tahun dengan menerapkan perizinan tiga tahap. Apabila penilaian teknis oleh BAPETEN dan perbaikan dokumen oleh BATAN berjalan efisien dengan mengurangi setengah dari waktu maksimalnya maka lama proses perizinan akan jauh lebih cepat lagi menjadi 5 tahun 3 bulan seperti terlihat pada Tabel 2. Hasil penilaian/evaluasi teknis dari BAPETEN bergantung pada kecepatan BATAN dalam merevisi atau memperbaiki dokumen dan kecepatan BAPETEN dalam menilai dokumen apakah akan menggunakan waktu penilaian yang maksimum ataukah lebih cepat. Dari sisi BATAN, kecepatan dalam merevisi atau memperbaiki dokumen hasil penilaian/evaluasi teknis dari BAPETEN sangat bergantung pada kemampuan personil dan manajemen perizinan RDE. Dalam hal ini diperlukan manajemen satu kepemimpinan dan satu atap. Sementara itu, BAPETEN akan sangat hati-hati dan intensif dalam menilai/mengevaluasi semua dokumen persyaratan teknis perizinan RDE khususnya Laporan Analisis Keselamatan Awal (Preliminary Safety Analysis Report, PSAR) dan Analisis Keselamatan Laporan Akhir (Final Safety Analysis Report, FSAR). Hal ini seperti yang dilakukan oleh otoritas perizinan China, yaitu the National Nuclear Safety Authority (NNSA) ketika mengevaluasi dokumen persyaratan perizinan HTR- 10. Dengan mengevaluasi dokumen persyaratan perizinan HTR-10 tersebut, NNSA memperoleh pengalaman besar dan pengetahuan tentang HTGR[21]. 3. Menerapkan manajemen penyiapan perizinan satu atap dan satu kepemimpinan Pada proses penyiapan kelengkapan dokumen hendaknya dilakukan dengan memperhatikan persyaratan dokumen sesuai tahapan perizinan, data yang tidak lengkap akan menyebabkan penambahan waktu untuk merevisi, yang berakibat akan memperlama waktu proses perizinan. Tenggat waktu BAPETEN dalam melakukan penilaian teknis beragam untuk setiap perizinan, waktu penilaian teknis bergantung pada kecepatan pemohon izin dalam melengkapi data. Tabel 2. Prakiraan waktu penilaian dokumen Combined Licensing secara efisien.

80 ISSN 0216-3128 Moch. Djoko Birmano Menurut pengalaman dalam menyiapkan permohonan persetujuan evaluasi tapak RDE pada tahun 2014, kecepatan BATAN dalam melengkapi data dan revisi dokumen belum maksimal. Hal ini disebabkan personil yang mengurusi perizinan RDE tidak di bawah satu atap dan satu manajemen kepemimpinan, sehingga koordinasi berjalan lambat dan membutuhkan waktu untuk menyiapkan, melengkapi dan merevisi dokumen peersyaratan perizinan. Untuk itu perlu segera diterapkan manajemen satu atap dan satu kepemimpinan dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Project Management Organization (PMO) untuk mengurus manajemen proyek RDE secara umum dan manajemen pengurusan perizinan RDE secara khusus. 4. Konsultasi, koordinasi dan komunikasi yang baik dan intens, khususnya dengan Regulator Konsultasi, koordinasi dan komunikasi yang baik dan intens dengan institusi terkait perizinan RDE, khususnya BAPETEN sangat diperlukan untuk kelancaran proses perizinan RDE. BAPETEN sebagai badan regulasi menjadi prioritas utama. Tahap penilaian teknis cukup memakan waktu, dan hal ini akan sangat bergantung pada komunikasi antara BATAN sebagai pemohon izin dan BAPETEN sebagai regulator, dimana pemohon izin harus dapat menjelaskan detil teknis yang diminta. Dalam hal ini, pengalaman terbaik (best practice) yang dapat dipelajari dari China yang membangun reaktor HTR-10 menunjukkan bahwa perlunya review/dialog pertemuan, penjelasan teknis, general conference, yang intens antara pemohon izin dan regulator yang membahas isu-isu penting, lembar kerja berisi executive summary, laporan analisis tambahan bila diperlukan, serta adanya safety advisory commitee[19]. KESIMPULAN Dari hasil studi menunjukkan bahwa: 1. Pembangunan RDE dan perizinannya di Indonesia mempunyai dasar hukum yang kuat sesuai Undang Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir, serta Peraturan Kepala BAPETEN. 2. Proses perizinan RDE merupakan proses yang berkesinambungan dalam 5 (lima) tahap yang harus dilalui dalam pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian RDE, yaitu Multi Step Licensing yang dilaksanakan secara berurutan mulai izin tapak, izin konstruksi, izin komisioning, izin operasi dan izin dekomisioning. Untuk desain reaktor tertentu atau reaktor modular, dan telah memiliki sertifikat desain, dimungkinkan untuk mengikuti proses perizinan gabungan (combined licensing) tiga tahap, yaitu izin tapak, izin gabungan (konstruksi, komisioning dan operasi) dan izin dekomisioning. 3. Hasil identifikasi strategi perizinan RDE agar perizinan tepat waktu sesuai yang direncanakan, diantaranya: a. Pemilihan jenis reaktor yang tepat b. Penerapan perizinan gabungan (combined licensing) c. Menerapkan manajemen penyiapan perizinan satu atap dan satu kepemimpinan d. Konsultasi, koordinasi dan komunikasi yang baik dan intens, khususnya dengan Regulator DAFTAR PUSTAKA 1. BATAN, Cetak Biru Pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE) 2014 2020, No. CB-001/RN01/SEN, Rev. 0., 8 Maret 2014. 2. BATAN, Program Evaluasi Tapak Reaktor Daya Eksperimental, No. PET-001/RN01/SEN, Rev. 01., 2 Mei 2014. 3. BATAN, Sistim Manajemen Evaluasi Tapak Reaktor Daya Eksperimental, No. SMET- 001/RN01/SEN, Rev. 01., 2 Mei 2014. 4. (-------), Undang-undang No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran. 5. (-------), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 43/2006 tentang Perizinan Tenaga Nuklir. 6. (-------), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2/2014 tentang Perizinan Reaktor Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir. 7. IAEA, Milestones in the Development of a National Infrastructure of Nuclear Power, IAEA Nuclear Energy Series No. NG-G-3.1, Vienna, 2007. 8. IAEA, Evaluation of the Status of National Nuclear Infrastructure Development, IAEA Nuclear Energy Series No. NG-T-3.2, Vienna, 2008. 9. YARIYANTO S.B.S., Landasan Filosofis, Yuridis dan Sosiologis RDE, Bahan Tayang, Jakarta, 2015. 10. BATAN, Justifikasi Teknis Pembangunan Reaktor Daya Eksperimental, DT.001.KRN. 2014, Rev. 0, Tangerang selatan, 2014. 11. BATAN, Spesifikasi Teknis Reaktor Daya Eksperimental, DT.002.KRN.2014, Rev. 0, Tangerang selatan, 2014.

Moch. Djoko Birmano ISSN 0216-3128 81 12. (-------), Undang-undang No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. 13. (-------), Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 35/2013 Tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan. 14. (-------), Keputusan Presiden No. 76 Tahun 1998 tentang Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 15. Mardha A., Huda K., Ridwan A.A., Program Peraturan Dalam Pengawasan PLTN Untuk Menyongsong Pembangunan PLTN, Seminar Keselamatan Nuklir, Jakarta 2 3 Agustus 2006, ISSN : 1412-3258. 16. Aziz F., Hasan Y., Kerangka Peraturan Perundang-Undangan Untuk Program Pembangunan PLTN, Seminar Nasional Vi Sdm Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 18 November 2010, ISSN 1978-0176. 17. Huda K., Persyaratan dan Mekanisme Perizinan PLTN di Indonesia, Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Yogyakarta, 12-13 September 2006, ISSN : 0854 2910. 18. Aminjoyo S., Lasman A.N., Ilyas Y., Suprawardana M.S., Regulasi Dalam Mendukung Pembangunan PLTN-I di Indonesia, Prosiding Seminar Nasional ke-12 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Yogyakarta, 12-13 September 2006, ISSN : 0854 2910. 19. Hastuti E.P., Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur Perizinan Pada Rencana Pembangunan RDE di Indonesia, Prosiding SENTEN 2014, ISSN: 2355-7524. 20. http://www.batan.go.id/index.php/berita-pksen/ 845-batan-konsorsium-renuko-teken-kontrakpenyusunan-dokumen-desain-awal-rde, diakses tanggal 3 Mei 2015. 21. Zhang Z., Wu Z., Wang D., Xu Y., Sun Y., Li F., Dong Y., Current Status and Technical Description of Chinese 2 250 MWth HTR-PM Demonstration Plant, Elsevier: Nuclear Engineering and Design 239 p.1212 1219, 2009. TANYA JAWAB Tjipto Sujitno RDE ini nantinya untuk menghasilkan listrik? Berapa daya yang dihasilkan dari RDE ini. Moch. Djoko Birmano RDE ini didesain untuk menghasilkan listrik dan memanfaatkan panas keluarannya untuk kogenerasi. Daya listrik keluarannya sebesar 10 MW thermal 3 MW electric.