BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian. Untuk menjawab permasalahan tersebut akan dianalisis hal-hal sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan

BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengolah data tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan pada BAB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penalaran matematis siswa dan data hasil skala sikap. Selanjutnya, peneliti

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sedangkan untuk data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara perlakuan tersebut dengan aspek tertentu yang akan diukur. Menurut

BAB III METODE PENELITIAN. kuasi eksperimen atau percobaan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian, deskripsi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperbandingkan kedua model pembelajaran tersebut untuk mengetahui model

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pendekatan saintifik berbasis Problem Based

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

: Perlakuan (Pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keterangan: O : Pretes, Postes X : Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMP

Kelompok Tes Ketegori Rata-rata Simpangan Baku Pretes 5,38 1,44 Kelompok Postes 7,69 1,25 Eksperimen Hasil Latihan 2,31 0,19 Kelompok Kontrol

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian. yaitu kelas VIII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang diperoleh dalam setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. siswa SMP kelas VIII melalui metode Personalized System of Instruction (PSI).

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN O X O

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian yang diperoleh selama pelaksanaan pembelajaran matematika dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan dua kelas sebagai sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas. Desain pada penelitian ini berbentuk:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

B. Desain Penelitian Menurut Ruseffendi (2010, hlm. 50) Desain penelitian yang digunakan adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. 1. Sejarah Berdirinya MAN 3 Balangan. Mesjid Syuhada Sungai Awang Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan.

BAB III METODE PENELITIAN

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 3, No.1, Februari 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap variabel lainnya. Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen, karena subjek

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan berpikir

Dimana, O : Pretes atau postes. X : Perlakuan berupa pembelajaran kontekstual dengan teknik mind map. : Subjek tidak dipilih secara acak.

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Mitra Bakti

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA Madrasah Aliyah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE DAN DESAIN PENELITIAN. antara perlakuan tersebut dengan aspek tertentu yang akan diukur. Ruseffendi

BAB III DESAIN PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. Pengetahuan Sosial dengan melibatkan tiga indikator yaitu: 1. Menggambar peta Indonesia dengan memberi simbol

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAB III METODOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan hasil pengolahan data penelitian berupa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen pada umumnya dilakukan untuk membandingkan dua kelompok atau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah Quasi Experimental Research (penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. benar-benar untuk melihat hubungan sebab-akibat dimana perlakuan yang

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Dalam implementasinya di lapangan, penelitian ini menggunakan dua

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Matlaul Anwar Padangcermin.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan menyelidiki pengaruh

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuasi eksperimen. Menurut

Transkripsi:

83 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian pendahuluan telah disampaikan beberapa perumusan masalah penelitian. Untuk menjawab permasalahan tersebut akan dianalisis hal-hal sebagai berikut: peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Selain itu, akan diungkap pula sikap terhadap pelajaran matematika pada kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Data yang dianalisis pada penelitian ini ada tiga macam yaitu: data kemampuan analogi matematis, data kemampuan generalisasi matematis, dan data sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Data-data tersebut diperoleh dari pretes dan postes. Pretes diadakan sebelum pembelajaran diberikan, dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan awal kedua kelompok tersebut. Sedangan peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilihat dari skor gain yang diformulasikan oleh Hake (1999) yang ditinjau berdasarkan kategori kemampuan siswa. Kemampuan awal dan kemampuan akhir yang dimaksud adalah kemampuan analogi dan generalisasi matematis pada materi segitiga, persegi panjang dan persegi. 83

84 Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel dan Software SPSS 16. Berikut ini adalah hasil penelitian dan pembahasannya. A. Diskripsi Kegiatan Kegiatan penelitian berlangsung selama tujuh kali pertemuan, adapun pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode discovery dapat dilihat sebagai berikut: 1. Pertemuan ke-1 Pertemuan pertama pada penelitian ini pada hari Senin tanggal 2 April 2012 pada jam 5-6. Materi yang diajarkan pada pertemuan pertama adalah sifat-sifat segitiga. Kegiatan ini dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menentukan sifat-sifat segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya. Pada pembelajaran ini siswa dibagi kedalam 7 kelompok, akan tetapi banyak siswa yang pilih-pilih dalam menentukan kelompoknya sehingga ada beberapa siswa yang mungkin bukan teman bermainnya tidak mendapatkan kelompoknya. Sehingga, peneliti memutuskan untuk membaginya sesuai dengan kemampuan siswa yang telah didapatkan dari guru matematikanya. Masing-masing kelompok diberikan LKS dan disuruh untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada LKS tersebut. Pada awal pembelajaran siswa masih terlihat bingung karena pembelajaran dilakukan tidak seperti biasanya. Akan tetapi, siswa merasa senang ketika peneliti membagikan penggaris dan busur derajat untuk para siswa melakukan pengukuran.

85 Siswa melakukan pengukuran segitiga-segitiga yang telah disediakan dalam LKS. Mereka sangat antusias untuk melakukan pengukuran sisi ataupun besar sudutnya. Setelah siswa melakukan pengukuran mereka mengisi LKS dengan mengidentifikasi panjang sisi segitiga dan besar sudutnya. Gambar 4.1. Siswa Melakukan Pengukuran Segitiga yang Tersedia pada LKS Temuan-temuan: a. Terdapat 1 kelompok yang hanya satu orang yang mengerjakan sedangkan yang lain bermain-main saja. Akhirnya guru memberi teguran dan menemani belajar sehingga merekapun mengerjakan apa yang diperintahkan pada LKS.

86 b. Siswa mengukur panjang sisi dan besar sudut-sudutnya siswa dapat menyimpulkan bahwa dari ketiga segitiga tersebut memiliki persamaan dan perbedaan yaitu sudut yang terbentuk pada ketiga buah segitiga tersebut sama yaitu 60 0 dan ketiga buah segitiga tersebut sama-sama memiliki sisi yang sama. Kemudian siswa juga menemukan adanya perbedaan dari ketiga buah segitiga tersebut yaitu panjang sisinya masing-masing berbeda. Setelah siswa ditanya apa syarat dikatakan segitiga sama sisi? siswa menjawab menjawab sudutnya sama dan ada siswa yang menjawab ketiga sisinya sama. Dari hal tersebut, kemampuan analogi yaitu menyimpulkan atas dasar kedua buah situasi siswa dapat berjalan dengan baik. c. Setelah mengetahui ada perbedaan dan persamaan siswa dapat menyimpulkan bahwa segitiga itu dinamakan segitiga sama sisi yaitu ketika sudutnya 60 0 dan panjang sisinya sama. d. Siswa mengukur 4 buah segituga yang sudah disediakan pada LKS yang sudah di desain oleh peneliti yaitu segitiga sama kaki. mereka melakukan pengukuran dan siswa 5 kelompok mengalami tidak kesulitan untuk menyimpulkan karena berkat pengalaman dari kegiatan pertama mereka menemukan. Akan tetapi, terdapat 1 kelompok yang menyimpulkan Segitiga memiliki banyak jenis dan sudutnya berbeda-beda. Kemudian peneliti mengarahkan fokus pada panjang sisi dan besar sudut, bagaimana keterkaitanya. Siswapun menjawab bahwa terdapat segitiga yang 2 sisinya sama panjang dan 2 sudutnya sama panjang. Kemudian mereka menyebutnya segitiga sama kaki.

87 e. Seluruh siswa menyimpulkan sifat-sifat segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut segitiga. 2. Pertemuan ke-2 Pertemuan kedua pada penelitian ini pada Selasa tanggal 3 April 2012 pada jam 3-4. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua adalah sifat-sifat persegi panjang. Kegiatan ini dimualai dengan mengerjakan PR yang telah diberikan oleh peneliti pada LKS sebelumnya. Pada pembelajaran pertemuan ke-2 siswa dibagi kedalam kelompok yang sama seperti pada pertemuan pertama. Kemudian siswa dibagi kertas origami sebagai alat peraga untuk menentukan jumlah besar sudut segitiga. Siswa diperintahkan membentuk segitiga sembarang dengan kertas origami yang telah diberikan kemudian mengikuti petunjuk pada LKS yaitu menandai sudut-sudutnya dan memotong pojoknya kemudian menyatukannya sehingga terbentuk garis lurus. Gambar 4.2. Aktivitas Siswa dalam Menemukan Jumlah Sudut dalam Segitiga

88 Temuan-temuan: a. Siswa tampak senang karena siswa belajar dengan menggunakan kertas origami b. Kondisi siswa agak sedikit kurang terkontrol, karena didapat beberapa siswa menggunakan kertas origami untuk dibentuk mainan. Akhirnya peneliti menegur siswa kemudian mereka kembali untuk melakukan eksperimen. c. Terdapat beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyatukan potongan bagian-bagian sudut segitiga yang telah dibuat. d. Terdapat siswa yang langsung dapat menyimpulkan bahwa ketika disusun potongan sudut tersebut segitiga dan menyimpulkan besar jumlah sudut segitiga 180 0. Setelah peneliti Tanya pada siswa tersebut siswa menjawab sudah pernah pada pembelajaran di SD. e. Pada soal yang telah disajikan pada LKS siswa mengalami kesulitan ketika disuruh mencari sudut dengan konsep jumlah segitiga jika diketahui salah satu sudutnya dan garis bagi. Kemudian peneliti menmberi penguatan pada siswa dengan alat peraga yaitu dengan siswa disuruh membuat segitiga siku-siku dari kertas origami kemudian pada salah satu sudutnya siswa disuruh melipat sehingga saling menutupi. Dari lipatan tersebut terdapat garis dan siswa disuruh mengukur sudutnya siswapun menemukan sudutnya sama. 3. Pertemuan ke-3 Pertemuan ketiga pada penelitian ini pada hari Senin tanggal 9 April 2012. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua adalah sifat-sifat persegi panjang.

89 Kegiatan ini dimulai dengan mengerjakan PR yang telah diberikan oleh peneliti pada LKS sebelumnya. Pada pembelajaran pertemuan ke-3 siswa dibagi kedalam kelompok yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya. Kemudian siswa diberikan kertas HVS sebagai alat peraga untuk menentukan persegi panjang. Mereka melakukan pengukuran. Setelah mereka melakukan pengukuran sisi kertas HVS tersebut. Setelah mereka melakukan pengukuran sisi mereka mendapatkan terdapat dua pasang sisi yang sama. Kemudian dengan menggunakan jangka mereka melakukan pengukuran sudutnya, mereka mendapatkan sudut persegi panjang 90 0. Temuan-temuan: a. Setelah siswa menemukan sifat persegi panjang terkait terdapat dua buah sisi yang sama panjang dan mereka menemukan bahwa sudutnya sama 90 0. Peneliti bertanya pada siswa apakah pasangan sisi yang sama panjang sejajar? Siswa menjawab sejajar. Akan tetapi ketika ditanya alasannya mereka terlihat bingung. Kemudian peneliti menyuruh siswa diperintahkan menjumlahkan dua buah sudut yang ada pada satu sisi, dan siswa menjawab 180 0. Kemudian peneliti mengingatkan kembali pada siswa tentang sudut dalam sepihak. Terdapat satu siswa menjawab ketika sudut dalam sepihak jumlahnya 180 0 maka garisnya sejajar. Disini terlihat bahwa pengetahuan awal siswa dari harus dikuasai sehingga pada pembelajaran dengan menggunkan metode discovery pengetahuan siswa sangat diperlukan. b. Ketika siswa disuruh menggambar garis diagonal, kemudian siswa melakukan pengukuran mereka dengan mudah menyimpulkan bahwa

90 diagonalnya sama panjang. Akan tetapi ketika ditanya apakah diagonal tersebut membagi sudut sama besar hamper sebagian siswa menjawabnya ya. Penelitipun menyuruh mengukur sudutnya dan siswa mendapatkan berbeda, Terdapat satu kelompok yang menyimpulkan bawa terdapat sudutsudut yang sama yang terbentuk oleh diagonal. c. Dengan menggunakan jarum dan ditanjapkan di titik potong diagonal siswa menentukan sifat persegi panjang ketika di rotasi. Siswa dengan peragaan tersebut dengan mudah menyimpulkan ternyata persegi panjang menempati tempat jika dipuar 360 0. d. Pada penyelesaian soal dalam LKS siswa tidak mengalami kesulitan. 4. Pertemuan ke-4 Pertemuan ke-4 pada penelitian ini pada hari Selasa tanggal 10 April 2012. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua adalah sifat-sifat persegi Kegiatan ini dimualai dengan mengerjakan PR yang telah diberikan oleh peneliti pada LKS sebelumnya. Pada pembelajaran pertemuan ke-4 siswa dibagi kelompok yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya. Kemudian siswa dibagi kertas origami berbentuk persegi sebagai alat peraga untuk menentukan sifat persegi. Mereka melakukan pengukuran. Setelah mereka melakukan pengukran sisi kertas origami tersebut. Setelah mereka melakukan pengukuran sisi mereka mendapatkan terdapat sisi yang sama. Kemudian dengan menggunakan jangka mereka melakukan pengukuran sudutnya, mereka mendapatkan sudut persegi panjang 90 0.

91 Temuan-temuan: a. Setelah siswa menemukan sifat persegi panjang terkait terdapat semua sisinya sama panjng dan mereka menemukan bahwa sudutnya sama 90 0. Peneliti bertanya pada siswa apakah pasangan sisi yang sama panjang sejajar? Siswa menjawab sejajar. Siswa menjawab alasannya karena mereka sudah mengetahui dari pertemuan sebelumnya. b. Siswa membuat diagonal persegi panjang kemudian mengukur panjang dan sudutnya mereka langsung menyipulkan diagonalnya sama panjang dan sudut yang tebentuk sama besar. Ketika peneliti menanyakan pada mereka apakah diagonal persegi membagi sudut sama panjang? mereka langsung menjawab sama panjang yaitu 45 0. Sehingga pada pertemuan ini peneliti tidak mengalami kesulitan. c. Dengan menggunakan jarum dan ditanjapkan di titik potong diagonal siswa menentukan sifat persegi ketika di rotasi. Siswa dengan peragaan tersebut dengan mudah menyimpulkan ternyata persegi diputar selalu menempati tempatanya. Ketika peneliti bertanya berapa sudut putarannya? siswa yang menjawab 360 0, mungkin ini pengalaman dari pertemuan sebelumnya yaitu pada persegi panjang. Kemudian peneliti menanykan lagi berapa sudutnya lagi? ada yang menjawab 180 0. Kemudian peneliti menyuruh siswa untuk mengidentifikasi dengan teliti kemudian mendaftar sudut-sudut putarannya dengan membuat garis bantu pada kertas. d. Pada penyelesaian soal dalam LKS siswa tidak mengalami kesulitan

92 5. Pertemuan ke-5 Pertemuan ke-5 pada penelitian ini pada hari Jumat tanggal 13 April 2012. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua adalah keliling dan Luas daerah persegi panjang Kegiatan ini dimualai dengan mengerjakan PR yang telah diberikan oleh peneliti pada LKS sebelumnya. Pada pembelajaran pertemuan ke-4 siswa dibagi kedalam kelompok yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya. Kemudian siswa dibagi kertas HVS. Kemudian siswa membagi sisi-sisi kertas HVS tersebut dengan panjang 2 cm kemudian menghubungkan titik-titik tanda tersebut sehingga membentuk kotakkotak. Siswa menghitung banyaknya kotak, siswapun dengan muda hmenghubungkan banyaknya dengan keliling ataupun luas daerah persegi panjang yaitu bahwa K =2 (p+l) dan L =p. Temuan-temuan: a. Pada kegiatan praktek ini siswa dengan mudah menyimpulkan tentang rumus keliling dan luas persegi panjang. Setelah peneliti tanya pada salah satu kelompok, mereka sudaah pernah melakukan di SD. Dalam hal ini, pengetahuan awal siswa pada materi ini terlihat bagus. b. Dalam menyelesaikan soal-soal yang ada pada LKS sebagian besar siswa tidak mengalami kesulitan 6. Pertemuan ke-6 Pertemuan ke-6 pada penelitian ini pada hari Senin 16 April 2012. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua adalah keliling dan Luas daerah persegi

93 Kegiatan ini dimualai dengan mengerjakan PR yang telah diberikan oleh peneliti pada LKS sebelumnya. Pada pembelajaran pertemuan ke-4 siswa dibagi kedalam kelompok yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya. Kemudian siswa dibagi kertas HVS. Kemudian siswa membagi sisi-sisi kertas origami tersebut dengan panjang 2 cm kemudian menghubungkan titik-titik tanda tersebut sehingga membentuk kotakkotak. Siswa menghitung banyaknya kotak, siswapun dengan muda hmenghubungkan banyaknya dengan keliling ataupun luas daerah persegi yaitu bahwa K =4S dan L =S 2. Gambar 4.3. Aktivitas Siswa dalam Menemukan Keliling dan Luas Daerah Persegi Temuan-temuan: a. Siswa dengan mudah menyimpulkan tentang keliling dan luas daerah persegi dari kegiatan yang telah dilakukan. b. Siswa mengalami kesulitan ketika dihadapkan soal tentang keliling dan luas daerah persegi dalam bentuk pola ke-n. Untuk membantu siswa siswa disuruh mendaftar pada tabel yaitu dengan mencari keliling dan ruas daerah persegi dengan panjang sisi 2 cm, 4 cm, 6 cm dan sterusnya yaitu kelipatan 2.

94 Kemudian siswa ditanya bagaimana hubungan bilangan-bilangan yang didapat. Setelah itu siswa dengan mendaftar juga disuruh mencari keliling dan luas persegi dengan panjang sisi 1, 2, 3, dan setrusnya hingga ditanya panjang sisinya n. Dengan mengaitkan bilangan-bilangan yang terjadi siswapun dapt mengerti dan menentukan pola ke-n. c. Siswa juga mengalami kesulitan pada penyelesaian soal analogi pada LKS karena pada soal tersebut peneliti membuat soal yang nonroutin. Dengan memberi bimbingan siswa dapat menyelesaikan soal tersebut. 7. Pertemuan ke-7 Pertemuan ke-7 pada penelitian ini pada hari Selasa tanggal 17 April 2012. Materi yang diajarkan pada pertemuan kedua adalah keliling dan luas daerah segitiga. Kegiatan ini dimulai dengan mengerjakan PR yang telah diberikan oleh peneliti pada LKS sebelumnya. Pada pembelajaran pertemuan ke-7 siswa dibagi kedalam kelompok yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya. Pada kegiatan pertama dengan pendekatan luas persegi panjang siswa memotong persegi panjang tersebut sesuai diagonalnya siswa dengan mudah menyimpulkan luas daerah segitiga. Pada kegiatan kedua dimana siswa disuruh membuat segitiga sembarang kemudian melipatnya sesuai instruksi pada LKS sehingga siswa disuruh menyimpulkan rumusan luas daerah segitiga.

95 Gambar 4.4. Aktivitas Siswa dalam Menemukan Luas Daerah Segitiga Temuan-temuan: a. Pada kegiatan kedua siswa disuruh membuat segitiga sembarang emudian melipatnya sesuai instruksi pada LKS sehingga terbentuk persegi panjang siswa mengalami kesulitan dalam memodelkan dalam bentuk aljabar. Kemudian peneliti menyuruh siswa menggambar lipatan tersebut kemudian menyimbolkannya sehingga dengan bantuan yang diperlukan oleh siswa akhirnya siswa dapat menyimpulkan rumusan luas daerah persegi panjang b. Terdapat temuan pula temuan pertanyaan yang peneliti tidak memprediksinya seperti contoh pada materi tentang luas daerah segitiga. Dalam LKS disajikan menemukan luas daerah segitiga dengan penndekatan luas daerah persegi

96 panjang. Dalam kegiatan yang ada pada LKS siswa disuruh membuat segitiga sembarang, kemudian kertas segitiga itu dilipat kemudian membentuk persegi panjang. Terdapat salah seorang siswa membuat segitiga siku-siku dan sama kaki sehingga bukan persegi panjang yang terbentuk akan tetapi persegi. Kemudian, peneliti bertanya pada siswa tersebut tentang konsep persegi dan persegi panjang. Siswa menjawab bedanya persegi dan persegi panjang adalah jika persegi sisi-sisinya sama dan persegi panjang tidak sama. Kemudian peneliti menyuruh siswa tersebut melanjutkan kegiatannya dan didapat simpulan akhir sama saja bahwasanya yang berbentuk persegi panjang pada segitiga sembarang dan persegi pada segitiga siku-siku dan sama kaki hasil akhirnya sama bahwa luas daerah segitiga =. c. Siswa mengalami kesulitan ketika dihadapkan untuk menentukan pola ke-n jika pada masalah yang berpola. Seperti contoh diketahui suatu segitiga yang disusun seperti di bawah ini: Pola 1 Pola 2 Pola 3.... berapa jumlah segitiga yang diarsir pada pola ke-n? Terdapat salah satu siswa yang mendaftar dengan menyusun pola angka-angka 1, 3, 6, 10, 15,...., sudah menemukan bahwa setiap suku pertama ditambahkan dengan 2, suku ke-2 ditambah 3, suku ke-3 ditambah 4 dan seterusnya akan tetapi belum bisa menyimpulkan suku ke-n.

97 Untuk membantu siswa peneliti memberikan scaffolding pada siswa dengan menyuruh siswa membuat label sperti di bawah ini: pola 1 = pola 2 = 3 = pola 3 = 6 = pola 4 = 10 =..... Dari data itu siswa menemukan keterkaitan antara nilangan pada pola dengan perkalian bilangan selanjutnya kemudian dibagi 2 jadi siswapun dapat menyimpulkan bahwa jumlah segitiga yang diarsir pada pola ke-n =. Dari hal tersebut dapat siswa akan lebih mudah menemukan pola dengan memperlihatkan keterkaitan bilangan-bilangan yang ada akan tetapi guru harus terus membimbing untuk memberikan penguatan (scaffolding). B. Diskripsi Hasil Pengolahan Data Data dalam penelitian ini diperoleh dari skor pretes, serta data skala sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Skor pretes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum diberikan perlakuan, sedangkan untuk melihat peningkatan diperoleh dari selisih antara skor pretes dan postes serta skor ideal kemampuan analogi dan generalisasi metematis siswa yang dinyatakan dalam

98 skor gain ternormalisasi. Berikut ini disajikan diskripsi statistik skor pretest, posttest, dan gain ternormalisasi (g) dalam bentuk tabel. Tabel 4.1 Statistika Diskriptif Skor Kemampuan Analogi Matematis Kemampuan Analogi Matematis Eksperimen Kontrol N Minimum Maximum Rataan Simpangan Baku Pretes 36 2.00 15.00 8.2222 3.67315 Postes 36 8.00 19.00 15.2778 3.36886 Gain 36.20.89.6308.19009 Pretes 36 1.00 14.00 8.2500 3.21047 Postes 36 6.00 19.00 13.9167 2.94109 Gain 36.18.88.4925.16712 Skor Ideal 20 Berdasarkan tabel diatas memperlihatkan bahwa rataan skor kemampuan analogi matematis siswa kelas eksperimen sebelum pembelajaran lebih kecil dibandingkan dengan rataan siswa kelas kontrol, yaitu rataan kelas eksperimen 8,22 dan rataan kelas kontrol adalah 8,25. Dari rataan kedua kelompok tersebut berbedaanya hanya 0,03 hal ini menunjukan bahwa perbedaan yang sangat kecil. Sedangkan stelah pembelajaran dilakukan rataan skor kemampuan analogi matematis kelas eksperimen adalah 15,28 dengan simpangan baku 3,39. Sedangkan pada kelas kontrol, setelah pembelajaran rataanya adalah 13,92 dengan simpangan baku 2,94. Dilihat dari besarnya simpangan baku setelah pembelajaran, penyebaran kemampuan analogi matematis kelas eksperimen kurang menyebar dibandingkan kelas kontrol. Hal itu dapat dilihat bahwa

99 simpangan baku kelas eksperimen lebih rendah daripada simpangan baku kelas kontrol. Sedangkan diskripsi data skor kemampuan generalisasi matematis siswa dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Statistika Diskriptif Skor Kemampuan Generalisasi Matematis Kemampuan Generalisasi Matematis Eksperimen Kontrol N Minimum Maximum Rataan Simpangan Baku Pretes 36 2.00 19.00 9.4722 4.31268 Postes 36 10.00 27.00 21.6389 4.23018 Gain 36.24.94.6711.16587 Pretes 36 4.00 17.00 9.7222 3.58259 Postes 36 9.00 27.00 19.3889 4.72246 Gain 36.14.94.5353.21940 Skor Ideal 28 Dari tabel 4.2 diatas memperlihatkan bahwa rataan skor kemampuan generalisasi matematis siswa kelas eksperimen sebelum pembelajaran lebih kecil dibandingkan dengan rataan siswa kelas kontrol, yaitu rataan kelas eksperimen 9,47 dan rataan kelas kontrol adalah 9,72. Dari rataan kedua kelompok tersebut berbedaanya 0,15 hal ini menunjukan bahwa perbedaan yang sangat kecil. Sedangkan stelah pembelajaran dilakukan rataan skor kemampuan generalisasi matematis kelas eksperimen adalah 21,64 dengan simpangan baku 4,23. Sedangkan pada kelas kontrol, setelah pembelajran rataanya adalah 27 dengan simpangan baku 4,72. Dilihat dari besarnya simpangan baku setelah pembelajaran, penyebaran kemampuan generalisasi matematis kelas eksperimen kurang menyebar dibandingkan kelas eksperimen. Hal itu dapat dilihat bahwa

100 simpangan baku kelas eksperimen lebih rendah daripada simpangan baku kelas kontrol. Dari tabel 4.1 dan 4.2 dapat dilihat perbedaan skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol yang cukup. hal ini menandakan adanya peningkatan yang cukup baik untuk kelas eksperimen dan kontrol. Akan tetapi, jika dibandingkan kedua kelompok tersebut peningkatan kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Selanjutnya akan dilakukan analisis data skor kemampuan analogi matematis, skor kemampuan generalisasi matematis, dan skor sikap terhadap matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis tersebut meliputi analisis skor pretes dan postes pada kemampuan analogi dan generalisasi matematis serta skor sikap terhadap matematika. 1. Hasil Pretes Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Untuk mengetahui bahwa kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan, maka dilakukan analisis uji kesamaan rataan hasil pretes. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan uji kesamaan rataan terlebih dahulu dengan melakukan uji normelitas sebaran data dan homogenitas varians. Jika data memebuhi syarat normalitas dan homogenitas, uji kesamaan rataan Uji-t, sedangkan data yang tidak memenuhi syarat normalitas, mengguakan uji non-parametrik. a. Uji Normalitas Pengujian normalitas data kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa secara dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, dengan

101 menggunakan SPSS 16 for windows. Hasil perhitungan uji normalitas pretes kemampuan analogi matematis dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Kemampuan Analogi Matematis Shapiro-Wilk Statistik dk p-value Kes. Pretes Eksperimen.945 36.071 Terima H 0 Dari Tabel 4.4 diperoleh p-value (Asymp Sig) kelas eksperimen adalah 0,071 > 0,05 =, dan p-value (Asymp Sig) kelas kontrol adalah 0,128 > 0,05 =, maka H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan analogi matematis siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. Kontrol.953 36.128 Terima H 0 Selanjutnya, pada tabel 4.3 di bawah ini disajikan uji normalitas skor pretes kemampuan generalisasi matematis. Tabel 4.4 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Kemampuan Analogi Matematis Shapiro-Wilk Statistik dk p-value Kes. Pretes Eksperimen.967 36.355 Tolak H 0 Kontrol.958 36.184 Tolak H 0 Dari Tabel 4.4 diperoleh p-value (Asymp Sig) kelas eksperimen adalah 0,355 > 0,05 =, dan p-value (Asymp Sig) kelas kontrol adalah 0,184 > 0,05 =,

102 maka hipotesis H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan generalisasi matematis siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. b. Uji Homogenitas Pengujian homogenitas data kemampuan analogi matematis siswa secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan uji Levene. Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Pretes_Analogi Levene Statistic dk1 dk2 p-value Dari tabel 4.5 untuk menguji homogenitas varians skor pretes terlihat nilai Lavene Statistic (F) adalah sebesar 0,553 dengan nilai signifikansi sebesar 0,459. Nilai signifikansi tersebut lebih dari taraf signifikansi α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 yang menyatakan veriansi populasi kedua kelompok data adalah sama diterima. Artinya, kedua kelompok data skor pretes kemampuan analogi matematis siswa memiliki varian yang homogen. Selanjutnya tebel 4.6 disajikan hasil uji homogenitas varians skor pretes kemampuan generalisasi matematis siswa. Kes..553 1 70.459 Terima H 0 Tabel 4.6 Uji Homogenitas Variansi Skor P retes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa

103 Pretes_Generalisasi Levene Statistic dk1 dk2 p-value Kes. Dari tabel 4.6 untuk menguji homogenitas varians skor pretes terlihat nilai Lavene Statistic (F) adalah sebesar 1,652 dengan nilai signifikansi sebesar 0,2038. Nilai signifikansi tersebut lebih dari taraf signifikansi α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 yang menyatakan veriansi populasi kedua kelompok data adalah sama diterima. Artinya, kedua kelompok data skor pretes kemampuan generalisasi matematis siswa memiliki varians yang homogen. c. Uji Kesamaan Rataan Pretes 1.652 1 70.203 Terima H 0 Karena pernyataan normalitas dan homogenitas telah dipenuhi, maka untuk menetahui kesamaan rataan pretes kemampuan analogi dan generalisasi metematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dan siswa yang emperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori dihitung dengan uji kesamaan rataan skor pretes menggunkan Uji-t. Berikut pada Tabel 4.7 disjikan hasil uji kesamaan rataan kemampuan analogi mateatis siswa. Tabel.4.7 Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Kemampuan Analogi Matematis t dk p-value (2-tailed) Pretes Asumsi kesamaan variansi -.034 70.973 Asumsi perbedaan variansi Kes. Terima H 0 -.034 68.768.973 Berdasarkan Tabel 4.7. diatas dapat dilihat bahwa signifikansi sebesar 0,973 > dari α = 0,05. Sehingga H 0 diterima, yang artinya kemampuan awal

104 analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery sama dengan rataan kemampuan awal analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Untuk melihat uji kesamaan rataan pretes kemampuan generalisasi metematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini. Tabel.4.8 Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Kemampuan Generalisasi Matematis t dk p-value (2-tailed) Pretes Asumsi kesamaan variansi -.268 70.790 Asumsi perbedaan variansi Kes. Terima H 0 -.268 67.723.790 Berdasarkan Tabel 4.8. diatas dapat dilihat bahwa signifikansi sebesar 0,790 > α = 0,05. Sehingga H 0 diterima, yang artinya kemampuan awal analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery sama dengan rataan kemampuan awal generlisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Selanjutnya, untuk mengetahui peningkatan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori, maka dilakukan analisis data gain ternormalisasi kemampuan analogi dan generalisasi matematis pada kedua kelas tersebut.

105 2. Hasil Pretes Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Sebelum data postes digunakan untuk mencari gain ternormalisasi terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas. a. Uji Normalitas Pengujian normalitas data kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa secara dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, dengan menggunakan SPSS 16 for windows. Hasil perhitungan uji normalitas postes kemampuan analogi matematis dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut: Tabel 4.9 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Kemampuan Analogi Matematis Shapiro-Wilk Statistik dk p-value Kes. Postes Eksperimen.954 36.138 Terima H 0 Kontrol.959 36.197 Terima H 0 Dari tabel 4.9 diperoleh p-value (Asymp Sig) kelas eksperimen adalah 0,138 > 0,05 =, dan p-value (Asymp Sig) kelas kontrol adalah 0,197 > 0,05 =, maka H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan analogi matematis siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. Selanjutnya, pada tabel 4.10 di bawah ini disajikan uji normalitas skor postes kemampuan generalisasi matematis. Tabel 4.10 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Kemampuan Shapiro-Wilk Kes.

106 Generalisasi Matematis Statistik dk p-value Postes Eksperimen.955 36.154 Terima H 0 Kontrol.945 36.072 Terima H 0 Dari Tabel 4.10 diperoleh p-value (Asymp Sig) kelas eksperimen adalah 0,154 > 0,05 =, dan p-value (Asymp Sig) kelas kontrol adalah 0,072 > 0,05 =, maka hipotesis H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan generalisasi matematis siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. b. Uji Homogenitas Pengujian homogenitas data kemampuan analogi matematis siswa secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan uji Levene. Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 4.5 berikut: Tabel 4.11 Uji Homogenitas Variasnsi Skor Postes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Postes_Analogi Levene Statistic dk1 dk2 p-value Kes..999 1 70.321 Terima H 0 Dari tabel 4.11 untuk menguji homogenitas varians skor postes terlihat nilai Lavene Statistic (F) adalah sebesar 0,999 dengan nilai signifikansi sebesar 0,321. Nilai signifikansi tersebut lebih dari taraf signifikansi α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 yang menyatakan veriansi populasi kedua kelompok data

107 adalah sama diterima. Artinya, kedua kelompok data skor postes kemampuan analogi matematis siswa memiliki varian yang homogen. Selanjutnya tebel 4.12 disajikan hasil uji homogenitas varians skor postes kemampuan generalisasi matematis siswa. Tabel 4.12 Uji Homogenitas Variansi Skor Postes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Postes_Generalisasi Levene Statistic dk1 dk2 p-value Kes. 1.691 1 70.198 Terima H 0 Dari tabel 4.12 untuk menguji homogenitas varians skor postes terlihat nilai Lavene Statistic (F) adalah sebesar 1,691 dengan nilai signifikansi sebesar 0,198. Nilai signifikansi tersebut lebih dari taraf signifikansi α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 yang menyatakan veriansi populasi kedua kelompok data adalah sama diterima. Artinya, kedua kelompok data skor postes kemampuan generalisasi matematis siswa memiliki varians yang homogen. 3. Peningkatan Kemampuan Analogi Matematis Siswa Untuk mengetahui peningkatan kemampuan analogi matematis siswa, antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori,maka dilakukan analisis terhadap kelompok data gain ternormalisasi siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dan gain ternormalisasi siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Berikut ini disajikan

108 diskripsi statistik data gain ternormalisasi menurut pembelajaran dan kategori kemampuan siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan menggunakan bantuan program SPSS 16 for Windows, diperoleh diskripsi statistik data dan gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis sebagai berikut: Tabel. 4.13 Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Awal Siswa Kemampuan Awal Siswa Tinggi Sedang Rendah Keseluruhan N-Gain Statistik MPD MPE Total Rataan 0.7136 0.5555 0.6345 Simpangan Baku 0.17557 0.13560 0.17317 N 11 11 22 Rataan 0.6836 0.5229 0.6032 Simpangan Baku 0.17557 0.13560 0.17674 N 14 14 28 Rataan 0.4809 0.3909 0.4359 Simpangan Baku 0.18273 0.14896 0.16908 N 11 11 22 Rataan 0.6308 0.4925 0.5617 Simpangan Baku 0.19009 0.16712 0.19087 N 36 36 72 Perbedaan Rataan N-Gain 0.1581 0.1607 0.0900 0.1383 Berdasarkan tabel 4.13 dapat diuraikan kemampuan analogi matematis siswa sebagai berikut: a. Rataan gain peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPD adalah 0,631. Adapun rataan gain peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE adalah 0,493. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa rataan gain peningkatan kemampuan analogi

109 matematis siswa yang memperoleh MPD lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh MPE. b. Untuk siswa berkemampuan tinggi, rataan gain kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPD sebesar 0,714. Adapun rataan gain peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE sebesar 0,556 Sehingga dapat disimpulkan rataan gain kemampuan analogi siswa berkemampuan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE. c. Rataan gain peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memiliki kemampuan sedang pada siswa yang memperoleh MPD adalah 0,684. Sedangkan rataan gain peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE sebesar 0,523. Artinya, dapat disimpulkan rataan gain kemampuan analogi siswa berkemampuan sedang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE. d. Untuk siswa berkemampuan rendah, rataan gain kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPD sebesar 0,481 Sedangkan rataan gain peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE sebesar 0,393 artinya, rataan gain kemampuan analogi siswa berkemampuan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE. e. Dari tabel menunjukkan perbedaan rataan gain ternormalisasi antar kemampuan awal siswa menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan awal

110 yang dimiliki siswa semakin tinggi pula peningkatan kemampuan analogi matematis siswa. f. Jika dilihat dari selisih peningkatan kemampuan analogi matematis, maka selisih terbesar terjadi antar pembelajaran yaitu siswa berkemampuan sedang 0,161, siswa berkemampuan tinggi sebesar 0,159 dan siswa berkemampuan rendah 0,090. Hal ini megindikasikan bahwa penerapan MPD lebih baik dibandingkan dengan penerapan MPE dalam meningkatkan kemampuan analogi matematis siswa dan siswa yang memiliki kemampuan awal sedang mendapatkan keuntungan yang lebih besar dalam peningkatan kemampuan analogi matematis siswa. g. Dari tabel juga terlihat bahwa rataan gain kemampuan analogi matematis siwa berkemampuan sedang yang memperoleh pembelajaran MPD lebih tinggi daripada rataan gain siswa berkemampuan tingga pada siswa yang memperoleh MPE. Hal ini menunjukkan terdapat interaksi antara siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Untuk mengetahui signifikansi kebenaran kesimpulan di atas perlu dilakukan perhitungan pengujian statistik ANOVA dua jalur. Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas terhadap gain pada kedua kelompok data tersebut. Uji Normalitas dihitung dengan menggunakan program SPSS 16 pada uji statistik Shapiro-Wilk. Hipotesis nol dan tandingannya yang akan di uji adalah: H 0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H 1 : sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

111 Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.8, rangkuman perhitungan uji normalitas disajikan pada tabel 4.14 berikut ini. Tabel 4.14 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis Kemampuan Analogi Matematis Shapiro-Wilk Statistik Dk p-value Kes. Gain Eksperimen.947 36.082 Terima H 0 Kontrol.977 36.656 Terima H 0 Dari Tabel 4.14 diperoleh p-value (Asymp Sig) kelas eksperimen adalah 0,082 > 0,05 =, dan p-value (Asymp Sig) kelas kontrol adalah 0,6564 > 0,05 =, maka hipotesis H 0 diterima. Artinya, dapat disimpulkan bahwa data gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPD dan kemampuan analogi siswa yang memperoleh MPE berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. Unuk menguji homogenitas varians kedua kelompok data gain kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan uji Homogenity of Variance (Levene Statistic). Tabel. 4.15 Uji Homogenitas Variansi Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis Gain_Analogi Levene Statistic dk1 dk2 p-value Kes. 1.506 1 70.224 Terima H 0 Dari tabel 4.15 untuk menguji homogenitas varians skor pretes terlihat nilai Levene Statistic (F) adalah sebesar 1,506 dengan nilai signifikansi sebesar 0,224.

112 Nilai signifikansi tersebut lebih dari taraf signifikansi α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 yang menyatakan veriansi populasi kedua kelompok data adalah sama diterima. Artinya, kedua kelompok data skor gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis siswa memiliki varians yang homogen. Selanjutnya karena kelompok data gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varians yang homogen dan keduanya berdistribusi normal maka untuk mengetahui signifikansi perbedaan rataan kedua kelompok dilakukan analisis varians (ANOVA) dua jalur. Analisis ini dilakukan untuk melihat pengaruh langsung dari dua perlakuaan yang berbeda yang diberikan terhadap kemampuan analogi matematis siswa menorut metode pembelajran dan kategori kemampuan siswa. Hasil perhitungan uji analisis varians dengan SPSS 16 padat General Linear Model (GLM)- Unvariate dilakukan pada taraf signifikansi α = 0,05, sedangkan rangkuman disajikan pada tabel 4.12 berikut: Tabel 4.16 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Awal Siswa Variabel Bebas:Analogi Sumber Jumlah kuadrat (JK) Dk Rataan JK F p-value Kes. Pembelajaran.330 1.330 12.737.001 Tolak H 0 Kemampuan Siswa.513 2.257 9.899.000 Tolak H 0 Pembelajaran * KemampuanSiswa Kesalahan 1.711 66.026 Total 25.300 72.019 2.009.357.701 Terima H 0

113 Selanjutnya dari tabel 4.16 dilakukan pengujian hipotesis penelitian. Hipotesis yang akan diuji adalah: Hipotesis 1: Hipotesis penelitian ini untuk melihat peningkatan kemampuan analogi matematis siswa berdasarkan metode pembelajaran adalah: Peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori untuk menguji hipotesis tersebut, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikt: H 0 : μ 1 = μ 2 H 1 : μ 1 > μ 2 Keterangan: μ 1 : rataan gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis kelas eksperimen μ 2 : rataan gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis kelas kontrol Kriteria pengujian adalah tolak H 0, jika Asymp.Sig(1-tailed) < α = 0,05. Menurut Widiarso (2007) hubungan nilai signifikansi uji satu arah dan dua arah dari output ialah Sig.(1-tailed) = Sig.(2-tailed). Setelah dilakukan perhitungan ANOVA dua jalur yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.16. Diperoleh nilai sig. (1-tailed) sebesar 0,0005 < α = 0,05. Karena itu, hasilnya hipotesis nol ditolak, artinya peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery secara signifikan lebih baik daripada

114 siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran dengan metode discovery memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan analogi matematis. Hipotesis 2: Hipotesis penelitian ini untuk melihat peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dengan factor kemampuan siswa adalah: Terdapat perbedaan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan rendah untuk menguji hipotesis tersebut, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut: H 0 : μ 1 = μ 2 = μ 3 H 1 : paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku Keterangan: μ 1 : rata-rata gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis siswa berkemampuan tinggi μ 2 : rata-rata gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis siswa berkemampuan sedang μ 3 : rata-rata gain ternormalisasi kemampuan analogi matematis siswa berkemampuan rendah Kriteria pengujian adalah tolak H 0, jika Asymp.Sig(1-tailed) < α = 0,05. Menurut Widiarso (2007) hubungan niali signifikansi uji satu arah dan dua arah dari output ialah Sig.(1-tailed) = Sig.(2-tailed). Setelah dilakukan perhitungan ANOVA dua jalur yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.16. Diperoleh nilai sig. (1-tailed) sebesar 0,000 < α = 0,05. Karena itu, hasilnya hipotesis nol ditolak,

115 artinya terdapat perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori s6swa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Dari tabel 4.12 juga dapat dilihat signifikansi (sig.) untuk interaksi antar metode pembelajaran dengan katagori kemampuan siswa sebesar 0,701 > α = 0,05 yang artinya tidak terdapat interaksi antar model pembelajaran dengan kategori kemampuan siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah terhadap kemampuan anlogi siswa. Untuk mengetahui letak perbedaan yang terjadi diantara ketiga kelompok siswa tersebut, maka dilakukan uji Scheffe dengan menggunakan SPSS 16 for Windows yang dapat tersaji bada tebel di bawah ini. Tabel 4.17 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis Menurut Kategori Kemampuan Siswa Analogi Scheffe (I) Kemampuan Siswa (J) Kemampuan Siswa Perbedaan Rataan (I-J) Std. Error p-value Kes. Tinggi Sedang.1313 *.04587.003 Tolak H 0 Rendah.1986 *.04854.001 Tolak H 0 Sedang Tinggi -.1313.04587.003 Tolak H 0 Rendah.1673 *.04587.002 Tolak H 0 Rendah Tinggi -.1986 *.04854.001 Tolak H 0 *. Perbedaan rataan signifikan Sedang -.1673 *.04587.002 Tolak H 0 Tabel 4.17 memperlihatkan perbedaan rataan masing-masing kemampuan (tinggi, sedang, dan rendah) mempunyai sig. = 0,003 < α = 0,05. Hal ini berarti peningkatan kemampuan analogi matematis siswa berkemampuan tinggi lebih

116 tinggi daripada peningkatan kemampuan analogi matematis siswa berkemampuan sedang dan rendah. Sedangkan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa berkemampuan sedang lebih tinggi daripada kemampuan analogi matematis siswa berkemampuan rendah. Sehingga, berdasarkan tabel 4.13 dapat disimpulkan diantara masing-masing kemampuan terdapat perbedaan yang signifikan. 4. Peningkatan Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Untuk mengetahui peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa, antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori, maka dilakukan analisis terhadap kelompok data gain ternormalisasi siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dan gain ternormalisasi siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Berikut ini disajikan diskripsi statistik data gain ternormalisasi menurut pembelajaran dan kategori kemampuan siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan menggunakan bantuan program SPSS 16 for Windows, siperoleh diskripsi statistik data dan gain ternormalisasi kemampuan generalisasi matematis matematis sebagai berikut:

117 Tabel. 4.18 Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi Matematis menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Siswa Kemampuan Awal Siswa Tinggi Sedang Rendah Keseluruhan N-Gain Statistik MPD MPE Total Rataan 0.8118 0.7145 0.7632 Simpangan Baku 0.07264 0.13808 0.11862 N 11 11 22 Rataan 0.6757 0.5407 0.6082 Simpangan Baku 0.09533 0.21150 0.17504 N 14 14 28 Rataan 0.5245 0.3491 0.4368 Simpangan Baku 0.18376 0.13315 0.18051 N 11 11 22 Rataan 0.6711 0.5353 0.6032 Simpangan Baku 0.16587 0.21940 0.20486 N 36 36 72 Perbedaan Rataan N-Gain 0.0973 0,1350 0.1754 0,1358 Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diuraikan kemampuan generalisasi matematis siswa sebagai berikut: a. Rataan gain peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPD adalah 0,671. Adapun, rataan gain peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE adalah 0,535. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa rataan gain peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPD lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh MPE. b. Untuk siswa berkemampuan tinggi, rataan gain kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPD sebesar 0,812. Sedangkan rataan gain peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh

118 MPE sebesar 0,715 Sehingga dapat disimpulkan rataan gain kemampuan generalisasi siswa berkemampuan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh MPE. c. Rataan gain peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memiliki kemampuan sedang pada siswa yang memperoleh MPD adalah 0,676. Sedangkan rataan gain peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPE sebesar 0,541 Sehingga dapat disimpulkan rataan gain kemampuan analogi siswa berkemampuan sedang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPE. d. Untuk siswa berkemampuan rendah, rataan gain kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPD sebesar 0,525 Sedangkan rataan gain peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPE sebesar 0,349 artinya, rataan gain kemampuan generalisasi siswa berkemampuan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gain kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPE. e. Dari tabel menunjukkan perbedaan rataan gain ternormalisasi antar kemampuan awal siswa menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan awal yang dimiliki siswa semakin tinggi pula peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa. f. Jika dilihat dari selisih peningkatan kemampuan analogi matematis, maka selisih terbesar terjadi antar pembelajaran yaitu siswa berkemampuan rendah 0,175, siswa berkemampuan sedang sebesar 0,135 dan siswa berkemampuan

119 tinggi 0,097. Hal ini megindikasikan bahwa penerapan MPD lebih baik dibandingkan dengan penerapan MPE dalam meningkatkan kemampuan generalisasi matematis siswa dan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah mendapatkan keuntungan yang lebih besar dalam peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa. Untuk mengetahui signifikansi kebenaran kesimpulan di atas perlu dilakukan perhitungan pengujian statistik ANOVA dua jalur. Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas terhadap gain pada kedua kelompok data tersebut. Uji Normalitas dihitung dengan menggunakan program SPSS 16 for Windows pada uji statistik Shapiro-Wilk. Hipotesis nol dan tandingannya yang akan di uji adalah: H 0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H 1 : sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal ini. Rangkuman perhitungan uji normalitas disajikan pada tabel 4.19 berikut Tabel 4.19 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi Matematis Generalisasi Shapiro-Wilk Statistik dk p-value Kes. Gain Eksperimen.966 36.327 Terima H 0 Kontrol.959 36.202 Terima H 0 Dari tabel 4.19 diperoleh p-value (Asymp Sig) kelas eksperimen adalah 0,327 > 0,05 =, dan p-value (Asymp Sig) kelas kontrol adalah 0,202 > 0,05 =,

120 maka H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data gain ternormalisasi kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh MPD dan kemampuan generalisasi siswa yang memperoleh MPE berdistribusi normal pada taraf signifikansi α = 0,05. Unuk menguji homogenitas varians kedua kelompok data gain kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan uji Homogenity of Variance (Levene Statistic). Tabel. 4.20 Uji Homogenitas Variansi Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi Matematis Gain_Generalisasi Levene Statistic dk1 dk2 p-value Kes. 2.744 1 70.102 Terima H 0 Dari tabel 4.20 untuk menguji homogenitas varians skor pretes terlihat nilai Lavene Statistic (F) adalah sebesar 2,744 dengan nilai signifikansi sebesar 0,102. Nilai signifikansi tersebut lebih dari taraf signifikansi α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 yang menyatakan veriansi populasi kedua kelompok data adalah sama diterima. Artinya, kedua kelompok data skor gain ternormalisasi kemampuan generalisasi matematis siswa memiliki varians yang homogen. Selanjutnya karena kelompok data gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varians yang homogeny dan keduanya berdistribusi normal maka untuk mengetahui signifikansi perbedaan rataan kedua kelompok dilakukan analisis varians (ANOVA) dua jalur. Analisis ini dilakukan untuk melihat pengaruh langsung dari dua perlakuaan yang berbeda yang diberikan

121 terhadap kemampuan generalisasi matematis siswa menorut metode pembelajaran dan kategori kemampuan siswa. Hasil perhitungan uji analisis varians dengan SPSS 16 padat General Linear Model (GLM)- Unvariate dilakukan pada taraf signifikansi α = 0,05, sedangkan rangkuman disajikan pada tabel 4.21 berikut: Tabel 4.21 Analisis Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan Generalisasi Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Siswa Variabel Bebas:Generalisasi Sumber Jumlah kuadrat (JK) Dk Rataan JK F p-value Kes. Pembelajaran.328 1.328 14.857.000 Tolak H 0 Kemampuan Siswa 1.173 2.586 26.544.000 Tolak H 0 Pembelajaran * KemampuanSiswa Kesalahan 1.458 66.022 Total 29.176 72 diuji adalah: Hipotesis 3:.017 2.008.381.685 Terima H 0 Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis penelitian. Hipotesis yang akan Hipotesis penelitian ini untuk melihat peningkatan kemampuan analogi matematis siswa berdasarkan metode pembelajaran adalah: Peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori untuk menguji hipotesis tersebut, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikt: H 0 : μ 1 = μ 2 H 1 : μ 1 > μ 2

122 Keterangan: μ 1 : rata-rata gain ternormalisasi kemampuan generalisasi matematis kelas eksperimen μ 2 : rata-rata gain ternormalisasi kemampuan generalisasi matematis kelas kontrol Kriteria pengujian adalah tolak H 0, jika Asymp.Sig(1-tailed) < α = 0,05. Menurut Widiarso (2007) hubungan nilai signifikansi uji satu arah dan dua arah dari output ialah Sig.(1-tailed) = Sig.(2-tailed). Setelah dilakukan perhitungan ANOVA dua jalur yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.21. Diperoleh nilai sig. (1-tailed) sebesar 0,000 < α = 0,05. Karena itu, hasilnya hipotesis nol ditolak, artinya peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori. Hipotesis 4: Hipotesis penelitian ini untuk melihat peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa dengan factor kemampuan siswa adalah: Terdapat perbedaan kemampuan generalisasi matematis siswa dilihat dari kategori siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan rendah untuk menguji hipotesis tersebut, dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut: H 0 : μ 1 = μ 2 = μ 3 H 1 : paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku Keterangan: