BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Repositori STIE Ekuitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

BAB II LANDASAN TEORI

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

BAB II BAHAN RUJUKAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BAB II BAHAN RUJUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Menurut Prof Dr. P. J. A. Andriani dalam Waluyo (2008:2) menyatakan Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Definisi pajak oleh Rochmat Soemitro sebagai berikut: Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) 6

dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan definisi Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong, adalah: Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barangbarang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian pajak adalah iuran wajib yang terutang kepada Negara berdasarkan undang-undang dapat dipaksakan dengan tidak adanya imbalan (kontraprestasi) secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk membiayai kemakmuran masyarakat. 2.1.2 Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Menurut Mardiasmo (2009:1), pajak memiliki 2 fungsi, antara lain: 1) Fungsi anggaran (budgetair) Fungsi budgetair atau fungsi financial yaitu fungsi pajak untuk memasukan uang ke kas Negara atau dengan kata lain fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan untuk 7

pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. 2) Fungsi mengatur (reguler) Fungsi reguler atau fungsi mengatur yaitu fungsi pajak untuk mengatur suatu keadaan di masyarakat, di bidang sosial atau ekonomi sesuai dengan kebijakan pemerintah. 2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Pada dasarnya terdapat 3 cara / sistem yang digunakan untuk menentukan siapa yang menghitung besaran pajak terutang. Berikut ini merupakan system pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009:7) : 1) Official Assessment System Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiskus. Dalam sistem ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus (sesuai dengan anjuran formil tentang timbulnya utang pajak). Jadi dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif. 2) Self Assessment System Self assessment system yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak diserahkan oleh fiskus kepada Wajib Pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sistem ini Wajib Pajak harus aktif 8

untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerangan dan pengawasan. 3) Withholding System With Holding System adalah sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan pemerintah dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Dengan demikian, yang banyak melakukan tangguang jawab adalah pihak ketiga. Hal seperti ini dapat dilihat misalnya dalam Pajak Penghasilan Pasal 21 dimana pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun dan sebagainya yang kepadanya diserahi tanggung jawab untuk memotong pajak atas penghasilan yang mereka bayarkan. 2.1.4 Pengertian Pajak Penghasilan Berdasarkan UU No 36 Tahun 2008 Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak yaitu orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan uamh diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. 2.1.5 Subjek dan Objek Pajak Penghasilan 1) Subjek pajak Berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yaitu Pasal 2 Ayat 1 yang menjadi Subjek Pajak adalah: 9

a) Orang Pribadi b) Badan c) Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak. d) Bentuk Usaha Tetap Pasal 2 Ayat 3 UU PPh No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan menjelaskan bahwa Subjek Pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek Pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pibadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan kepemilikn Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: 10

1) Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. 2) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan 3) Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam satu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak Luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak penghasilan pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa: 1) Subjek Pajak Dalam Negeri adalah: a) Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang brada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. b) Badan yang didirikan atau yang bertempat kedudukan di Indonesia. c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 11

2) Subjek Pajak Luar Negeri adalah: a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan b) Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Berdasarkan UU No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan pasal 3 menjelaskan yang tidak termasuk subjek pajak adalah: 1) Kantor Perwakilan Negara Asing 2) Pejabat-pejabat perwakilan dipolmatik dan konsulat atau pejabat-pejabat Negara asing. 3) Organisasi-organisasi Internasional 4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional 2) Objek Pajak Penghasilan Objek Pajak PPh adalah Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayan wajib pajak yang berangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun menurut Waluyo (2011:10). 12

a) Objek Pajak yang dikenakan PPh Final Berdasarkan ketentuan UU No. 36 tahun 2008 tentang PPh Pasal 4 ayat 2 terhadap objek pajak penghasilan yang dikenakan PPh final adalah. 1) Bunga Deposito dan tabungan-tabungan lainnya. 2) Penghasilan berupa hadiah undian. 3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek. 4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan. 5) Penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. b) Tidak Termasuk Objek Pajak PPh Berdasarkan ketentuan UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 3 yang dikecualikan dari objek pajak adalah. 1) Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat yang dibentuk tau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan kegamaan yang sifatnya wajib bagi pmeluk agama yang diakui di Indonesia. 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau 13

badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk kopersai atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3) Warisan. 4) Harta Termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. 5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau yang diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus. 6) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa. 7) Dividen atau laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada Badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. b) Bagi Perseroan Terbatas, BUMN, BUMD, yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang 14

memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor. 8) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang diayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 9) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 10) Bagian laba yang diterima atau yang diperoleh dari anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham. 11) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. 12) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 13) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan 15

dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. 14) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuanya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2.1.6 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayarkan sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT tahunan pajak penghasilan (Waluyo, 2011:305). 2.1.7 Unsur-unsur Pajak Penghasilan Pasal 25 1) Cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25 Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang tertutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, 22, 23, dan Pasal 24, kemudian dibagi menjadi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam tahun pajak. 16

2) Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 25 Ketentuan perundang-undangan perpajakan mengatur penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25 seperti berikut ini. a) Pajak penghasilan pasal 25 dibayar atau disetorkan selambatlambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya. b) Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir dalam bentuk Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ketiga. 3) Perhitungan PPh pasal 25 dalam Hal-hal Tertentu Direktorat Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan apabila (Mardiasmo, 2011:247) : a) Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian. b) Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur. c) SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan. d) Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. e) Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebuh besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan. f) Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak. 17

2.1.8 Tarif pajak penghasilan pasal 31 E UU No. 36 Tahun 2008 Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Tarif Pajak Pasal 17 dan 31 E dikenakan atas penghasilan kena pajak Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013. 2.1.9 Koreksi fiskal Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Ada dua koreksi fiskal yaitu: 18

1) Koreksi Positif Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. 2) Koreksi Negatif Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak. 2.1.10 Biaya-Biaya yang Dapat Dikurangkan dan Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto 1) Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah. a) Biaya untuk mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan yaitu biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang memiliki manfaat lebih dari satu tahun sepanjang harta yang disusutkan atau diamortisasikan tersebut digunakan untuk mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan. 19

c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Mentri Keuangan. d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan. e) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. 2) Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah. a) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,sekutu,atau anggota. b) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi. c) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan. d) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. e) Biaya Pajak Penghasilan. f) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. 20

2.1.11 Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2013 Peraturan Pemerintah Nomor 46 yang diterbitkan pada 1 Juli 2013 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (PP Nomor 46 tahun 2013) atau lebih dikenal PPh atas UMKM. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut. 1) Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan 2) Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Yang tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan. 1) Sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan 2) Sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. 21

Yang tidak termasuk Wajib Pajak badan adalah. 1) Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau 2) Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen). Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan sebesar 25%. Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. 22

Ketentuan Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan. Atas penghasilan selain dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut. 1) Kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak. 2) Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak. 23

3) Kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya. Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut. 1) Didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan. 2) Didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku. 3) Didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. 24